KESIMPULAN DAN SARAN A.

dilaksanakan menurut ketentuan syariat Islam. Perkawinan antara pria dan wanita yang masih belum baligh, atau antara pria yang sudah dewasa dengan wanita yang masih anak-anak atau sebaliknya masih berlaku pada lingkungan masyarakat adat. Karena itu banyak di beberapa daerah perkawinan anak-anak merupakan perbuatan yang tidak dilarang. 2 Sedangkan dalam undang-undang pernikahan No. 1 Tahun 1974 pasal 7 , “pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ”. 3 Pernikahan menurut Syaikh Abdul Azis adalah sebagai berikut : Pernikahan sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat guna melangsungkan kehidupan umat manusia serta untuk mempertahankan eksistensi kemanusiaan dimuka bumi ini. Ia sangat disenangi oleh setiap pribadi manusia dan merupakan hal yang fitrah bagi setiap makhluk Tuhan. Dengan pernikahan akan tercipta suatu masyarakat kecil dalam bentuk keluarga dan dari sana pula akan lahir beberapa suku dan bangsa. 4 Karena itu pula masyarakat tidak mungkin ada kalau tidak ada anggotanya, sedangkan anggota masyarakat atau individu itu, tidak mungkin ada tanpa adanya orang tua. Jika suatu pernikahan tidak diatur dengan berbagai ketentuan tentang hak dan kewajiban, maka akan terjadilah ketegangan, penderitaan, kekecewaan dan kecemasan, terutama dikalangan wanita dan anak-anak, serta lanjut usia. Mengapa dikatakan demikian, karena wanita akan selalu menjadi sasaran dari laki-laki yang tidak bertanggung jawab, selanjutnya berdampak pada anak-anak yang akan menjadi korban tanpa adanya pendidikan dan pemeliharaan dari orang tua itu sendiri. 2 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Bandung: Citra Adya Bakti, 1997 cet.ke1, h.91. 3 UU No.1 Tahun 1974 Tentang perkawinan pasal 7 4 Syaikh Abdul Azis dan Khalid, Perkawinan dan Masalahnya, Jakarta:Pustaka Al- Kautsar, 1995 h.14.

2. Landasan Historis

Di Indonesia sendiri pernikahan menjadi suatu hal yang tidak sakral lagi. Terlihat jelas makin banyaknya kasus usia pernikahan yang masih seumur jagung sudah mengalami proses perceraian. Tentunya pasti banyak dampak yang terjadi setelah itu. Pasal 7 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ayat 1 menyatakan bahwa “perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 sembilan belas tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 enam belas tahun ”. 5 Batas usia tersebut bukan merupakan batas usia seseorang telah dewasa yang cukup dewasa untuk bertindak, akan tetapi batas usia tersebut hanya merupakan batas usia minimal seseorang boleh melakukan pernikahan. Dalam Islam sendiri sebenarnya tidak ada batasan usia dalam menikah, namun secara implisit, syariat menghendaki orang yang hendak menikah adalah benar- benar orang yang sudah siap mental, fisik dan psikis, dewasa dan paham arti sebuah pernikahan yang merupakan bagian dari ibadah. Di dalam pasal 6 ayat 2, disebutkan “bahwa seseorang sudah dikatakan dewasa kal au sudah mencapai umur 21 tahun”. 6 Mengingat situasi dan kondisi zaman dan sekaligus juga mengingat pentingnya pernikahan di zaman modern sekarang ini, orang menikah demi kemaslahatan umat manusia. Yang terjadi saat ini ialah maraknya pernikahan dini yang dilakukan berumur kurang dari 20 tahun. Fenomena pernikahan dini banyak terjadi dikalangan masyarakat dan bukan merupakan fenomena yang muncul belakangan ini, tapi sudah banyak terjadi dari dahulu hingga sekarang. Fenomena tersebut juga sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan orang, bahkan sudah membudaya disuatu masyarakat. Untuk menjalani sebuah pernikahan, terutama pernikahan dini haruslah syarat matang dewasa baik fisik maupun mental, sangat penting karena memasuki kehidupan rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Bila tidak, apa yang 5 UU. loc. cit 6 UU No.1 Tahun 1974 Tentang perkawinan pasal 6 menjadi kekhawatiran banyak orang seperti eksploitasi terhadap perempuan, dan tindak kekerasan dalam rumah tangga rentan terjadi karena otoritas yang dimiliki oleh suami yang lebih mapan dan dewasa bisa menjadi hal yang lumrah.

3. Landasan Yuridis

Undang-undang negara Indonesia telah mengatur batas usia perkawinan dalam undang-undang perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa “perkawinan hanya diizinkan jika pria mencapai umur 19 sembilan belas tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 enam belas tahu n”. 7 Jelas bahwa undang-undang tersebut menganggap seseorang di atas usia tersebut bukan lagi anak-anak sehigga mereka sudah boleh menikah, batasan usia ini dimaksud untuk mencegah perkawinan terlalu dini. Walaupun begitu selama seseorang belum mencapai usia 21 tahun masih diperlukan izin orang tua untuk menikahkan anaknya. Setelah berusia di atas 21 tahun boleh menikah tanpa izin orang tua. Seperti yang diatur dalam Pasal 6 ayat 2 yang berbunyi “untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 dua puluh satu tahun harus mendapat izin kedua orang tua ”. 8 Sudah jelas dikatakan, bahwa walaupun undang-undang tidak menganggap yang di atas usia 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria bukan anak-anak lagi, tetapi belum dianggap dewasa penuh. Sehingga masih perlu izin untuk menikahkan anak. Dalam melangsungkan sebuah pernikahan, batasan usia menjadi sangat penting. Hal ini disebabkan, karena didalam pernikahan itu sendiri dibutuhkan tingkat kedewasaan yang tinggi agar bisa menyikapi segala masalah tidak dengan keputusan-keputusan yang hanya sementara. Pernikahan dini bukanlah cinta yang terlarang hanya saja waktu yang 7 UU No.1 Tahun 1974 Tentang perkawinan pasal 7 8 UU. loc.cit belum tepat untuk merasakannya, karena pernikahan dini dikaitkan dengan waktu, yaitu sangat awal. Menikah sebelum cukup usia ternyata masih ada di zaman modern ini. Salah satu kasus pernikahan Manohara Odelia Pinot dengan pangeran kesultanan Malaysia yang bernama Tengku Fakhry menikah pada tahun 2008 di usia 16 tahun yang berakhir dengan perceraian dan konflik. 9 Hal tersebut tentu tidak lepas dan sangat dipengaruhi oleh budaya yang berkembang di masyarakat bahwa wanita tidak boleh sampai terlambat menikah, atau mempunyai alasan jika dinikahkan dengan orang yang sudah berada, tidak perlu khawatir masa depannya akan terpuruk. Tetapi pernikahan dini tentunya bersifat individual, artinya ukuran kemaslahatan dikembalikan kepada pribadi masing-masing, jika dengan pernikahan dini mampu menyelamatkan dari kubangan dosa dan lumpur kemaksiatan, maka menikah adalah jalan alternatif yang positif. Ada beberapa faktor yang disebabkan dari pernikahan dini itu jika terjadi. faktor-faktor tersebut yaitu : Pertama, masa anak-anak adalah masa bereksplorasi, bermain, berkreasi, dan belajar agar dapat tumbuh dan berkembang secara baik sesuai usianya. Kedua, secara fisik organ reproduksi anak- anak belum siap untuk melakukan hubungan suami istri apalagi secara psikis. Dan ketiga, pernikahan dini juga berakibat pada terhentinya salah satu hak anak yaitu mendapatkan pendidikan. 10 Dari faktor-faktor di atas dapat disimpulkan bahwa anak-anak yang menikah pada usia dini secara tidak langsung akan kehilangan perkembangannya sebagai anak-anak karena harus dihadapkan dengan dunia keluarga yang jauh dari usia perkembangannya. Dan jika dilihat secara fisik organ reproduksi anak-anak belum siap hal inilah yang sering terjadi rentannya kehamilan seperti tingginya angka kematian ibu dan 9 Lutfi Puji Astuti. “Manohara Odelia Pinot”, http:www.life.viva.co.idnewsread372430-manohara-odelia-pinot, Januari 2015 10 Rita Pranawati. “Eksploitasi Anak dalam Pernikahan Dini”, http:edukasi.kompasiana.com, 05 September 2014