clxxxi
29 Melakukan evaluasi teori dan pratik
yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor
5 5
5 5
5 5
30 Melaksanakan penilaian yang
memenuhi prinsip akurat, ekonomis, dan mendorong peningkatan kualitas
5 5
5 5
5 5
31 Memberikan umpan balik tugas-tugas
siswa melalui diskusi 5
5 5
5 5
5 32
Melakukan evaluasi generic untuk mengukur kemampuan siswa dalam
mengambil keputusan secara rasional, merancang masa depan, dan memahami
orang lain 1
1 1
1 1
1 33
Melaksanakan evaluasi common core untuk mengukur kemampuan akademik
siswa 5
5 5
5 5
5 34
Melaksanakan evaluasi vokasional untuk mengukur penguasaan
keterampilan siswa 5
5 5
5 5
5 35
Menyampaikan laporan hasil evaluasi kepada orang tua siswa, sebagai bentuk
pertanggungjawaban 5
5 5
5 5
5 Jumlah Skor
142 139
128 103
129 91
Kategori Bagus Bagus Bagus
Cukup Bagus
Bagus Cukup
Bagus Sumber: CL: No. PAN SMA N 1 GR 025; CL: No. PAN SMAN 8 GR 025; CL: No. PAN SMA Al-
Islam GR 020; CL: No. PAN SMA Murni GR 020.
a. Penerapan Metode
Dengan tujuan untuk mendapatkan data yang lebih mantap tentang penerapan media dalam pembelajaran sastra di SMA Surakarta, dilakukan penggalian data lebih
lanjut melalui teknik wawancara.dan observasi. Data yang terkumpul disampaikan dalam tabel 14 berikut ini.
Tabel 14 Penerapan Metode dalam Pembelajaran Sastra
SMA N 1 SMA N 8
No Metode yang
diterapkan Gr 1
Gr 2 Gr 1
Gr 2 SMA
Al-Islam SMA Murni
1 Metode yang
dominan dipakai
Diskusi; tugas
kelompok; tugas
individu demontrasi
Diskusi; tugas
kelompok; tugas
individu demontrasi
Ceramah; tugas
kelompok; tugas
individu demontrasi
Ceramah; tugas
kelompok; tugas
individu Diskusi;
tugas kelompok;
tugas individu
demontrasi Ceramah;
tugas individu;
tugas kelompok
clxxxii
2 Metode yang
jarang dipakai Ceramah
Ceramah Diskusi
Diskusi; demontrasi
Ceramah Diskusi;
demontrasi 3
Pengaruhnya terhadap
aktivitas siswa
Siswa terlibat
secara aktif
Siswa terlibat
secara aktif
Siswa terlibat
secara aktif
Siswa terlibat
secara aktif
Siswa terlibat
secara aktif
Siswa terlibat aktif
Sumber: CL: No. PAN SMA N 1 GR 025; CL: No. PAN SMAN 8 GR 025; CL: No. PAN SMA Al- Islam GR 020; CL: No. PAN SMA Murni GR 020.
Melalui teknik wawancara dan observasi diperoleh data bahwa para guru sastra di SMA Surakarta sudah menerapkan berbagai macam metode dalam proses
pembelajarannya di kelas. Hal itu dilakukan karena target pembelajaran dan kemampuan serta minat siswa untuk belajar sastra berbeda-beda. Menurut para guru, tujuan
penggunaan berbagai metode adalah agar pembelajaran menjadi lebih menarik, menyenangkan, serta mudah untuk diikuti oleh siswa. Selain itu, juga untuk lebih
mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa selama proses pembelajaran. Dengan demikian siswa lebih aktif dalam belajar, suasana kelas
lebih hidup, dan pembelajaran lebih efektif. Berbagai pendekatan yang mendasari pemilihan metode pembelajaran tersebut
adalah Pendekatan
Konstruktivisme Constructivism, Pendekatan Humanisme Humanism,
Pendekatan Terpadu Integrated Method, dan Pendekatan Kontekstual Contextual Teaching and Learning
. Selain itu, juga pendekatan pembelajaran yang khas
berkaitan dengan sastra, yaitu Pendekatan Sastra untuk Penghayatan Diri Literature for Personal Enrichment
, Pendekatan Berbasis Bahasa A Language-Based Approach, dan Pendekatan Sastra sebagai Isi Literature as Content.
Pendekatan Konstruktivisme adalah pendekatan yang beranggapan, bahwa semua siswa itu sudah memiliki pengetahuannya sendiri, meskipun pengetahuan itu naif atau
miskonsepsi. Melalui pengalaman belajar yang dilaluinya, diharapkan siswa mampu
clxxxiii membentuk pengetahuannya sendiri, sebab tidak ada orang lain yang mampu membentuk
pengetahuan tersebut kecuali siswa itu sendiri. Pendekatan Humanisme merupakan sebuah pendekatan yang menganggap bahwa
setiap siswa itu merupakan individu yang berbeda. Karena itu, sebagai satu individu mereka memiliki keinginan, bakat, dan kemampuan, yang berbeda-beda pula. Guru harus
mampu menghargai perbedaan-perbedaan tersebut dan tidak boleh mamandang sama kepada semua siswa ataupun menuntut untuk capaian hasil belajar yang sama dari semua
siswanya. Pendekatan Terpadu adalah pendekatan yang memadukan antara aspek sastra dan
aspek bahasa. Pendekatan itu mengikuti asumsi ancangan berbasis bahasa yang beranggapan bahwa pembelajaran bahasa dengan memanfaatkan teks sastra akan
membantu pengintegrasian silabus sastra dan bahasa. Adapun Pendekatan Kontekstual adalah pendekatan yang bertujuan untuk
membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari suatu permasalahan ke permasalahan lain dan dari satu konteks ke konteks yang lainnya.
Pembelajaran itu, memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengalaman belajar nyata dalam menemukan pengetahuan melalui inquiry, belajar kooperatif, dan
bertukar pengalaman sesama teman. Pendekatan Sastra untuk Penghayatan Diri Literature for Personal Enrichment itu,
merupakan pendekatan pembelajaran sastra yang lebih mendorong siswa untuk mampu menggambarkan pengalaman, perasaan, dan opini pribadinya dalam kegiatan apresiasi karya
sastra. Pendekatan Berbasis Bahasa A Language-Based Approach, adalah pendekatan pembelajaran sastra yang bertujuan untuk membantu siswa terlibat secara aktif baik secara
clxxxiv intelektual maupun emosional dalam pembelajaran sastra untuk pemerolehan bahasa, melalui
analisis secara mendetail tentang bahasa dalam teks sastra. Sementara Pendekatan Sastra sebagai Isi Literature as Content, merupakan
pendekatan pembelajaran sastra yang lebih mengutamakan kegiatan analisis karya sastra dengan berkonsentrasi pada berbagai bidang, seperti sejarah, latar belakang sosial politik, alat-
alat historis pada teks, genre, alat-alat retorika, biografi pengarang, aliran pengarang, dan gaya pengungkapan teks pengarangnya. Namun Pendekatan Sastra sebagai Isi Literature as
Content tidak banyak digunakan oleh para guru sastra di SMA Surakarta.
Proses pembelajaran sastra di kelas, pada umumnya dilaksanakan dalam bentuk klasikal classical program dan individual individualized program. Pembelajaran
klasikal diberikan kepada seluruh siswa pada umumnya, sedangkan pembelajaran individual diberikan kepada siswa yang cepat, atau lambat belajarnya, karena irama
kecepatannya berbeda dengan rata-rata siswa pada umumnya. Pembelajaran individual ini diberikan melalui pengayaan dan perbaikan.
Metode yang diterapkan guru dalam proses pembelajaran sastra di SMA Surakarta, antara lain adalah metode ceramah, discovery, inquiry, pemberian tugas
resitasi, sosiodrama, dan demonstrasi. Metode ceramah pada umumnya dimanfaatkan
guru pada awal pembahasan topik baru untuk penjelasan teori dan konsep tentang sesuatu. Adapun metode yang lainnya merupakan metode lanjutan, yang dipilih sesuai
dengan kebutuhan pembelajaran dan keterampilan yang menjadi target dalam pembelajaran.
Teknik yang menyertai penerapan berbagai metode pembelajaran tersebut adalah teknik pemberian tugas. Dilihat dari cara mengerjakannya, dapat dibedakan menjadi dua,
clxxxv yaitu tugas individu dan kelompok. Tugas individu dikerjakan siswa secara perorangan,
dan tugas kelompok dikerjakan siswa secara berkelompok, antara lima sampai enam orang. Tugas perorangan diberikan apabila berkaitan dengan pembelajaran di kelas,
sedangkan tugas kelompok diberikan apabila tugas tersebut sulit dan perlu dikerjakan dalam waktu yang lama di luar kelas. Diusahakan oleh para guru agar ada perimbangan
antara pemberian tugas individu dan tugas kelompok. Pada umumnya, pembelajaran sastra di sekolah dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
pembelajaran puisi, prosa, dan drama. Dalam keseluruhan proses tersebut, para guru menerapkan berbagai metode dan teknik yang berbeda-beda, tergantung pada tingkat
kesukaran materi yang diberikan dan target pembelajaran yang diselenggarakan. Dalam pembelajaran puisi, pada umumnya guru memulai dengan penjelasan teori
melalui metode ceramah dan mengakhirinya dengan praktik menulis atau membaca puisi. Teori, yang disampaikan meliputi unsur-unsur puisi, cara menganalisis puisi, dan teknik
dalam mencipta puisi. Selain itu, guru juga memberikan penjelasan tentang teknik membaca puisi, karena hakikatnya puisi itu hadir untuk dibaca dan diapresiasi.
Dijelaskan kepada siswa bahwa untuk membaca puisi, diperlukan suasana tenang, konsentrasi pikiran, perasaan, dan keberanian mental untuk pengungkapan imajinasi,
perasaan dan pikiran sebagai wujud apresiasi. Selain itu, diperlukan pemahaman isi dan maksud puisinya. Penjelasan guru itu merupakan bekal dalam meraih kompetensi
ekspresi . Sebagai langkah akhir pembelajaran puisi, guru mengadakan diskusi dan
dilanjutkan dengan pemberian tugas kelompok ataupun tugas individu untuk mencipta dan mengapresiasi puisi. Dalam konteks ini, guru berperan sebagai narasumber sekaligus
sebagai konduktor dan fasilitator bagi siswanya.
clxxxvi Pada setiap pembelajaran di kelas, guru berusaha agar siswanya terlibat secara
aktif. Untuk itu, berbagai metode yang dapat mendorong aktivitas siswa diterapkan secara bervariasi. Metode tersebut antara lain: diskusi, resitasi, dan tanya jawab.
Selanjutnya, untuk membina interaksi antara guru dengan siswa, guru memanfaatkan teknik bertanya acak, agar semua siswa aktif berpikir untuk mencari
jawabannya. Namun demikian, patut disayangkan ketika guru tidak mampu berperan dalam memberikan penguat kepada jawaban siswa. Terbukti ketika siswa memberikan
jawabannya, tidak semua guru mampu memberikan responnya dengan baik. Bahkan ada guru yang tidak memberikan respon, baik respon persetujuan, penguatan, maupun
penolakan, padahal tidak semua jawaban siswa itu benar. Kondisi semacam itu, apabila
dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya kesalahpahaman misconception.
Sementara itu, dalam pembelajaran prosa, para guru memulai dengan ceramah, untuk memberikan penjelasan tentang langkah-langkah menganalisis prosa dan menulis
resensinya. Berikutnya dilanjutkan dengan apresiasi melalui kegiatan membaca karya sastra secara utuh bukan sinopsisnya saja. Sebagai kegiatan terakhirnya adalah latihan
menganalisis karya sastra, untuk membuat resensi yang dikemas dalam bentuk artikel untuk majalah sekolah atau media massa lainnya.
Dalam pembelajaran prosa, siswa diberi kebebasan untuk memilih karya sastra yang akan dibaca, dibahas, dan diapresiasi bersama dengan kelompoknya. Hal itu
dimaksudkan agar siswa merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran. Meskipun begitu, karya-karya pilihan siswa tetap diseleksi kembali oleh guru berdasarkan batasan-
batasan yang disepakati bersama agar asas kemanfaatannya dalam belajar tidak terabaikan.
clxxxvii Karya sastra prosa pilihan siswa sebagian ada yang ditolak guru atas beberapa
alasan, antara lain: 1 isinya kurang bagus dan kurang menarik untuk dibahas; 2 isinya tidak mendidik; 3 judul yang sama sudah dibahas oleh kelompok lain, 4 isi atau
bahasanya jorok; serta 5 terlalu banyak halamannya. Penjelasan
guru tentang prosa, lebih diutamakan pada penjelasan tentang unsur-unsur karya sastra melalui
pendekatan Struktural saja. Padahal, banyak hal yang lebih penting dan lebih menarik untuk diketahui siswa dari sebuah karya sastra selain unsur-unsurnya saja. Misalnya,
tentang bagaimana tanggapan pembaca terhadap isi cerita, bagaimana gagasan penulisnya, bagaimana nilai-nilai estetik dalam karya, bagaimana makna yang dapat
diungkapkan dalam karya sastra itu, bagaimana karya itu mewakili zamannya, dan sebagainya.
Dari pembelajaran prosa yang diamati, disimpulkan bahwa semua guru tidak pernah memperkenalkan teori sastra kepada siswa, kecuali teori stukturalisme. Itu pun
tidak disampaikan dengan tuntas, mengingat hubungan antarunsur dalam membentuk satu kesatuan makna, untuk menciptakan keindahan tidak pernah disinggung. Pendekatan lain
yang dapat digunakan untuk memahami karya sastra seperti: pendekatan Sosiologi Sastra, Psikologi Sastra, Semiotik, Resepsi Sastra, dan Feminisme tidak pernah dibahas dan
diperkenalkan kepada para siswa. Dalam pembelajaran drama guru membentuk kelompok siswa dengan 5- 7 orang
pada setiap kelompoknya. Setiap kelompok diberi tugas untuk membuat naskah drama sekaligus mementaskannya, dengan urutan tampil sesuai undian. Tugas yang diberikan
kepada siswa dalam pembelajaran drama merupakan pengalaman belajar yang diberikan dengan tujuan untuk melatih rasa tanggung jawab siswa dalam bekerja sama denagn tim
clxxxviii dan memupuk rasa solidaritas antarteman. Meskipun tugas tersebut tampak merepotkan,
pada umumnya para siswa gembira dalam melakukannya. Mereka juga tampak kreatif dan bersungguh-sungguh dalam mempersiapkan sekaligus melaksanakan pementasannya,
baik dalam perannya sebagai pemain maupun sebagai penonton atau apresiator. Sementara itu, guru berperan sebagai motivator dengan memberikan reinforcement,
komentar, kritik, saran, dan sanjungan kepada siswanya, agar semakin termotivasi untuk berprestasi dengan lebih baik.
Berbeda dengan guru pada umumnya, guru SMA Negeri 1, menuntut siswanya untuk menggunakan kostum dan ber-make-up sesuai dengan karakter
yang diperankannya dalam pementasan drama di kelas. Konsekuensinya, diperlukan tambahan waktu di luar jam pelajaran efektif. Memang pementasan
tanpa kostum dan make-up itu kurang menarik, dan kurang mendukung karakter yang diperankan. Namun, keputusan itu lebih banyak dipilih oleh para guru pada
umumnya, mengingat waktu yang tersedia cukup terbatas padahal semua kelompok harus tampil membawakan naskahnya.
b. Penerapan Media