Kondisi Sekolah dan Lingkungannya

clxvii pembelajaran, seperti OHP, radio, tape recorder, televisi, VCD, DVD dan LCD. Selain itu juga laboratorium komputer dan internet, laboratorium bahasa, serta ruang serba guna, ruang koperasi, dan mesin foto kopi. Dilihat dari alokasi dananya, SMA Negeri 1 merupakan sekolah yang pendapatan dan pengeluarannya terbesar di antara sekolah lain yang diteliti, sedangkan SMA Negeri 8 berada satu tingkat di bawahnya. SMA Al-Islam 1 dan SMA Murni, alokasi dananya berada jauh di bawah kedua sekolah tersebut. Perbedaan itu, dilatarbelakangi oleh status sekolah yang berbeda, yaitu negeri dan swasta, dan banyaknya siswa serta guru pada masing-masing sekolah. Dalam usahanya untuk menunjang kualitas pembelajaran, semua sekolah memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi dan memberikan bantuan kepada siswa yang kurang mampu. Semua sekolah mengusahakan penyelenggaraan beasiswa dari berbagai sumber, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Khusus untuk SMA Negeri 1, beasiswa diusahakan pula dari sumber lain, yaitu para alumnus yang telah berhasil, yang terorganisasi dalam kelompok Kasmaji atau ”Bekas Siswa SMA Siji” . Demi menunjang kualitas Sumber Daya Manusianya, SMA Negeri 1 dan SMA Al-Islam 1 mengalokasikan sebagian dananya untuk menyelenggarakan kegiatan pengembangan profesi bagi para guru. Sementara itu, SMA Negeri 8 dan SMA Murni tidak mengalokasikan dananya untuk kegiatan semacam.

b. Kondisi Sekolah dan Lingkungannya

clxviii Data penelitian menunjukkan bahwa kondisi gedung pada semua sekolah yang diteliti cukup memadai dalam mendukung pelaksanaan pembelajaran sastra, kecuali SMA Murni Surakarta. SMA Negeri 1 dan SMA Al-Islam 1 Surakarta merupakan sekolah yang paling bagus fasilitas pembelajarannya. Bangunan gedung SMA Negeri 1 dan SMA Al-Islam 1, tidak terlalu luas, namun memadai sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, semua ruang yang tersedia mudah dijangkau oleh warga sekolah sehingga tidak ada kendala waktu dan jarak untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Karena lokasi gedung pada kedua sekolah tersebut berada di perkotaan, gangguan suara bising dan polusi udara tidak dapat terhindarkan. Selain itu, akibat sempitnya halaman sekolah, ruang gerak siswa menjadi terbatas. Penghijauan atau penanaman pohon peneduh di halaman sekolah juga tidak dapat dilakukan. Demikian pula tempat parkir untuk kendaraan siswa juga tidak tersedia. Akibatnya, siswa perlu mengeluarkan dana lebih untuk biaya parkir kendaraannya di luar halaman sekolah pada setiap harinya. Dibandingkan dengan sekolah sejenis pada umumnya, bangunan gedung SMA Negeri 8 Surakarta tampak lebih luas, bahkan terlampau luas. Sekolah itu memiliki banyak pohon peneduh dan taman penghijauan yang membuat suasana menjadi asri dan nyaman. Tersedianya tempat parkir untuk siswa di halaman sekolah, juga memberikan kemudahan bagi siswa dan memberikan jaminan keamanan terhadap kendaraan mereka. Sementara itu, akibat dari lokasi yang terlalu luas pada SMA Negeri 8 Surakarta tersebut, interaksi antarwarga sekolah menjadi sering terhambat oleh jarak dan waktu. Hal itu cukup berpotensi untuk mengganggu jam efektif belajar siswa. Selain itu, clxix pengawasan guru terhadap siswa pada waktu istirahat, menjadi lebih sulit sehingga pekerjaan guru menjadi lebih berat. Berbeda dengan tiga gedung sekolah lain yang diteliti, gedung SMA Murni Surakarta kondisinya terlihat kurang ideal untuk pembelajaran. Sekolah tersebut halamannya sempit, dan tidak memiliki taman atau penghijauan. Suasananya pun sangat bising, karena berdempetan dengan beberapa sekolah lain, yaitu SMK Murni, SMP Murni, dan SD Negeri Bumi. Berbagai gedung sekolah di sekitarnya itu masing-masing tidak memiliki pagar penyekat yang dapat memisahkan di antaranya, sehingga suasana tampak ribut dan suara bising tidak dapat terhindarkan. Data tentang kondisi sekolah yang diteliti beserta lingkungannya, disajikan dalam tabel berikut ini. Tabel 10: Kondisi Fisik Sekolah dan Lingkungannya No Kondisi Sekolah SMA N 1 SMA N 8 SMA Al-Islam 1 SMA Murni 1 Alamat lokasi Jl. Monginsidi Gilingan, Banjarsari, Surakarta Jl. Sumbing VI49 Mojosongo, Jebres, Surakarta Jl. Honggo wongso 94 Panularan, Laweyan, Surakarta Jl.Dr.Wahidin 33 Penumping, Laweyan Surakarta 2 Jarak sekolah sejenis 0 km 4 km 0,5 km 1 km 3 Dibuka tahun 1943 1996 1966 1955 4 Status sekolah Negeri Negeri Swasta Swasta 5 Luas tanah 7.105 m 2 37.956 m 2 3.050 m 2 1.221 m 2 6 Luas bangunan 4.373 m 2 6.497 m 2 2.814 m 2 764 m 2 7 Luas halaman 2.373 m 2 29.406 m 2 264 m 2 - 8 JumlahLuas kelas 31 2.000m 2 30 1.395 m 2 26 1.598 m 2 12 268 m 2 9 Luas lab bahasa 108 m 2 - 64 m 2 - 10 Luas perpus 168 m 2 160 m 2 120 m 2 28 m 2 11 Luas aula 1.000 m 2 483 m 2 300 m 2 28 m 2 12 Luas lab komputer 840 m 2 144 m 2 64 m 2 - 13 Situasi dan kondisi lingkungan di sekitar sekolah Dekat jalan raya yang padat lalu lintasnya; tengah kota yang ramai; di antara gedung sekolah lain di sekitarnya Pinggir kota yang sepi; Jauh dari jalan raya; di antara perkampungan penduduk Dekat jalan raya yang padat lalu lintasnya; di tengah kota yang ramai; di antara rumah penduduk; dan Dekat jalan raya yang padat lalu lintasnya; tengah kota yang ramai; di antara gedung clxx pertokoan sekolah lain Sumber: CL No.C AN SMAN1 SK 012; C AN SMAN8 SK 014; C AN SMAAL SK 012; C AN SMAMR SK 011. Data pada tabel 10 menunjukkan bahwa semua sekolah yang diteliti berlokasi di perkotaan, kecuali SMA Negeri 8 Surakarta. Lokasi gedung sekolah yang berada di perkotaan, memberikan kemudahan bagi semua warganya untuk menjangkau melalui sarana transportasi umum. Namun, situasi bising dan polusi udara, berpotensi untuk mengganggu ketenangan siswa dalam belajar. Untuk mengatasi masalah itu, pada umumnya sekolah yang berdomisili di perkotaan mengantisipasinya dengan membangun pagar mengelilingi bangunan sekolah dan memasang peredam suara di semua ruang kelas. SMA Negeri 1 Surakarta berjarak 0 Km dari SMA Negeri 2 Surakarta. Akibat dekatnya jarak dari kedua sekalah tersebut, suasana ramai atau gaduh tidak dapat terhindarkan, terutama pada waktu pagi dan siang hari saat siswa mulai berdatangan ke sekolah atau saat usai jam sekolah. Tampaknya kondisi tersebut pada umumnya tidak lagi dirasakan sebagai hambatan atau gangguan bagi pelaksanaan proses pembelajaran. Bahkan para guru dan siswa menanggapinya secara positif, dengan menjadikannya sebagai dorongan semangat dalam berkompetisi untuk menjadi yang terbaik dalam berprestasi di antara sekolah- sekolah di lingkungannya. SMA Negeri 8 Surakarta, lokasi gedungnya berada di daerah pinggiran kota yang sulit dijangkau dengan kendaraan umum. Sementara banyak siswanya yang tidak memiliki kendaraan bermotor, karena berasal dari keluarga yang kurang mampu. Mengingat kondisi tersebut, Kepala Sekolah mengambil kebijakan untuk memulai pelajaran pukul 07.15. Waktu tersebut lebih siang 15 menit dari waktu yang diberlakukan clxxi sebelumnya atau waktu yang diberlakukan pada umumnya. Selanjutnya, diberikan toleransi waktu 15 menit bagi siswa yang datang terlambat, selebihnya itu siswa tidak diperkenankan lagi masuk ke halaman sekolah hingga waktu istirahat pertama tiba. Kebijakan Kepala Sekolah itu diberlakukan untuk menegakkan disiplin siswa, dengan mengurangi jumlah siswa yang datang terlambat. Kebijakan itu ternyata tidak membuat jera para siswa, karena pada kenyataannya jumlah siswa yang terlambat datang ke sekolah tetap banyak. Tampaknya keterlambatan siswa datang ke sekolah pada jam pertama pelajaran sudah menjadi kebiasaan yang membudaya, bahkan seakan-akan bukan merupakan suatu pelanggaran siswa terhadap tata-tertib sekolah yang seharusnya merisaukan para guru.

B. Input

Deskripsi tentang pengembangan bahan dan fasilitas penunjang pelaksanaan pembelajaran sastra yang apresiatif, meliputi dua dimensi, yaitu 1 pengembangan kurikulum dan silabus dan 2 pengembangan materi pembelajaran.

1. Pengembangan Kurikulum dan Silabus

Semua sekolah yang diteliti menerapkan Kurikulum 2004, yang merupakan kurikulum berbasis kompetensi KBK. Pengembangan silabusnya juga mengacu pada kurikulum tersebut. Menurut para guru, berbeda dengan kurikulum sebelumnya, Kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi itu memberikan kebebasan kepada guru untuk mengembangkan materinya, asalkan tetap relevan dan menunjang pencapaian tujuan.