Pendahuluan BINA KOMUNIKASI, PERSEPSI BUNYI DAN IRAMA

46 dapat disampaikan menggunakan berbagai cara seperti tanda atau isarat jari, gerak-gerak tubuh, bendera, peluit, dan bunyi-bunyian termasuk menggunakan suara atau bahasa. Secara umum komunikasi dikelompokkan menjadi lambang verbal dan lambang non verbal. Agar komunikasi dapat efektif ada 4 komponen yang harus berfungsi dengan baik, yaitu : 1. Suara 2. Artikulasi 3. Kelancaran 4. Kemampuan berbahasa. Jika salah satu dari komponen tersebut tidak berfungsi dengan baik dapat menyebabkan terjadinya gangguan komunikasi Edja Saja’ah, 2005. Ada dua macam gangguan komunikasi, yaitu : a gangguan wicara atau tunawicara speech disorder, dan b gangguan bahasa language disorder. Di Indonesia gangguan komunikasi dikenal dengan istilah tunawicara. Terdiri dari tiga macam yaitu gangguan suara, gangguan artikulasi dan gangguan kelancaran bicara. Jika salah satu dari gangguan tersebut mengalami hambatan maka anak mengalami gangguan komunikasi. Gangguan wicara tercakup didalamnya, meliputi : a. Gangguan Wicara Pada Disaudia Yaitu merupakan kesulitan-kesulitan atau kesalahan dalam penempatan titik- titik artikulasi dan cara memproduksinya yang disebabkan karena adanya gangguan pendengaran tunarungu. b. Gangguan Wicara Pada Dislogia Yaitu kesulitan atau kesalahan wicara yang disebabkan kemampuan mental intelektual di bawah rata-rata tunagrahita. Anak ini mampu memproduksi simbol-simbol bunyi bahasa tetapi tidak memahami maknanya. Mereka juga kesulitan memproduksi bunyi bahasa yang memerlukan koordinasi otot yang kompleks, misalnya : konsonan pr, tr dan sebagainya. c. Gangguan Wicara Pada Disglosia Yaitu kesulitan atau kesalahan dalam memproduksi simbol-simbol bunyi bahasa yang selanjutnya dirangkaikan menjadi kata dan kalimat, disebabkan adanya kerusakan pada sistem akustik atau kesalahan bentuk organ artikulasi 47 yang sebagian besar bersifat bawaan. Misalnya : celah bibir, celah langit-langit, rahang atas dan rahang bawah tidak harmonis. d. Gangguan Wicara Pada Disartria Merupakan kesulitan dalam memproduksi symbol-simbol bunyi bahasa, disebabkan adanya perusakan sistem neuromuskular. Perusakan saraf dapat bersifat sentral kerusakan diotak dan diluar otak. Yaitu adanya kelumpuhan saraf dan ototnya. Gangguan ini juga dipersulit adanya gagguan sistem pernafasan. Ada dua macam disartria yaitu : a. disartria perkembangan, misalnya : akibat CP. dan b. disartria yang didapat, misalnya : cidera otak akibat kecalakaan. Cirinya tempo wicara lambat, terputus-putus, tidak kurang berirama. e. Gangguan Wicara Pada Dislalia Kesulitan atau kesalahan dalam memproduksi simbol-simbol bunyi bahasa yang disebabkan oleh kesalahan dalam belajar, kesalahan meniru dan kebiasaan yang salah dan menetap.

2. Batasan

Bina komunikasi khususnya bina bicara merupakan suatu upaya untuk tindakan, baik untuk perbaikan, upaya koreksi maupun upaya pelurusan dalam pengucapan bunyi-bunyi bahasa dalam rangkaian kata-kata agar dapat dimengerti oleh orang yang mengajardiajak bicara. Jadi bina bicara merupakan pemeriksaan dan pengobatan secara khusus terhadap penyandang gangguan bahasa dan gangguan suara. Tindakan itu dimulai sejak pengumpulan data, pemeriksaan sampai dengan terapinya.

3. Tujuan

Tujuan bina wicara untuk tunarungu adalah untuk a meletakkan dasar ucapan yang benar, b mampu membentuk bunyi bahasa vokal dan konsonal dengan benar, c menanamkan pemahaman bahwa bunyisuara yang diproduksi melalui alat biaara harus mempunyai makna, d mampu mengoreksi ucapannya 48 yang salah, e mampu membedakan ucapan yang satu dengan yang lain, serta f dapat memfungsikan alat-alat bicara yang kaku sehingga anak dapat berbicara secara wajar baik.

4. Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama

Mengajar dan membina bicara yang tepat serta mengevaluasinya dengan baik merupakan suatu proses dengan urutan dari 4 tingkatan keterampilan yang berkelanjutan Daniel Ling, dalam Edja Sadjaah, 2005, yaitu integrasi dari tingkatan pengembangan kemampuan phonologic dan phonetic anak dan pemberian penguatan untuk produksi suara dengan pola-pola bahasa yang tepat atau benar. Keempat sasaran tingkah laku yang dimaksud adalah bagaimana memproduksi konsonan depan dan bagaimana cara membedakan produksi suaranya sebaik mungkin serta bagaimana guru melatih pengucapan vowels yang baik. Tingkatan mengajar phonologic dan phonetic adalah: a. Menyuarakan bunyi yang disukai, artinya bunyi yang ia miliki dan mampu menyuarakannya. b. Mulai dengan dasar-dasar pola suprasegmental, yaitu komponen bagian bahasa, bunyi bahasa yang terjadi karena getaran pita suara. Kemudian membentuk suku kata oleh tekanan subglottal bagian celah suara, terjadinya penyesuaian larink dan oleh kerjanya pantulan sistim suara vocal tract dan duration, yaitu terjadinya keharmonisan antara suara, intonasi, tekanan, irama. c. Mengenalkan semua bunyi diftong bunyi rangkap, seperti bunyi au dalam kata baur, harimau, kacau balau, dsb. Juga mengenalkan semua vokal dengan pengaturan bunyi voice control. Misal pengucapan au dalam kata harimau akan dikenal apabila diucapkan pelan-pelan dan sebaliknya apabila diucapkan cepat maka posisi lidah akan bisa berubah sehingga pendengar merasakan adanya penyimpangan suara. Dalam pengucapan bunyi rangkap tadi, tekanan posisi lidah harus sesuai dengan sasaran. d. Pengembangan sesegera mungkin kegiatan latihan vokal. Bunyi vokal diucapkan apabila kesesuaian bunyi sudah di seleksi atau disaring oleh sistem