142
mepersiapkan siswa untuk menghadapi UN yang kelulusannya ditentukan secara nasional. Hal yang demikian menjadi pilihan guru karena hasil UN
merupakan tolok ukur keberhasilan suatu lembaga pendidikan. Anggapan ini mampu membentuk kesan masyarakat bahwa sekolah bermutu adalah
sekolah yang berhasil dalam mengikuti UN. Temuan semacam ini diperkuat pula dengan hasil analisis dokumen
terutama pada administrasi KBM yang disusun oleh guru kelas IX. Dalam PSP pada rencana penilaian ditulis bahwa penilaian yang digunakan oleh
guru adalah penilaian proses dan hasil belajar. Secara konseptual penilaian proses dan hasil belajar dilakukan ketika proses dan akhir pembelajaran
dalam bentuk pertanyaan, pengamatan, dan tugas Depdikbud, 1996: 32- 33. Namun, kenyataan di lapangan dalam KBM guru hanya memberikan
pertanyaan-pertanyaan saja. Ketimpangan antara teori dan praktik tersebut bisa menjadikan kekhawatiran apabila implementasi KBK akan
mempunyai nasib yang sama yaitu adanya pelaksanaan yang tidak sesuai dengan konsepnya. Hal yang demikian akan menjadi salah satu faktor
penyebab kegagalan implementasi sistem PBK.
b. Sistem PBK
Sistem PBK merupakan penilaian baru yang dirancang lebih spesifik untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang selama ini
disinyalir kurang efektif. Karakteristik sistem PBK yang sangat menonjol adalah dilaksanakan oleh pendidik ketika pembelajaran berlangsung,
bersifat holistik dan komprehensif, yaitu penilaian yang dilaksanakan
143
dengan berbagai cara sesuai dengan keterampilan yang akan dinilai dan mencakup semua aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Untuk
memperoleh hasil yang maksimal, penilaian dilaksanakan secara terus- menerus dan berkesinambungan.
Sistem PBK sudah digunakan sejak Tahun Pelajaran 20052006. Sebagaimana dituturkan oleh Guru SLD sebagai berikut.
Sistem PBK sudah digunakan di Kabupaten Karanganyar sejak dua tahun yang lalu tepatnya sejak Tahun Pelajaran 20052006. Pada
tahun ini PBK digunakan di Kelas VII dan VIII, Penggunaan PBK sudah dimulai dua tahun yang lalu tepatnya sejak Tahun Pelajaran
20052006 pada pembelajaran kekas VII dan VIII. Kelas IX masih cenderung
menggunakan penilaian
konvensional yang
pelaksanaannya cenderung berorientasi pada hasil, belum mengakomodir penilaian kinerja, portofolio, dan jenis penilaian
lain seperti yang ada dalam PBK. CL 05:01 Sistem PBK hadir seiring dengan implementasi Kurikulum 2004
atau KBK yang sekarang disempurnakan menjadi Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP mengisyaratkan bahwa
sistem penilaian tersebut cocok untuk pengembangan kompetensi siswa yang sekarang ini menjadi prioritas utama dalam implementasi KBK.
Sistem PBK ini dipersiapkan untuk menggantikan sistem penilaian yang sudah sekian lama digunakan oleh guru dengan dalih peningkatan mutu
pembelajaran. Sistem PBK mempunyai tujuh teknik penilaian, yaitu penilaian kinerja, penilaian sikap, penilaian proyek, penilaian produk,
penilaian portofolio, penilaian diri, dan penilaian tertulis Depdiknas, 2002 b. Keragaman bentuk penilaian ini secara konseptual cocok untuk
pembelajaran bahasa Indonesia, sebagaimana yang disampaikan oleh SR
144
“Sistem PBK merupakan penilaian yang bagus, lebih-lebih untuk pembelajaran bahasa Indonesia sangat cocok. Karena dengan PBK semua
keterampilan berbahasa bisa dikembangkan potensinya” CL 06:03.
Pengamatan yang peneliti lakukan di lapangan menunjukkan bahwa guru kelas VII dan VIII dalam melaksanakan KBM terutama dalam
penilaian sudah menggunakan sistem PBK. Di dalam kelas rata-rata guru menerapkan pendekatan yang berbeda dengan pendekatan yang digunakan
oleh guru-guru yang mengajar di kelas IX. Ketika dilakukan pengamatan siswa tampak aktif dan bergairah dalam mengikuti KBM karena mereka
tidak sekadar mendengarkan penjelasan guru melainkan ikut berpartisipasi aktif dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru antara lain:
menuliskan kata-kata di papan tulis, berdiskusi, bekerja sama dalam kelompok, dan membaca puisi. Dengan demikian siswa lebih banyak
melakukan praktik dari pada membahas teori. Fenomena ini mengarah kepada pendekatan kontekstual meskipun belum sepenuhnya. Secara
konseptual disebutkan tentang karakteristik pembelajaran berbasis kontekstual adalah: kerjasama, saling menunjang, menyenangkan dan
tidak membosankan, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa kritis dan aktif berdiskusi, guru
kreatif, dan hasil karya siswa dipampangkan serta dilaporkan kepada orang tua Depdiknas, 2002 b: 20-21.
Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam KBM adalah a apersepsi, b membahas PR bersama dengan siswa, c memberikan
145
pertanyaan tertulis, d membahas materi dengan penugasan-penugasan yang sifatnya menemukan, e mengajak bersama-sama siswa untuk
menyimpulkan, f memberi pertanyaan, dan g memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah. Dalam pelaksanaan penilaian guru menggunakan
teknik yang bermacam-macam sehingga siswa tidak merasa bosan dan pembelajaran
menjadi menyenangkan.
Keragaman penilaian
ini dilaksanakan bersama-sama dalam proses PBM.
Langkah-langkah di
atas menunjukkan
perpaduan antara
pendekatan kontekstual dengan pendekatan konvensional. Hal yang demikian terjadi karena nilai-nilai yang terkandung dalam pendekatan
konvensional masih melekat erat, sedangkan nilai-nilai yang terkandung dalam pendekatan kontekstual belum melembaga. Di satu sisi guru
mengakui kehebatan pendekatan kontekstual, dan di sisi lain, guru merasa kesulitan untuk mengimplementasikan sehingga mereka memilih apa yang
sekiranya memungkinkan untuk dilakukan, demikian halnya dalam menentukan sistem penilaian yang digunakan.
Kesulitan yang guru alami ini antara lain disebabkan oleh adanya situasi yang kurang mendukung. Kondisi objektif di lapangan
menunjukkan adanya kesamaan langkah mereka dalam menyikapi inovasi pendidikan yang kurang proaktif. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
pemantauan teknis di lapangan tempat guru mengajar, sehingga terbentuk kecenderungan bahwa mengajar merupakan tugas rutin. Masih ada juga
Kepala Sekolah yang melaksanakan supervisi tidak secara teliti.
146
Ketimpangan ini terjadi di mana-mana sehingga akhirnya menjadi kebiasaan negatif yang seharusnya perlu untuk segera diantisipasi.
Dari hasil analisis dokumen penilaian yang telah dilakukan oleh peneliti Peraturan Dirjend Dikdasmen Nomor 576CKEPTU2006
tentang bentuk LHB; Pedoman Penilaian Kelas, seperangkat KBK; dan administrasi KBM dapat disimpulkan bahwa isi materi yang tertulis
dalam dokumen tersebut di atas semuanya sesuai dan mengacu pada pelaksanaan sistem PBK. Namun demikian, konsep yang telah
dipersiapkan secara matang ini belum tentu bisa menjamin terlaksananya PBK dengan lancar. Meskipun setiap kurikulum dilengkapi dengan sistem
penilaian beserta prosedur penerapannya, tidak semua dapat dilaksanakan oleh guru karena kebanyakan guru berkecenderungan untuk memilih apa
yang bisa dan mudah dilakukan. Salah satu kekawatiran peneliti adalah jangan-jangan sistem PBK ini pun akhirnya juga akan mempunyai nasib
sama seperti sistem penilaian sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada dua
sistem penilaian yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP N Kabupaten Karanganyar yaitu sistem penilaian konvensional dan
sistem PBK. Yang membedakan secara mendasar antara keduanya adalah sistem penilaian konvensional dilaksanakan secara terpisah dengan PBM
dan cenderung menggunakan teknik penilaian tunggal, sedangkan sistem PBK dilaksanakan secara terintegrasi dengan pembelajaran dan
menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan keterampilan
147
berbahasa yang dikembangkan dan menilai sejauh mana siswa dapat menguasai kompetensi dasar yang telah ditentukan.
2. Implementasi Sistem PBK