5.1.3. Gaya Kepemimpinan Transaksional
Menurut  Burns  dalam  Janssen,  L.T.,  2004  gambaran  hubungan  pemimpin dengan  bawahan  dalam  kepemimpinan  transaksional  menekankan  pada  transaksi
atau pertukaran yang terjadi antar pemimpin, rekan kerja dan bawahannya, pertukaran dalam bentuk:
1. Mengetahui keinginan pekerja HIV dan berusaha menjelaskan bahwa mereka
akan memperoleh keinginan tersebut jika kinerja tercapai. 2.
Pekerja  HIV  akan  memproleh  imbalan  atau  janji  memperoleh  imbalan,  jika kinerja atau target tercapai.
3. Responsif  terhadap  kepentingan  pribadi  bawahan  selain  kepentingan  pribadi
itu sepadan dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan oleh bawahan. Pertukaran berdasarkan pertimbangan ekonomi sering menjadi landasan gaya
kepemimpinan transaksional, namun hal ini tidak sepenuhnya terjadi di rumah sakit, landasannya  tidak  selalu  pertimbangan  ekonomi,  adapun  dari  atribut  kepemimpinan
transaksional adalah sebagai berikut.
A. Atribut Contingent Reward
Pimpinan secara teoritis menawarkan dan menyediakan sejumlah imbalan jika hasil kerja bawahan memenuhi kesepakatan, namun tidak selalu imbalan yang mereka
butuhkan seperti ungkapan berikut.
pdf M a chine -  is a  pdf w r it e r  t h a t  pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h  e a se
Ge t  you r s n ow
“ Thank you very m uch  I  can use Acrobat  Dist iller or t he Acrobat  PDFWrit er bu t   I  consider your pr oduct  a lot  easier  t o use and m uch pr efer able t o Adobes  A.Sar r as -  USA
Universitas Sumatera Utara
A.1. Pemberian Imbalan
Imbalan  dan  honor  di  pelayanan  HIVAIDS  diberikan  oleh  Global  Fund, tetapi  sebagian  informan  mengaku  tidak  selamanya  bekerja  demi  imbalan  tetapi
pengabdian seperti ungkapan informan berikut: “Kenyataannya  ada  dokter  yang  bersedia  ikut  dalam  pelayanan
walaupun  tidak  dapat  honor  dari  Global  Fund.  Hal  ini  menunjukkan bahwa bukan imbalan yang kami cari dalam pelayanan ini”.
Sebagian informan setuju dengan imbalan disebabkan berbagai alasan dan ada
yang menyarankan bukan dalam bentuk materi.
B. Atribut Active Management by Exception
Pemimpin  menetapkan  sejumlah  aturan  yang  perlu  ditaati  dan  pelaksanaan kontrol  yang  ketat,  tujuannya  agar  terhindar  dari  berbagai  kesalahan,  kegagalan,
namun dalam  dalam penelitian ini konsep aturan dengan kontrol yang ketat pendapat informan terbagi dua, sebagian setuju  yang lainnya  tidak setuju seperti diungkapkan
berikut.
B.1. Pengawasan yang Ketat
Pengawasan  yang  ketat  di pelayanan HIVAIDS  tidak selamanya diperlukan, alasannya karena informan merasa bahwa pelayanan HIV beresiko tinggi dan kurang
sarana pendukung, apalagi ditambah pengawasan  yang ketat seperti yang dinyatakan oleh informan I:
“Penghasilannya  dibandingkan  resiko  tidaklah  sesuai  jika  ditambahi dengan  pengawasan  yang  ketat  maka  semakin  lengkaplah
ketidaknyamanan kerja di pelayanan HIV”.
pdf M a chine -  is a  pdf w r it e r  t h a t  pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h  e a se
Ge t  you r s n ow
“ Thank you very m uch  I  can use Acrobat  Dist iller or t he Acrobat  PDFWrit er bu t   I  consider your pr oduct  a lot  easier  t o use and m uch pr efer able t o Adobes  A.Sar r as -  USA
Universitas Sumatera Utara
Pengawasan  ketat  menyangkut  kedisiplinan  bekerja  sesuai  dengan  prosedur justru  sangat  diperlukan  karena  pelayanan  HIV  mudah  terpajan,  apalagi  jika  tidak
diawasi  dengan  ketat  bisa  berbahaya  seperti  diungkapkan  oleh  informan  IV  yang menyatakan:
“Pengawasan  yang  ketat  bukan  harus  apel  pagi,  siang,  seperti layaknya pegawai negeri sipil, tetapi melaksanakan pengawasan yang
ketat terhadap pelaksanaan Protap identifikasi potensi bahaya”.
B.2. Menetapkan Sejumlah Aturan untuk Ditaati Secara Kaku
Aturan  yang  ketat  di  pelayanan  HIVAIDS  diperlukan  jika  berguna  untuk mengurangi resiko terpajan, namun sangat tidak dibutuhkan aturan yang dibuat hanya
sekedar untuk kebutuhan administrasi, apalagi jika dilaksanakan dengan kaku seperti ungkapan informan berikut:
“Aturan yang ketat harus diikuti dengan prasarana dan sarana yang layak  untuk  melayani  penderita  HIVAIDS,  bukan  untuk  kepentingan
administrasi saja”.
B.3. Menetapkan Pengawasan yang Ketat
Pengawasan  yang  ketat  tidak  disenangi  oleh  informan,  mereka  menganggap kebutuhan  yang  belum  terpenuhi  dalam  pelayanan  HIVAIDS,  namun  apabila
ditambah dengan dengan pengawasan  yang ketat maka lengkaplah ketidaknyamanan kerja di pelayanan HIV, seperti diungkapkan informan berikut:
“Sebenarnya bekerja disini suasananya suram dan tidak aman, paling kami  takutkan  bukan  penularan  HIV  tetapi  kena  TB,  penghasilannya
dibandingkan  resiko  tidak  sesuai,  tidak  didukung  oleh  pimpinan  dari segi  sarana  dan  peralatan  kerja,  tidak  ada  kesempatan  untuk
mengembangkan profesi, juga tidak adanya jaminan apabila terinfeksi HIV,  oleh  karena  itu  jika  ditambahi  dengan  pengawasan  yang  ketat
maka lengkaplah kenyamanan kerja di pelayanan HIV”.
pdf M a chine -  is a  pdf w r it e r  t h a t  pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h  e a se
Ge t  you r s n ow
“ Thank you very m uch  I  can use Acrobat  Dist iller or t he Acrobat  PDFWrit er bu t   I  consider your pr oduct  a lot  easier  t o use and m uch pr efer able t o Adobes  A.Sar r as -  USA
Universitas Sumatera Utara
B.4. Melakukan Intervensi dan Koreksi Setiap Saat
Melakukan intervensi dan koreksi setiap saat di pelayanan HIVAIDS, belum dianggap  perlu  informan  merasa  terganggu  dan  bekerja  jadi  membosankan  seperti
diungkapkan oleh informan II sebagai berikut: “Karyawan  tidak  berkembang  logikanya,  cenderung  menunggu
petunjuk  dahulu  baru  melaksanakan  pekerjaan,  karyawan  hanya melakukan  pekerjaan  rutin  tanpa  inovasi,  tidak  pernah  merasa
bersalah sewaktu bekerja kecuali ada teguran”.
C. Atribut Passive Management by Exception
Gaya  kepemimpinan  dengan  atribut  ini  melaksanakan  intervensi  dan  koreksi apabila  masalahnya  makin  memburuk  atau  bertambah  serius,  seperti  ungkapan
informan berikut. C.1. Mengintervensi hanya Masalahnya Makin Memburuk atau Serius
Pelayanan HIVAIDS membutuhkan pemimpin yang bisa bekerjasama bukan mengintervensi jika masalahnya  memburuk atau serius, tapi  kenyataan  di lapangan
ternyata  pimpinan  sering  membiarkan  pelayanan  berjalan  apa  adanya  dan  turut campur jika ada masalah seperti diungkapkan oleh informan I sebagai berikut:
“Tidak baguslah, tetapi kenyataan pimpinan akan berkomunikasi jika ada  masalah  besar  dalam  pelayanan  dan  sudah  menjadi  berita  yang
luas di media massa”.
5.1.4.   Gaya Kepemimpinan Laissez Faire