Analisis pengelolaan kebun dan produktivitas kelapa sawit serta hubungannya dengan hirarki desa-desa di Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Provinsi Sumatera Utara

(1)

KECAMATAN TORGAMBA, KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN, PROVINSI SUMATERA UTARA

Oleh :

Onie Suwartika

A14063310

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

ONIE SUWARTIKA. Analisis Pengelolaan Kebun dan Produktivitas Kelapa Sawit serta Hubungannya dengan Hirarki Desa-desa di Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Provinsi Sumatera Utara. (Dibimbing oleh (SANTUN R.P SITORUS dan DYAH RETNO PANUJU).

Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan yang dewasa ini sangat diminati untuk dikelola atau ditanam, baik oleh BUMN, perkebunan swasta maupun petani (perkebunan rakyat). Produktivitas kelapa sawit perlu diketahui agar dapat disusun suatu sistem pengelolaan perkebunan dengan tingkat produktivitas yang tinggi sehingga mampu bersaing di pasar dunia serta dapat meningkatkan tingkat perkembangan desa-desa di sekitar areal perkebunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan kebun dan pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) serta tingkat produktivitas kelapa sawit di kebun inti dan plasma, mengetahui struktur biaya usahatani antar kelas umur tanaman di kebun plasma dan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kelapa sawit, serta mengetahui hirarki perkembangan desa-desa.

Pengelolaan kebun dan pengolahan TBS di PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Torgamba dari proses Pembibitan sampai pengangkutan hasil panen sudah baik karena telah mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) Perusahaan. Namun, semangat atau etos kerja pekerja kebun tergolong masih kurang baik terutama dari masyarakat lokal, dilihat antara lain dari kurangnya disiplin jam masuk dan pulang kerja serta keseriusan dalam bekerja.

Tingkat produktivitas kelapa sawit antar Afdeling di kebun inti berbeda nyata. Produktivitas tertinggi terdapat pada Afdeling VII sedangkan produktivitas terendah terdapat pada Afdeling I. Umur tanaman 27 tahun menghasilkan produktivitas tertinggi sedangkan umur tanaman 3 tahun menghasilkan produktivitas terendah. Produktivitas kelapa sawit di kebun inti lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas kelapa sawit di kebun plasma.

Pada status kepemilikan lahan yang sama yaitu lahan milik sendiri di kebun plasma, produktivitas tanaman umur 6-10 tahun dan 11-15 tahun berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur > 21 tahun, produktivitas tanaman pada kelompok umur 0-5 tahun berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur 11-15 tahun. Pada kelompok umur yang sama dengan status kepemilikan lahan


(3)

berbeda menghasilkan produktivitas yang berbeda pula. Produktivitas tanaman umur 11-15 tahun yang dikelola di lahan sewa lebih tinggi (16 ton/ha) dibandingkan dengan produktivitas tanaman umur 11-15 tahun di lahan milik sendiri (15 ton/ha) dan lahan garap (8 ton/ha).

Penggunaan input usahatani dengan biaya usahatani tertinggi adalah pada kelas umur tanaman 0-5 tahun. Semakin meningkat umur tanaman maka biaya usahatani yang dibutuhkan semakin rendah. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas kelapa sawit di kebun plasma adalah pendidikan petani, teknik pemupukan, umur tanaman dan bibit, pekerjaan sampingan dan status kepemilikan lahan.

Berdasarkan hasil analisis skalogram tahun 2003 dan 2008, dalam kurun waktu 5 tahun, beberapa desa di Kecamatan Torgamba telah mengalami perubahan hirarki baik berupa peningkatan atau penurunan dan sebagian lagi tetap. Desa yang mengalami peningkatan perkembangan ada 2 yaitu desa Asam Jawa dan desa Torgamba. Desa yang mengalami penurunan perkembangan ada 4 yaitu desa Beringin Jaya, Bangai, Rasau, dan Aek Raso. Sisanya ada 8 desa yang tidak mengalami perubahan perkembangan (hirarki tetap), yaitu desa Aek Batu, Bunut, Pinang Dame, Bukit Tujuh, Pangarungan, Teluk Rampah, Sungai Meranti, dan Torganda.


(4)

SUMMARY

ONIE SUWARTIKA. An Analysis of Management and Productivity of Oil Palm Plantation and Its Relation to the Villages Hierarchies in the Torgamba District, South Labuhanbatu Regency, North Sumatera Province. (Under Supervision of

SANTUN R.P SITORUS and DYAH RETNO PANUJU).

Oil palm is currently in great demand to be managed or planted, either by the state-owned, private estates or farmers (smallholders). Oil palm productivity should be known to set up an effective management system for plantations with high productivity level so it will be able to compete in world markets and could lift up development of rural areas around the plantation. This research aims to understand the management of plantation and processing of fresh fruit bunches (FFB), to determine the level of productivity of oil palm in the nucleus and plasma, to know the cost structure of farming among age classes of plants in plasma estate and the factors affecting productivity of oil palm, and to know the hierarchy of villages development.

Plantation management and processing of FFB in the PT. Perkebunan Nusantara III Torgamba estate from nursery process up to process to transport the harvest are good because they have followed the Standard Operating Procedure (SOP) of the company. However, the work spirit or ethos of plantation workers was still not good, especially local communities, is indicated among others from lack of discipline both in implementing working hours and in seriousness during the work.

The productivity level of oil palm in the nucleus among Afdeling significantly different, the highest productivity found in Afdeling VII while the lowest productivity in Afdeling I. In terms of age of plants, plants with age of 27 years produce the highest productivity whereas the 3-year old plant, produce the lowest productivity. Productivity of oil palm in the nucleus is higher than the productivity of oil palm in the plasma.

Similarly, in terms of land ownership status, land owned by farmer himself in plasma plantation, crop productivity of plants age 6-10 years and 11-15 years significantly different from the productivity of plants age > 21 years. Crop productivity of plants in 0-5 years age group significantly different with crop productivity of plants with age 11-15 years. At the same age group with different


(5)

land tenure produce different productivity. Crop productivity of plants age 11-15 years who are managed in renting land is higher (16 tons/ha) compared with the productivity of plants age 11-15 years on land owned by farmer himself (15 tons/ha) and land working on (8 ton/ha).

The highest cost of farm inputs is in a class of plant age of 0-5 years. The more age of the plant, the lower the costs of farming required. Factors affecting significantly on productivity of oil palm on plasma are education of farmers, fertilization technique, age of plants and seeds, supporting job and status of land ownership.

The scalogram analysis in 2003 and 2008 show that within a period of 5 years, several villages in the Torgamba district has changes their hierarchies, either increase, or decrease but the others still remain. Two Villages increased their development hierarchies those are Asam Jawa and Torgamba villages. Four Village has decreased their development hierarchies, those are Beringin Jaya, Bangai, Rasau, and Aek Raso villages. The rest 8 villages have the same hierarchies level (fixed hierarchy), namely Aek Batu, Bunut, Pinang Dame, Bukit Tujuh, Pangarungan, Teluk Rampah, Sungai Meranti, and Torganda villages.


(6)

ANALISIS PENGELOLAAN KEBUN DAN PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIRARKI DESA-DESA DI

KECAMATAN TORGAMBA, KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN, PROVINSI SUMATERA UTARA

Oleh : Onie Suwartika

A14063310

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Analisis Pengelolaan Kebun dan Produktivitas Kelapa Sawit serta Hubungannya dengan Hirarki Desa-desa di Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Provinsi Sumatera Utara

Nama Mahasiswa : Onie Suwartika Nomor Pokok : A14063310

Disetujui,

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dyah Retno Panuju SP. M.Si

NIP 19490721 197302 1 001 NIP 19710412 199702 2 005

Diketahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Torgamba, Sumatera Utara pada tanggal 25 Agustus 1987, dari pasangan Bapak Kliwon dan Ibu Sri Taviv Handayani, sebagai anak ke dua dari tiga bersaudara.

Penulis menempuh jenjang pendidikan mulai dari TK Sri Melati Torgamba tahun 1992. Dua tahun setelah itu, penulis mengenyam pendidikan di SD TPI (Taman Pendidikan Islam) Torgamba dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikannya di SMP Swasta YPTG (Yayasan Perguruan Torgamba), yang kemudian dilanjutkan di SMA Negri 1 Rantau Selatan dan lulus tahun 2006. Melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian tahun 2006.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mendapatkan kesempatan menjadi anggota dalam kepengurusan HIMLAB (Himpunan Mahasiswa Labuhan Batu) dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Komisariat Faperta serta beberapa kegiatan kepanitiaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT). Penulis juga berpartisipasi menjadi asisten praktikum Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Perencanaan Tata Ruang dan Penatagunaan Lahan. Selain itu, penulis juga menjalani kegiatan tambahan di luar kuliah, yaitu mengajar les private untuk murid SLTP.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul

”Analisis Pengelolaan Kebun dan Produktivitas Kelapa Sawit serta Hubungannya dengan Hirarki Desa-desa Di Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Provinsi Sumatera Utara”. Kegiatan penelitian ini merupakan syarat kelulusan program sarjana di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus dan Ibu Dyah Retno Panuju SP. M.Si selaku dosen pembimbing skripsi 1 dan 2, yang telah banyak bersabar dalam membimbing serta memberikan saran dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini,

2. Kedua orang tua yang telah memberikan segalanya baik itu dalam bentuk moril dan materil, memberikan do’a serta motivasi,

3. Kakak-kakak tersayang (Safitri Rahayu dan Heri Azhari) yang selalu menjadi penyemangat hidup dan telah banyak membantu selama magang, 4. Kakanda Surya Hoirul Ahsan Dalimunthe yang selalu memberikan

kebahagiaan tulus hingga hati ini tetap tenang dan tegar,

5. Yunda Sirri Hidayani beserta keluarga yang telah membantu memperlancar pengambilan data selama penelitian di lapang,

6. Ibu Asdar, Mbak Emma dan Mbak Dian yang telah banyak membantu dalam penyediaan data, dan atas saran dan motivasinya,

7. Sahabatku Ivong Verawaty dan Agatha Septiana yang selalu menemani dalam suka dan duka,

8. Teman-teman Bangwilers 43 (Sony Nugroho, Mila Mulyani, Intan Laksmita Sari, Ratri Ariani, Haqu) serta teman-teman MSL 43 (Arin, Manda, Nahrul, luluk, dll) penulis ucapkan terima kasih untuk kebersamaan kita dan salam ”VIVA SOIL”,


(10)

Fauziah, mbk Malya dan Mbak Suhesti Roza yang telah mendengarkan semua perasaan yang dirasa saat penyusunan skripsi ini, I love you all. 10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan yang telah membantu

hingga penyusunan skripsi ini selesai.

Penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan saran yang berguna dan membangun untuk penyempurnaannya. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Ekofisiologi Tanaman Kelapa Sawit ... 4

2.2 Kultur Teknis Kelapa Sawit ... 7

2.3 Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit ... 11

2.4 Produktivitas Kelapa Sawit antara Perkebunan Inti dengan Plasma. 13

2.5 Konsep Usahatani ... 14

2.6 Perkembangan Wilayah ... 17

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 19

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

3.2 Jenis Data, Sumber Data dan Alat Penelitian ... 19

3.3 Metode Pemilihan Responden ... 20

3.4 Teknik Analisis Data ... 20

3.4.1 Analisis Pengelolaan dan Pengolahan Kelapa Sawit di Kebun Torgamba ... 20

3.4.2 Teknik Analisis Data Menggunakan Statistik Uji-T ... 21

3.4.3 Analisis Ragam (ANOVA) Uji Lanjut Metode Tukey ... 22

3.4.4 Analisis Faktor (Faktor Analysis) dan Regresi Berganda (Multiple Regression) ... 22

3.4.5 Analisis Skalogram ... 26

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... 28

4.1 Keadaan Umum Kebun Inti ... 28


(12)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

5.1 Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dan Pengolahan Tandan Buah Segar di PTPN-III Kebun Torgamba... 31

5.1.1 Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit ... 31

5.1.2 Pengolahan Tandan Buah Segar ... 34

5.2 Produktivitas Kelapa Sawit di Kebun Inti dan Plasma ... 35

5.2.1 Tingkat Produktivitas antar Afdeling dan Umur Tanaman di Kebun Inti ... 35

5.2.2 Perbandingan Tingkat Produktivitas antara Kebun Inti dan Plasma menurut Kelas Umur Tanaman ... 38

5.3 Struktur Biaya Usahatani Menurut Kelas Umur Tanaman di Kebun Plasma ... 40

5.4 Perbandingan Produktivitas Menurut Kelas Umur Tanaman dan Status Kepemilikan Lahan ... 45

5.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Sawit di Kebun Plasma ... 48

5.6 Hirarki/Tingkat Perkembangan Desa-desa di Kecamatan Torgamba 55

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

6.1. Kesimpulan ... 60

6.2. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Perbandingan Produktivitas Kelapa Sawit di Kalimantan dan

Sumatera terhadap standar kelas kesesuaian lahan S-3 ... 13

2. Produktivitas Kelapa Sawit pada Kebun Inti dan Plasma di Kalimantan Timur dan Sumatera Utara ... 14

3. Jumlah responden pada masing-masing KUD ... 20

4. Variabel-variabel yang digunakan dalam Analisis Skalogram... 27

5. Nilai Selang Hirarki Pusat Pelayanan ... 27

6. Luas Areal Kebun pada 3 KUD ... 28

7. Komposisi Penduduk menurut Golongan Umur ... 30

8. Komposisi Jenis Mata Pencaharian Golongan Umur di atas 18 Tahun .. 30

9. Rekapitulasi Penggunaan Input Usahatani Kelapa Sawit di Kebun Plasma ... 41

10.Rekapitulasi Struktur Biaya Usahatani (Rp) ... 42

11.Tabel ANOVA ... 45

12.Hasil Perhitungan Uji Tukey ... 46

13.Akar Ciri Komponen-komponen Utama ... 49

14.Nilai Kumulatif Akar Ciri Hasil Analisis Faktor ... 49

15.Nilai Factor Loading Analisis Komponen Utama ... 50

16.Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Produktivitas sebagai Fungsi Tujuan ... 51

17.Persamaan Hasil Analisis Regresi Berdasarkan Karakteristik Responden ... 52

18.IPD dan Hirarki Desa-desa di Kecamatan Torgamba Tahun 2003 dan 2008 ... 56

19.Keterkaitan Produktivitas Kelapa Sawit dengan Hirarki Desa ... 58


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Peta Lokasi Penelitian ... 19

2. Diagram Alir Proses Pengelolaan Tanaman Kelapa Sawit di Kebun Torgamba ... 32

3. Diagram Alir Pengolahan TBS di Pabrik Kelapa Sawit Torgamba ... 33

4. Tingkat Produktivitas antar Afdeling di Kebun Inti ... 36

5. Tingkat Produktivitas antar Umur Tanaman di Kebun Inti ... 37

6. Perbandingan Nilai Tengah Produktivitas antar Kelas Umur Tanaman . 39

7. Box Plots Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit pada Berbagai Umur Tanaman di Lahan (a) Inti dan (b) Plasma ... 39

8. Grafik Jumlah Biaya Usahatani per hektar Menurut Kelas Umur Tanaman ... 44

9. Grafik Produktivitas Kelapa Sawit antar Status Kepemilikan Lahan pada Kelompok Umur Tanaman 11-15 Tahun ... 48


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

1. Nilai PC scores Hasil PCA ... 64 2. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2003 ... 67 3. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2008 ... 68 4. Produktivitas Kelapa Sawit Menurut Umur Tanaman dan Afdelingnya

di Kebun Torgamba ... 69 5. Laporan Magang ... 70


(16)

Perluasan areal perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif. Sampai saat ini, penanaman kelapa sawit telah berkembang di 16 provinsi. Sebagian besar areal kelapa sawit tersebut terdapat di provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat berturut-turut sebesar 21,7%, 20,6%, 10% dan 9,6% dari total areal kelapa sawit di Indonesia (Ditjenbun, 1998).

Salah satu peran dari Industri kelapa sawit adalah memberikan lapangan kerja sekitar 3,5 juta Kepala Keluarga (KK) mulai dari on-farm sampai off-farm. Aktivitas pembangunan perkebunan kelapa sawit yang melibatkan banyak tenaga kerja dan investasi yang relatif besar untuk industri hilirnya, diperkirakan secara positif merangsang, menumbuhkan dan menciptakan lapangan kerja serta lapangan berusaha. Melalui kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan selama proses kegiatan perkebunan kelapa sawit dan pembangunan industri hilirnya akan mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkages). Pada proses kegiatan ini akan muncul antara lain jasa kontruksi, jasa buruh tani, jasa angkutan, perdagangan pangan dan sandang, perdagangan peralatan kerja serta bahan dan material yang dibutuhkan selama proses tersebut. Sementara itu, pada kegiatan pascapanen dan proses pengolahan akan mempunyai keterkaitan ke depan (foreward linkages). Proses foreward linkages yang diperkirakan akan muncul adalah sektor jasa, antara lain: angkutan, perhotelan, koperasi, perbankan, perdagangan, industri kecil di pedesaan yang memproduksi alat produksi pertanian (Syahza, 2007). Semua aktivitas ini akan meningkatkan indeks kesejahteraan masyarakat di daerah sekitarnya serta berpengaruh terhadap peningkatan kesempatan berusaha terutama dalam bidang jasa dan perdagangan. Selain itu, pembangunan industri tersebut juga harus mampu memakmurkan rakyat pekebun dan mendorong pembangunan wilayah perdesaan.


(17)

Pada umumnya, sebagian besar wilayah perkebunan sawit dikembangkan dengan membuka lahan baru (ekstensifikasi pertanian) atau belum diusahakan sebelumnya. Dengan adanya pembukaan lahan untuk ekstensifikasi pertanian mengakibatkan perubahan yang luar biasa pada sistem tataan atau hidrologi, erosi, iklim mikro, dan produksi biomassa. Perubahan hutan menjadi perkebunan monokultur kelapa sawit akan menimbulkan masalah segera setelah pembukaan lahan seperti daur hara pada sistem siklus tertutup menjadi terputus oleh adanya perubahan tegakan biomassa. Penurunan produksi biomassa akan menurunkan produktivitas tanah bila tidak ada tindakan konservasi tanah dan penerapan kultur teknis yang baik. Penurunan produktivitas ini diakibatkan oleh menurunnya rezim kelembaban tanah, meningkatnya erosi, dan menurunnya kualitas fisik dan kimia tanah (Barchia, 2009).

Oleh sebab itu, tingkat produktivitas kelapa sawit perlu diketahui agar dapat dibentuk sebuah sistem perkebunan kelapa sawit dengan tingkat produktivitas yang tinggi sehingga tetap mampu bersaing di pasar dunia. Keberhasilan pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak saja ditentukan oleh potensi lahan dan ketersediaannya, tetapi juga ditentukan oleh kelengkapan sarana dan prasarana, pelayanan, aksesibilitas dan transportasi, kependudukan, tenaga kerja serta kelembagaan. Untuk itu, diperlukan juga pendekatan wilayah yang berkenaan dengan struktur pusat-pusat kegiatan dan pelayanan dalam suatu sistem hirarki sehingga mempengaruhi tingkat perkembangan perdesaan di sekitar areal perkebunan.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengelolaan kebun dan pengolahan tandan buah segar (TBS) 2. Mengetahui perbandingan tingkat produktivitas kelapa sawit di kebun inti

dan plasma

3. Mengetahui struktur biaya usahatani antar kelas umur tanaman dan tingkat produktivitas menurut kelas umur dan status kepemilikan lahan di kebun plasma


(18)

4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kelapa sawit di kebun plasma

5. Mengetahui hirarki/tingkat perkembangan desa-desa di kecamatan Torgamba


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekofisiologi Tanaman Kelapa Sawit

Dalam konteks ekofisiologi, faktor lingkungan yang dominan mempengaruhi pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah faktor iklim dan keadaan tanah. Faktor iklim meliputi intensitas sinar matahari, temperatur, curah hujan, dan kelembaban udara, sedangkan syarat tanah meliputi sifat fisik dan kimia tanah.

2.1.1. Iklim

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan ketinggian antara 0 – 400 m di atas permukaan laut. Suhu udara sepanjang tahun berkisar 27ºC dengan suhu maksimum 33ºC dan suhu minimum 22ºC, dan umumnya ditemukan di daerah tropika. Curah hujan rata – rata tahunan yang diinginkan berkisar antara 1500 – 2500 mm dengan penyebaran merata sepanjang tahun dan tidak terdapat bulan kering yang nyata. Adanya bulan kering lebih dari dua bulan berturut – turut akan memberikan pengaruh terhadap penurunan produksi pada tahun – tahun berikutnya. Bulan kering > 3 bulan sudah merupakan pembatas berat untuk kelapa sawit, begitu juga defisit air > 400 mm per tahunnya sudah merupakan pembatas berat. Lama penyinaran matahari tidak boleh kurang dari 5 – 7 jam per hari dan kelembaban nisbi yang diinginkan berkisar 50 – 90% atau optimalnya pada kelembaban 80%.

2.1.2. Tanah

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh secara baik pada berbagai jenis tanah, seperti Podsolik (Ultisol), Latosol, Hidromorfik Kelabu, Regosol, Andosol, dan tanah Alluvial (Fauzi et al., 2003) bahkan pada tanah gambut dengan syarat ketebalan gambut yang dapat ditoleransi mencapai 150 cm (Pahan, 2008). Namun kemampuan produksi pada jenis tanah tersebut tidak sama. Ada dua sifat tanah dan lingkungan yang menentukan baik tidaknya tanah sebagai media tumbuh :

1. Sifat fisik Tanah

Beberapa hal yang menentukan sifat tanah adalah tekstur, struktur, konsistensi, kemiringan tanah, permeabilitas, ketebalan lapisan tanah dan kedalaman permukaan air tanah. Beberapa kesesuaian sifat fisik tanah untuk


(20)

a) Mempunyai solum yang tebal sekitar 80 cm. Walaupun kenyataan bahwa penyebaran akar kelapa sawit yang terbanyak dijumpai sampai kedalaman 60 cm, namun ujung akar masih mencapai kedalaman 90 cm atau lebih, sehingga dibutuhkan untuk perkembangan akar yang baik. Kedalaman efektif yang ideal adalah minimum 100 cm.

b) Lapisan tanah yang keras atau padas dengan tingkat kekerasan >3,0 kg/cm2 pada kedalaman <50 cm merupakan pembatas berat bagi kelapa sawit.

c) Tekstur yang ideal adalah pada kisaran liat berpasir, lempung liat berpasir, lempung berdebu, lempung dan lempung liat berdebu. Tanah dengan tekstur pasir kasar dan liat berat yang masif merupakan pembatas berat untuk kelapa sawit.

d) Perkembangan struktur yang kuat, konsistensi gembur sampai agak teguh dengan permeabilitas yang sedang sampai baik.

e) Permukaan air harus berada di bawah 80 cm dan semakin dalam semakin baik.

f) Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut tebal.

Topografi yang cukup baik untuk kelapa sawit adalah kemiringan 0 – 15% (datar-berombak). Hal ini memudahkan pengangkutan buah dari areal ke pabrik. Areal dengan kemiringan > 15% (berbukit-curam) masih mungkin ditanami, tetapi perlu dibuat teras, karena akan menyulitkan panen serta pengangkutan tandan buah segar (TBS) ke pabrik (Adiwiganda et al., 1997). Selain itu, tanah dengan kemiringan lereng lebih dari 40% juga beresiko besar mengalami erosi permukaan cukup berat. Topografi lahan yang tidak disertai dengan penerapan konservasi tanah yang standar (teras individu/kontur) berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit dan penggunaan tenaga panen.

Berdasarkan hasil penelitian Dja'far et al. (2001), perbedaan produksi areal yang bertopografi berombak dengan lahan yang berbukit bisa mencapai 3,96 tonTBS/ha/tahun (28,84%). Pada daerah berbukit walaupun pemakaian tenaga panen lebih banyak 9,11 % dibandingkan dengan daerah berombak tetapi produksi yang dihasilkan tetap lebih rendah disebabkan sekitar 13,31% tandan tidak


(21)

dipanen serta kehilangan brondolan mencapai 51,36%. Hasil analisis menunjukkan pengaruh topografi lahan terhadap produksi adalah sebesar 14,56 % dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain seperti penerapan kultur teknis, sumber daya manusia, kesuburan lahan dan varietas tanaman.

Bentuk wilayah kebun kelapa sawit plasma di Sei Pagar umumnya datar dengan kemiringan 0-3% dan hanya sebagian kecil saja wilayah dengan kemiringan 3-5%. Vegetasi yang menutupi permukaan tanah di seluruh areal perkebunan terdiri atas rumput-rumputan alami, pakis resam, lumut-lumutan, dan tumbuhan perdu pendek lainnya. Di antara dua barisan pohon kelapa sawit terdapat tumpukan pelepah dahan dan daun kelapa sawit hasil pangkasan. Tumpukan material tersebut berfungsi sebagai penyangga atau penghalang hanyutnya tanah oleh aliran permukaan, sebagai mulsa untuk mencegah gulma dan menjaga suhu tanah. Berdasarkan data yang diperoleh, erosivitas hujan (R) untuk lokasi perkebunan plasma Sei Pagar diperkirakan sebesar 1,750 dengan erodibilitas tanah (K) berkisar antara 0,265-0,345 serta nilai faktor penutupan tanaman dan konservasi tanah (CP) diasumsikan sebesar 0,01. Prediksi erosi tanah pada bentuk wilayah di lahan perkebunan tersebut menunjukkan bahwa besarnya erosi berkisar antara 1,322-3,423 t/ha/tahun, jauh di bawah erosi yang masih dapat diabaikan (tolerable soil loss, TSL) dengan nilai sekitar 15 t/ha/tahun (Wigena et al., 2009).

2. Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah mempunyai arti penting dalam menentukan kelas kesuburan tanah dan dosis pemupukan. Namun, menurut Adiwiganda et al. (1995) sifat kimia tidak terlalu diperhitungkan dalam plotting areal sawit karena kesuburan kimia tanah secara umum dapat dikendalikan melalui pemupukan yang rasional. Beberapa sifat kimia tanah yang dipakai sebagai pedoman untuk tanaman kelapa sawit adalah :

a) Kemasaman (pH) yang diinginkan berkisar antara 4,0-6,0, sedangkan pH optimumnya 5,0 - 5,5. Kemasaman (pH) <3,5 dan >7,0 adalah pembatas berat bagi kelapa sawit (Adiwiganda et al., 1997).


(22)

c) Daya tukar Mg dan K berada pada batas normal, yaitu Mg 0,4 – 10 me/100 gram, sedangkan K 0,15 – 1,20 me/100 gram.

Berhubung tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, maka tanaman ini termasuk tanaman yang relatif mudah dibudidayakan. Keadaan demikian menyebabkan tanaman kelapa sawit dapat beradaptasi dengan sifat kimia tanah yang ekstrem sekalipun, dengan catatan ketinggian lahan tidak lebih dari 500 meter di atas permukaan laut (Fauzi et al., 2003). Menurut Sastrosayono (2006), yang penting tanaman tidak kekurangan air pada musin kemarau dan tidak tergenang pada musim hujan (drainase baik). Di lahan-lahan yang permukaan air tanahnya tinggi atau tergenang, akar akan busuk. Selain itu, pertumbuhan batang dan daunnya tidak mengindikasikan pertumbuhan tanaman yang baik.

2.2. Kultur Teknis Kelapa Sawit 2.2.1. Pembibitan

Secara garis besar, menurut Setyamidjaja (2006) teknik budidaya tanaman kelapa sawit meliputi pengadaan bibit, pembukaan lahan, pembuatan rancangan kebun, penanaman bibit kelapa sawit, penanaman tanaman penutup tanah, pemeliharaan tanaman, dan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM). Pembibitan merupakan kegiatan awal di lapangan yang bertujuan untuk mempersiapkan bibit siap tanam. Pemilihan lokasi pembibitan harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain adalah pada areal datar atau bila tidak datar sebaiknya dibuat teras, dekat dengan sumber air, berada di tengah-tengah areal yang akan ditanami, bebas dari gangguan hewan liar maupun piaraan, dan mudah dikunjungi serta diawasi.

Sistem pembibitan kelapa sawit yang digunakan dalam perkebunan kelapa sawit terdiri dari dua macam sistem, yaitu (1) single stage system (sistem pembibitan satu tahap) dan (2) double stage system (sistem pembibitan dua tahap). Pembibitan satu tahap artinya penanaman kecambah langsung pada pembibitan utama tanpa tahap pembibitan awal, sedangkan pada sistem pembibitan dua tahap terdapat dua tahapan, yaitu tahap pembibitan awal (pre nursery) dan tahap pembibitan utama (main nursery).

Pemeliharaan persemaian (pre nursery) dan pemeliharaan pembibitan utama (main nursery) memiliki proses yang hampir sama, yakni meliputi proses


(23)

penyiraman, penyiangan gulma, pemupukan, penanggulangan hama dan penyakit, serta semai/bibit. Menurut Pahan (2008), Perawatan yang baik akan meningkaatkan vigor bibit yang nantinya akan berdampak pada peningkatan produksi pada tahun pertama menghasilkan (TM-1). Secara umum, karakter yang menyimpang pada tanaman kelapa sawit dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu kelainan pada habitus tanaman, kelainan pada bentuk anak daun (leaflet), dan kelainan daya pertumbuhan.

2.2.2. Pembukaan Lahan

Cara pembukaan lahan untuk tanaman kelapa sawit disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia, yaitu:

1. Bukaan baru (new planting) pada hutan primer, hutan sekunder, semak belukar atau areal yang ditumbuhi lalang

2. Konversi, yaitu penanaman pada areal yang sebelumnya ditanami dengan tanaman perkebunan seperti karet, kelapa, atau komoditas tanaman perkebunan lainnya.

3. Bukaan ulangan (replanting), yaitu areal yang sebelumnya telah ditanami kelapa sawit.

Luas lahan perkebunan kelapa sawit berkisar antara 6.000 – 12.000 hektar sudah sesuai dengan kapasitas pabrik yang dibangun untuk pengolahan hasilnya. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan secara mekanis, kimia, atau manual (Setyamidjaja, 2006). Tahapan pekerjaan yang dilakukan dalam pembukaan lahan kelapa sawit meliputi babat pendahuluan, menumbang, merencek (memotong cabang dan ranting kayu), serta merumpuk (menumpuk hasil tebangan).

2.2.3. Rancangan Kebun

Setelah pembukaan lahan selesai, langkah selanjutnya adalah membuat rancangan untuk menetapkan lokasi-lokasi emplasement (kantor dan pabrik), perumahan (pondok-pondok) bagi karyawan dan pekerja kebun, jalan-jalan kebun, jembatan dan sebagainya. Rancangan kebun yang penting adalah jaringan jalan dan jembatan, karena sangat diperlukan untuk kegiatan rutin di kebun dan transportasi ke luar perkebunan. Jenis-jenis jalan yang ada di areal perkebunan


(24)

kelapa sawit diberi nama sesuai dengan kepentingannya dan dikenal beberapa jalan sebagai berikut :

1. Jalan utama, yaitu jalan yang menghubungkan afdeling dengan emplasement, afdeling dengan afdeling, dan keluar kebun/emplasement.

2. Jalan pengangkutan hasil atau jalan produksi, yaitu jalan yang digunakan dalam pengangkutan hasil dari kebun ke pabrik. Tempat pengumpulan hasil (TPH) berada pada jalan ini.

3. Jalan kontrol, yaitu jalan yang berfungsi sebagai batas blok atau batas pinggiran kebun, untuk memudahkan pelaksanaan pengontrolan (pengawasan) kebun oleh pimpinan kebun (Administratur, Asisten Kepala, Asisten, dll.).

2.2.4. Penanaman Tanaman Penutup Tanah

Tanaman penutup tanah adalah tanaman kacangan (legume cover crops, LCC) yang ditanam untuk menutupi tanah yang terbuka di antara kelapa sawit karena belum terbentuk tajuk yang dapat menutup permukaan tanah. Jenis-jenis tanaman kacangan penutup tanah yang umum ditanam di perkebunan kelapa sawit adalah Calopogonium caeruleum, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, Pueraria phaseoloides, Centrocema pubescens, Psophocarphus palustries, dan Mucuna cochinchinensis (Setyamidjaja, 2006)

Menurut Pahan (2008), manfaat kacang-kacangan dalam pengusahaan tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut :

a. Menambah bahan organik sehingga memperbaiki struktur tanah b. Memperbaiki status hara tanah, terutama nitrogen

c. Memperbaiki sifat-sifat tanah akibat pembakaran (pembukaan lahan) d. Melindungi permukaan tanah dan mengurangi bahaya erosi, terutama pada

tanah yang curam

e. Mengurangi biaya pengendalian gulma

f. Mendorong pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi

2.2.5. Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan

Tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah tanaman kelapa sawit yang berada pada umur mulai ditanam hingga berumur kurang lebih 2,5 – 3 tahun. Beberapa kegiatan pemeliharaan tanaman belum menghasilkan yang penting dilaksanakan adalah sebagai berikut :


(25)

1. Penyulaman

Penyulaman (menyisip) adalah mengganti tanaman yang mati, rusak berat, atau tumbuh abnormal dengan bibit yang baru.

2. Pembuatan dan pemeliharaan piringan

Piringan atau bokoran (circle weeding) adalah lingkungan di sekitar individu tanaman yang dijaga agar selalu dalam keadaan bersih, pada radius antara 1,0 – 1,5 m dari pokok kelapa sawit. Pemeliharaan piringan yang penting adalah penyiangan gulma yang tumbuh pada piringan dengan cara dikored, dibabat, atau disemprot dengan herbisida.

3. Pemeliharaan tanaman kacangan penutup tanah

Adapun pemeliharaan tanaman kacangan penutup tanah (legume cover crops, LCC) adalah sebagai berikut :

a. Membuang gulma yang tumbuh di antara kacangan baik gulma yang berbentuk perdu, maupun rumput-rumputan

b. Memelihara kemurnian LCC agar LCC yang ada adalah jenis LCC yang sengaja ditanam.

4. Pemupukan

Jenis pupuk yang diberikan untuk tanaman kelapa sawit muda adalah pupuk buatan yang mengandung unsur hara N, P, K, Mg, dan B. Unsur hara B yang harus diberikan pada tanaman muda sangat penting untuk menghindarkan kekurangan B (Boron deficiency) karena kekurangan Boron dapat mengakibatkan kematian pada tanaman kelapa sawit muda. Sementara itu, kekurangan unsur N, P, K, dan Mg hanya akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lambat dan kerdil, tetapi tidak sampai mematikan. Jenis-jenis pupuk yang digunakan adalah Urea atau ZA (N), Rock Phosphate (P),

Muriate of Potash (K), Kieserite (Mg), dan Borax (B). 5. Pemangkasan daun

Tujuan pemangkasan daun adalah untuk memperoleh pokok yang bersih, jumlah daun yang optimal dalam satu pohon, dan memudahkan pekerjaan panenan bila tanaman sudah berproduksi.


(26)

6. Kastrasi bunga

Kastrasi adalah pemotongan atau pembuangan bunga jantan dan bunga betina yang masih muda yang telah tumbuh pada tanaman yang berumur 12 – 20 bulan. Kastrasi berlangsung hingga 6 bulan sebelum panen yang pertama dimulai. Tujuan kastrasi bunga adalah :

a. Untuk merangsang pertumbuhan vegetatif dan menghemat penggunaan unsur hara dan air, terutama bagi daerah yang curah hujannya relatif rendah.

b. Menciptakan keadaan tanaman lebih bersih sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya gangguan hama (tikus, tupai) dan berjangkitnya penyakit Marasmius sp..

c. Memudahkan pelaksanaan penyerbukan buatan karena keadaan mahkota tanaman lebih bersih.

Rotasi pelaksanaan kastrasi adalah sebulan sekali dan pemotongan bunga yang dimaksud menggunakan dodos atau IRHO tools.

7. Penyerbukan bantuan

8. Pengendalian hama dan penyakit

Beberapa hama dan penyakit yang biasa menyerang tanaman muda (TBM) adalah jenis serangga, misalnya kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros), kumbang (Apogonia sp.), belalang (Valanga sp.), dan ulat perusak daun. Beberapa kegiatan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) adalah pengendalian gulma, pemupukan, penjarangan, pemeliharaan jalan, serta pengendalian hama dan penyakit. Upaya pengendalian gulma telah dilaksanakan dengan menanami tanaman kacangan penutup tanah di antara tanaman kelapa sawit (gawangan) dan membuat piringan di sekeliling tiap individu tanaman.

2.3. Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit

Produktivitas tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh iklim, jenis tanah, serta kegiatan kultur teknis. Kegiatan kultur teknis mencakup pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, penunasan dan kegiatan panen. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia 60% tanahnya merupakan tanah Ultisols memiliki kualitas yang rendah dimana pH tanah < 5, KTK tanah rendah, <15 me/100g, C-organik < 1%, cadangan mineral rendah, tingkat erodibilitas dan pencuciannya


(27)

sangat tinggi (Adiwiganda et al., 1997). Produktivitas tanah Ultisols yang rendah ini harus diiringi dengan pemupukan yang berimbang untuk mendapat hasil yang optimum. Bila tidak dilakukan perbaikan kesuburan tanahnya, produksi tanaman yang diusahakan pada tanah tropika ini sangat rendah.

Pemupukan yang berimbang perlu dilakukan sehubungan dengan tingkat kesuburan dan produksi yang rendah sehingga produktivitas tanah tropika dapat ditingkatkan. Prinsip pemupukan berimbang bertujuan untuk mencapai pemupukan yang efektif dan efisien. Konsep pemupukan berimbang harus diterapkan berdasarkan status hara tanah dan kebutuhan hara tanaman. Pemupukan berimbang adalah upaya untuk meningkatkan mutu intensifikasi dengan menambah jenis dan takaran pupuk. Dosis pupuk yang berimbang dibuat atas dasar beberapa pertimbangan antara lain; 1) jumlah hara yang terangkut oleh hasil panen, 2) jumlah hara yang terimmobilisasi dalam batang, cabang, pelepah/daun, 3) jumlah hara yang dikembalikan ke dalam tanah, 4) jumlah hara yang terfiksasi dan hilang dalam tanah, dan 5) jumlah hara yang tersedia dalam tanah.

Pemupukan perlu dilakukan secara rasional sesuai dengan kebutuhan tanaman, kemampuan tanah menyediakan unsur-unsur hara, sifat-sifat tanah, dan pengelolaan oleh petani. Kelebihan pemberian pupuk selain merupakan pemborosan, juga mengganggu keseimbangan unsur-unsur hara dalam tanah, sedangkan pemberian terlalu sedikit tidak akan memberikan produksi yang optimal. Seperti terlihat bahwa produktivitas tanaman kelapa sawit pada umur 3 – 13 tahun dari beberapa wilayah, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sumatera Utara dan Riau masih di bawah produktivitas baku lahan kelas kesesuaian lahan S-3 (Tabel 1). Persentase total produksi rata-rata di Kalimantan baru sekitar 60 persen, dan di Sumatera baru mencapai 70 persen dari potensi produksi baku lahan kelas S-3. Produksi standar kelas kesesuaian lahan S-3 untuk kelapa sawit umur 3 – 13 tahun sebesar 226,8 ton tandan buah segar per hektar (Poeloengan, et al., 2001 dalam Barchia, 2009).


(28)

Tabel 1. Perbandingan Produktivitas Kelapa Sawit di Kalimantan dan Sumatera terhadap standar kelas kesesuaian lahan S-3

Wilayah Total Produksi (3 - 13 tahun) Perbandingan Produksi terhadap

(Ton TBS/ha) Standar S-3 (%)

Kalimantan Barat 138,1 60,8

Kalimantan Timur 141,8 62,5

Rata-rata 140,2 61,8

Sumatera Utara 174,4 76,9

Riau 142,8 62,9

Rata-rata 158,6 69,9

Sumber:Poeloengan, et al., 2001 dalam Barchia (2009)

Produktivitas tandan buah kelapa sawit dapat diperhitungkan dari komponen-komponennya, yaitu jumlah tandan dan rata-rata berat tandan. Rata-rata berat tandan akan meningkat sejalan dengan umur tanaman, sedangkan jumlah tandan akan menurun dengan semakin bertambahnya umur tanaman (Siregar, 1998). Pada keadaan normal, tandan buah kelapa sawit dapat mencapai matang panen untuk pertama kalinya setelah tanaman berumur 3-4 tahun di lapangan. Produktivitas tandan kelapa sawit meningkat dengan cepat dan mencapai maksimum pada umur tanaman 8-12 tahun, kemudian menurun secara perlahan-lahan dengan tanaman yang makin tua hingga umur ekonomis 25 tahun (Corley, 1976 dalam Siregar, 2003).

2.4. Produktivitas Kelapa Sawit antara Perkebunan Inti dengan Plasma

Produktivitas kelapa sawit pada tanah tropika yang dikelola oleh perusahaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang dikelola oleh petani. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, teknologi, tenaga, dan modal dari petani yang mengusahakan tanaman tersebut. Hasil kelapa sawit yang senjang antara produktivitas di perkebunan inti yang dikelola langsung oleh perusahaan perkebunan swasta besar dan plasma yang dikelola oleh petani terlihat nyata dari kebun kelapa sawit di Sumatera Utara seperti disajikan pada Tabel 2. Produktivitas puncak kebun sawit dicapai pada tahun ke-9 umur tanaman, pada perkebunan inti dengan hasil dapat mencapai 27,6 ton TBS/ha/tahun, sedangkan pada kebun plasma hanya berproduksi 13,6 ton TBS/ha/tahun, atau sekitar 50% dari produktivitas kebun inti.


(29)

Tabel 2. Produktivitas Kelapa Sawit pada Kebun Inti dan Plasma di Kalimantan Timur dan Sumatera Utara (Poeloengan, et al., 2001 dalam Barchia, 2009).

Umur tanaman

tahun ke-

Kalimantan Timur Sumatera Utara

Tabara Sosa

(ton TBS/ha/tahun)

Inti Plasma Inti Plasma

3 2,6 3,6 5,8 3,2

4 4,9 7,3 10,9 8,1

5 9,2 8,1 16,4 8,7

6 11,7 11,1 19,5 12,2

7 17,2 14,1 20,7 13,1

8 17,7 15,2 22,4 13,5

9 18,4 15,1 27,6 13,6

10 18,8 16,7 22,6 13,8

11 16,2 15,8 20,5

12 15,9 16,7 19,5

13 15,4 13,0 18,3

Rendahnya produktivitas pada kebun plasma disebabkan oleh kualitas sumberdaya petani plasma dan kemampuan swadayanya yang rendah. Pengelolaan tanah tropika untuk perkebunan kelapa sawit di tingkat plasma dihadapkan pada permasalahan adopsi teknologi yang tidak baku teknis karena keterbatasan pengetahuan dan daya beli sarana produksi yang rendah.

2.5. Konsep Usahatani

Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi


(30)

informasi tentang keragaan suatu usaha tani yang dilihat dari berbagai aspek. Telaah seperti ini (kajian berbagai aspek) sangat penting karena tiap macam tipe usahatani pada tiap macam skala usaha dan pada tiap lokasi tertentu berbeda satu sama lain; karena hal tersebut memang ada perbedaan dalam karakteristik yang dipunyai pada usahatani yang bersangkutan (Soekartawi, 1995).

Analisis struktur biaya usahatani menurut Soekartawi (1995), biasanya sering dilakukan dengan dua cara, yaitu: (a) Analisis finansial, dan (b) Analisis ekonomi. Dalam analisis finansial, data biaya yang dipakai adalah data riil yang sebenarnya dikeluarkan. Misalnya jumlah tenaga kerja yang dipakai 100 HKSP (Hari Kerja Setara Pria) dengan upah Rp 3.000/hari; maka biaya tenaga kerja adalah 100 × Rp 3.000 = Rp 300.000. Bila diantara 100 HKSP tersebut, 25 HKSP diantaranya adalah tenaga dalam keluarga, maka nilai upah yang dihitung hanya upah tenaga kerja yang menyewa saja sebesar 75 HKSP tersebut.

Dalam analisis ekonomi, data upah yang dipakai adalah upah menurut ukuran harga bayangan (shadow price). Upah tenaga kerja di Jawa yang jumlah penduduknya berlebihan ini memungkinkan upah tenaga kerja riil lebih kecil daripada upah menurut ukuran perhitungan harga bayangan. Mungkin upah tersebut bernilai Rp 5.000/hari. Bila demikian, biaya untuk 100 HKSP menjadi 100 × Rp 5.000 = Rp 500.000.

Rodjak (2002) mengemukakan bahwa usahatani adalah organisasi dari alam, kerja, modal yang ditujukan pada produksi di lapangan pertanian. Berdasarkan definisi tersebut, terdapat empat unsur pokok dalam usahatani yang saling terkait dalam pengelolaannya, yakni lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen.

1. Lahan merupakan faktor produksi utama dalam usahatani yang memiliki sifat-sifat khusus, yaitu masih relatif luas, tidak dapat dipisah-pisahkan dan sangat membutuhkan perawatan (pemupukan). Lahan sebagai faktor produksi usahatani mengandung pengertian bahwa lahan tersebut harus dikombinasikan dengan faktor produksi lainnya (modal, tenaga kerja, dan keterampilan) sehingga dapat menghasilkan produk yang berupa tanaman atau ternak. Lahan pada usahatani dapat berupa lahan pekarangan, tegalan, dan sebagainya.


(31)

2. Tenaga kerja merupakan faktor produksi kedua dalam proses produksi pertanian. Tenaga kerja sebagai faktor produksi mengandung arti bahwa tenaga kerja tersebut merupakan sub-sistem produksi, artinya apabila faktor tenaga kerja tidak ada, maka produksi suatu barang/tanaman dan ternak tidak akan terjadi atau sistem produksi tidak akan berjalan. Besar kecilnya peranan tenaga kerja terhadap hasil produksi usahatani akan dipengaruhi oleh keterampilan tenga kerja yang tercermin oleh tingkat produktivitasnya. Tingkat produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, pengalaman kerja, kesehatan, alat bantu yang diberikan, serta tingkat upah dan waktu bekerja. Berdasarkan sumbernya, tenaga kerja berasal dari dalam dan luar rumah tangga (keluarga). Kebutuhan tenaga kerja dipengaruhi oleh jenis komoditas, jenis tanah yang diolah, intensitas pengolahan, pola tanam yang dilakukan, keadaan sistem pengairan, dan tekhnologi. Ada beberapa sistem upah tenaga kerja dalam usahatani, yaitu sistem upah harian tidak tetap, sistem upah harian tetap, sistem upah borongan, dan sistem upah kontrak. Konversi tenaga kerja untuk pria : wanita : anak adalah 1 : 0,8 : 0,5

3. Modal merupakan faktor produksi ketiga yang diartikan sebagai barang ekonomi, artinya bahwa modal merupakan sebagian dari hasil produksi, yang disisihkan untuk dipergunakan dalam proses produksi selanjutnya. Modal dapat berupa lahan, bangunan, peralatan, mesin, tanaman (benih/bibit), stok produksi dan uang tunai. Menurut sifatnya, modal dibedakan atas :

- Modal tetap, yaitu modal yang dapat digunakan untuk beberapa kali produksi. Yang termasuk modal tetap diantaranya adalah lahan usaha yang dimiliki, bangunan, traktor dan bajak, tanaman budidaya, ternak, alat pembasmi hama dan penyakit.

- Modal tidak tetap atau modal lancar, yaitu modal yang habis digunakan dalam satu kali produksi perlengkapan, uang tunai, benih, dan piutang. 4. Manajemen usahatani merupakan kemampuan petani dalam


(32)

manajemen dalam proses produksi akan tercermin dalam kualitas hasil usahatani yang diperoleh. Hal ini akan terlihat bahwa apabila suatu usahatani dikelola oleh tenaga yang mempunyai keahlian dan keterampilan yang tinggi, maka akan diperoleh hasil usahatani yang mempunyai kualitas yang tinggi denagn penggunaan faktor produksi yang efektif dan efisien. Dengan demikian, keberhasilan usahatani dapat diukur dari produktivitas yang tinggi dan ditentukan oleh pengelolaan yang baik dari setiap faktor-faktor produksi tersebut. Hal-hal yang menyebabkan petani sering kurang berhasil dalam mengelola usahatani adalah;

- Pengetahuan cara produksi (teknologi) yang kurang

- Tidak memiliki akses pada sumber-sumber permodalan

- Kurangnya informasi tentang kondisi pasar

- Belum mampu mengetahui perubahan ekonomi, politik, dan sosial budaya.

2.6. Perkembangan Wilayah

Konsep perkembangan wilayah dikembangkan dari kebutuhan suatu daerah untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehateraan masyarakat. Pengaruh globalisasi, pasar bebas dan regionalisasi menyebabkan terjadinya perubahan dan dinamika spasial, sosial, dan ekonomi antarnegara, antardaerah (kota/kabupaten), kecamatan hingga perdesaan. Pengembangan dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu wilayah untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya. Jadi pengembangan wilayah harus dipandang sebagai sutau proses yang memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi antar faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkembangan tersebut serta dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama sehingga diketahui runtutan peristiwa yang timbul yang akan mewujudkan peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap pembangunan ke tahap pembangunan selanjutnya (Sitorus, 2006).

Pengembangan perdesaan merupakan suatu pendekatan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pengembangan sistem usaha pertanian yang mengubah struktur kegiatan ekonomi dari yang bercorak subsisten ke modern, disertai dengan proses transformasi sosial dan lingkungan fisik. Pengembangan


(33)

wilayah merupakan suatu pendekatan pengarahan proses transformasi ekonomi, sosial, dan lingkungan ke dalam tatanan ruang berdasarkan pada pengembangan interaksi ekonomi antar regional, penyediaan infrastruktur dan pengembangan kawasan permukiman dengan mempertimbangakan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup untuk meningkatkan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Secara sederhana konsep pengembangan wilayah perlu dilakukan dalam perencanaan perdesaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memperkuat masyarakat di lapisan bawah agar dapat mempengaruhi pasar secara berkelanjutan.

Berdasarkan konsep wilayah nodal, pusat atau hinterland suatu wilayah dapat ditentukan dari kelengkapan fungsi pelayanan suatu wilayah. Secara teknis hal tersebut dapat dilakukan dengan mengidentifikasi jumlah dan jenis fasilitas umum, industri, dan jumlah penduduknya. Unit wilayah yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum, industri, dan jumlah penduduk dengan kuantitas dan kualitas yang secara relatif paling lengkap dibandingkan dengan unit wilayah lain akan menjadi pusat atau mempunyai hirarki lebih tinggi. Sebaliknya, jika suatu wilayah mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum, industri, dan jumlah penduduk dengan kuantitas dan kualitas paling rendah merupakan wilayah

hinterland dari unit wilayah yang lain (Rustiadi et al., 2009). Secara teoritis, hierarki wilayah sebenarnya ditentukan oleh tingkat kapasitas pelayanan wilayah secara totalitas yang tidak terbatas ditunjukkan oleh kapasitas infrastruktur fisiknya saja tetapi juga kapasitas kelembagaan, sumberdaya manusia serta kapasitas perekonomiannya. Dalam perencanaan tata ruang hierarki dapat ditentukan dengan teknik skalogram. Oleh karena itu, dalam penyusunan suatu hirarki dapat ditentukan jumlah jenis sarana. Hirarki dari pusat pelayanan yang lebih tinggi memiliki jumlah dan jenis sarana pelayanan yang lebih banyak dan lebih beragam dari pusat pelayanan yang berhirarki lebih rendah.


(34)

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian di lapangan dilaksanakan pada pertengahan bulan Februari hingga April 2010. Lokasi penelitian adalah areal perkebunan inti dan plasma milik PT. Perkebunan Nusantara-III yang berada di Desa Torgamba dan Desa Aek-Raso, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Provinsi Sumatera Utara (Gambar 1). Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu daerah perkebunan dengan budidaya tanaman kelapa sawit. Analisis data dilakukan di Laboratorium Perencanaan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

3.2. Jenis Data, Sumber Data dan Alat Penelitian

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber dan instansi-instansi terkait, seperti Peta Wilayah Kabupaten


(35)

Labuhanbatu Selatan Provinsi Sumatera Utara dari Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008, Laporan Bidang Tanaman dan Standar Operasional Prosedur (SOP) PT. Perkebunan Nusantara-III dari kantor Kebun Torgamba, serta data Potensi Desa (PODES) Kecamatan Torgamba tahun 2003 dan 2008 diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat komputer dengan perangkat lunak (software) yang terdiri dari Arc View 3.3 untuk koreksi geometrik dan pengolahan peta, Microsoft Office Excel dan Statistica 7.0 untuk pengolahan data.

3.3. Metode Pemilihan Responden

Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan metode acak sederhana. Penarikan contoh didasarkan pada jumlah responden sebesar 3.249 responden dan tersebar ke dalam tiga daerah KUD, yaitu KUD Aek Raso, KUD Aek Torop, dan KUD Batu Ajo. Metode ini dirasa yang paling tepat dan setiap sampel dari populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan responden. Selanjutnya setiap sampel dari populasi yang dijadikan responden dipilih secara acak.

Berhubung jumlah petani di plasma relatif banyak dan kondisinya relatif seragam, maka jumlah responden yang diwawancara dipertimbangkan cukup 2% saja dari jumlah petani pada tiga KUD yang ada. Jumlah responden pada masing-masing KUD tertera pada Tabel 3. Umur tanaman, status kepemilikan lahan, dan luas lahan yang diusahakan petani menjadi sumber keragaman utama produktivitas yang dipertimbangkan.

Tabel 3. Jumlah responden pada masing-masing KUD

Nama KUD Jumlah KK Proporsi responden Responden yang diwawancara

KUD Aek Raso 1.749 1.749×2% 34

KUD Aek Torop 709 709×2% 14

KUD Batu Ajo 791 791×2% 16

Jumlah responden 3.249 64

3.4. Teknik Analisis Data

3.4.1. Analisis Pengelolaan dan Pengolahan Kelapa Sawit di Kebun Torgamba


(36)

mengetahui mekanisme pengelolaan kebun dan pengolahan TBS secara langsung di lokasi penelitian. Dalam melaksanakan kegiatan magang tersebut digunakan beberapa metode pendekatan, yaitu :

1. Metode Observasi

Observasi dilakukan dengan mengamati keadaan sebenarnya yang terjadi di lapang. Pengamatan dilakukan terhadap beberapa aspek penting terkait pengelolaan perkebunan kelapa sawit, antara lain pembibitan, pemupukan, pemeliharaan jalan, panen, dan sebagainya.

2. Metode Wawancara

Dalam metode ini, dilakukan dialog dan proses komunikasi langsung dengan pihak terkait yang ada di lapangan serta pihak yang terlibat langsung dalam pelaksanaan di lapangan dan bertanggung jawab terhadap semua masalah teknis di lapangan.

3. Studi Pustaka

Dalam studi kepustakaan ini, data dikumpulkan dengan mempelajari berbagai literatur dari buku-buku atau jurnal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

4. Dokumentasi

Selama melaksanakan kegiatan di lapangan mahasiswa menggunakan foto atau gambar untuk memperkuat isi tulisan yang disusun.

3.4.2. Teknik Analisis Data Menggunakan Statistik Uji-t

Analisis ini dilakukan untuk membandingkan tingkat produktivitas antar afdeling dan tingkat produktivitas antar kelas umur tanaman di kebun Inti. Untuk menguji parameter dugaan dari masing-masing peubah apakah secara terpisah peubah ke-n berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebasnya digunakan uji statistik-t (Gujarati, 1995).

Statistik uji yang digunakan dalam uji-t:

t-hitung = , derajat bebas (n-k) Dimana :

Se(bi) = standar deviasi untuk parameter ke-n bi = koefisien regresi (parameter)


(37)

Jika thitung > ttabel, (α/2; n-k) maka tolak H0, artinya peubah yang diuji berpengaruh nyata (signifikan) terhadap variabel tak bebas pada taraf α persen.

Jika thitung < ttabel, (α/2; n-k) maka terima H0, artinya peubah yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas pada taraf α persen.

3.4.3. Analisis Ragam (ANOVA) dan Uji Lanjut Metode Tukey

Pengujian ragam (Analysis of Variance), dilakukan untuk menarik kesimpulan menerima atau menolak hipotesis. Jika hipotesis ditolak berarti variabel-variabel yang diuji memiliki perbedaan yang signifikan. Dalam statistik, teknik Uji lanjut digunakan untuk mengetahui variabel manakah yang memiliki perbedaan yang signifikan. Dalam penelitian ini digunakan metode Tukey dengan pertimbangan metode tersebut relatif sensitif terhadap pengaruh perubahan variabel penjelas terhadap produktivitas sampai tingkat kepercayaan 70%. Analisis ragam dilakukan berdasarkan desain faktorial dengan perlakuan umur tanaman dan status kepemilikan lahan. Umur tanaman dibagi atas 5 kelas yaitu (0-5) tahun, (6-10) tahun, (11-1(0-5) tahun, (16-20) tahun, dan >21 tahun. Status kepemilikan terdiri dari 3 kelas yaitu garap, sewa, dan milik sendiri.

Pada metode Tukey, semua perbandingan perlakuan yang mungkin, ditetapkan kesalahannya sebesar α. Besaran α ditetapkan yaitu sebesar 5%. Apabila t-hitung yang diperoleh lebih besar dari pada nilai t-tabel pada taraf nyata 5%, maka terdapat perbedaan yang signifikan antara peubah yang diamati dan demikian juga sebaliknya.

3.4.4. Analisis Faktor (Factor Analysis) dan Regresi Berganda (Multiple Regression)

Teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas kelapa sawit adalah dengan Analisis Faktor (Factor Analysis) kemudian dilanjutkan dengan Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis).

Analisis Faktor (Factor Analysis)

Analisis Faktor (Factor Analysis atau FA) merupakan salah satu teknik analisis yang dapat menciptakan variabel baru sebagai pengganti variabel-variabel


(38)

Tujuan analisis faktor adalah untuk menemukan suatu variabel-variabel baru, yang disebut komponen utama, yang dapat mewakili variabel-variabel indikator asal. Pada penelitian ini, analisis faktor dilakukan karena potensi multikolinearitas cukup besar jika seluruh variabel asal terkait input produksi pertanian diikutsertakan dalam regresi berganda, sementara seluruh variabel input usahatani tersebut diharapkan masuk dalam permodelan.

Variabel-variabel indikator asal yang digunakan dalam analisis faktor adalah:

 X1 : Umur tanaman (Tahun)  X2 : Jumlah bibit (Rupiah)

 X3 : Kebutuhan pupuk (Kg/Ha/Th)  X4 : Jumlah pestisida (Rupiah)  X5 : Jumlah tenaga kerja (orang)  X6 : Peralatan (Rupiah)

 X7 : Biaya angkut panen (Rupiah)

 X8 : Pemupukan rutin, merupakan jadwal pemupukan yang dilakukan oleh petani apakah rutin atau tidak rutin. Dalam perhitungan dijadikan peubah boneka (dummy). Variabel dummy adalah variabel yang digunakan untuk membuat kategori data yang bersifat kualitatif (nominal). Bagi petani yang melakukan pemupukan rutin diberi nilai 1 sedangkan yang tidak rutin diberi nilai nol.

Analisis faktor terhadap data tersebut dilakukan beberapa kali hingga diperoleh hasil terbaik, yaitu: PC scores dengan nilai akar ciri (eigenvalues) di atas 70%; nilai akar ciri lebih besar dari 1; dan korelasi antar variabel-variabel asal dengan faktor-faktor baru pada factor loading dapat diinterpretasikan secara logis. Output data hasil analisis komponen utama umumnya memiliki variabel-variabel baru (faktor) yang lebih sedikit dan orthogonal, dengan nilai ragam (variance) yang relatif sama. Hasil analisis komponen utama adalah sebagai berikut:

a)

Nilai akar ciri (eigenvalues), yaitu nilai yang menggambarkan keragaman data pada variabel-variabel baru (faktor utama). Dengan kata lain, faktor utama hasil analisis faktor mampu menjelaskan keragaman data awal sekaligus


(39)

mewakili variabel-variabel asal sebesar nilai akar ciri tadi. Persamaan untuk memperoleh nilai akar ciri (eigenvalues) adalah:

[

y

y +

λ

(1

a

1

a

1

)] = [a

1

Sa

1 +

λ

1

(1

a

1

a

1

)]

b) Tabel kumulatif akar ciri (communalities), yaitu tabel yang menunjukkan besarnya nilai keragaman/keterwakilan data masing-masing variabel atau peubah asal terhadap faktor-faktor utama yang diperoleh.

c) Nilai pembobot (eigenvector) atau disebut sebagai PC loadings (factor loadings). Vektor pembobot adalah parameter yang menggambarkan hubungan (peran) setiap variabel dengan faktor ke-i.

Nilai loadings diperoleh dari persamaan berikut:

r

1

= a

1

λ

1 , Dimana :

λ1 : akar ciri (eigenvalues) komponen utama ke-1 r1 : nilai loadings ke-i

a1 : Nilai vektor pembobot utama ke-1

Jadi, loadings menunjukkan besarnya nilai korelasi antara variabel asal dengan komponen utama ke-i yang diinterpretasikan berdasarkan marked loading > 0,7. Nilai yang berkorelasi positif menyatakan bahwa faktor utama ke-i berbanding lurus dengan variabel penjelas. Sebaliknya, nilai dengan korelasi negatif menyatakan bahwa faktor utama ke-i berbanding terbalik dengan variabel penjelas. Nyata tidaknya korelasi antar komponen utama ke-i

terhadap peubah asal dapat diuji dengan persamaan berikut:

t = r

,

Dimana :

t : nilai t pada taraf nyata yang diinginkan n : contoh data yang dianalisis

r : nilai korelasi

d) Tabel PC scores (factor scores), yaitu tabel yang menyajikan nilai-nilai berupa besarnya titik-titik data baru hasil analisis faktor. Faktor inilah yang digunakan jika terdapat analisis lanjutan. Factor analysis (FA) dapat


(40)

antara dapat menghilangkan multikolinearitas data dan menyederhanakan satu set data dengan variabel besar. FA sebagai analisis akhir berfungsi dalam pengelompokkan variabel-variabel penting dari satu kelompok variabel penduga pada suatu fenomena sekaligus pemahaman akan struktur dan hubungan antar variabel.

Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis)

Selanjutnya, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas kelapa sawit di kebun plasma, maka dilakukan analisis regresi berganda dengan metode forward stepwise. Prinsip dasar metode forward stepwise adalah mengurangi banyaknya peubah di dalam fungsi tujuan dengan cara menyisipkan peubah penjelas satu per satu hingga diperoleh persamaan regresi yang paling baik.

Pada penelitian ini, analisis regresi berganda digunakan untuk menentukan model persamaan yang menjelaskan hubungan antara produktivitas sebagai variabel tujuan (dependent variable) dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas sebagai variabel penduga/penjelas (explanatory variable). Variabel-variabel penduganya adalah sebagai berikut:

 X1 : Pengalaman petani (tahun)  X2 : Pendidikan petani (tahun)

 Faktor-1 : Pestisida, tenaga kerja, peralatan, penen  Faktor-2 : Teknik pemupukan

 Faktor-3 : Umur tanaman dan bibit  d1 : Pekerjaan sampingan

Berdasarkan hasil kuesioner, ada petani yang memiliki pekerjaan sampingan selain usahatani kelapa sawit dan ada yang tidak (usahatani kelapa sawit menjadi prioritas utama). Untuk memudahkan perhitungan, bagi petani yang memiliki pekerjaan sampingan diberi nilai 1 sedangkan yang lainnya diberi nilai nol. Ini disebut sebagai peubah boneka (dummy).

 d2 : Status kepemilikan lahan, dalam perhitungan juga dijadikan sebagai peubah boneka (dummy).


(41)

d21 d22 Status

0 0 Garap

0 1 Sewa

1 1 Milik sendiri

Secara umum, hubungan antara variabel-variabel tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

Y = β0+ β1X1+ β2X2+ ….. + βnXn

Dimana : Y : Fungsi tujuan/peubah yang diduga (dependent variable) β0 : Nilai konstanta/koefisien fungsi regresi (intercept),

Diasumsikan nilai intercept sama dengan 0

βn : Nilai konstanta/koefisien variabel penjelas fungsi regresi X : Variabel penjelas/variabel yang diduga (independent variable) Ukuran kebaikan model regresi dapat dilihat dari beberapa parameter, diantaranya yang paling banyak dinilai adalah koefisien determinasi (R2) dan galat baku (standar error, SE). Model terbaik akan memiliki R2 mendekati 1 dan SE terkecil (Drapper&Smith, 1992). Selanjutnya pengujian untuk menilai variabel disebut berpengaruh nyata secara statistik jika teruji penting pada selang kepercayaan 85-95% (0,05<p-level<0,1). Variabel disebut berpengaruh sangat nyata secara statistik jika variabel tersebut teruji penting pada selang kepercayaan >95% (p-level<0,05).

3.4.5. Analisis Skalogram

Analisis skalogram digunakan untuk menetapkan indeks hirarki desa-desa di Kecamatan Torgamba berdasarkan jumlah unit dan jenis fasilitas pelayanan yang dimiliki masing-masing desa serta jarak ke fasilitas tersebut. Menurut Rustiadi et al. (2009), model untuk menentukan Indeks Perkembangan Desa (IPD) adalah :

IPDj =  I’ ij, Dimana : I’ ij = Iij – I i min SDi IPD = Indeks perkembangan desa ke-j


(42)

Sdi = Standar deviasi indeks perkembangan ke-i

Iij adalah data berupa jumlah unit fasilitas j terpilih yang ada di desa ke-i. Khusus beberapa fasilitas dengan data berupa aksesibilitas (jarak ke lokasi fasilitas) digunakan formula sebagai berikut: Iij = untuk Xij = 0, (artinya

fasilitas j berada di desa ke-i), maka: Iij = , Dimana Xij min adalah Xij terendah selain nol (Xij tidak sama dengan nol).

Variabel data yang digunakan dalam analisis ini tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Variabel-variabel yang Digunakan dalam Analisis Skalogram

Kelompok Indeks Variabel data yang digunakan

Fasilitas Pendidikan Jumlah TK, SD, SLTP, SMU, SMK, Pondok Pesantren/Madrasah Diniyah

Fasilitas Kesehatan

Jumlah Rumah Sakit, Poliklinik/Balai Pengobatan, Puskesmas, tempat praktek dokter dan bidan,

posyandu, polindes, apotik, toko obat khusus/jamu.

Fasilitas Sosial Jumlah Masjid, Surau/Langgar, Gereja Kristen/Katolik

Fasilitas Perekonomian Jumlah restoran, warung, koperasi

Aksesibilitas Pendidikan Jarak ke TK terdekat, SLTP terdekat, SMU terdekat, SMK terdekat

Aksesibilitas Kesehatan

Jarak ke Rumah Sakit, rumah bersalin,

poliklinik/balai pengobatan, puskesmas, tempat praktek dokter, apotik, toko obat khusus/jamu

Aksesibilitas Perekonomian Jarak ke pub/diskotik/karaoke, kantor pos, pertokoan terdekat, pasar terdekat

Penentuan tingkat perkembangan desa dapat dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Selang Hirarki Pusat Pelayanan

No. Nilai Selang (x) Kelas Hirarki Tingkat Hirarki

1 x ≥ (rataan IPD + Stdev IPD) I Tinggi

2 rataan IPD < x < Stdev IPD II Sedang


(43)

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kebun Inti

Secara geografis, PTP. Nusantara-III Kebun Torgamba terletak di Desa Torgamba berada pada 01˚42΄46˝ LU, 100˚16΄45˝BT dengan ketinggian ± 79 meter di atas permukaan laut. Kebun inti terletak ± 20 km dari Kota Kecamatan yaitu Kota Cikampak yang berada di Desa Aek Batu. Luas areal kebun inti adalah 6.386,26 ha.

Batas-batas wilayah Kebun Torgamba adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kebun Sei Baruhur/Desa Beringin Jaya 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kebun Sei Daun/Desa Sei Meranti 3. Sebelah Timur berbatasan dengan PIR Lokal Bagan Batu/Desa Bagan Batu 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kebun Sei Kebara

Jenis tanah pada areal tanaman kelapa sawit kebun Torgamba tergolong

Typic Paleudult (Podsolik Kuning) dan Typic Hapludult (Podsolik Coklat Kekuningan). Tekstur tanah tergolong liat berpasir dengan pH tanah sekitar 5,0-5,2. Kandungan C-Organik 0,08-1,01 %, N-total 0,08-0,11 % dan nisbah C/N sebesar 8,5-9,2 serta kadar P-tersedia berkisar 22 ppm. Kadar C, Ca, dan Mg dapat dipertukarkan sebesar 0,13 me K/100 g, 0,45 me Ca/100 g, dan 0,16 me Mg/100 g tanah. KTK tanah 5,28 me/100 g dan kejenuhan basa 14%. Topografi areal Kebun Torgamba bervariasi dari landai, bergelombang hingga berbukit dengan kemiringan lereng pada areal landai 3 – 8 %, bergelombang 10 – 15 %, dan berbukit 20 – 30 %.

4.2. Keadaan Umum Kebun Plasma

Kebun Plasma merupakan PIR (Perkebunan Inti Rakyat) Lokal milik PT. Perkebunan Nusantara-III yang berada di Desa Aek Raso. Kebun Plasma ini terdiri dari 3 KUD (koperasi unit desa) yakni KUD Aek Raso, KUD Aek Torop dan KUD Batu Ajo. Luas areal kebun di setiap KUD tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Luas Areal Kebun pada 3 KUD

No Nama KUD Luas areal (ha)

1 KUD Aek Raso 3.498


(44)

Adapun batas-batas areal kebun Plasma PIR-Lokal ini adalah : Sebelah Utara : PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Aek Raso; Sebelah Timur : PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Sei Kebara; Sebelah Selatan : PT. Tasik Raja (AIP);

Sebelah Barat : Kecamatan Simangambat, Tapanuli Selatan.

Secara geologis, areal kebun Plasma tergolong dalam formasi tersier dengan bahan induk batu pasir dan batuan liat. Fisiografi sebagian besar areal merupakan daerah lipatan dengan topografi datar sampai bergelombang. Jenis tanah yang terdapat di kebun ini umumnya adalah Typic Hapludult (Podsolik merah kekuningan) dan Typic Paleudult (Podsolik kuning). Typic Hapludult

terbentuk dari bahan reolit dan breksi dengan kelas drainase baik. Typic Paleudult

didominasi oleh fraksi liat. Kesuburan fisik tanah tergolong sedang dan struktur tanah gumpal dengan ukuran sedang dan perkembangan kuat. Konsistensi tanah tergolong teguh-sangat teguh dan stabilitas agregat tanah tergolong rendah. Warna tanah coklat kekuningan (10 YR, 5/8) sampai kuning (10 YR, 7/8) dengan kedalaman efektif tanah > 100 cm.

Typic Hapludult mempunyai status kesuburan tanah yang sedang. Kesuburan fisik tanah tergolong sedang dengan tekstur tanah liat berpasir, struktur tanah gumpal dan perkembangan kuat. Konsistensi tanah tergolong agak teguh dan stabilitas agregat tanah tergolong sedang. Kedalaman efektif tanah > 120 cm. Kelas kesesuaian lahan (KKL) secara potensial pada sebagian besar areal berkisar S2 dan S3 dengan faktor pembatas topografi dan curah hujan. Kisaran curah hujan dan hari hujan selama 5 tahun terakhir (2004-2008) adalah 1071 - 3840 mm/tahun dengan hari hujan 119 – 152 hari/tahun.

4.3. Keadaan Penduduk di Kecamatan Torgamba

Komposisi penduduk menurut golongan umur di Kecamatan Torgamba disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7 nampak bahwa komposisi penduduk golongan umur 18 tahun ke atas jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan golongan umur dibawah 18 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk di


(45)

Kecamatan Torgamba dominan masih produktif dan potensial untuk untuk menghasilkan barang dan jasa.

Tabel 7. Komposisi Penduduk Menurut Golongan Umur

No Golongan Umur Laki-laki (orang) Perempuan (orang)

1 0 - 5 tahun 6.236 7.884

2 6-12 tahun 13.189 14.100

3 13-18 tahun 9.648 9.185

4 > 18 tahun 15.901 17.987

Jumlah 44.974 49.158

Komposisi penduduk yang mempunyai pekerjaan menurut jenis kelamin yaitu pria 70 % dan wanita 30 %. Beberapa sumber mata pencaharian penduduk golongan umur di atas 18 tahun disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa 50% penduduk di Kecamatan Torgamba bermatapencaharian sebagai petani, 40 % sebagai buruh, dan sisanya hanya 10% yang bekerja selain sebagai petani dan buruh.

Tabel 8. Komposisi Jenis Mata Pencaharian Golongan Umur di atas 18 Tahun

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah %

1 Pegawai Kantor Pemerintahan 102 0,3

2 ABRI/POLRI 75 0,22

3 Pegawai Kantor Swasta 525 1,55

4 Nelayan - -

5 Buruh 13.555 40

6 Guru 1.016 3

7 Dagang 678 2

8 Lain-lain (Pengrajin, Penjual jasa) 745 2,2

9 Petani 16.944 50

10 Tidak bekerja 247 0,78

Jumlah 33.888 100


(46)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dan Pengolahan Tandan Buah Segar di PTPN-III Kebun Torgamba

Pengelolaan tanaman kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Torgamba meliputi proses-proses sebagai berikut: 1) Pemesanan Bahan Tanaman; 2) Pembibitan; 3) Persiapan Areal Tanam; 4) Penanaman Kelapa Sawit; 5) Pemeliharaan Tanaman; 6) Pemanenan TBS; 7) Pengangkutan Hasil Panen. Diagram alir dari proses pengelolaan tanaman kelapa sawit di Kebun Torgamba disajikan pada Gambar 2. Informasi diagram alir tersebut secara jelas dituangkan dalam Laporan Magang di Kebun Torgamba (Lampiran 5).

Tandan Buah Segar (TBS) yang telah dipanen di kebun diangkut ke lokasi Pabrik Minyak Sawit dengan menggunakan truk. Pengolahan buah kelapa sawit (TBS) dimaksudkan untuk memperoleh minyak dan inti sawit. Secara garis besar, proses pengolahan kelapa sawit dibagi ke dalam beberapa stasiun, yaitu: 1) Stasiun Penerimaan Buah; 2) Stasiun Rebusan (Sterilizer); 3) Stasiun Penebahan (Thresher); 4) Stasiun Pengempaan (Presser); 5) Stasiun Klarifikasi; 6) Stasiun Kernel. Diagram alir dari proses pengolahan TBS disajikan pada Gambar 3. Informasi diagram alir tersebut secara lengkap dikemukakan dalam Laporan Magang di PKS Kebun Torgamba (Lampiran 6).

5.1.1. Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit

Pengelolaan kebun di PTP. Nusantara-III Kebun Torgamba dari proses pembibitan sampai pengangkutan hasil panen sudah baik karena telah mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) PT. Perkebunan Nusantara-III. SOP PT. Perkebunan Nusantara-III memberikan penjelasan dan informasi kepada pekerja mengenai kegiatan yang harus dilakukan secara runtut dan berurutan dalam menyelesaikan pekerjaan.


(47)

Pemesanan Bahan Tanaman

Pembibitan (double Stage System)

Tahap Pre Nursery

Pemanenan TBS

Tahap Main Nursery

Pemberian serasah (mulching)

Mengukur&memancang jarak tanam

Pengangkutan hasil panen

Konservasi tanah

Penunasan di TM

Pemupukan Pembuatan titi panen beton

Pengendalian hama&penyakit Pembuatan bedengan

Pembuatan naungan Pengisian Babybag

Penanaman kecambah

Penyiraman Pemupukan

Pengendalian gulma manual

Pengisian Poly bag

Tranplanting bibit Menyusun petak areal bibitan

Pemupukan

Pengendalian gulma

Perumpukan Meluku (pengolahan tanah)

Pemetaan satuan blok Penebangan pohon

Pengimasan

Membuat terras (Tapak Kuda)

Membuat jaringan jalan&drainase Menanam kacangan penutup tanah

Membuat lubang tanam Memupuk lubang tanam

Pemeliharaan tanaman

Penanaman Kelapa sawit

Pemeliharaan jalan Pembuatan&pemeliharaan saluran air

Penyiangan Menanam kelapa sawit


(48)

Gambar 3. Diagram AlirProses Pengolahan TBS di Pabrik Kelapa Sawit Torgamba

Timbangan Loading Ramp

Sterilizer Thresser Digester

Janjang kosong

Screw Press

Cake Breaker Conveyor (CBC) Oil gutter

Cake Crude Oil

Stasiun Kernel Depericarper

Nut Transport

Stasiun Klarifikasi COT (crude oil tank)

Nut Polishing Drum

Nut Silo

Sand Trap

Vertical Clarifier Tank (VCT)

Oil tank Sludge Tank

Heavy sludge

oil sludge

Nut Grading Drum

Ripple Mill Super Cracker

Vacum Dryer Oil purifier

Sludge Separator (low speed) Buffer Tank

Fat-fit Storage tank

Dewatering drum

Claybath LTDS I dan II

Boiler

Kernel Storage Kernel Silo

Wet system Dry System

Kernel Silo Boiler inti cangkang inti cangkang


(49)

Selain itu, pengawasan asisten kebun kepada pekerja lapang juga cukup baik. Di kebun terdapat petugas khusus yang terlatih, tugasnya hanya memeriksa pelaksanaan hasil panen kelapa sawit di lapangan dan di TPH (tempat pengumpulan hasil) yang dilakukan pada setiap hari panen sesuai ketentuan yang berlaku. Petugas ini dinamakan Kap Inspeksi. Kap Inspeksi memberikan nilai kepada setiap pemanen sesuai norma yang ditetapkan.

Semangat atau etos kerja pekerja kebun masih kurang baik terutama dari masyarakat lokal, hal ini dapat dilihat antara lain dari kurangnya disiplin jam masuk dan pulang kerja serta keseriusan dalam bekerja. Guna meningkatkan etos kerja para pemanen, perusahaan memberikan premi sebagai penghargaan baik kepada petugas Kap Inspeksi maupun kepada setiap pemanen. Premi Petugas Kap Inspeksi bertujuan untuk meningkatkan disiplin, kegairahan kerja, dan tanggungjawab untuk mencapai sasaran perusahaan yang optimal. Dengan demikian akan berdampak pada peningkatan pendapatan yang saling menguntungkan bagi karyawan dan perusahaan.

Premi pemanen ditetapkan berdasarkan prestasi panen yang dicapai di atas basis tugas. Basis tugas adalah batas minimum yang harus yang dicapai pemanen (kg/hk) agar premi dapat dibayarkan. Premi diberikan setiap hari kepada pemanen secara merata atau tidak tergantung golongan. Tujuan dari pemberian premi adalah untuk meningkatkan produktivitas, rendemen minyak sawit, prestasi dan pendapatan karyawan.

Disamping itu, perusahaan juga memberikan imbalan jasa tahunan (ijt) berupa bonus kepada karyawan kebun yang tujuannya juga untuk memacu semangat/produktifitas kerja. Bonus diberikan dari laba yang diperoleh perusahaan. Semakin banyak produksi kebun maka laba perusahaan semakin besar sehingga bonus/ijt yang akan diterima karyawan juga akan semakin tinggi. Inilah yang memacu kinerja karyawan untuk terus meningkatkan produksi perkebunan.

5.1.2. Pengolahan Tandan Buah Segar

Pengolahan tandan buah segar (TBS) di PT. Perkebunan Nusantara-III kebun Tor Gamba dari stasiun penerimaan buah sampai stasiun kernel sudah


(50)

PKS Torgamba. Namun, sebagian buah yang masuk ke PKS Torgamba berasal dari pihak-III sehingga mutu TBS yang dibawa ke pabrik masih sulit untuk dikendalikan.

Dari hasil analisis laboratorium, kadar air dalam minyak dan inti sawit PKS Tor Gamba tahun 2009 masih dalam norma/standar kualitas minyak dan inti sawit yang ditetapkan. Demikian juga dengan hasil analisis kadar kotoran di dalam minyak dan inti sawit. Sementara itu, rata – rata ALB (Asam Lemak Bebas) minyak sawitnya meningkat 0,25%. Peningkatan ALB dapat disebabkan oleh adanya buah yang restan, yakni buah yang menginap dan belum sempat diolah pada hari yang sama ketika buah tersebut masuk ke Loading Ramp. Ada sekitar 70% buah yang masuk ke PKS Torgamba berasal dari pihak-III sehingga mutu produksi TBS yang dibawa ke pabrik tidak sepenuhnya dapat dikendalikan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu faktor kebersihan peralatan pabrik.

Produktivitas pabrik PKS Torgamba tergolong baik karena rendemen minyak yang dihasilkan pada tahun 2000 lebih dari 21% dan terus mengalami peningkatan sampai tahun 2009. Rendemen paling tinggi dicapai pada tahun 2005 dan 2006 yakni sekitar 23%, artinya tidak tertutup kemungkinan untuk dapat dilakukan peningkatan rendemen hingga 24%. Faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya rendemen adalah kualitas bahan baku TBS sesuai kriteria kematangan buah dan umur tanaman. Proses pengolahan hanya berperan menekan/meminimalkan kehilangan minyak.

5.2. Produktivitas Kelapa Sawit di Kebun Inti dan Plasma

5.2.1. Tingkat Produktivitas antar Afdeling dan Umur Tanaman di Kebun Inti

Hasil pembandingan tingkat produktivitas antar Afdeling di PTPN III Kebun Torgamba menunjukkan bahwa tingkat produktivitas Afdeling I berbeda nyata dengan Afdeling V dan VII, Afdeling II berbeda nyata dengan Afdeling VII, Afdeling III berbeda nyata dengan Afdeling V dan VII, serta Afdeling VI berbeda nyata dengan Afdeling VII. Produktivitas tertinggi terdapat pada Afdeling VII dengan rata-rata produktivitas sebesar 19.159 kg/ha. Produktivitas terendah


(1)

47

DAFTAR PUSTAKA

Huan, Lim Kim. 1987. Trial on longterm effects of application of POME on soil

properties, oil palm nutrition and yields. Proc. Of the 1987 International

Oil Palm/Palm Oil Conference PORIM.

Pamin, K., M. M. Siahaan, dan P. L. Tobing, 1996. Pemanfaatan limbah cair PKS

pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Lokakarya Nasional

Pemanfaatan Limbah Cair cara Land Application.


(2)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi Bidang : Laboratorium

Distrik Manajer Labuhan Batu-I

Petugas Sortasi Analisa Eff.

Treatment Analisa Material

Balance

Krani Laboratorium Mandor

Laboratorium

Mandor Sortasi Krani Produksi

Kabid. Pembiayaan Kabid. Teknik

Kabid. Tanaman

Analisa Losses Analisa

Contoh Analisa

Mutu Analisa

air

Kabid. Personalia/umum

Staf. Bidang Laboratorium

Analisa Limbah

Krani Pengiriman

Krani Timbangan


(3)

Lampiran 2. Struktur Organisasi Bagian Teknik

Asisten

Teknik

Krani Teknik

Mandor

CD/Traksi

Mandor

Instalasi

Pengolahan

Mandor

Listrik

Mandor

workshop

Mandor

instalasi Pipa

Pemb. Krani

Kepala

Kerja/Pemb.

Kepala kerja

Kepala

Kerja/Pemb.

Kepala kerja

Kepala

Kerja/Pemb.

Kepala kerja

Kepala

Kerja/Pemb.

Kepala kerja

Kepala

Kerja/Pemb.

Kepala kerja


(4)

Lampiran 3. Struktur Organisasi Bagian Pengolahan

Asisten

pengolahan

Mandor

Operator Loading Ramp Operator Rail Track Operator Sterilizer Operator Klarifikasi Operator Pressan Operator Hoisting Crane Operator Boiler Operator Kamar Mesin Operator Water Treatment Operator Hopper Operator Kernel Plant Operator Whell Loader Pembantu Operator Pemabntu Operator Pembantu Operator Pembantu Operator Pembantu Operator Pembantu Operator Pembantu Operator Pembantu Operator pembantu Operator


(5)

Lampiran 4. Struktur Organisasi Bagian Tata Usaha

Asisten Tata

Usaha

Krani

I ATU

Krani Gudang

Krani

Anggaran

Admi. Aktiva

Admi. Upah /

Pajak

Admi. Tata

Buku

Admi. Arsip /

Pos / Surat

Admi.

Finansial


(6)

Lampiran 5. Struktur Organisasi Bagian Personalia / Umum

Asisten

Personalia /

Umum

Krani

I APK

Krani DCC

Admi.

Keamanan

Krani

Jamsostek

Kepala

Perawat /

Polibun

Admi.

Umum

Krani

LPMU

Admi.

Koperasi

Operator

Komputer

Danton