timbulnya konflik, c mengidentifikasi alternatif-alternatif penyelesaian yang mungkin diterapkan, d memilih alternatif penyelesaian terbaik untuk diterapkan,
e menerapkan solusi pilihan dan f mengevaluasi peredaan konflik. Bila pendekatan internal yang telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi
belum berhasil maka kepala ruangan dapat berkonsultasi dengan kepala seksi perawatan atau konsultan.
e. Keterampilan dalam Komunikasi dan Advokasi
Hasil penelitian tentang keterampilan dalam komunikasi dan advokasi dalam kepemimpinan dirasakan masih lemah, karena hanya 8,8 responden yang
menyatakan kepala ruangan sering berkonsultasi dengan perawat pelaksana tentang hambatan yang dihadapi perawat pelaksana dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
sebagai aspek yang positif dan paling dominan dilakukan dari seluruh item pertanyaan, sedangkan 73,7 responden menyatakan kepala ruangan tidak pernah
mampu menjelaskan kepada perawat pelaksana tentang cara menghadapi keluarga pasien.
Kelemahaan kepala ruangan dalam komunikasi dan advokasi merupakan hambatan yang sangat besar dalam pelayanan keperawatan, karena hubungan antara
kepala ruangan dengan perawat pelaksana dalam setiap kegiatan di rumah sakit tidak dapat lepas dari proses komunikasi.
Kepala ruangan di RSUD Padangsidimpuan kurang memiliki keterampilan dalam komunikasi dan advokasi karena kurangnya memahami karakteristik kelompok
meliputi : norma, nilai-nilai kemampuannya, pola komunikasi, tujuan, ekspresi dan keakraban kelompok. Pemahaman tentang karakteristik individu perawat pelaksana
juga sangat penting karena setiap individu unik dan masing - masing mempunyai kontribusi yang berbeda.
Sebagai kepala ruangan juga berperan sebagai penghubung interpersonal, yaitu merupakan simbul suatu kelompok dalam melakukan tugas secara hukum dan
sosial, mempunyai tanggung jawab dan memotivasi, mengatur tenaga dan mengadakan pengembangan serta merupakan penghubung jaringan kerja di luar
kelompok atau tim keperawatan. Sebagai pemberi informasi, yaitu memonitor informasi yang ada di lingkungan unit kerjanya, menyebarluaskan informasi dari
pimpinan rumah sakit kepada perawat pelaksana dan mewakili kelompok unit kerjanya sebagai pembicara kepada manajemen RSUD Padangsidimpuan.
Sesuai dengan pendapat Thoha 2006 tentang pemimpin selaku komunikator yang efektif sebagai salah satu fungsi kepemimpinan relevan dengan aspek
keterampilan dalam komunikasi dan advokasi yang menjadi indikator kepemimpinan dalam penelitian ini.
Kemampuan berkomunikasi merupakan faktor yang amat menentukan keberhasilan pencapaian hasil kegiatan. Pemimpin yang telah memahami secara
mendalam dan spesifik tentang bawahannya akan mampu menciptakan dan memodifikasi materi komunikasi sehingga hasil komunikasi dapat menjadi lebih
optimal. Disamping itu, pemimpin juga menjadi mampu mengembangkan strategi yang tepat dalam menggali ide dan pendapat orang lain serta bertukar ide dalam
menyelesaikan masalah secara efektif. Ketrampilan berkomunikasi juga diperlukan ketika pemimpin perawat melakukan lobi ke berbagai pihak terutama penentu
kebijakan yang berhubungan dengan profesi keperawatan. Komunikasi yang dilakukan seyogyanya tidak menimbulkan ancaman atau ketidak nyamanan pihak
yang sedang dilobi, sehingga kegiatan negosiasi dapat dilakukan tanpa disadari dan berpotensi menghasilkan sesuatu yang positif.
Kepemimpinan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di RSUD Kota Padangsidimpuan mencerminkan gaya kepemimpinan delegatif. Gaya kepemimpinan
delegatif diterapkan apabila bawahan telah sepenuhnya paham dan efisien dalam kinerja tugas, sehingga pimpinan dapat melepaskan mereka untuk menjalankan
tugasnya sendiri. Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, setiap perawat pelaksana mempunyai tugas dan fungsi yang standar prosedur asuhan keperawatan sehingga
kepala ruang perawatan sebagai pimpinan berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan asuhan keperawatan serta memberikan solusi jika perawat pelaksana menghadapi
hambatan atau masalah dalam pekerjaannya. Sesuai penelitian Uttoyo 2009 bahwa ada pengaruh positif dan signifikan
dari gaya kepemimpinan demokratis terhadap kinerja. Agar tujuan keperawatan dapat tercapai diperlukan kegiatan dalam menerapkan kepemimpinan seperti
disebutkan Kron 1981 melalui kegiatan: 1 perencanaan dan pengorganisasian, manajer keperawatan dituntut untuk mampu membuat rencana kegiatan keperawatan
baik yang bersifat teknik atau non teknik keperawatan, 2 penugasan dan pengarahan, manajer keperawatan bertanggung jawab dalam hal ketepatan dan
kebenaran pelaksaan proses pelayanan keperawatan pasien, 3 pemberian bimbingan, manajer keperwatan mampu menjadi media konsultasi dan fasilitator pelaksanaan
proses pelayanan keperawatan, 4 mendorong kerjasama dan partisipasi, manajer keperawatan dituntut agar dapat membangun kinerja dalam tim, 5 koordinasi,
diperlukan sebagai sarana konsolidasi proses pelayanan keperawatan yang dilaksanakan, 6 evaluasi penampilan kerja, manajer keperawatan perlu melakukan
penilaian terhadap efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tugas dan fungsi bawahannya.
5.3 Pengaruh Komunikasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Kota Padangsidimpuan