Sastra untuk Siswa SMA Remaja

xlv Merrill membagi tujuan pembelajaran menjadi empat, yaitu: 1 mengingat fakta; 2 menggunakan konsep; 3 menggunakan prosedur rule; dan 4 menggunakan prinsip. Sementara itu Gagne 1979: 49-56, membagi tujuan pembelajaran menjadi lima, yaitu: 1 kemampuan intelektual; 2 kemampuan memecahkan masalah; 3 keterampilan gerak otot; 4 sikap; dan 5 informasi. Adapun Moody 1971: 91, membagi tujuan pembelajaran menjadi empat, yaitu: 1 informasi; 2 konsep; 3 perspektif; dan 4 apresiasi. Istilah apresiasi yang disampaikan oleh Moody tersebut, menurut Herman J. Waluyo 2003: 171, sama pengertiannya dengan kawasan afektif dalam konsep Bloom, yang melibatkan unsur kemauan dan keputusan untuk merespon, serta penerimaan dan pemilihan pada suatu nilai. Namun demikian, menurut Herman J. Waluyo 2003: 160, pada umumnya rumusan tujuan yang sering dirujuk dalam pembelajaran sastra adalah rumusan yang disampaikan oleh Moody.

b. Sastra untuk Siswa SMA Remaja

Kata “sastra” sering terdapat dalam berbagai konteks yang berbeda. Hal itu mengisyaratkan bahwa sastra bukanlah suatu istilah yang dapat digunakan untuk menyebut fenomena yang sederhana dan gamblang, tetapi sastra merupakan istilah yang mempunyai arti luas, dan meliputi kegiatan yang berbeda-beda Rahmanto, 1988: 10. Menurut Aristoteles dalam Melani Budianta dkk., 2003: 7, sastra merupakan suatu karya untuk menyampaikan pengetahuan yang memberikan kenikmatan unik dan memperkaya wawasan seseorang tentang kehidupan. xlvi Wellek Warren 1995: 11-14 berpendapat, bahwa sastra merupakan suatu karya seni, karya kreatif manusia yang mengandung nilai estetik dan secara pragmatis berfungsi menghibur dan memberi manfaat dulce utile. Ditambahkan oleh Aminuddin 2000: 50, bahwa sastra itu merupakan wahana untuk memberikan tanggapan personal tentang isu-isu dalam kehidupan. Menurut Teeuw 2003: 151-285, istilah sastra itu paling tepat apabila diterapkan dalam seni sastra, yaitu sastra sebagai karya imajinatif yang berisi ungkapan spontan dari perasaan manusia yang mendalam. Dijelaskan lebih lanjut oleh Teeuw 2003: 151-285, bahwa sastra itu dapat dilihat dari dua segi, yaitu dari segi bahasa dan seni. Sebagai seni bahasa, sastra dapat didekati melalui aspek kebahasaan dan pertentangannya dengan pemakaian bahasa dalam bentuk lain, sedangkan sebagai suatu seni, sastra dapat didekati melalui aspek keseniannya. Menurut Tolstoy 1971: 708-717, seni itu merupakan ekspresi dari suatu emosi. Meskipun tidak semua penjelmaan emosi itu merupakan sebuah seni, setiap seni akan memberikan kesan yang artistik. Selain itu, seni juga mempunyai karakter mempersatukan orang dan menyebabkan orang merasakan pancaran perasaan dari senimannya. Danziger Johnson dalam Melani Budianta dkk., 2003: 7, menyampaikan bahwa sebagai “seni bahasa”, sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya, baik bahasa tulis maupun bahasa lisan. Sejalan dengan itu, Teeuw 2003: 35, menyampaikan bahwa bahasa tulis ataupun bahasa lisan tidak dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam membatasi dan membedakan apakah sesuatu itu termasuk dalam sastra atau bukan sastra. xlvii Sebagai seni bahasa, sastra berisi ekspresi pikiran spontan dari perasaan mendalam penciptanya. Ekspresi tersebut berisi ide, pandangan, perasaan, dan semua kegiatan mental manusia, yang diungkapkan dalam bentuk keindahan. Sementara itu, bila ditinjau dari potensinya, sastra disusun melalui refleksi pengalaman, yang memiliki berbagai macam bentuk representasi kehidupan. Sebab itu, sastra merupakan sumber pemahaman tentang manusia, peristiwa, dan kehidupan manusia yang beragam. Berdasarkan batasan-batasan yang telah disampaikan dalam uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa setidaknya dalam sastra terdapat beberapa unsur, yaitu: 1 isi, yang merupakan pikiran, perasaan, pengalaman, ide, semangat, dan tanggapan; 2 ekspresi, yaitu upaya untuk mengeluarkan sesuatu dari diri manusia; dan 3 bentuk, yaitu ekspresi berbentuk seni sastra yang pada umumnya bermediumkan bahasa. Dengan memperhatikan batasan tersebut, tidak berlebihan jika menganggap bahwa sastra sebagai pengungkapan dunia pengarang dan pembacanya yang kompleks dan menyeluruh melalui bahasa. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, keyakinan, ide, dan semangat, dalam suatu bentuk gambaran yang konkrit yang dapat membangkitkan rasa keindahan melalui bahasa. Menurut Rosenblatt 2007, tugas sastra sebagai suatu seni adalah menawarkan pengalaman yang unik tentang berbagai model kehidupan. Sastra bukan sekedar dokumen sejarah, atau pun laporan tentang cerita kehidupan, persepsi moral, filosofi, dan religi. Sastra merupakan perluasan penjelasan dari hidup itu sendiri. Tujuan utama pembacanya adalah untuk menambah pengalaman dalam kehidupannya. Berkaitan dengan sastra remaja dan pembelajarannya, Hartley 2007 menjelaskan, bahwa ketika sastra lebih didekati sebagai karya yang penuh dengan xlviii pengalaman kehidupan dari pada sebagai pengalaman estetik, akan berpotensi untuk mempengaruhi banyak individu sebagai pembacanya, utamanya remaja. Melalui sastra, pembaca remaja dapat menemukan pengalaman hidup, membuat konkretisasi dan penyadaran melalui kekuatan sebuah bentuk seni yang luar biasa hebatnya. Siswa yang telah membaca sastra dan mampu mengkreasikan kembali teks sastra yang dibacanya itu, akan sulit terlepas dari pengaruhnya. Asher 2007 menyampaikan, bahwa cerita kehidupan yang disajikan dalam teks sastra mengenai tempat dan status manusia di tengah masyarakat, juga semua pengalaman manusia tentang dunia, dapat membantu siswa remaja untuk mencapai pemahaman tentang kehidupan dengan lintas ruang, lintas generasi, lintas waktu, dan lintas samudra. Karena itu, menurut Ford 2007, melalui membaca karya sastra remaja, siswa dapat memperoleh pengalaman menarik tentang kehidupan, sekaligus pengetahuan akademik dan konsep disiplin ilmu lain, seperti ilmu pengetahuan alam, matematika, dan ilmu sosial, melalui pendekatan membaca yang berbeda dari yang biasa digunakan, yaitu bentuk bacaan yang lebih familiar. Dengan membaca karya sastra remaja, siswa dapat melihat bagaimana sastra dapat berjalan dan berhubungan dengan bidang ilmu akademik. Menurut Dail 2007, teks sastra remaja ada beragam jenisnya, mulai dari logo baju, lirik lagu, musik, majalah, bahkan situs atau website. Jakob Sumardjo dan Burhan Nurgiyantoro 1982: 45-48; 2002: 16-22; membagi sastra fiksi menjadi dua jenis, yakni sastra literer dan sastra populer atau sastra serius dan hiburan. Sastra literer adalah sastra yang memiliki bobot literer dan berisi masalah-masalah serius dalam kehidupan manusia, seperti masalah kemanusiaan, politik, moral, agama, sufistik, filsafat, dan sebagainya. Selain itu, pada xlix umumnya sastra literer memiliki fungsi sosial, yaitu memperkaya khasanah batin pembaca atau penikmatnya. Adapun sastra populer atau hiburan adalah sastra yang ringan bobot literernya, dan berisi masalah-masalah yang lebih mengedepankan hiburan belaka. Pada umumnya, sastra populer mengemukakan kenyataan semu, bahkan fantasi atau cerita yang mengandung kadar emosi berlebihan. Selain itu, sastra populer juga mengetengahkan tema-tema percintaan yang sentimental, kekerasan, pembunuhan, dan sedikit mengarah pada pornografi. Dail 2007 menjelaskan, bahwa penting bagi guru sastra untuk memahami dan memperhatikan berbagai ragam jenis sastra, sebagai alternatif materi yang dapat disajikan dalam pembelajaran di kelas. Berbagai ragam genre sastra yang berbeda, seperti misteri horror, fiksi sejarah, fiksi ilmiah, multikultural, dan buku-buku sastra lain yang berkualitas, merupakan alternatif yang baik untuk dipilih sebagai materi pembelajaran yang menarik dan mudah untuk ditemukan oleh guru dan siswa.

c. Apresiasi Sastra