KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAERAH TERTINGGALTERISOLIR

Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM 8

2.2 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAERAH TERTINGGALTERISOLIR

Pada umumnya daerah yang berada diperbatasan dengan negara tetangga merupakan daerah tertinggalterisolir. Penanganan daerah perbatasan negara, pada hakekatnya merupakan bagian dari upaya perwujudan ruang wilayah nusantara sebagai satu kesatuan geografi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan Sabarno, 2001. Pada umumnya daerah pebatasan belum mendapat perhatian secara proporsional, dapat dilihat dari kurangnya sarana prasarana pengamanan daerah perbatasan dan aparat keamanan di perbatasan. Hal ini telah menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan seperti, perubahan batas-batas wilayah, penyelundupan barang dan jasa serta kejahatan trans nasional transnational crimes. Ketahanan wilayah perbatasan perlu mendapatkan perhatian secara sungguh-sungguh karena kondisi tersebut akan mendukung ketahanan nasional dalam kerangka NKRI.Keamanan wilayah perbatasan mulai menjadi concern setiap pemerintah yang wilayah negaranya berbatasan langsung dengan negara lain. Terdapat sekitar 20 kabupaten di wilayah perbatasan sebagai daerah tertinggal yang merupakan bagian dari 199 daerah tertinggal berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005. Penentuan daerah tertinggal mengacu pada beberapa kriteria, misalnya tingkat kemiskinan, pendidikan dan kesehatan, ketersediaan infrastruktur, kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas pelayanan publik, kondisi geografis, dan kondisi sumber daya alam yang rendah. Menurut Eddy MT. Sianturi, SSi dan Nafsiah, SP, Peneliti Puslitbang Strahan Balitbang Dephan Pengembangan daerah perbatasan perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah mengingat daerah perbatasan suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, menjaga keamanan dan keutuhan wilayah. Pembangunan wilayah perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Wilayah perbatasan mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional, hal tersebut ditunjukkan oleh karakteristik kegiatan antara lain : 1. Mempunyai dampak penting bagi kedaulatan negara. 2. Merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. 3. Mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan dengan wilayah maupun antar negara. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM 9 4. Mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, baik skala regional maupun nasional. Pembangunan di daerah tertinggalterisolir dihadapkan pada kendala yang cukup berat, permasalahan yang dihadapi daerah tertinggalterisolir KPDT, 2004, mencakup : 1 permasalahan pengembangan ekonomi lokal yaitu keterbatasan pengelolaan sumberdaya lokal dan belum terintegrasinya dengan kawasan pusat pertumbuhan, 2 permasalahan pengembangan sumberdaya manusia yaitu rendahnya kualitas sumberdaya manusia, 3 permasalahan kelembagaan, terutama rendahnya kemampuan kelembagaan aparat dan masyarakat daerah tertinggalterisolir, 4 permasalahan kurangnya sarana dan prasarana terutama transportasi darat, laut dan udara; telekomunikasi dan energi, serta keterisolasian daerah, dan 5 permasalahan karakteristik daerah terutama berkaitan dengan daerah rawan bencana kekeringan, banjir, longsor, kebakaran hutan, gempa bumi, dan lainnya serta rawan konflik sosial. Untuk mengatasi permasalahan yang dikemukakan di atas, Kementerian PDT mengambil strategi dasar yang terdiri atas empat pilar : Pertama, meningkatkan kemandirian masyarakat dan daerah tertinggal melalui : 1 pengembangan ekonomi lokal, 2 pemberdayaan masyarakat, 3 penyediaan prasarana dan sarana localpedesaan, dan 4 peningkatan kapasitas kelembagaan daerah, dunia usaha, dan masyarakat; Kedua, mengoptimalkan pemanfaatan potensi wilayah, melalui : 1 penyediaan informasi potensi sumberdaya wilayah, 2 pemanfaatan teknologi tepat guna, 3 peningkatan investasi dan kegiatan produksi, 4 pemberdayaan dunia usaha dan UMKM, dan 5 pembangunan kawasan produksi; Ketiga, memperkuat integrasi ekonomi antara daerah tertinggal dan daerah maju, melalui: 1 pengembangan jaringan ekonomi antar wilayah, 2 pengembangan jarimgam prasarana antar wilayah, dan 3 pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah; Keempat, meningkatkan penanganan daerah khusus yang memiliki karakteristik “keterisolasian”, dilakukan melalui: 1 pembukaan keterisolasian daerah pedalaman, pesisir dan pulau kecil terpencil, 2 penanganan komunitas adat terasing, dan 3 pembangunan daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil. Penanganan daerah perbatasan khususnya daerah terpencil selama ini memang belum dapat dilakukan secara optimal dan kurang terpadu, serta seringkali terjadi tarik-menarik kepentingan antara berbagai pihak baik secara horizontal, sektoral maupun vertikal. Banyak ditemukan kebijakan dilapangan yang tidak saling mendukung dan atau kurang sinkron satu sama lain. Koordinasi yang Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM 10 dibangun belum sinergi dan terpadu sehingga hal ini sering menimbulkan masalah. Koordinasi pengelolaan daerah tertinggalterisolir di kawasan perbatasan, hendaknya melibatkan banyak instansi DepartemenLPND, baik instansi terkait di tingkat pusat maupun antar instansi pusat dengan pemerintah daerah. Selain itu, belum terkoordinasinya pengembangan kawasan perbatasan antar negara dengan kerjasama ekonomi sub regional, seperti yang ditemui pada wilayah perbatasan antara Malaysia Timur dengan Kalimantan dengan KK Sosek Malindo dan BIMP-EAGAnya, serta dengan rencana pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu KAPET Sanggau di Kalimantan Barat dan KAPET SASAMBA di Kalimantan Timur yang secara konseptual dan operasional perlu diarahkan dan dirancang untuk menumbuhkan daya saing, kompabilitas dan komplementaritas dengan wilayah negara tetangga. Siapa yang bertanggung jawab dalam membina masyarakat di perbatasan, menyediakan, memelihara infrastruktur terutama daerah yang sulit dijangkau, sebenarnya tidak perlu dipersoalkan lagi. Pemerintah pusat, pemerintah daerah Tingkat I dan Tingkat II mempunyai tanggung jawab yang sama untuk membangun dan mensejahterakan masyarakat di daerah tertinggalterisolir terutama di daerah perbatasan antara negara. Perkembangan masyarakat tertinggalterisolir terutama sekitar daerah perbatasan negara, mestinya tidak lepas dari perhatian semua pihak dimana penanganan masalah daerah batas negara tidak domain hanya urusan pemerintah pusat saja, tetapi pemerintah daerah dan masyarakat harus tahu dan memahami kebijakan yang selayaknya disepakati bersama. Komitmen dan kebijakan Pemerintah untuk memberikan prioritas yang lebih tinggi dalam pembangunan wilayah perbatasan telah mengalami reorientasi yaitu dari orientasi keamanan security approach menjadi orientasi kesejahteraanpembangunan prosperitydevelopment approach. Adanya reorientasi ini diharapkan penanganan pembangunan kawasan perbatasan di Kalimantan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut : 1. Pendekatan keamanan yang diterapkan Mabes TNI di dalam penanganan KK Sosek Malindo, walaupun berbeda namun diharapkan dapat saling menunjang dengan pendekatan pembangunan. 2. Penanganan KK Sosek Malindo selama ini ternyata tidak tercipta suatu keterkaitan interface dengan program pengembangan kawasan dan kerjasama ekonomi regional seperti BIMP-EAGA, yang sebenarnya sangat relevan untuk dikembangkan secara integrative dan komplementatif dengan KK Sosek Malindo Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM 11 3. Terkait dengan beberapa upaya yang telah disepakati di dalam pengembangan kawasan perbatasan antar negara, khususnya di Kalimantan dengan KK Sosek Malindonya, diperlukan pertimbangan terhadap upaya percepatan pengembangan kawasan perbatasan tersebut melalui penanganan yang bersifat lintas sektor dan lintas pendanaan Selain itu, Isu pengembangan daerah perbatasan yang terkategorikan terpencil lainnya secara umum diilustrasikan sebagai berikut : 1. Kaburnya garis perbatasan wilayah negara akibat rusaknya patok-patok di perbatasan Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur menyebabkan sekitar 200 hektare hutan wilayah Republik Indonesia berpindah masuk menjadi wilayah Malaysia Media Indonesia, 21 Juni 2001. Ancaman hilangnya sebagian wilayah RI di perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia Timur akibat rusaknya patok batas negara setidaknya kini menjadi 21 patok yang terdapat di Kecamatan Seluas, kabupaten Bengkayang, memerlukan perhatian. Selain di Kabupaten Bengkayang, kerusakan patok-patok batas juga terjadi di wilayah Kabupaten Sintang dan Kapuas Hulu, masing-masing berjumlah tiga dan lima patok Media Indonesia, 23 Juni 2001. 2. Pengelolaan sumber daya alam belum terkoordinasi antar pelaku sehingga memungkinkan eksploitasi sumber daya alam yang kurang baik untuk pengembangan daerah dan masyarakat. Misalnya, kasus illegal lodging yang juga terkait dengan kerusakan patok-patok batas yang dilakukan untuk meraih keuntungan dalam penjualan kayu. Depertemen Kehutanan pernah menaksir setiap bulannya sekitar 80.000-100.000 m3 kayu ilegal dari Kalimantan Timur dan sekitar 150.000 m3 kayu ilegal dari Kalimantan barat masuk ke Malaysia Kompas, 20 Mei 2001. 3. Kepastian hukum bagi suatu instansi dalam operasionalisasi pembangunan di wilayah perbatasan sangat diperlukan agar peran dan fungsi instansi tersebut dapat lebih efektif. Contohnya, Perum Perhutani yang ditugasi Pemerintah untuk mengelola HPH eks PT. Yamaker di perbatasan Kalimantan-Malaysia baru didasari oleh SK Menhut No. 3766Kpts-II1999 tanggal 27 Mei 1999, namun tugas yang dipikul Perhutani meliputi menata kembali wilayah perbatasan dalam rangka pelestarian sumber daya alam, perlindungan dan pengamanan wilayah perbatasan dan pengelolaan hutan dengan system tebang pilih . Tugas ini bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah sehingga diperlukan dasar hukum yang lebih tinggi. 4. Pengelolaan kawasan lindung lintas negara belum terintegrasi dalam program kerja sama bilateral antara kedua negara, misalnya keberadaan Taman Nasional Kayan Mentarang yang terletak di Kabupaten Malinau dan Nunukan, di sebelah Utara Kalimantan Timur, sepanjang Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM 12 perbatasan dengan Sabah Malaysia, seluas 1,35 juta hektare. Taman ini merupakan habitat lebih dari 70 spesies mamalia, 315 spesies unggas dan ratusan spesies lainnya. 5. Kawasan perbatasan mempunyai posisi strategis yang berdampak terhadap hankam dan politis mengingat fungsinya sebagai outlet terdepan Indonesia, dimana terjadi banyak pelintas batas baik dari dan ke Indonesia maupun Malaysia. Ancaman di bidang hankam dan politis ini perlu diperhatikan mengingat kurangnya pos lintas batas legal yang disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya di Kalimantan Barat dengan SerawakSabah hanya ada 2 pos lintas batas legal dari 16 pos lintas batas yang ada. 6. Kemiskinan akibat keterisolasian kawasan menjadi pemicu tingginya keinginan masyarakat setempat menjadi pelintas batas ke Malaysia berlatar belakang untuk memperbaiki perekonomian masyarakat mengingat tingkat perekonomian Malaysia lebih berkembang. 7. Kesenjangan sarana dan prasarana wilayah antar kedua wilayah negara pemicu orientasi perekonomian masyarakat, seperti di Kalimantan, akses keluar ke Malaysia lebih mudah dibandingkan ke ibukota kecamatankabupaten di wilayah Kalimantan. 8. Tidak tercipta keterkaitan antar kluster social ekonomi baik kluster penduduk setempat maupun kluster binaan pengelolaan sumber daya alam di kawasan, baik keterkaitan ke dalam maupun dengan kluster pertumbuhan di negara tetangga. 9. Adanya masalah atau gangguan hubungan bilateral antar negara yang berbatasan akibat adanya peristiwa-peristiwa baik yang terkait dengan aspek ke-amanan dan politis, maupun pelanggaran dan eksploitasi sumber daya alam yang lintas batas negara, baik sumber daya alam darat maupun laut. Rencana Pembangunan Daerah Tertinggal tertuang dalam “Rencana Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Daerah”, Bab 26 dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM Tahun 2004-2009 memiliki sasaran : Terwujudnya percepatan pembangunan di wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis, wilayah tertinggal, termasuk wilayah perbatasan dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’ yang terintegrasi dan sinergis; melalui kebijakan : 1. Mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’ yang sinergis melalui keterkaitan mata-rantai proses industri dan distribusi. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM 13 2. Meningkatkan keberpihakan pemerintah untuk mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain. Mengacu pada RPJM Nasional 2004-2009 dan mempertimbangkan kompleknya permasalahan di daerah tertinggal menuntut pembangunannya harus dilaksanakan secara menyeluruh dan sistemik, untuk itu langkah yang harus diambil adalah: 1. Pendekatan perwilayahan regional development approach. 2. Koordinasi antar sektor secara sinergi 3. Keterpaduan rencana pusat dan rencana daerah 4. Diarahkan pada kerangka sistem yang berkesinambungan

2.3 KEBIJAKAN PENINGKATAN PERAN KUMKM