Bagi Pantai Penelitian yang Relevan

a. Bagi Pantai

Alikodra 2012: 208 mengungkapkan bahwa selain potensi biologinya yang termasuk tinggi, terumbu karang juga berperan sebagai pelindung wilayah pesisir dari ancaman gelombang pasang. Ini membuktikan bahwa terumbu karang melindungi pantai serta aktivitas penduduk yang berada di sekita pantai. Selain itu juga menjaga kestabilan garis pantai agar tidak bergeser akibat abrasi.

b. Bagi Biota Laut

Terumbu karang merupakan habitat alami bagi berbagai biota laut. Seperti udang, berbagai jenis ikan dan sejenisnya. Karenanya, sangat keliru jika ada yang dengan sengaja merusak dan mengambili terumbu karang untuk tujuan memenuhi kebutuhan individu atau kelompok dengan cara menjual atau menggunakan sebagai bahan bangunan. Iyam 2006: 20 mengungkapkan bahwa terumbu karang bermanfaat sebagai tempat hidupnya ikan-ikan yang banyak dibutuhkan manusia untuk pangan, seperti ikan-ikan kerapu, ikan baronang, ikan hias, gurita, tripang dan lain-lain. Alikodra 2012: 219 menjelaskan bahwa konsep pengelolaan ekosistem terumbu karang atau ekosistem lainnya dan siapa pun pengelolanya, yang penting diperhatikan adalah jangan terjebak pada paradigma enviromentalis dangkal. Artinya hanya berhubungan dengan pengendalian dan manajemen lingkungan demi kepentingan manusia, sehingga perlu penanaman paradigma ekologi dalam deep ecology Deval, 1985 dalam Alikodra, 2012: 219 yang berakar pada persepsi realitas yang melampaui kerangka ilmiah hingga mencapai suatu kesadaran intuitif tentang kesatuan semua kehidupan. Pengertian ini sebagai modus kesadaran di mana individu merasa terkait dengan kosmos secara keseluruhan bukan hanya ekosistem terumbu karang. Maka menjadi jelaslah bahwa kesadaran ekologis itu juga menjadi benar-benar bersifat spiritual. Gagasan manusia individual yang terkait dengan kosmos terungkap dalam akar agama Saputra, 2006 dalam Alikodra 2012: 219. Untuk itu sudah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menjaga keseimbangan alam, agar tercipta sebuah keharmonisan hidup dalam setiap aspek kehidupan yang akan kita jalani. Belum ada kata terlambat untuk menyelamatkan terumbu karang. Kerusakan dapat dihindari jika ada pendidikan cinta lingkungan yang diberikan kepada masyarakat Sikabaluan, dengan begitu masyarakat disadarkan akan tanggungjawabnya untuk memelihara lingkungan. Kegiatan yang membuat masyarakat menjadi tahu akan pentingnya menjaga lingkungan dan sadar akan tanggungjawabnya untuk menjaganya inilah yang disebut empowering.

2.1.3 Pendidikan sebagai Sarana Empowering

2.1.3.1 Pendidikan Empowering

Kata empowerment dan empower diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi pemberdayaan dan memberdayakan, menurut Merriam Webster dan Oxfort English Dictionery dalam Prijono dan Pranarka 1996:3 mengandung dua pengertian yaitu : pengertian pertama adalah to give power or authority to, dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. Dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan dalam pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan. Pendidikan menurut Rechey Noor Syam, 2003: 3-4 dalam bukunya, Planing for Teaching, an Introduction, menjelaskan bahwa pendidikan adalah: “The term education refers to the broad function of preserving the life of the group through bringing new members into its shared concern. Education is thus a far broader process than that which occurs in schools. It is an essensial social activity by which cummunities continue to exist. In complex communities, this function is specialized and institutionalized in formal education, but there is always the education outside the school with which the formal process in related”. Richey dalam bukunya „Planning for teaching, an Introduction to Education‟ menjelaskan istila h „pendidikan‟ berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama membawa warga masyarakat yang baru generasi baru bagi penuaian kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat. Pendidikan merupakan suatu kegiatan secara sadar dan disengaja, penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan Soedijarto, 2008: 260. Kedewasaan yang dimaksud disini ialah aspek pengetahuan kognitif, sikap afektif, dan keterampilan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut haruslah terpenuhi di dalam diri siswa guna bekal hidup layak di tengah masyarakat. Akan tetapi kesemuanya harus dipulangkan kepada satu karakteristik, yaitu keterlibatan intelektual emosional siswa-siswa dalam pembelajaran yang bersangkutan: asimilasi dan akomodasi kognitif dalam pencapaian pengetahuan; perbuatan serta pengalaman langsung terhadap balikannya feed-back dalam pembentukan keterampilan motorik maupun kognitif dan sosial; dan penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai Isjoni dkk,2012:50. Hakikat pendidikan itu sendiri adalah untuk mengejar pencapaian kualitas hidup yang tinggi para peserta didiknya. Untuk itu pendidikan juga harus didesain sedemikian rupa agar peserta didik mampu memaknai setiap pembelajaran dengan baik. Pendidikan empowering munurut Sastrapratedja 2013: 14 pemberdayaan atau empowerment dapat diartikan sebagai kekuatan atau keberdayaan. Dalam istilah powerment, power diartikan sebagai 1 daya untuk berbuat power to, 2 kekuatan bersama power-with, dan 3 kekuatan dari dalam power-within. Power-to adalah kekuatan yang kreatif, yang membuat seseorang mampu melakukan sesuatu. Hal ini merupakan aspek individual dari pemberdayaan, yaitu membantu orang agar ia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, memecahkan masalah, bekerja dan membangun berbagai keterampilan dan pengetahuan. Pendidikan empowering menurut jurnal yang berjudul “Does Education Empower Women? Evidence from Indonesia” adalah: “Education may increase women’s bargaining power within their households because it endows them with knowledge, skills, and resources to make life choices that improve their welfare Duflo, 2012; Lundberg Pollak, 1993. Estimation of the effects of education on empowerment, however, is difficult because women’s preferences, family background, and community characteristics that affect both education and empowerment may be unobserved”. Perkiraan efek pendidikan pemberdayaan sulit karena preferensi perempuan, latar belakang karakteristik keluarga, dan masyarakat yang mempengaruhi baik pendidikan dan pemberdayaan mungkin tidak teramati Duflo dalam Sari, 2014: 34. Jika karakteristik teramati berkorelasi dengan pendidikan dan pemberdayaan perempuan, perkiraan paling biasa persegi efek pendidikan akan menjadi biasa. Kesimpulan dari definisi tersebut, peneliti menyimpulkan pengertian pendidikan tersebut dalam paradigma pendidikan sebagai humanisasi yang ditulis oleh Sastrapratedja bahwa pendidikan merupakan usaha untuk membantu membangun power-with, kekuatan bersama, yaitu agar peserta didik membangun solidaritas atas dasar komitmen pada tujuan dan pengertian yang sama untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi guna menciptakan kesejahteraan bersama. Dapat dikatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk menciptakan suatu caring society, suatu komunitas persaudaraan yang memperhatikan kepentingan semua pihak. Yang lebih penting lagi adalah bahwa pendidikan bertujuan membangun power-within, yaitu kekuatan spritual yang ada dalam diri peserta didik. Power-within inilah yang membuat manusia lebih manusiawi karena disitu dibangun harga diri manusia dan penghargaan terhadap martabat manusia dan nilai-nilai yang mengalir dalam martabat itu.

2.1.3.2 Empowering dalam Pembelajaran

Empowering dalam kegiatan pembelajaran bisa terjadi dalam bentuk apa pun. Seperti dalam penelitian ini, kegiatan empowering dalam pembelajaran dapat berupa hadirnya buku cerita yang memberikan pesan tentang sesuatu hal. Dalam buku tersebut diceritakan bahwa kerusakan terumbu karang akan menyebabkan penderitaan bagi biota laut. Jika biota laut punah, maka masyarakat Mentawai pun akan kehilangan salah satu sumber pangan ikan, gurita, udang, dan lain-lain. Buku cerita tersebut diharapkan dapat memotivasi anak-anak di Sikabaluan juga di kepulauan Mentawai pada umumnya, untuk mengkonservasi terumbu karang. Dengan demikian anak-anak dapat menjadi generasi pembaharu yang sungguh memahami tentang pentingnya memiliki kebiasaan menjaga terumbu karang. Inilah yang dimaksud dengan konsep pendidikan empoweringpemberdayaan Sastrapratedja 2013:14, yaitu pendidikan yang dapat membantu orang agar dapat mengambil tanggung jawab atas kehidupannya, dan berefleksi atas tindakannya. Aktivitas belajar siswa tidak hanya berpaku pada lingkungan sekolah atau di dalam kelas tapi juga di lingkungan luar sekolah. Bagi anak-anak, alam yang terbentang adalah semesta bermain dan belajar Farida, et al. 2012. Lingkungan sekolah bukan satu-satunya tempat belajar anak. Dengan melangkah ke luar kelas, bahkan keluar sekolah, pengalaman dan pengetahuan anak-anak akan berkembang lebih luas. Di luar kelas, anak-anak memiliki kesempatan yang lebih bervariasi untuk mengikuti berbagai petualangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI belajar yang mengandung nilai filosofis, teoritis, dan praktis. Dapat kita pahami bahwa dalam proses pembelajaran merujuk pada segala peristiwa events yang bisa memberikan pengaruh langsung terjadinya belajar pada manusia Kurniawan, 2014: 27. Pembelajaran yang berkutat di kelas dan lingkungan sekolah secara terus menerus bisa membosankan bagi anak-anak. Petualangan yang terbuka akan memantikkan kegembiraan, menghidupkan semangat, dan membuat belajar lebih menyenangkan. Outdoor learning efektif untuk pengembangan karakter dan wawasan anak, karena merupakan miniatur dari kehidupan yang sesungguhnya sesuai dengan konsep pemberdayaan empowering dalam upaya perubahan dan pertumbuhan dalam diri peserta didik dan perilaku yang tidak selalu mengutamakan perkembangan kognitif semata tetapi kepada peningkatan kemampuan individual untuk membentuk atau mengorganisir terus menerus hubungannya dengan dunia internal dan eksternal. Salah satu kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar kelas adalah conseravtion scout: program pengenalan konservasi lingkungan pada anak conservation scout pernah dilakukan oleh Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar PGSD kepada anak-anak usia dini dan sekolah dasar 3-12 tahun. Tujuan dari program ini adalah untuk menanamkan pendidikan karakter cinta lingkungan pada anak-anak. Davis dalam Sari 2014: 34 menuliskan bahwa hubungan antara anak dengan alam sekitarnya merupakan landasan yang penting untuk membangun hubungan yang baik antara manusia dengan alam. Secara alami, anak adalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI penjelajah alami. Mereka mengobservasi dan meneliti lingkungan di sekitar mereka secara alami dan belajar darinya learning by doing. Kegiatan jalan-jalan di pantai dan membaca buku cerita tentang terumbu karang serta conseravtion scout merupakan kegiatan pembelajaran empowering yang bertujuan untuk menanamkan sikap atau karakter cinta lingkungan kepada anak-anak sebagai generasi peduli lingkungan. Menanam bakau merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan kesadaran kepada anak-anak betapa pentingnya menjaga dan melestarikan terumbu karang untuk kelangsungan hidup semua mahkluk hidup. Selain dari menanam bakau, masyarakat khususnya anak-anak sekolah dasar di Mentawai harus diajarkan untuk tidak membuang sampah sembarangan. Dengan begitu anak turut ambil bagian dalam menjaga kelestarian lingkungan dan akan memiliki cinta terhadap lingkungan. Kesadaran anak untuk ambil bagian dalam menjaga lingkungan merupakan bentuk tanggungjawab mereka sebagai pionir untuk memelihara lingkungan yang dalam hal ini adalah terumbu karang. Maka penting bagi guru atau oarang tua memberikan pendidikan cinta lingkungan sedini mungkin yaitu pada saat anak mulai mengikuti pendidikan sekolah dasar.

2.1.4 Perkembangan Anak Usia 9-12 Tahun

2.1.4.1 Psikologis Perkembangan Anak Usia 9-12 Tahun

Piaget Suparno, 2001: 25 berpendapat bahwa pemikiran kanak-kanak berbeda pada masing-masing tingkatan. Ia membagi perkembangan pemikiran kanak- kanak menjadi empat tahap yaitu tahap sensorimotorik, praoperasional konkret, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI operasional konkret, dan operasional formal. Setiap tahap tersebut memiliki tugas perkembangan kognitif yang harus diselesaikan. Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas perkembangan anak usia 9 hingga 12 tahun yang berada pada tahap operasional konkret. Piaget Djiwandono, 2002:73 menjelaskan bahwa anak-anak yang berada pada tahap operasional konkrit umumnya mampu berpikir logis, mampu memperhatikan lebih dari satu dimesi sekaligus dan juga dapat menghubungkan suatu dimensi dengan dimensi lain, kurang egosentris, dan belum bisa berpikir abstrak. Dari penjelasan tersebut peneliti melihat adanya satu sisi perkembangan yang bisa dimanfaatkan yakni adalah kemampuan untuk menghubungkan dimensi satu dengan dimensi lain. Kemampuan ini merupakan daya imajinasi yang tinggi. Peneliti melihat bahwa pada usia 9-12 tahun anak memiliki kemampuan untuk cepat beradaptasi dengan lingkungan bermain, dan mudah mengikuti pola dinamika belajar yang menyenangkan. Pada tahap ini anak-anak juga senang dengan hal-hal yang berbau cerita dan mewarnai gambar. Masa anak merupakan suatu fase yang sangat penting dan berharga, serta merupakan masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia a noble and malleable phase of human life. Oleh karenanya masa anak sering dipandang sebagai masa emas golden age bagi penyelenggaraan pendidikan. Masa anak merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada fase inilah terjadinya peluang yang sangat besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang karakter. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Hal inilah yang menjadi alasan peneliti untuk mengembangkan prototype buku cerita tentang terumbu karang untuk menyadarkan anak-anak tentang pentingnya memelihara terumbu karang di kepulauan Mentawai serta membantu persepsi siswa anak 9-12 tahun tentang pentingnya mencintai lingkungan sekitar.

2.1.4.2 Ciri Sosiologis Anak Usia 9-12 Tahun

Erikson Nuryanti, 2008: 25 menyatakan delapan tahap perkembangnan Psikologi Sosial Anak yang dimana pada usia sekolah dasar anak pada tahap empat yaitu Industry vs Inferiority tekun versus rasa rendah diri. Tahap ini kira-kira dilalui ketika anak melaui usia sekitar 6 sampai 12 tahun. Pada tahap ini anak-anak mempelajari keterampilan yang lebih formal, seperti: a berhubungan dengan teman sebaya berdasar pada aturan-aturan tertentu, b berkembang dari pola bermain yang bebas menuju permainan yang menggunakan aturan dan memerlukan kerjasama kelompok, dan c menguasai materi pelajaran sosial, membaca, dan matematika. Berdasarkan pendapat dan penejelasan tersebut, peneliti mengembangkan sebuah prototype buku cerita untuk anak supaya dapat memahami pelajaran sosial dan membaca. Prototype buku tersebut dapat dibaca bersama-sama atau secara pribadi yang kemudian diceritakan kepada sesama temannya, dengan begitu buku tersebut dapat menjadi sarana untuk melatih keterampilan berhubungan dengan teman. Selain itu, buku tersebut dapat membantu anak mengasah keterampilan membaca yang sekaligus melatih anak mengembangkan imajinasinya terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungnnya. Kesempatan inilah yang menginspirasi peneliti membuatkan sebuah buku cerita yang memberikan dorongan bagi anak Mentawai, mengarahkan rasa percaya dan rasa aman serta inisiatif yang tinggi untuk melindungi kekayaan alamnya seperti terumbu karang. Anak usia sekolah dasar masih sangat mudah dibentuk pola pikir dan karakter akan cinta terhadap lingkungan. Seperti yang dinyatakan oleh Piaget dan Kohlberg Gunarsa dan Yulia, 2008: 69 bahwa anak usia 6-12 tahun mengalami tahap perkembangan moral secara teratur mulai dari kosep „tingkahlaku baik‟ sebagai suatu tindakan yang khusus seperti „patuh pada ibu‟ dilanjutkan tahap konsep selajutnya „mencuri adalah salah‟ sampai dengan kejujuran, hak milik, keadilan dan kehormatan. Pada masa ini, pada anak juga terdapat dorongan untuk melakukan perbuatan- perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Buku cerita yang dalam hal ini sebagai media untuk menyadarkan anak merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk empowering. Buku cerita bisa digunakan di dalam kelas atau di luar kelas. Peran media yang efektif inilah memungkinkan anak bisa mengembangkan imajinasinya tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar kelas.

2.1.5 Peran Media Pembelajaran Dalam Konteks Pendidikan Empowering

2.1.5.1 Pengertian Media

Munadi 2008: 6 menyatakan bahawa kata media berasal dari Bahasa Latin, yakni medius tengah atau perantara. Perantara yang berarti yang mengantarkan atau menghubungkan atau menyalurkan sesuatu hal dari satu sisi ke sisi lainnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Smaldino, dkk 2011: 7 mengatakan bahwa media merupakan sarana komunikasi yang membawa informasi antara sebuah sumber dan sebuah penerima. Arsyad 2007: 4-5 juga mengemukakan bahwa media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dari ketiga pernyataan tersebut apabila disimpulkan merupakan pernyataan yang saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Dengan demikian, pengertian media menurut ketiga ahli tersebut adalah sarana komunikasi yang menjadi perantara informasi yang akan diterima oleh siswa. Winkel 2004: 318 menyatakan media pengajaran diartikan sebagai suatu sarana nonpersonal bukan manusia yang digunakan atau disediakan oleh tenaga pengjar, yang memegang peranan dalam proses belajar mengajar, untuk mencapai tujuan isntruksional. Dari pandapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau saluran komunikasi yang dapat merangsang pemikiran siswa, meningkatkan minat belajar, dan yang terpenting bahwa pembelajaran akan lebih mudah baik itu di dalam kelas ataupun di luar kelas. Rahadi dalam Riyani 2011: 33 menyatakan bahwa sumber belajar memiliki cakupan yang lebih luas dari pada media pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latarlingkungan. Dalam penelitian ini hanya akan membahas mengenai buku cerita bergambar sebagai media untuk sarana empowering anak-anak Mentawai agar mencintai dan merawat alamnya yang dalam hal ini adalah terumbu karang. Kamus Besar Bahasa Indonesia 1998: 152 dalam Riyani 2011: 33 menjelaskan bahwa buku diartikan sebagai “lembar kertas yang berjilid, berisi atau kosong”. Pengertian ini sangat sederhana dan umum tetapi secara khusus menyatakan bahan, susunan, dan isi sebuah buku.

2.1.5.2 Media Pembelajaran

Menurut Heinich yang dikutip oleh Arsyad 2011: 4, media pembelajaran adalah perantara yang membawa pesan atau informasi bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran antara sumber dan penerima. Hal tersebut sama seperti yang dinyatakan oleh Criticos yang dikutip oleh Daryanto 2010: 4 media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komikator menuju komunikan. Media pembelajaran yang digunakan memiliki jumlah yang banyak, dan dapat dikolompokkan menjadi beberapa bagian. Menurut Arsyad 2011: 29 media dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok berdasarkan teknologi yang digunakan yaitu: 1 Media hasil teknologi cetak 2 Media hasil teknologi audio-visual 3 Media hasil teknologi yang berdasarkan komputer 4 Media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer. Berdasarkan klasifikasi media di atas, media buku cerita bergambar “Derita Aat Si Gurita Kecil” termasuk klasifikasi media hasil teknologi cetak. Seperti yang dijelaskan dalam spesifikasi produk bahwa prototipe buku cerita bergambar “Derita PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Aat si Gurita Kecil” merupakan media dua dimensi yang dicetak terdiri atas cover, 20 gambar yang disertai narasi pendek dan juga evaluasi. Media pembelajaran mempunyai fungsi yang besar dalam memberikan pengetahuan yang mudah dipahami oleh anak. Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Sadiman, dkk 2012: 17 bahwa kegunaan media antara lain: 1 memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan, 2 mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, 3 penggunaan media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik, 4 memberikan perangsang belajar yang sama, 5 menyamakan pengalaman, 6 menimbulkan persepsi yang sama.

2.1.5.3 Media Cetak

Menurut Susilana dan Riyana dalam Riyani 2011: 37 media cetak adalah media visual yang pembuatannya melalui proses pencetakanprinting atau offset. Media cetak ini menyajikan pesannya melalui huruf dan gambar-gambar yang diilustrasikan untuk lebih memperjelas pesan atau informasi yang disajikan. Media cetak ini memiliki beberapa jenis yaitu buku, surat kabar dan majalah, ensiklopedi atau kamus besar, pengajaran terpogram atau komik Daryanto, 2010: 24. Maka berdasarkan jenis media cetak tersebut, media prototype buku cerita “Derita Aat Si Gurita Kecil” termasuk dalam media cetak jenis buku. Media cetak juga termasuk dalam media grafisvisual sehingga dalam mengembangkannya harus memperhatikan prinsip-prinsip visual. Berikut prinsip pengembangan media cetak dalam Arsyad 2013: 103-108: 1 Kesederhanaan Secara umum kesederhanaan mengacu pada jumlah elemen yang terkandung dalam suatu visual. Jumlah elemen yang lebih sedikit memudahkan anak menangkap dan memahami pesan yang disajikan. Pesan atau informasi yang panjang harus dibagi dalam beberapa bahan visual agar mudah dibaca dan mudah dipahami. Kata-kata harus memakai huruf sederhana dengan gaya huruf yang mudah terbaca dan tidak terlalu beragam dalam serangkaian tampilan. Kalimat-kalimatnya harus ringkas, padat dan mudah dimengerti. Maka, dalam pengembangan media prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” menggunakan prinsip kesederhanaan dengan penggabungan elemen antara gambar yang lebih dominan dengan teks sederhana sebagai pemberi kejelasan. 2 Keterpaduan Keterpaduan mengacu pada hubungan antar elemen-elemen visual yang ketika diamati akan berfungsi secara bersama-sama. Elemen-elemen tersebut harus saling terkait dan menyatu sebagai satu keseluruhan yang merupakan suatu bentuk menyeluruh yang dapat membantu pemahaman pesan dan informasi yang dikandungnya. Dalam pengembangan media prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil”, antara elemen gambar dan teks saling terkait, karena gambar berfungsi memberikan visualisan suatu kondisi dalam teks cerita. Seperti salah satu kodisi dalam cerita yang menunjukan kesedihan, maka ada gambar Gurita sebagai Ibu dari Aat sedang mengeluarkan air mata. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 Penekanan Prinsip penekanan harus diperhatikan, meskipun penyajian secara visual dirancang sesederhana mungkin, seringkali konsep yang ingin disajikan memerlukan penekanan terhadap salah satu unsur yang akan menjadi pusat perhatian anak. Menggunakan ukuran, hubungan-hubungan, perspektif, warna atau ruang, penekanan dapat diberikan kepada unsur terpenting. Penekanan dalam media prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” nampak pada persepktif yang memberikan gambaran pengalaman pada anak. 4 Keseimbangan Keseimbangan mencakup dua macam, yaitu keseimbangan formal simetris dan kesimbangan informal asimetris. Bentuk atau pola yang dipilih sebaiknya menempati ruang penyangan yang memberikan persepsi keseimbangan, meskipun tidak seluruhnya simetris. Keseimbangan yang simetris memberikan kesan yang statis, sebaliknya kesimbangan yang asimetris akan memberikan kesan dinamis. Dalam media prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” menggunakan keseimbangan asimetris dengan penayangan gambar sesuai dengan kondisi yang disampaikan dalam teks. 5 Garis Garis digunakan untuk menghubungkan unsur-unsur sehingga dapat menentukan perhatian anak untuk mempelajari suatu urutan-urutan khusus. Fungsi garis adalah sebagai penuntun bagi para pengamat anak, dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mempelajari rangkaian konsep, gagasan makna atau isi materi yang disampaikan. Selain itu, garis juga berfungsi untuk membatasi masing-masing elemen. Bentuk garis tidak harus tegak lurus, tetapi dapat menyesuaikan penempatan elemen-elemen tersebut. 6 Bentuk Bentuk yang aneh dan asing bagi anak dapat membangkitkan minat dan perhatian. Oleh karena itu, pemilihan bentuk sebagai unsur visual dalam penyajian pesan, informasi atau isi materi perlu diperhatikan. Dengan demikian, pada prinsip ini untuk prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” digunakan tokoh gurita yang unik. Dalam gambar pun diberi warna agar dapat menarik perhatian anak. 7 Tekstur Tekstur adalah unsur visual yang dapat menimbulkan kesan kasar atau halusnya permukaan. Tekstur dapat digunakan untuk penekanan, aksentuasi atau pemisahan, serta menambah kesan keterpaduan dari suatu unsur seperti halnya warna. Maka pengembangan media ini, unsur tekstur tidak diperlukan karena lebih menonjolkan penggunaan gambar dan warna. 8 Warna Warna digunakan untuk memberikan kesan pemisahan atau penekanan atau untuk membangun keterpaduan. Di samping itu, warna dapat mempertinggi tingkat realisme objek atau sistuasi yang digambarkan, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menunjukkan persamaan dan perbedaan, dan menciptakan respon emosional tertentu. Arsyad 2013: 108 mengemukakan ada tiga hal penting yang harus diperhatikan ketika menggunakan warna, yaitu: 1 pemilihan warnna khusus merah, biru, kuning, dan sebagainya, 2 nilai warna tingkat ketebalan dan ketipisan warna tersebut dibangdingkan dengan unsur lain dalam visual tersebut, dan 3 intensitas atau kekuatan warna itu untuk memberikan dampak yang diinginkan. Setiap anak menyukai warna yang cerah seperti merah, hijau, kuning dan lain-lain. Dalam hal pengembangan media ini, peneliti menggunakan warna-warna yang yang tingkat keserasian dengan objek yang mau digambarkan seperti warna-warna biota laut yang ada di terumbu karang.

2.1.5.4 Pengertian Buku Cerita Bergambar

Cerita bergambar sebagai media grafis yang dipergunakan dalam proses pembelajaran, memiliki pengertian praktis, yaitu dapat mengkomunikasikan fakta- fakta dan gagasan secara jelas dan kuat melalui perpaduan antara pengungkapan kata- kata dan gambar. Mitchell dalam Sari 2010: 34 mengatakan, “Picture storybooks are books in which the picture and text are tightly intertwined. Neither the picture nor the words are selfsufficient; they need each other to tell the story”. Pernyataan tersebut memiliki makna bahwa buku cerita bergambar adalah buku yang di dalamnya terdapat gambar dan kata-kata, dimana gambar dan kata-kata tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling bergantung agar menjadi sebuah kesatuan cerita. Sedangkan Rothlein dan Meinbach dalam Sari 2010: 34 mengemukakan bahwa “a picture storybooks conveys its message through illustrations and written text; both elements are equally imp ortant to the story”. Ungkapan ini mengandung pengertian bahwa buku cerita bergambar adalah buku yang membuat pesan melalui ilustrasi yang berupa gambar dan tulisan. Gambar dan tulisan tersebut merupakan kesatuan. Berikut beberapa karakteristik buku cerita bergambar menurut Sutherland dalam Sari 2010: 34 antara lain adalah: a buku cerita bergambar bersifat ringkas dan langsung; b buku cerita bergambar berisi konsep-konsep yang berseri; c konsep yang ditulis dapat dipahami oleh anak-anak; d gaya penulisannya sederhana; e terdapat ilustrasi yang melengkapi teks. Berdasarkan beberapa definisi di atas jelas bahwa prototype buku cerita “Derita Aat Si Gurita Kecil” adalah sebuah cerita yang ditulis dengan gaya bahasa ringan, cenderung dengan gaya obrolan, dilengkapi dengan gambar yang merupakan kesatuan dari cerita untuk menyampaikan fakta atau gagasan tentang kehidupan terumbu karang yang dirusak oleh manusia. Cerita dalam cerita bergambar juga seringkali berkenaan dengan pribadipengalaman pribadi sehingga pembaca mudah mengidentifikasi dirinya melalui perasaan serta tindakan dirinya melalui perwatakan tokoh-tokoh utamanya. Buku cerita bergambar memuat pesan melalui ilustrasi dan teks tertulis. Kedua elemen ini merupakan elemen penting pada cerita. Buku-buku ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI memuat berbagai tema yang sering didasarkan pada pengalaman kehidupan sehari- hari anak. Karakter dalam buku ini dapat berupa manusia dan binatang. Seperti cerita dalam buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” merupakan gambaran berkenaan dengan pengalaman pribadi anak dimana terumbu karang yang menjadi sumber daya alam yang ada di lingkungan dieksploitasi secara sembarang tanpa anak menyadari bahwa hal itu merusak terumbu karang. Dan dengan kehadiran prototype buku cerita tersebut anak akan dengan mudah memahami makna atau pesan yang disampaikan dalam cerita karena itu terjadi dalam kehidupan mereka dan ada disekitar mereka. Penelitian yang berkaitan dengan pemberdayaan, buku cerita anak dan bagaimana anak mengekspresikan imajinasinya melalui berbagai media sudah diteliti oleh banyak orang. Seperti halnya penelitian pengembangan prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” dalam kontek empowering pada anak diperkuat oleh adanya beberapa penelitian yang relevan yang mendukung.

2.2 Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yaitu : Pertama, penelitian yang berjudul “Upaya The Nature Conservancy Dalam Konservasi Terumbu Karang Dan Lingkungan Pesisir Di Kawasan Perairan Nusa Penida, Bali” yang dilakukan oleh Savitri dkk 2013. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa kepedulian terhadap terumbu karang adalah tanggung jawab bersama sebagai warga masyarakat dunia secara umum. Salah satu bentuk tanggung jawab dalam memperhatikan kelesetarian terumbu karang adalah organisasi non pemerintah yang bernama The Nature Conservancy atau disingkat TNC. Dalam penelitian ini menjelaskan bahwa penting bagi masyarakat Nusa Penida mendapatkan sosialisasi dan pelatihan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui latar belakang pengetahuan dan pendidikan setiap masyarakat. Dengan begitu masyrakat Penida tersadarkan bahwa kekayaan hayati yang dimiliki saat ini seperti terumbu karang hanyalah sebuah titipan yang harus diwariskan kepada generasi penerus. Dengan adanya kesadaran seperti ini masyarakat bisa kembali memperkuat kebijakan adat yang sudah ada sebelumnya. Kedua, penelitian ini berjudul “Kampanye Edukasi Eksplorasi Terumbu Karang Untuk Anak Sekolah Dasar di Bali Melalui Desain Komunikasi Visual” yang ditulis oleh Kurniawan 2013. Dalam penelitian ini dibahas bahwa tujuannya adalah bagaimana menciptakan media komunikasi visual yang membantu anak dalam proses edukasi. Pentingnya desain buku cerita yang menarik perhatian anak serta mempermudah anak lebih memahami apa yang dia pelajari dan juga terjadi sebuah konsep belajar yang “fun” yang biasa di sebut dengan Education with Fun. Konsep terseebut merupakan penggambaran dari proses edukasi atau pembelajaran untuk anak dengan cara menyenangkan sehingga komunikasi berjalan efektif. Ketiga, penelitian dengan judul “Pengembangan Media Pembelajaran Memahami Cerita Legenda dengan Buku POP-UP untuk Siswa SMP Kelas VIII di Kabupaten Pati” yang ditulis oleh Nugraheni 2015. Penelitian ini menjelaskan prototype media pembelajaran berupa buku Pop-Up berisikan gambar-gambar ilustrasi cerita dengan tampilan tiga dimensi pada setiap halamannya. Prototype ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mempermudah siswa untuk memahami cerita legenda dengan baik. Gambar-gambar yang terdapat dalam ilustrasi cerita membantu siswa untuk mengimajinasikan cerita tersebut, sehingga ada motivasi dan niat untuk mencari tahu isi cerita legenda yang terdapat dalam prototype tersebut. Selain membantu siswa untuk berimajinasi, keberadaan gambar yang menarik membuat siswa tidak bosan dalam belajar atau membaca. Berdasarkan tiga penelitian tersebut, peneliti mendapatkan inspirasi: 1 berkaitan penelitian dengan tujuan pengadaan pelatihan kepada masyarakat pesisir di kawasan perairan Nusa Penida untuk menumbuhkan kepedulian dalam merawat terumbu karang. Peneliti mendapat masukan betapa pentingnya pemberdayaan dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya kepedulian dan tanggung jawab akan lingkuangan. 2 Dari penelitian tentang desain komunikasi visual yang menarik dan menyenangkan anak sehingga memotivasi anak dalam memahami terumbu karang, peneliti terinspirasi untuk membuat suatu desain media pembelajaran berupa buku cerita untuk membantu anak dalam mengembangkan imajinasinya akan pentingnya memelihara terumbu karang, 3 Dari penelitian yang menghasilkan media buku cerita tiga dimensi tentang legenda. Prototype berisi gambar tiga dimensi membantu anak untuk mengimajinasikan isi cerita legenda tersebut, sehingga anak akan terbantu untuk memahami legenda. Ulasan dari tiga penelitan tersebut semakin memperkuat penelitian pengembangan yang dilakukan oleh peneliti tentang prototype buku cerita. Dengan begitu, peneliti mendapat inspirasi untuk membuat media buku cerita dalam bentuk fabel. Apabila dibuat dalam bentuk skema, maka konsep skema yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Gambar 2.1. Bagan Penelitian yang Relevan 2.3 Kerangka Berpikir Ide dari Savitri, dkk tentang Perlunya pelatihan kepada masyarakat pesisir di kawasan perairan Nusa Penida untuk menumbuhkan kepedulian dalam merawat terumbu karang dan dari Kadek Karina Kurniawan tentang menciptakan media komunikasi visual dalam proses edukasi terumbu karang, serta ide dari Silvia Oti Nugraheni tentang media berisi gambar tiga dimensi tentang cerita legenda dapat Penelitian II Kadek Karina Kurniawan Penelitian I Santhi Pradayini Savitri,dkk Upaya The Nature Conservancy dalam Konservasi Terumbu Karang dan Lingkungan Pesisir di Kawasan Perairan Nusa Penida, Bali Perlunya pelatihan kepada masyarakat pesisir di kawasan perairan Nusa Penida untuk menumbuhkan kepedulian dalam merawat terumbu karang. Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak Tentang Terumbu Karang Untuk Anak 9-12 Tahun Dalam Konteks Empowering” Masyarakat Mentawai. Kampanye Edukasi Eksplorasi Terumbu Karang untuk Anak Sekolah Dasar di Bali melalui Dasain Komunikasi Visual Perlunya media komunikasi visual dalam bentuk buku cerita dalam proses edukasi yang menyenangkan Media berisi gambar tiga dimensi tentang cerita legenda dapat membantu siswa mengimajinasikan isi cerita legenda. Pengembangan Media Pembelajaran Memahami Cerita Legenda dengan Buku POP-UP untuk Siswa SMP Kelas VIII di Kabupaten Pati Penelitian III Silvia Oti Nugraheni membantu siswa mengimajinasikan isi cerita legenda, menginspirasi peneliti untuk mengembangkan prototype buku cerita. Prototype yang peneliti kembangkan berupa buku cerita dengan judul “ Derita Aat si Gurita Kecil”. Prototype buku cerita tersebut dapat dijadikan sarana pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas untuk menumbuhkan kesadaran dan rasa tanggung jawab akan pentingnya memelihara terumbu karang yang menjadi salah satu kekayaan hayati kepulauan Mentawai Masyarakat Mentawai mempunyai tingkat pendidikan yang cukup rendah. Melihat dunia pendidikan di Mentawai khususnya di tingkat SD yang masih rendah, minimnya bahan ajar salah satunya buku, dan minimnya media pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam mengajar, maka sebagai calon guru peneliti ikut menyumbangkan pemikiran untuk menyediakan salah satu media buku cerita bergambar karena buku merupakan media yang penting untuk belajar. Media buku cerita bergambar itu penting karena anak dapat mengeskpresikan perasaannya atau memberikan pada anak suatu cara untuk berkomunikasi melalui cerita berkaitan dengan imajinasi. Hasil pengamatan yang didukung oleh data pra penelitian melalui pembagian kuesioner kepada 22 anak dan 14 guru di SDK. St.Fransiskus Sikabaluan, menunjukkan bahwa terumbu karang di Mentawai saat ini dalam kondisi sangat memprihatinkan dimana banyak ditemukan terumbu karang yang mengalami kerusakan akibat ulah manusia maupun secara alami karena gempuran ombak. Kerusakan itu terjadi karena ulah masyarakat yang melakukan penagkapan ikan secara liar yakni dengan menggunakan bom yang mengakibatkan tidak hanya ikan yang mati tetapi juga terumbu karang ikut mati dan hancur. Selain itu masyarakat pun melakukan eksploitasi terhadap terumbu karang dengan mengambil terumbu karang untuk digunakan sebagai bahan bangunan. Hal tersebut membuat peneliti menjadi prihatin sehingga peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak Tentang Terumbu Karang dalam Konteks Empowering Masyarakat Mentawai Untuk Anak 9-12 Tahun ” supaya dapat digunakan oleh peneliti untuk memberikan pembelajaran dalam konteks empowering. Prototype yang peneliti susun tersebut mendapat inspirasi dari penelitian yang relevan dari Savitri, dkk dan Kadek Karina Kurniawan yang sama-sama memberikan informasi konservasi terumbu karang sehingga menjadi wadah edukasi peduli lingkungan. Prototipe buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” yang peneliti susun terdiri dari dua puluh gambar dengan teks narasi disetiap gambarnya. Kedua puluh gambar tersebut memberikan informasi bagaimana terumbu karang memiliki arti penting dalam kelangsungan hidup biota laut lainnya yang mendiami terumbu karang. Selain itu, terdapat evaluasi di akhir cerita tujuannya agar menggugah kesadaran anak untuk memiliki motivasi menjaga kelestarian terumbu karang.

2.4 Pertanyaan Penelitian