166
PBK secara menyeluruh sehingga implementasinya belum sesuai kriteria dan terpengaruh oleh penilaian konvensional. Namun demikian ada harapan bahwa
sistem PBK akan dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran bahasa Indonesia apabila didukung oleh persepsi dan pemahaman yang baik dari
guru dan siswa. Dari dimensi kebijakan, pelaksanaan sosialisasi dan pelatihan- pelatihan tentang sistem PBK belum efektif sehingga aplikasinya banyak
mengalami kendala. Selanjutnya akan diuraikan secara rinci dimensi-dimensi tersebut dalam paparan sebagai berikut.
1. Kompleksitas Sistem PBK
Konsep PBK telah disiapkan secara komplit dan rinci oleh Balitbang Puskur Depdiknas. Komplit karena naskah PBK tersebut menjelaskan semua
jenis penilaian yang akan digunakan, yang meliputi tujuh jenis yaitu penilaian kinerja, penilaian produk, penilaian proyek, penilaian sikap, penilaian tertulis,
penilaian diri, dan penilaian portofolio Depdiknas, 2004 c: 9-32. Terinci karena naskah tersebut menguraikan pengertian, manfaat, dan pengelolaan
PBK serta dilengkapi dengan petunjuk penskoran dan pelaporan dalam LHB siswa.
Berdasarkan hasil analisis dokumen penilaian terhadap Peraturan Dirjend Dikdasmen Nomor 576CKEPTU2006 tentang bentuk LHB;
Pedoman Penilaian Kelas, seperangkat KBK; dan administrasi KBM, dapat disimpulkan bahwa isi materi yang tertulis dalam dokumen-dokumen tersebut
di atas sesuai dan mengacu pada pelaksanaan sistem PBK. Hal yang demikian
167
menunjukkan bahwa secara teoretis implementasi sistem PBK sudah dipersiapkan.
Persiapan teoretis yang cukup mantap ini ternyata belum menjamin keberhasilan implementasinya. Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah
karena kompleksitas yang ada pada sistem PBK. Setelah mencermati secara detail materi yang terdapat dalam Petunjuk Penilaian Kelas, peneliti
menemukan tiga hal yaitu 1 konsep PBK terlalu kompleks, 2 pengelolaan PBK rumit, dan 3 format PBK kurang proporsional.
a. Konsep PBK Terlalu Kompleks
Konsep PBK terurai dalam Buku Pedoman Penilaian Kelas yang berisi kurang lebih 99 halaman yang terdiri dari pendahuluan, konsep
dasar penilaian kelas, teknik penilaian, pengelolaan hasil penilaian, pemanfaatan dan pelaporan hasil penilaian kelas, dan lampiran-lampiran.
Kesemuanya itu menjelaskan tentang teori implementasi PBK. Untuk dapat melaksanakan PBK dengan baik, guru memulai
dengan mempelajari petunjuk awal yang terdapat dalam pendahuluan dan konsep dasar penilaian kelas. Hal yang demikian menimbulkan
keengganan bagi guru yang terbiasa mendapat petunjuk praktis yang bisa langsung diterapkan. Kenyataan ini menyebabkan terlaksananya PBK di
lapangan tanpa dasar pemahaman penuh dari guru yang melaksanakannya. Tujuh teknik penilaian sebagaimana yang telah disebutkan di depan
diuraikan dalam lima belas halaman. Semua itu menuntut penguasaan guru. Hal yang demikian memberatkan guru karena di samping mereka
168
harus memahami juga harus melaksanakan penilaian tersebut sesuai ketentuan yang ada. Beragamnya teknik PBK ini di samping menjadi
keunggulan sekaligus
merupakan kendala
bagi pelaksanaannya.
Berdasarkan kenyataan ini, secara umum guru belum mampu melaksanakan secara keseluruhan penilaian tetapi mereka memilih
sebagian saja penilaian yang dikuasainya. b.
Pengelolaan PBK Cukup Rumit Banyaknya jenis penilaian dalam PBK memerlukan administrasi
yang banyak pula dalam pelaksanaannya. Ketujuh jenis penilaiannya dipersiapkan dengan desain yang berbeda sesuai dengan kompetensi dasar
KD siswa yang akan dikembangkan. Perbedaan ini menimbulkan kesulitan bagi guru untuk memahami dan mengelola proses penilaian
sehingga terkesan bahwa sistem PBK rumit. Dilihat dari frekuensi dan volume pekerjaannya, beban guru dalam
menerapkan PBK jauh lebih berat dibanding dengan penggunaan sistem penilaian yang lain. Hal ini terlihat pada aktivitas yang dilakukan oleh
guru sebelum penilaian, saat penilaian, dan sesudah penilaian. Sebelum penilaian dilakukan guru perlu menentukan dan menyiapkan bentuk
instrumen yang cocok dengan KD yang akan dikembangkan; saat penilaian berlangsung guru harus melakukan pencatatan nilainya secara
rinci; dan setelah penilaian, guru mengelola hasil penilaian itu. Hal yang demikian dilakukan guru untuk setiap teknik penilaian dalam Proses
Belajar Mengajar PBM.
169
Apabila penilaian sebagaimana yang dijelaskan tadi dilakukan oleh guru pada setiap pertemuan dengan berbagai teknik penilaian, maka
guru akan menghabiskan seluruh waktunya hanya untuk melakukan penilaian saja. Gambaran seperti ini membutuhkan kesabaran dan
ketekunan guru. Ironisnya telah disinyalir bahwa dalam melaksanakan tugas guru memilih yang lebih praktis.
c. Format PBK Kurang Proporsional
Format PBK yang terdapat dalam pedoman penilaian kelas tertuang dalam contoh instrumen penilaian. Hal ini memberikan
kontribusi bagi guru yang mempelajari penilaian itu karena lebih memperjelas langkah-langkah serta teknik penilaian yang akan
dilaksanakannya. Namun demikian, ditemukan adanya contoh yang kurang proporsional yaitu ada beberapa teknik penilaian yang tidak disertai
dengan contoh instrumennya sehingga hal itu menjadi kendala bagi guru untuk memahami PBK secara utuh.
Dari ketujuh teknik PBK itu, hanya dua yang dilengkapi dengan beberapa contoh instrumen penilaian, yaitu teknik penilaian kinerja dan
penilaian sikap, sedangkan lima teknik penilaian lainnya tidak ada contohnya yaitu penilaian proyek, penilaian produk, penilaian tertulis,
penilaian diri, dan penilaian portofolio. Hal ini mengurangi daya tarik PBK karena menyulitkan guru dalam melaksanakannya. Karena itu, guru
menyusun instrumen sendiri.
170
Tersusunnya konsep
seperti ini
dimaksudkan untuk
membangkitkan kreativitas guru dalam melakukan tugasnya disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing mengarah pada inovasi
pembelajaran. Namun demikian, guru merasa kesulitan dengan adanya panduan yang tidak disertai contoh-contoh secara lengkap. Hal ini
mengakibatkan guru memilih untuk melaksanakan tugas sesuai kemampuannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa 1 kesulitan dalam menerapkan jenis-jenis penilaian PBK menyebabkan keengganan
bagi guru untuk melaksanakannya, 2 cara pengelolaannya yang rumit menuntut kesabaran dan ketekunan guru yang akan melaksanakannya, 3
kurang proporsionalnya contoh instrumen penilaian dalam buku panduan mengakibatkan guru harus bersusah payah untuk menciptakan instrumen
sendiri. Selain itu, dalam beberapa dokumen KBK yang dianalisis
ditemukan adanya ketidakkonsistenan dalam penggunaan istilah yang antara lain dalam menamai sistem penilaian ini dengan nama yang
berbeda-beda yaitu: Penilaian Berbasis Kelas, Penilaian Berbasis Kompetensi, dan Penilaian Kelas. Di samping itu, terdapat kerancuan
antara istilah bentuk penilaian, jenis penilaian, bentuk instrumen, dan jenis tagihan. Hal yang demikian menjadikan kekacauan pembaca dalam
memahami naskah.
171
Genesse dan Upshur 1997: 33 menyatakan bahwa dalam melaksanakan penilaian, guru harus memperhatikan segi kepraktisan yang
meliputi biaya, waktu pengelolaan, kemampuan melaksanakan, dan keberterimaan. Empat hal tersebut menjadi pertimbangan agar penilaian
berjalan seperti harapan. Secara rinci kesulitan-kesulitan penerapan PBK diuraikan sebagai berikut.
a Biaya
Biaya menjadi salah satu pertimbangan dalam pelaksanaan penilaian, karena membutuhkan biaya mahal sehingga penggunaannya
terbatas. Dengan kata lain alat penilaian akan banyak digunakan apabila biayanya terjangkau.
b Waktu Pengelolaan
Waktu pengelolaan adalah waktu yang diperlukan untuk melaksanakan penilaian dengan prosedur tertentu. Penilaian yang
banyak diminati adalah penilaian yang lebih efisien. Banyaknya waktu pengelolaan menimbulkan permasalahan yang menyebabkan penilaian
berjalan kurang lancar. c
Kemampuan Pengadministrasian Kemampuan pengadministrasian adalah kemampuan yang
diperlukan oleh seseorang yang mengadministrasikan penilaian. Dari segi kepraktisan penilaian yang baik adalah yang bisa dilaksanakan
oleh guru pada umumnya yang berupa instrumen yang tidak menyulitkan sehingga tanpa memerlukan pelatihan khusus.
172
d Keberterimaan
Keberterimaan adalah
implementasi keputusan
dalam melaksanakan penilaian yang menggunakan prosedur yang diterima
oleh siswa, orang tua, dan masyarakat. Jika sistem penilaian tidak diterima, diganti dengan cara yang lebih bisa diterima.
Pendapat senada disampaikan oleh Nurgiyantoro 2001: 150-151 bahwa dalam menentukan alat penilaian guru perlu mempertimbangkan
segi kepraktisan yang meliputi keekonomisan, pelaksanaan, penskoran, dan penafsiran. Keempat pertimbangan ini menentukan keberhasilan
pelaksanaan penilaian, sebagaimana dalam uraian berikut ini. a
Keekonomisan Pertimbangan keekonomisan melihat penilaian dari segi mahal
atau tidaknya pelaksanaan penilaian yang akan dilaksanakan. Sebuah alat penilaian walau dari segi kesahihan dan keterpercayaanya cukup
tinggi, jika dalam pelaksanaannya menuntut biaya atau peralatan yang mahal yang tak dapat dijangkau oleh sekolah, kurang baik untuk
dipilih. b
Pelaksanaan Penilaian yang baik adalah penilaian yang bersifat praktis yaitu
mudah dilaksanakan atau diadministrasikan, artinya penilaian itu tidak menuntut pengelolaan yang rumit. Penilaian hendaknya dapat
dilaksanakan secara baik hanya dengan mempergunakan fasilitas yang ada dan mudah dikelola.
173
c Penskoran
Pemilihan sebuah
alat penilaian
hendaknya mempertimbangkan kemudahan penskoran terhadap hasil pekerjaan
siswa. Karena itu, penilaian perlu dilengkapi dengan pedoman penilaian secara lengkap.
d Penafsiran
Kemudahan penafsiran terhadap hasil penilaian juga merupakan suatu hal yang perlu dipertimbangkan. Sebuah penilaian
yang baik tentu disertai dengan pedoman bagaimana penafsiran hasil penilaian tersebut.
Berdasarkan pembahasan dua teori di atas dapat disimpulkan bahwa penyusunan konsep penilaian perlu mempertimbangkan segi
kepraktisan yang meliputi aspek pembiayaan, pengelolaan, dan keberterimaan. Alat penilaian yang efektif adalah alat penilaian yang
dapat digunakan secara ekonomis, praktis, dan diminati oleh guru dan siswa namun dapat memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan.
Konsep PBK
bagus dan
lengkap, namun
kurang memperhatikan segi kepraktisannya, sehingga menimbulkan kesulitan
bagi guru untuk memahami dan melaksanakannya. Untuk mengantisipasi kendala semacam ini perlu adanya desain PBK yang
betul-betul applicable baik ditinjau dari kuantitas maupun tingkat kesulitan pelaksanaannya yang berorientasi pada situasi dan kondisi
yang ada di SMP Kabupaten Karanganyar.
174
2. Keterbatasan Pemahaman Guru terhadap Sistem PBK