35
dalam berbahasa, membaca, menulis danatau matematika, serta yang mengalami gangguan emosi, perilaku maupun Attention Deficit Hyperactivities Disorder
ADHD tidak terlayani secara baik. Program yang diberikan biasanya dalam bentuk-bentuk pengajaran remedial Johnsen dan Skjorten, 2003.
Sebagai sebuah disiplin ilmu, pendidikan khusus secara aksiologis memiliki nilai-nilai dan norma kebenaran yang ditegakkan dalam etika profesi
dengan empat fungsi utama yaitu : a.
Fungsi prevensi, untuk mencegah agar hambatan belajar, hambatan pekembangan termasuk disabilities yang disandang oleh seorang individu
tidak berdampak lebih luas pada aspek perkembangan sosial dan emosi coping dengan konsdisi yang ada
b. Fungsi intervensi, menangani hambatan yang dimiliki agar potensi yang
dimiliki dapat berkembang optimal c.
Fungsi kompensatoris, mengalihkan fungsi yang hilang kepada fungsi lain yang masih dimiliki, sehingga penyandang cacat memiliki fasilitas
pengganti agar tetap hidup dengan berkualitas Johnsen dan Skjorten, 2003.
d. Fungsi perbaikan dan pengembangan, yaitu membantu peserta didik
dalam memperbaiki habilitasi dan rehabilitasi serta menemukan dan mengembangkan potensi, kelebihan-kelebihan yang dimiliki anak, baik
kognitif, afektif, psikomotorik, bakat dan kreativitas, keterampilan maupun kecakapan khusus lain, sehingga dapat menunjang kehidupannya di
masyarakat.
C. PENDIDIKAN KHUSUS DI INDONESIA
Pendidikan khusus di Indonesia mengalami perubahan kecenderungan yang sangat signifikan dalam dekade terakhir, sebagian dipengaruhi oleh
perkembangan pendidikan khusus di dunia. Layanan bagi peserta didik berkebutuhan khusus berkembang dari sistem yang sepenuhnya segregatif menuju
sistem yang lebih integratif.
36
D. PENDIDIKAN SEGREGASI
Pendidikan segregasi adalah sekolah yang memisahkan anak berkebutuhan khusus dari sistem persekolahan reguler. Di Indonesia bentuk sekolah segregasi
ini berupa satuan pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis kelainan peserta didik. Seperti SLBA untuk anak tunanetra, SLBB untuk anak
tunarungu, SLBC untuk anak tunagrahita, SLBD untuk anak tunadaksa, SLBE untuk anak tunalaras, dan lain-lain. Satuan pendidikan khusus SLB
terdiri atas jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB. Kelemahan dari sekolah segregasi ini antara lain aspek perkembangan emosi dan sosial anak kurang luas
karena lingkungan pergaulan yang terbatas.
E. PENDIDIKAN TERPADU
Pendidikan terpadu merupakan salah satu bentuk inovasi PLB di Indonesia yang dikembangkan sekitar tahun 1984 sampai sekitar tahun 1990 an. Program
pendidikan tepadu pada awalnya hanya diperuntukkan pada anak-anak tunanetra yang diikutkan belajar di sekolah-sekolah reguler bersama dengan anak ’normal’
pada umumnya. Dalam perkembangannya pendidikan terpadu juga diperuntukkan bagi jenis kelainan lain. Secara filosofis penyelenggaraan pendidikan terpadu tidak
menghendaki adanya perubahan sistem yang berlaku di sekolah reguler. Dalam praktiknya, anak-anak luar biasalah yang harus menyesuaikan sistem dan tuntutan
yang ada di sekolah reguler. Pendidikan terpadu dalam praktik banyak kelemahan dan tetap dipandang sebagai diskriminatif dan kurang humanis.
F. PENDIDIKAN INKLUSIF
1. Pengertian
Ainscow 2003 memaknai pendidikan inklusif sebagai upaya terus menerus untuk menemukan cara mengatasi hambatan yang dihadapi anak
berkebutuhan khuss dalam belajar bersama dengan anak lain pada umumnya. Hal ini dikuatkan ahli lain yang berpendapat bahwa pendidikan inklusif adalah sistem
layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di