Pembentukkan Kelompok Tani Solidaritas Kelompok Akses Pinjaman Responden ke Bank

dalam pengembaliannya dan dirasakan cukup untuk menjadi modal pertanian. Selain itu petani yang menjadi anggota yang dapat memanfaatkan program ini adalah petani dengan ekonomi menengah ke bawah yang sangat membutuhkan modal sehingga pengajuan kreditnya harus sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Sedangkan untuk pengajuan dana yang lebih banyak ada rasa ketakutan dalam waktu pengembalian. Pinjaman di atas Rp 1.000.000 kebanyakan digunakan untuk modal pemasaran yang memang membutuhkan modal yang cukup tinggi, seperti yang terjadi di Desa Ciherang yang dominan petaninya merupakan petani sayuran organik yang sudah memiliki pasar sendiri, seperti perhotelan dan restoran.

5.2.3. Pembentukkan Kelompok Tani

Sumber : Data Primer, 2011 diolah Gambar 5.8 Pembentukkan Kelompok Tani Gambar 5.8 menunjukkan bahwa sebesar 47 persen pembentukan kelompok dilakukan oleh masing-masing anggota sendiri. Menurut data di lapangan, masing-masing petani pada awalnya selalu berkumpul untuk membahas berbagai permasalahan yang sering dihadapi dan mencari solusi bersama-sama. Tidak sedikit perkumpulan petani tersebut memiliki komoditi yang sama seperti padi ataupun sayuran, sehingga mereka merasakan memiliki misi dan visi yang sama. Selanjutnya, mereka bermusyawarah untuk membentuk kelompok tani yang kemudian di laporkan ke BPP desa untuk dilegalisasikan. Ketika Poktan sudah terdaftar, mereka akan lebih mudah mendapatkan akses informasi apabila ada penawaran program-program dari pemerintah.

5.2.4. Solidaritas Kelompok

Sumber : Data Primer, 2011 diolah Gambar 5.9 Solidaritas kelompok Gambar 5.9 menunjukkan bahwa ketika anggota tidak bisa membayar cicilan atau mengalami kesulitan dalam pengembalian, sebesar 75 persen tidak pernah membayarkan atau menanggung cicilan anggota yang mengalami kesulitan, melainkan hanya membayar bagiannya sendiri. Dari beberapa wawancara, para responden merasa keberatan ketika harus menanggung cicilan anggota lain karena untuk kebutuhan sendiri masih kurang. Akan tetapi masih terdapat 13 persen kelompok yang pernah menanggung atau membayarkan cicilan anggota. Kebijakan ini merupakan keputusan yang telah disepakati bersama sebelum pencairan dana PUAP, sehingga masing-masing individu harus bersama- sama bertanggungjawab untuk menyelesaikan masalah pembayaran.

5.2.5. Akses Pinjaman Responden ke Bank

Sumber : Data Primer, 2011 diolah Gambar 5.10 Akses Pinjaman Responden ke Bank Gambar 5.10 menunjukkan bahwa 96 persen atau sebanyak 78 orang tidak pernah mengajukan pinjaman ke bank dan untuk 4 persen atau sebanyak 3 orang pernah mengajukan pinjaman ke bank dengan berbagai tujuan seperti tambahan modal untuk pemasaran sayuran. Dengan hasil seperti ini maka dapat diindikasikan bahwa program PUAP dapat digunakan para petani sebagai sumber modal usahanya. Adapun alasan lain petani tidak mengajukan ke bank adalah karena banyak petani yang tidak bisa memberikan jaminan ke bank, prosedur yang lama, sejarah kredit yang baik, serta tingkat suku bunga yang relatif besar yang susah dijangkau untuk petani. Sementara itu, petani membutuhkan dana cepat dan tidak memiliki sejarah kredit. Selain itu, ada beberapa desa penelitian jauh dari akses bank, sehingga informasi tidak terjangkau. Hal tersebut menjadikan para petani tidak mengetahui bagaimana prosedur dan birokrasi pinjaman dari bank. Akan tetapi, alasan yang paling banyak dikemukan oleh petani adalah rasa ketakutan yang tinggi ketika tidak bisa membayar cicilan karena kemudian jaminan yang diberikan sebagai syarat pinjaman mungkin akan beralih menjadi asset bank.

5.2.6. Sistem Kredit yang Diminati Responden