5.3.1. Produksi CBS Indonesia
Hasil estimasi persamaan permintaan PKO oleh industri CBS Indonesia mempunyai nilai R
2
yang sangat tinggi, yaitu 0.98 Tabel 13. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas dalam persamaan dapat
menjelaskan dengan baik variabel endogennya. Sebesar 98 persen produksi CBS Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel-variabel harga riil CBS Indonesia t-1,
harga riil PKO Indonesia t-1, laju pertumbuhan upah riil sektor industri, jumlah industri makanan cokelat roti dan kue, dan produksi CBS Indonesia t-1. P-value
untuk uji F-statistik yang diperoleh dari persamaan produktivitas PKO Indonesia nyata pada taraf
α sebesar 20 persen. Harga riil CBS Indonesia tahun sebelumnya mempengaruhi produksi CBS
Indonesia secara positif, namun menurut statistika harga riil CBS Indonesia tidak berpengaruh nyata terhadap produksi CBS Indonesia tahun sebelumnya. Hal ini
mengindikasikan bahwa harga CBS tidak dijadikan sebagai acuan untuk memproduksi CBS. Harga CBS Indonesia tidak responsif dikarenakan nilai
elastisitasnya yang kurang dari satu sehingga kenaikan harga CBS Indonesia tahun sebelumnya satu persen menyebabkan produksi CBS Indonesia naik kurang
dari satu persen. Harga PKO Indonesia tahun sebelumnya tidak berpengaruh pada taraf
α 20 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa harga PKO Indonesia tidak menjadi acuan
para produsen CBS dalam memproduksi CBS sebagai bahan baku makanan cokelat. Laju pertumbuhan tingkat upah riil sektor industri industri juga tidak
nyata berpengaruh secara negatif terhadap produksi CBS Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa supply tenaga kerja di Indonesia masih sangat memadai.
Jumlah industri makanan cokelat roti dan kue mempengaruhi produksi CBS Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pelaku industri makanan cokelat telah
menyadari bahwa CBS merupakan alternatif terbaik dan lebih murah untuk memproduksi makanan cokelat. Selain itu, cokelat berbahan baku PKO lebih baik
untuk kesehatan konsumen karena asam lemak dengan rantai pendek sehingga baik untuk kesehatan jantung PPKS,2009. Tingginya minat produk yang baik
untuk kesehatan oleh konsumen akan menjadi insentif bagi pelaku industri untuk meningkatkan penggunaan CBS sebagai bahan baku. Produksi CBS Indonesia
tahun sebelumnya berpengaruh nyata secara positif. Hal ini mengindikasikan bahwa tenggang waktu satu tahun cukup bagi permintaan PKO Indonesia untuk
industri CBS dalam menyesuaikan diri untuk merespon perubahan ekonomi yang terjadi.
Tabel 13. Hasil Estimasi Parameter Produksi CBS Indonesia
Variabel Parameter
Estimasi Elastisitas
Prob |T|
Label Variabel
SR LR
Intercept -32.5255
0.0694 Intersep LHRCBSI
0.000072 0.025985
0.093854 0.4296 Harga
riil CBS
Indonesia t-1 LHRPKOI
-0.00062 -0.068862
-0.248710 0.2618 Harga
riil PKO
Indonesia t-1 TUPRIN
-0.06176 -0.002530
-0.009139 0.2069 Laju
pertumbuhan upah
riil sektor
industri JIMCRK
0.091055 0.866960
3.13137 .0001 Jumlah
industri makanan cokelat roti
kue LQCBSI
0.723134 .0001 Produksi
CBS Indonesia t-1
R-squared: 0.98498 Prob |F| .0001
Dh: 1.605167 Keterangan : Taraf α = 0.20
Sumber : Data diolah 2013
5.3.2. Penawaran CBS Indonesia
Penawaran CBS Indonesia merupakan persamaan identitas dari produksi ditambah impor dan dikurangi ekspor. Hal tersebut menunjukan bahwa setiap
perubahan kebijakan atau perubahan faktor lain yang mempengaruhi produksi, impor, dan ekspor CBS akan mempengaruhi penawaran CBS Indonesia.
Selanjutnya perubahan penawaran CBS Indonesia akan memberikan pengaruh kepada variabel endogen lain baik secara langsung maupun tidak langsung
.
5.3.3. Permintaan CBS Indonesia
Hasil estimasi persamaan permintaan CBS Indonesia mempunyai nilai R
2
yang sangat tinggi, yaitu 0.95. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas dalam persamaan dapat menjelaskan dengan baik variabel endogennya.
Sebesar 95 persen permintaan CBS Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel- variabel harga riil CBS Indonesia, harga riil kakao Indonesia, jumlah industri
makanan cokelat roti kue dan tren waktu. P-value untuk uji F-statistik yang diperoleh dari persamaan produktivitas PKO Indonesia nyata pada taraf
α sebesar 20 persen.
Harga riil CBS Indonesia berpengaruh secara negatif terhadap permintaan CBS Indonesia sebesar 0.00145. Hal ini berarti setiap kenaikan harga CBS
Indonesia sebesar seribu rupiah per ton, maka akan menurunkan permintaan CBS Indonesia sebesar 1.4 ton, begitu juga sebaliknya, ceteris paribus. Harga riil kakao
Indonesia berpengaruh nyata terhadap permintaan CBS Indonesia dengan arah yang positif sebesar 0.002. Hal ini berarti setiap kenaikan harga riil kakao
Indonesia seribu rupiah per ton akan meningkatkan permintaan CBS sebesar 2 ton. Hal ini dikarenakan kakao merupakan bahan baku yang dapat menyubstitusi PKO
dalam pembuatan mentega cokelat cocoa butter. Pada jangka pendek, baik harga riil CBS Indonesia dan kakao Indonesia tidak responsif karena nilai elastisitasnya
kurang dari satu.
Tabel 14. Hasil Estimasi Parameter Permintaan CBS Indonesia
Variabel Parameter
Estimasi Elastisitas
Prob |T| Label
Variabel SR
LR
Intercept -20.4812
0.20735 Intersep HRCBSI
-0.00145 -0.520267
- 0.00625 Harga
riil CBS
Indonesia HRKKOI
0.002004 0.361273
- 0.0289 Harga
riil kakao
Indonesia JIMCRK
0.082105 0.780998
- 0.0101 Jumlah
industri makanan cokelat dan
kue T
3.566626 0.690796
- .0001 Tren waktu
R-squared: 0.95213 Prob |F| .0001
Durbin-w stat: 1.13461 Keterangan : Taraf α = 0.20
Sumber : Data diolah 2013
Jumlah industri makanan cokelat dan kue kering mempengaruhi permintaan CBS dengan arah yang positif yaitu sebesar 0.08. Artinya setiap peningkatan
jumlah industri makanan cokelat, kue dan roti sebanyak 1 unit akan meningkatkan permintaan CBS sebesar 0.08. Dalam jangka pendek jumlah industri makanan
cokelat, kue dan roti cuku responsif, yaitu peningkatan jumlah industri sebanyak satu persen akan meningkatkan permintaan CBS Indonesia sebesar 0.8 persen.
Tren waktu juga berpengaruh terhadap permintaan CBS dengan arah yang positif. Hal ini mengindikasikan seiring dengan berjalannya waktu maka permintaan CBS
akan terus meningkat.
5.3.4. Harga CBS Indonesia
Hasil estimasi persamaan harga CBS Indonesia mempunyai nilai R
2
yang sangat tinggi, yaitu 0.64 Tabel 15. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel
penjelas dalam persamaan dapat menjelaskan dengan baik variabel endogennya. Sebesar 64 persen produktivitas PKO Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel-