Deskripsi Kualitas Prototype Buku Cerita

siswa mengatakan bahwa dengan adanya buku cerita memotivasi mereka untuk menjaga kelestarian terumbu karang.

4.2 Pembahasan

Nilai validasi prototype buku ceri ta “Derita Aat si Gurita Kecil” adalah 54 maka layak diuji cobakan. Uji coba peneliti lakukan pada tanggal 16-19 Juni 2015 di SD St.Fransisikus, Sikabaluan. Hasil persepsi siswa seusai uji coba adalah 54.54 siswa memahami dampak kerusakan terumbu karang adalah abrasi dan hilangnya tempat tinggal bagi biota laut yang hidup di sekitarnya, 68.18 siswa mengetahui penyebab rusaknya terumbu karang adalah adanya masyarakat yang menangkap ikan dengan bom dan pengambilan terumbu karang untuk bahan bangunan, dan 72.72 siswa mengatakan bahwa dengan adanya buku cerita memotivasi mereka untuk menjaga kelestarian terumbu karang. Kualitas prototype buku dinilai sangat baik oleh validator dan persepsi siswa terhadap prototype tersebut juga sangat baik karena prototype tersebut dikembangkan peneliti dengan memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut:

1. Prototype Berisi Informasi Tentang Manfaat Terumbu Karang.

Prototype buku cerita “Derita Aat Si Gurita Kecil” terdiri atas 20 gambar yang menggambarkan pentingnya terumbu karang bagi biota laut yang hidup di sekitar terumbu karang. Dari dua puluh gambar, setiap gambar menggambarkan bagaimana biota laut bisa hidup dan berlindung pada terumbu karang. Keberadaan terumbu karang di Mentawai juga pasti tidak hanya bermanfaat bagi biota laut tetapi juga bagi masyarakat Mentawai. Hanya saja masyarakat memanfaatkan terumbu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI karang dengan cara merusakanya seperti diambil sebagai bahan bangunan. Dalam buku cerita “ Derita Aat si Gurita Kecil” juga digambarkan bagaimana manusia mengambil terumbu karang tanpa menyadari bahwa dapat mengganggu kehidupan biota laut lainnya.

2. Prototype Menjadi Sarana Pendidikan Cinta Lingkungan Hidup Demi Masa

Depan Mentawai yang Lebih Baik. Alam merupakan satu-satunya realitas yang menyertai manusia. Ada tiga aspek alam yang menonjol: kekuatannya, keindahannya dan keagungannya. Kekuatan alam senantiasa menimbulkan perasaan gentar sekaligus terancam dalam diri manusia. Keindahan alam membangkitkan perasaan estetis dalam jiwa manusia atau membangkitkan hasratnya untuk mengekspresikan kekaguman akan keindahan tersebut lewat: lagu misalnya “Rayuan pulau kelapa” dll, lukisan, puisi, dll. Tujuannya supaya keindahan alam yang menimbulkan kesan mempesona itu tidak akan dengan mudah hilang dari ingatan manusia. Keagungan alam juga menghidupkan perasaan religius manusia sehingga ia memiliki hasrat untuk memuja serta membaktikan diri pada pada kekuatan yang lebih besar daripada dirinya Sumarah, 2016: 37. Bumi Mentawai pun memiliki kekayaan hayati yang demikian besar yang harus diupayakan kelestariannya. Salah satu kekayaan hayati di sana adalah adanya pohon-pohon bakau Rhizopora sp. Akar-akar pohon bakau yang tumbuhnya melengkung, saling berkeliling dan satu sama lain menunjukkan jika pada dasarnya pohon-pohon tersebut telah membentuk pagar alami untuk melindungi pantai dari gerusan abrasi. Sementara itu, di bawah naungan kerindangan pohon- pohon bakau tersebut hiduplah kerang, kepiting dan biota laut lainya. Begitu pun dengan terumbu karang yang hidup dan tersebar di setiap laut di Mantawai. Kondisi Mentawai sebagai daerah kepulauan yang letaknya tidak jauh dari garis khatulistiwa memberikan potensi dan keindahan terumbu karang yang sungguh memukau. Air, hutan dan spesies endemik seperti monyet Bilou yang hanya bisa ditemukan di Mentawai pun membuktikan bahwa alam Mentawai begitu kaya dan mempesona. Keindahan alam yang begitu memukau dan sumber daya alam yang begitu melimpah kerap kali membuat orang gelap mata akan hal itu. Dan ini terbukti di dalam masyarakat Mentawai sendiri. Keinginan untuk mengambil dan mengeksploitasi sumber daya alam sampai-sampai tidak perduli lagi akan rusaknya alam. Paradigma tersebut diperparah dengan adanya keyakinan dalam diri manusia bahwa sumber daya alam tak mungkin habis. Akibatnya, manusia cenderung bersikap konsumtif dan boros dalam penggunaan sumber daya alam, sehingga alam menjadi “kehilangan daya hidupnya” =kekuatan, keindahan dan keagungannya. Hal tersebut diungkapkan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudate Si, no.106: “Manusia selalu campur tangan atas alam, tetapi untuk waktu yang lama aktivitas itu berciri mendukung sambil menyesuaikan diri pada kemungkinan yang ditawarkan oleh benda-benda alam sendiri. Manusia menerima apa yang diizinkan oleh kenyataan alam sendiri, yang sepertinya mengulurkan tangannya. Kini, sebaliknya campur tangan manusia berniat memeras sebanyak mungkin segala benda, sambil mengabaikan atau melupakan kenyataan yang ada di depannya. Itulah sebabnya manusia dan benda-benda alam tidak lagi ramah saling mengulurkan tangan; hubungan telah menjadi konfrontatif. Dari situ orang dengan mudah menerima gagasan pertumbuhan tanpa batas, yang telah menggairahkan banyak ekonom, pemodal, dan teknolog. Gagasan itu didasarkan pada kebohongan tentang persediaan sumber daya alam yang tak terbatas, yang menyebabkan planet ini diperas habis- habisan. Ada asumsi yang salah bahwa “persediaan energi dan sumber PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI