Hasil validator adalah 54. Berdasarkan tabel kelayakan tersebut di atas maka prototype yan
g dikembangkan peneliti “sangat baik”. Buku sudah layak tanpa melakukan perbaikan dan buku layak diujicobakan.
5. Revisi Desain
Peneliti melakukan revisi desain prototype buku cerita sesuai dengan komentar validator saat melakukan validasi. Komentar yang diberikan sesuai dengan
kekuarangan yang harus diperbaiki agar produk layak untuk diujicobakan. Adapun komentar validator, yaitu: pertama, memperbaiki cover. Kedua, memberikan efek
warna yang lebih cerah dan menarik. Ketiga, memperbaiki beberapa bahasa yang salah dalam penulisan. Dan yang keempat, memberikan evaluasi di akhir cerita, agar
anak semakin mendalami isi dan pesan yang mau disampaikan.
a. Memperbaiki cover
Gambar 4.3 Perbaikan Cover
b. Memberikan Efek Warna yang Cerah
Gambar 4.4 Perbaikan Efek Warna yang Cerah c.
Memperbaiki Bahasa dalam Penulisan
Gambar 4.5 Perbaikan Bahasa dalam Penulisan
d. Evaluasi
Evaluasi merupakan elemen dalam produk yang berisi petunjuk berupa pertanyaan. Tujuannya, untuk memberikan ruang bagi anak untuk membahasakan
sendiri cerita yang telah ia baca dan mengimajinasikan cerita tersebut.
6. Uji Coba produk
Uji coba produk dilakukan di dalam dan di luar kelas. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 16-17 Juni 2015.
a. Uji Coba Produk Tanggal 16 Juni 2015
Prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” peneliti perkenalkan
kepada anak-anak kelas IV-VI SD St.Fransiskus Xaverius Sikabaluan, pada tanggal 16 Juni 2015. Ada sekitar 22 anak yang mengikuti kegiatan yang peneliti lakukan
baik di dalam kelas maupun di luar kelas di tepi pantai yang jaraknya sekitar 200 meter dari sekolah. Saat peneliti masuk ke dalam kelas, pertama-tama peneliti
memperkenalkan diri, kemudian mengajak anak-anak bermain sambil menyanyikan lagu-lagu yang berkaitan binatang-binatang gajah, burung dan ikan. Setelah itu
peneliti menunjukkan prototipe buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” dan
membacakan buku tersebut di hadapan mereka. Membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan aktivitas mengimajinasikanberkhaya, mengamati,
dan mengingat-ingat. Hal ini juga dikemukakan oleh Wainwright 2007: 42 yang menyatakan memahami bacaan merupakan proses kompleks yang melibatkan
kemampuan seseorang untuk mengingat informasi dalam bacaan tersebut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Setelah peneliti selesai membacakan buku tersebut, peneliti mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui apakah anak-anak mengetahui tokoh dan isi
cerita dari buku tersebut. Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana mereka memahami alur ceritanya, isi ceritanya maupun pesan dari cerita tersebut. Setelah itu
anak-anak diminta bergantian untuk maju ke depan kelas membacakan buku tersebut dengan suara yang jelas, intonasi yang tepat dan penuh penghayatan.
Gambar 4.6 Pembacaan Prototype Buku Cerita di Kelas.
Setelah berceritera, peneliti melakukan tanya jawab dengan anak-anak, misalnya: 1 Dari cerita tersebut, bagaimana sikap kita sebaiknya terhadap nasehat
ibu, ayah atau orang yang lebih tua dari kita?, 2 Bagaimana perilaku manusia terhadap terumbu karang?, 3 Pesan apakah yang kalian dapatkan dari kisah Aat
yang hidupnya bergantung dari terumbu karang?. Hampir semua menjawab bahwa harus mendengarkan nasehat ibu atau yang lebih tua dari kita. Mereka juga
menjawab, bahwa manusia secara sembarangan mengambil terumbu karang tanpa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
peduli dengan biota laut yang hidup di terumbu karang. Maka dari itu, mereka harus menjaga dan merawat terumbu karang dengan baik.
Sore harinya setelah pagi sampai dengan siang hari di dalam kelas, peneliti mengajak anak-anak belajar di tepi pantai yang berada tak jauh dari lokasi sekolah.
Kegiatan tersebut peneliti lakukan untuk mengajak anak-anak mengamati keindahan pantai, mengimajinasikan apa-apa saja yang ada di bawah air laut, membayangkan
bahayanya apabila terumbu-terumbu karang yang ada di pantai itu dirusak manusia.
Gambar 4.7 Kegiatan di Luar Kelas Tanggal 16 Juni 2015 b.
Uji Coba Produk Tanggal 17 Juni 2015
Kegiatan di luar kelas yang kedua dilakukan pada tanggal 17 Juni 2015 sekitar pukul 08.00 WIB. Tempatnya pun berbeda, kali ini di bantaran sungai yang
berbatasan langsung dengan laut. Tempatnya cukup strategis dan sangat indah. Di tempat tersebut peneliti beserta anak-anak dapat menikmati hijaunya pohon bakau
dan sejuknyanya angin. Kegiatan kali ini, lebih mendekatkan anak pada lingkungan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bermain sambil belajar di lingkungan yang terbuka dapat membantu anak lebih lepas dalam berekspresi. Kegiatan di luar juga sekaligus memberikan pengarahan melihat
langsung kondisi alam sekitar yang mesti mereka jaga dan lestarikan. Nilai meningkatkan kesadaran lingkungan, terlebih lingkungan alam sekitar anak yang
dalam hal ini adalah terumbu karang itu sangatlah penting. Michaels dalam jurnal yang di tulis oleh Anderson tentang persepsi anak terhadap alam lokal menyatakan
bahwa koneksi awal untuk lingkungan dan kelestarian lingkungan merupakan dasar untuk masa depan. Anak akan tumbuh sebagai orang dewasa muda dengan tanggung
jawab yang besar untuk lingkungan dan bumi, dan menjadi pribadi dewasa yang mampu membuat kontribusi asli serta keputusan yang merujuk pada perubahan,
penanggulangan pemanasan global dan keberlanjutan.
Gambar 4.8 Kegiatan di Luar Kelas Tanggal 17 Juni 2015
7. Revisi Akhir Produk
Setelah melakukan uji coba produk, peneliti melakukan revisi akhir dengan sedikit perbaikan dari produk yang sudah di uji cobakan. Berikut produk yang berupa
prototipe buku cerita “Derita Aat Si Gurita Kecil” yang di kembangkan oleh peneliti;
Gambar 4.9 Produk Akhir setelah Revisi
4.1.2 Deskripsi Kualitas Prototype Buku Cerita
Deskripsi kualitas prototype buku cerita “Derita Aat Si Gurita Kecil” peneliti
dapatkan setelah mengolah kuesioner persepsi siswa terhadap kualitas buku tersebut. Kuesioner dibagikan setelah peneliti melakukan uji coba di Sikabaluan kepada 22
siswa. Adapun hasil olah data yang didapat peneliti adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 14 Analisis Instrumen Persepsi Siswa Terhadap Kualitas Buku. kode
probandus Rentang Skor
Jumlah Rerata
1 2
4 5
1 4
4 4
44 3,66
2 1
11 59
4,91 3
1 11
59 4,91
4 2
10 58
4,83 5
2 3
7 51
4,25 6
2 2
8 52
4,33 7
6 6
54 4,50
8 5
7 55
4,58 9
6 6
54 4,50
10 6
6 54
4,50 11
2 10
58 4,83
12 1
5 6
52 4,33
13 8
4 52
4,33 14
1 3
8 54
4,50 15
1 4
7 53
4,41 16
4 8
56 4,66
17 3
4 5
47 3,91
18 2
1 9
53 4,41
19 1
5 6
52 4,33
20 2
10 58
4,83 21
4 8
56 4,66
Jumlah 17
78 157
1131 4,48
Hasil persepsi anak terhadap kualitas buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” adalah 4,48. Jika mengikuti skala Likert menurut Widoyoko 2012: 112 maka rerata
skore 4,48 dikategorikan sangat baik. Dan jika diambil 3 item penting dari penyataan yang terdapat dalam koesioner untuk dapat mengetahuhi ukuran persepsi siswa
terhadap kualitas buku, maka peneliti melakukan rekapan. Adapun hasil rekapan tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 15 Persentase Persepsi Siswa terhadap Kualitas Prototype Buku Cerita No
Pernyataan Persentase
Jawaban
6 Siswa mengerti dampak kerusakan terumbu karang
54.54 7
Siswa mengetahui penyebab rusaknya terumbu karang 68,18
11 Dengan adanya buku cerita siswa termotivasi untuk
menjaga kelestarian terumbu karang 72.72
Persentase hasil persepsi siswa tersebut diambil dari nilai tertinggi dari skal Likert skala empat yaitu lima. Pernyataan siswa lewat nilai lima tersebut dari ketiga
item diatas ditotal dari seluruh jumlah siswa yang memberi nilai lima dibagi jumlah seluruh siswa dikali seratus persen. Maka dapatlah persentase dari item tersebut
seperti yang terlihat dalam tabel di atas. Hasil persepsi siswa di Sikabaluan setelah mengikuti uji coba adalah 54.54
siswa memahami dampak kerusakan terumbu karang adalah abrasi dan hilangnya tempat tinggal bagi biota laut yang hidup di sekitarnya, 68.18 siswa mengetahui
penyebab rusaknya terumbu karang adalah adanya masyarakat yang menangkap ikan dengan bom dan pengambilan terumbu karang untuk bahan bangunan, dan 72.72
siswa mengatakan bahwa dengan adanya buku cerita memotivasi mereka untuk menjaga kelestarian terumbu karang.
4.2 Pembahasan
Nilai validasi prototype buku ceri ta “Derita Aat si Gurita Kecil” adalah 54 maka
layak diuji cobakan. Uji coba peneliti lakukan pada tanggal 16-19 Juni 2015 di SD St.Fransisikus, Sikabaluan. Hasil persepsi siswa seusai uji coba adalah 54.54 siswa
memahami dampak kerusakan terumbu karang adalah abrasi dan hilangnya tempat tinggal bagi biota laut yang hidup di sekitarnya, 68.18 siswa mengetahui penyebab
rusaknya terumbu karang adalah adanya masyarakat yang menangkap ikan dengan bom dan pengambilan terumbu karang untuk bahan bangunan, dan 72.72 siswa
mengatakan bahwa dengan adanya buku cerita memotivasi mereka untuk menjaga kelestarian terumbu karang.
Kualitas prototype buku dinilai sangat baik oleh validator dan persepsi siswa terhadap prototype tersebut juga sangat baik karena prototype tersebut dikembangkan
peneliti dengan memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut:
1. Prototype Berisi Informasi Tentang Manfaat Terumbu Karang.
Prototype buku cerita “Derita Aat Si Gurita Kecil” terdiri atas 20 gambar
yang menggambarkan pentingnya terumbu karang bagi biota laut yang hidup di sekitar terumbu karang. Dari dua puluh gambar, setiap gambar menggambarkan
bagaimana biota laut bisa hidup dan berlindung pada terumbu karang. Keberadaan terumbu karang di Mentawai juga pasti tidak hanya bermanfaat bagi biota laut tetapi
juga bagi masyarakat Mentawai. Hanya saja masyarakat memanfaatkan terumbu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
karang dengan cara merusakanya seperti diambil sebagai bahan bangunan. Dalam buku cerita “ Derita Aat si Gurita Kecil” juga digambarkan bagaimana manusia
mengambil terumbu karang tanpa menyadari bahwa dapat mengganggu kehidupan biota laut lainnya.
2. Prototype Menjadi Sarana Pendidikan Cinta Lingkungan Hidup Demi Masa
Depan Mentawai yang Lebih Baik.
Alam merupakan satu-satunya realitas yang menyertai manusia. Ada tiga aspek alam yang menonjol: kekuatannya, keindahannya dan keagungannya.
Kekuatan alam senantiasa menimbulkan perasaan gentar sekaligus terancam dalam diri manusia. Keindahan alam membangkitkan perasaan estetis dalam jiwa manusia
atau membangkitkan hasratnya untuk mengekspresikan kekaguman akan keindahan tersebut lewat: lagu misalnya “Rayuan pulau kelapa” dll, lukisan, puisi, dll.
Tujuannya supaya keindahan alam yang menimbulkan kesan mempesona itu tidak
akan dengan mudah hilang dari ingatan manusia. Keagungan alam juga
menghidupkan perasaan religius manusia sehingga ia memiliki hasrat untuk memuja serta membaktikan diri pada pada kekuatan yang lebih besar daripada dirinya
Sumarah, 2016: 37. Bumi Mentawai pun memiliki kekayaan hayati yang demikian besar yang harus diupayakan kelestariannya. Salah satu kekayaan hayati di sana
adalah adanya pohon-pohon bakau Rhizopora sp. Akar-akar pohon bakau yang tumbuhnya melengkung, saling berkeliling dan satu sama lain menunjukkan jika pada
dasarnya pohon-pohon tersebut telah membentuk pagar alami untuk melindungi pantai dari gerusan abrasi. Sementara itu, di bawah naungan kerindangan pohon-
pohon bakau tersebut hiduplah kerang, kepiting dan biota laut lainya. Begitu pun dengan terumbu karang yang hidup dan tersebar di setiap laut di Mantawai. Kondisi
Mentawai sebagai daerah kepulauan yang letaknya tidak jauh dari garis khatulistiwa memberikan potensi dan keindahan terumbu karang yang sungguh memukau. Air,
hutan dan spesies endemik seperti monyet Bilou yang hanya bisa ditemukan di Mentawai pun membuktikan bahwa alam Mentawai begitu kaya dan mempesona.
Keindahan alam yang begitu memukau dan sumber daya alam yang begitu melimpah kerap kali membuat orang gelap mata akan hal itu. Dan ini terbukti di dalam
masyarakat Mentawai sendiri. Keinginan untuk mengambil dan mengeksploitasi sumber daya alam sampai-sampai tidak perduli lagi akan rusaknya alam.
Paradigma tersebut diperparah dengan adanya keyakinan dalam diri manusia bahwa sumber daya alam tak mungkin habis. Akibatnya, manusia cenderung
bersikap konsumtif dan boros dalam penggunaan sumber daya alam, sehingga alam menjadi “kehilangan daya hidupnya” =kekuatan, keindahan dan keagungannya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudate Si, no.106: “Manusia selalu campur tangan atas alam, tetapi untuk waktu yang lama
aktivitas itu berciri mendukung sambil menyesuaikan diri pada kemungkinan yang ditawarkan oleh benda-benda alam sendiri. Manusia menerima apa
yang diizinkan oleh kenyataan alam sendiri, yang sepertinya mengulurkan tangannya. Kini, sebaliknya campur tangan manusia berniat memeras
sebanyak mungkin segala benda, sambil mengabaikan atau melupakan kenyataan yang ada di depannya. Itulah sebabnya manusia dan benda-benda
alam tidak lagi ramah saling mengulurkan tangan; hubungan telah menjadi konfrontatif. Dari situ orang dengan mudah menerima gagasan pertumbuhan
tanpa batas, yang telah menggairahkan banyak ekonom, pemodal, dan teknolog. Gagasan itu didasarkan pada kebohongan tentang persediaan
sumber daya alam yang tak terbatas, yang menyebabkan planet ini diperas habis-
habisan. Ada asumsi yang salah bahwa “persediaan energi dan sumber PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
daya itu tak terbatas untuk dimanfaatkan, bahwa regenerasinya terjadi dengan cepat, dan bahwa efek-efek negatif dari manipulasi tatanan alam
dengan mudah dapat diserap”. Erosi kesadaran untuk memelihara alam sebagaimana diungkapkan Paus
Fransiskus di atas ternyata telah terjadi juga di kepulauan Mentawai. Peneliti yang juga putra daerah membuat sebuah prototype buku cerita yang
berisikan pesan untuk memelihara kekayaan alam. Buku cerita tersebut diharapkan dapat memotivasi anak-anak di Sikabaluan juga di kepulauan Mentawai pada
umumnya, untuk mengkonservasi sumber daya alam seperti terumbu karang. Dengan demikian anak-anak dapat menjadi generasi pembaharu yang sungguh memahami
tentang pentingnya memiliki kebiasaan menjaga terumbu karang. Inilah yang dimaksud dengan konsep pendidikan empoweringpemberdayaan Sastrapratedja
2013:14, yaitu pendidikan yang dapat membantu orang agar dapat mengambil tanggung jawab atas kehidupannya, dan berefleksi atas tindakannya. Anak akan
tumbuh sebagai orang dewasa muda dengan afinitas untuk lingkungan dan bumi, dan menjadi pribadi dewasa yang mampu membuat kontribusi asli serta keputusan yang
merujuk pada perubahan, penanggulangan pemanasan global dan keberlanjutan.
3. Prototype Dikembangkan dalam Bentuk Buku Cerita Bergambar yang
Sesuai dengan Karakteristik Anak Usia 9-12 Tahun.
Buku bergambar memberikan kontribusi sederhana, konsep yang dibangun dalam buku bergambar memberikan keseimbangan antara teks dan gambarnya,
Jalongo 2006: 10 dalam Astuti 2012: 2. Menurut Nurgiyantoro 2010: 154 gambar dalam buku mengandung cerita. Gambar digunakan untuk memperkaya teks,
mengkonkretkan karakter dan alur secara naratif serta digunakan sebagai daya tangkap dan imajinasi anak terhadap narasi teks yang masih terbatas. Dengan begitu
dari pengertian dapat disimpulakan bahwa buku cerita bergambar mampu merangsang imajinasi anak dan membentuk anak dalam memperkaya imajinasi.
Imajinasi adalah daya pikir untuk membayangkan tentang kejadian yang begitu dekat dengan kenyataan atau pengalaman seseorang Kartono, 2009: 174.
Melalui buku cerita bergambar, secara tidak langsung anak akan berinteraksi baik sebagai pembaca atau sebagai pendengar. Anak semakin terdorong untuk bisa
mengerti akan apa yang ia baca atau dengar melalui cerita yang dalam hal ini adalah cerita fabel dengan judul Derita Aat Si Gurita Kecil. Menurut Suparno 2013: 81,
dalam bukunya yang berjudul Guruku Panutanku, dijelaskan bahwa bercerita merupakan cara yang efektif bagi guru untuk mengundang perhatian siswa dalam
menyampaikan pesan atau nasehat secara tidak langsung. Gagasan tersebut mendorong penulis menyusun sebuah buku cerita yang dilengkapi dengan gambar
agar lebih menarik minat anak saat membacanya dan memudahkan anak menerima pesan yang terdapat di dalam buku tersebut. Melalui cerita bergambar yang kisahnya
begitu dekat dengan kehidupan anak, maka anak dapat berimajinasi untuk memahami isi cerita dan pesan yang terdapat di dalamnya. Bagi anak saat sedang
berimajinasi, mereka akan dengan polos memahami pesan yang disampaikan melalui cerita. Anak usia sekolah dasar masih sangat mudah dibentuk pola pikir dan karakter
akan cinta terhadap lingkungan .
Seperti yang dinyatakan oleh J. Piaget dan L. Kohlberg Gunarsa dan Yulia, 2008: 69 bahwa anak usia 6-12 tahun mengalami
tahap perkembangan moral secara teratur mulai dari kosep „tingkahlaku baik‟ sebagai
suatu tindakan yang khusus seperti „patuh pada ibu‟ dilanjutkan tahap konsep selajutnya „mencuri adalah salah‟ sampai dengan kejujuran, hak milik, keadilan dan
kehormatan. Pada masa ini, pada anak juga terdapat dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain.
Gambar 4.10 Anak sedang Membaca Prototype Secara Bergiliran 4.
Prototipe Tersebut
Menginspirasi Guru
tentang Pentingnya
Mengintegrasikan Pendidikan Cinta Lingkungan di Tengah Masyarakat Mentawai.
Insipirasi utama dari lahirnya buku cerita “Derita Aat Si Gurita Kecil” adalah alam Mentawai yang begitu indah dan melimpah. Ketersediaan sumber daya alam
yang melimpah berbanding terbalik dengan latar belakang pendidikan yang kurang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memadai bagi masyarakat Mentawai, sehingga banyak kekeliruan dalam beranggapan tentang pengolahan sumber daya alam. Pendidikan di Mentawai masih terhambat oleh
keberadaan beberapa faktor yang salah satunya adalah pengaruh budaya. Kebudayaan serta kebiasaan masyarakat Mentawai sebelum masuknya kebudayaan luar serta
kemajuan teknologi adalah hidup dan bersatu dengan alam. Namun setelah masuknya budaya luar dan majunya teknologi terlebih dalam pembangunan, masyarakat kerap
kali mengolah sumber daya alam yang berujung pada tindakan eksploitasi secara liar yang menimbulkan kerusakan dan bahkankepunahan pada sumber daya alam
mentawai. Keinginan yang begitu besar sebagai putera daerah Mentawai, maka peneliti membuat sebuah buku cerita untuk anak usia sekolah dasar yakni 9-12 tahun.
Ada pun tujuan dari buku cerita tersebut agar anak Mentawai memahami bahwa terumbu karang yang merupakan salah satu sumber daya alam harus di jaga dan
dilestarikan. Selain itu, keprihatinan peneliti terhadap lingkungan dan alam Mentawai
terinspirasi dari sebuah program kegiatan yaitu “Program pengenalan konservasi lingkungan pada anak conservation scout
” di Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar PGSD
– Universitas Sanata Dharma. Program tersebut ditujukan kepada anak-anak usia dini dan sekolah dasar 3-12 tahun. Tujuan dari program ini adalah
untuk menanamkan pendidikan cinta lingkungan pada anak-anak.
5. Kelebihan dan Kelemahan Prototype Buku
Melalui validasi dan uji coba, peneliti memperoleh masukkan tentang kualitas produk yang peneliti kembangkan. Data-data tersebut, membantu peneliti untuk dapat
mengetahui kelebihan dan kelemahan produk yang peneliti kembangkan. Berikut penjelasan mengenai kelebihan dan kelemahan produk berupa prototype buku cerita
“Derita Aat si Gurita Kecil” untuk anak usia 9-12 tahun.
a. Kelebihan Prototype Buku
1. Berisi informasi tentang pentingnya terumbu karang bagi kehidupan
biota laut. 2.
Disusun dengan memperhatikan karakteristik anak usia 9-12 tahun yang senang dengan cerita dan gambar.
3. Disusun sesuai dengan konteks kehidupan anak-anak di Mentawai
4. Terdiri dari gambar dengan narasi yang pendek sehingga memudahkan
anak untuk membaca dan mengimajinasikannya. 5.
Berisi evaluasi yang menggugah kesadaran anak untuk memiliki motivasi menjaga kelestarian terumbu karang.
b. Kelemahan Prototype Buku
1. Huruf dalam buku cerita terlalu kecil
2. Tokoh yang menonjol dalam cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” hanya
berfokus pada kehidupan Aat dan ibunya saja, penderitaan biota laut lainnya kurang mendapat penekanan.
101
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
Isi dari bab ini adalah uraian tentang kesimpulan, keterbatasan penelitian dan saran, berikut penjelasannya.
5.1. Kesimpulan
Prototype buku cerita “Derita Aat Si Gurita Kecil” untuk anak usia 9-12
tahun dalam konteks empowering masyarakat Mentawai yang dikembangkan oleh peneliti sudah layak untuk digunakan. Prototype tersebut dapat dikatakan layak,
karena sudah melalui proses validasi ahli dan uji coba. Pelaksanaan uji coba kepada anak dilakukan para tanggal 16-17 Juni 2015 di SDK St.Fransiskus Sikabaluan.
Kelayakan prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” dapat
ditunjukkan melalui: 1.
Proses penyusunan prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita kecil” dilakukan dengan 7 langkah penelitian dan pengembangan yang meliputi: 1
potensi dan masalah, 2 pengumpulan data, 3 desain produk, 4 validasi desain, 5 revisi desain, 6 uji coba produk, 7 revisi akhir produk.
2. Kualitas prototype buku yang dihasilkan mendapatkan nilai 4,48 yang artinya
sangat baik dan layak untuk digunakan.
5.2. Keterbatasan
Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Prototype buku hanya divalidasi oleh satu orang validator ahli kelautan
dan perikanan, sebab instrumen validasi yang diberikan kepada guru tidak dikembalikan.
2. Kepulauan Mentawai terdiri dari 4 pulau besar. Pelaksanaan uji coba
prototype buku hanya bisa dilakukan kepada salah satu sekolah di SD St.Fransiskus, Sikabaluan Pulau Siberut.
3. Uji coba prototype buku kepada guru tidak bisa peneliti lakukan sebab
guru-guru sudah disibukkan dengan pelatihan dan seminar seusai pembagian raport.
4. Masih perlu dipikirkan buku cinta terumbu karang yang dapat digunakan
oleh masyarakat luas. 5.
Peneliti melakukan uji coba dengan dana dari salah satu instansi sosial swasta yang bergerak di bidang pendidikan, bukan atas bantuan dari pihak
sekolah dan pemerintah daerah Mentawai. 6.
Prototype buku cerita “Derita Aat Si Gurita Kecil” menggunakan huruf terlalu kecil dan hanya berfokus pada kehidupan Aat dan ibunya saja,
penderitaan biota laut lainnya kurang mendapat penekanan.
5.3. Saran
1. Sebaiknya prototype buku minimal divalidasi oleh dua orang validator: 1
Validator dari pakar lingkungan hidup dan 2 Validator dari seorang guru sekolah dasar.