lapangan, masing-masing petani pada awalnya selalu berkumpul untuk membahas berbagai permasalahan yang sering dihadapi dan mencari solusi bersama-sama.
Tidak sedikit perkumpulan petani tersebut memiliki komoditi yang sama seperti padi ataupun sayuran, sehingga mereka merasakan memiliki misi dan visi yang
sama. Selanjutnya, mereka bermusyawarah untuk membentuk kelompok tani yang kemudian di laporkan ke BPP desa untuk dilegalisasikan. Ketika Poktan sudah
terdaftar, mereka akan lebih mudah mendapatkan akses informasi apabila ada penawaran program-program dari pemerintah.
5.2.4. Solidaritas Kelompok
Sumber : Data Primer, 2011 diolah
Gambar 5.9 Solidaritas kelompok
Gambar 5.9 menunjukkan bahwa ketika anggota tidak bisa membayar cicilan atau mengalami kesulitan dalam pengembalian, sebesar 75 persen tidak
pernah membayarkan atau menanggung cicilan anggota yang mengalami kesulitan, melainkan hanya membayar bagiannya sendiri. Dari beberapa
wawancara, para responden merasa keberatan ketika harus menanggung cicilan anggota lain karena untuk kebutuhan sendiri masih kurang. Akan tetapi masih
terdapat 13 persen kelompok yang pernah menanggung atau membayarkan cicilan anggota. Kebijakan ini merupakan keputusan yang telah disepakati bersama
sebelum pencairan dana PUAP, sehingga masing-masing individu harus bersama- sama bertanggungjawab untuk menyelesaikan masalah pembayaran.
5.2.5. Akses Pinjaman Responden ke Bank
Sumber : Data Primer, 2011 diolah
Gambar 5.10 Akses Pinjaman Responden ke Bank
Gambar 5.10 menunjukkan bahwa 96 persen atau sebanyak 78 orang tidak pernah mengajukan pinjaman ke bank dan untuk 4 persen atau sebanyak 3 orang
pernah mengajukan pinjaman ke bank dengan berbagai tujuan seperti tambahan modal untuk pemasaran sayuran. Dengan hasil seperti ini maka dapat
diindikasikan bahwa program PUAP dapat digunakan para petani sebagai sumber modal usahanya. Adapun alasan lain petani tidak mengajukan ke bank adalah
karena banyak petani yang tidak bisa memberikan jaminan ke bank, prosedur