9
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan diuraikan 1 Kajian Pustaka, 2 Penelitian yang Relevan dan 3 Kerangka berpikir.
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Kepulauan Mentawai
Mentawai merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari empat pulau besar dan puluhan pulau kecil. Di antara empat pulau besar tersebut, pulau yang paling
besar adalah Pulau Siberut dengan luas 4.480 km² mentawaikab.bps diakses 10 November 2015. Kepulauan Mentawai merupakan sebuah Kabupaten di Propinsi
Sumatera Barat. Posisi Mentawai berada pada jarak 150 km sebelah barat lepas pantai Pulau Sumatera. Mentawai terdiri dari 213 pulau dengan 4 pulau utama yaitu Siberut,
Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan. Beribukota di Tuapejat, Kabupaten Mentawai. Penelitian ini dilaksanakan di Sikabaluan yang merupakan pusat salah satu kecamatan
di Pulau Siberut. Sikabaluan merupakan pusat kecamatan Siberut Utara yang letaknya tidak jauh dari tepi pantai.
2.1.1.1 Geografis Sikabaluan
Sikabaluan merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Siberut Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Memiliki salah satu kekayaan laut yakni terumbu
karang yang tersebar di seluruh tepi pantai Sikabaluan, tetapi terumbu karang yang begitu melimpah tersebut tidak dapat diolah dengan baik oleh masyarakat karena
kamajuan teknologi yang tidak diimbangi dengan pengetahuan. Penyebab banyaknya terumbu karang yang mengalami kerusakan,
sebagian besar karena diambil oleh masyarakat setempat untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Berdasarkan
pengamatan peneliti sebagai warga masyarakat Mentawai, peneliti melihat bahwa tidak hanya masyarakat disana yang kurang menyadari arti pentingnya terumbu
karang tetapi hampir semua masyarakat Mentawai pada umumnya. Didesak dengan kemajuan zaman masyarakat beralih dari pembangunan rumah dari kayu menjadi
berbahan beton. Rumah-rumah yang baru dibangun biasanya memiliki pondasi yang bahan utamanya adalah terumbu karang. Selain rumah, pembangunan jalan dan
jembatan rabat beton biasanya membutuhkan karang untuk bahan bangunan tersebut. Maka bisa dibayangkan seberapa banyak terumbu karang yang diambil oleh
masyarakat Mentawai untuk memenuhi kebutuhan pembangunan tersebut. Padahal mereka menyadari bahwa terumbu karang merupakan rumah bagi ikan dan biota laut
lainnya yang hidup di terumbu karang, tapi ketidak pahaman resiko dari rusaknya terumbu karang masyarakat tetap saja mengambili terumbu karang.
2.1.1.2 Latar Belakang Penduduk Mentawai
Masyarakat Mentawai dalam keadaan asalnya hidup dalam kesatuan sosial ekonomi yang sederhana, berdasarkan persamaan derajat, tidak ada kelompok
pemimpin dan budak dikalangan mereka. Tanah yang subur dan kaya akan alam membuat masyarakat Mentawai dengan mudah mendapatkan makanan hasil ladang
atau kebun dan hasil laut. Pada zaman dahulu, cara hidup masyarakat Mentawai adalah mengelompok pada pemukiman yang disebut UMA. Lazimnya, nama uma
berasal dari jenis pohon, sungai, bukit, gunung, hutan atau tempat tertentu dimana orang pertama dari Uma menemukan lokasi tersebut sebelum uma lain dan lokasi
uma bermukim Darmanto, 2009: 134. Masyarakat Mentawai menganut sistem kekeluargaan patrilineal, dimana interaksi sosial berpusat pada Uma yang memiliki
kekuasaan tertinggi dalam lingkar budaya Mentawai. Sementara kosmologi masyarakat Mentawai sangat dipengaruhi oleh cara pandang dunianya Arat
Sabulungan. Dalam perspektif agama Mentawai tersebut, makhluk hidup dan alam raya disekitarnya memiliki roh simagre.
Roh memiliki empat bagian dalam pandangan orang Mentawai yaitu sebagai berikut: 1 roh yang ada di tubuh manusia atau mahkluk hidup Simagre; 2 roh
yang telah meninggalkan tubuh manusia atau benda mati Ketcat; 3 kumpulan roh- roh leluhur orang Mentawai yang meninggal, masih hidup seperti manusia tetapi
dalam dimensi yang berbeda secara umum Ukkui, biasanya roh ini suka mendiami hutan belantara; 4 roh jahat yang berasal dari daging dan tulang orang mati
Pitto’ Darmanto, 2009: 135. Bertepatan dengan penelitian ini, peneliti menggunakan kata
roh-roh yang mengacu pada pengertian roh yang ketiga. Oleh karenanya, masyarakat Mentawai berkewajiban untuk menjaga keseimbangankeserasian antara roh dan
hutan untuk terhindar dari penyakit. Kepercayaan mengenai roh dan bagaimana menjaga keseimbangan alam, merupakan prinsip dasar yang melandasi kehidupan
orang Mentawai termasuk dalam pemenuhan kehidupan ekonomi. Kehidupan ekonomi masyarakat Mentawai masih menggantungkan diri
terhadap hasil alam, bercocok tanam, nelayan, dan jualan. Kendatipun perkembangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ilmu dan teknologi semakin pesat, namun sebagian besar masyarakat Mentawai belum bisa mengelola hasil alam dengan baik dan bijaksana karena keterbatasan
pengetahuan dan banyak masyarakat yang tingkat pendidikannya masih rendah. Secara umum, masyarakat Sikabaluan hidup dengan hasil nelayan, bercocok tanam,
buruh, kulih bangunan dan beberapa berprofesi PNS.
2.1.1.3 Latar Belakang Pendidikan Masyarakat Mentawai