Informasi lain yang ditemukan terkait survei pendahuluan adalah keluhan pasien yang diperoleh melalui kotak saran sebanyak 47 surat. Dari 47 surat yang
masuk diambil sebanyak 30 surat secara acak ditemukan sebanyak 87,1 pasien menyatakan keluhan tentang pelayanan keperawatan, seperti perawat tidak ramah,
tidak empati, pelayanan lambat dan perawat tidak memberikan asuhan keperawatan Bagian Administrasi RSUD Kota Padangsidimpuan, 2012. Berdasarkan beberapa
informasi keluhan pasien tersebut tentu saja terkait dengan kinerja perawat dan kinerja RSUD Kota Padangsidimpuan secara organisasi. Fenomena rendahnya kinerja
perawat pelaksana ini diduga terkait dengan kepemimpinan dan komunikasi yang belum baik di RSUD Kota Padangsidimpuan.
Berdasarkan teori dan beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas, dan permasalahan yang ditemui pada di RSUD Kota Padangsidimpuan saat ini,
maka peneliti tertarik untuk meneliti ā€¯pengaruh kepemimpinan dan komunikasi terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD Kota Padangsidimpuanā€¯.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan menunjukkan bahwa RSUD Kota Padangsidimpuan menghadapi permasalahan tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan kepada pasien yang di duga terkait dengan kepemimpinan dan komunikasi antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana, maka permasalahan
dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh kepemimpinan dan komunikasi terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD Kota Padangsidimpuan?.
1.3 Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh kepemimpinan dan komunikasi terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD Kota Padangsidimpuan.
1.4 Hipotesis
Kepemimpinan dan komunikasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD Kota Padangsidimpuan.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan bagi manajemen RSUD Kota Padangsidimpuan tentang kebijakan manajemen sumberdaya manusia di rumah sakit.
2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan administrasi rumah sakit terutama yang berkaitan dengan kinerja perawat pelaksana di rumah sakit.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepemimpinan
2.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Pada hakekatnya pengertian kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi orang lain. Dengan kata lain kepemimpinan dapat diartikan sebagai
kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain untuk menggerakkan orang- orang tersebut agar dengan penuh pengertian dan senang hati bersedia mengikuti
kehendak pemimpin tersebut. Kepemimpinan manajerial ditandai dengan sifat manajerial dan keterampilan manajerial yang mengarah ke pemberdayaan
. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok
untuk pencapaian tujuan. Bentuk pengaruh tersebut dapat secara formal seperti tingkat manajerial pada suatu organisasi. Karena posisi manajemen terdiri atas
tingkatan yang biasanya menggambarkan otoritas, seorang individu bisa mengasumsikan suatu peran kepemimpinan sebagai akibat dari posisi yang ia pegang
pada organisasi tersebut dan terdapat enam ciri yang terlihat dari seorang pemimpin yaitu : 1 ambisi dan energi, 2 hasrat untuk memimpin, 3 kejujuran dan integritas, 4
kepercayaan diri, 5 kecerdasan, dan 6 pengetahuan yang relevan dengan tugas pekerjaannya Robbins, 2006.
Menurut Stoner 1996, kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh terhadap kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling
berhubungan tugasnya. Selanjutnya menurut Terry 2000, kepemimpinan adalah aktivitas untuk memengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan.
Berdasarkan definisi di atas dapat diketahui bahwa kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh kepada bawahan. yang didasarkan
pada kemampuan seorang pimpinan untuk mengarahkan bawahannya dalam mencapai tujuan organisasi.
2.1.2 Fungsi Kepemimpinan
Kepemimpinan yang dapat diterapkan yang mengandung beberapa konsep dasar penting dimana fungsi kepemimpinan dijalankan. Beberapa konsep itu antara
lain leadership is an art of giving; motivational leadership; entrepreneurship; managing time, stress, and conflict; dan planned change oleh pemimpin visioner dan
futuristic Swansburg Swansburg, 1999; Rocchiccioli Tilbury, 1998. Kelima konsep ini hanya sebagian dari berbagai konsep yang mewarnai kepemimpinan
kontemporer. Kepemimpinan merupakan seni untuk seorang pemimpin melayani orang lain leadership is an art of giving, memberikan apa yang dimiliki untuk
kepentingan orang lain. Sebagai pemimpin, ia menempatkan dirinya sebagai orang yang bermanfaat untuk orang lain. Untuk itulah diperlukan sosok pemimpin yang
mampu secara konsisten memberikan motivasi kepada orang lain dan memiliki kualitas kunci Rocchiccioli Tilbury, 1998 meliputi kemampuan akan
pengetahuan dan ketrampilan memimpin dan teknis, mengkomunikasikan ide secara efektif, percaya diri, komitmen tinggi, pemahaman tentang kebutuhan orang lain,
memiliki dan mengatur energi, serta kemampuan mengambil tindakan yang dirasakan perlu untuk memenuhi kepentingan orang banyak.
Dalam kemampuan mengantisipasi bargaining, ini masa depan, pemimpin yang menjalankan terhadap fungsi kepemimpinannya memerlukan kemampuan yang
efektif secara internal maupun eksternal Chowdury, 2003. Kemampuan untuk pemimpin melakukan upaya peningkatan, memperkenalkan kepada pasar siapa diri
dan organisasinya serta menilai berbagai asupan dan umpan balik dari lingkungan sebagai hal yang penting dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, pemimpin
seperti ini perlu untuk mengenali lebih mendalam masyarakat dimana ia memimpin baik didalam maupun diluar. Ia juga selayaknya mengenali keinginan lingkungan
tentang keluaran yang dihasilkan organisasi melalui kepemimpinannya. Seorang pemimpin keperawatan tidak akan berhasil melakukan fungsinya apabila tidak
memiliki kemampuan mengatur waktu, mengendalikan stress baik yang dialaminya maupun orang lain bawahan, dan juga mengatasi konflik yang terjadi baik internal
maupun eksternal, baik individual, maupun kelompok managing time, stress, and conflict.
Demikian pula ketika seorang pemimpin melihat terjadinya konflik dalam bekerja, ia seyogyanya memiliki pengetahuan dasar tentang konflik dan pendekatan
untuk menyelesaikannya tanpa harus mengorbankan salah satu pihak yang berkonflik. Konsep kelima yang cukup penting adalah kemampuan kepemimpinan yang
melibatkan ketrampilan menginisiasi perubahanpembaharuan secara terrencana planned change.
Kepemimpinan memerlukan seseorang pemimpin yang mampu membawa perubahanpembaharuan tanpa menimbulkan kecemasan dan ketidak pastian situasi
akibat perubahanpembaharuan tersebut pada orang yang terlibat didalamnya. Konsep ini seyogyanya mendasari sifat kepemimpinan yang visioner dan futuristik. Hal ini
karena pemimpin yang berorientasi ke masa depan dan mengetahui pilihan masa depan yang terbaik untuk bawahannya akan mampu membawa
perubahanpembaharuan kedalam kehidupan kerja para bawahannya dengan sebaik- baiknya melalui perencanaan yang matang dan waktu yang tepat.
2.1.3 Ciri-Ciri Pemimpin yang Ideal
Menurut Kabul 2005 pemimpin yang dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat akan dapat memuaskan bawahannya sehingga pegawai menjadi lebih giat
bekerja sehingga kinerja pegawai dapat terbentuk. Dengan demikian dapat ditarik benang merah bahwa dalam usaha untuk meningkatkan prestasi kerja dibutuhkan ciri-
ciri pemimpin yang berperilaku partisipasif. Brown dalam Suhana 2007 menemukan bahwa perilaku kepemimpinan yang
berorientasi pada hubungan dan tugas terhadap komitmen organisasi. Temuannya menunjukkan bahwa perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan yang
meliputi membangun kepercayaan, memberikan inspirasi, visi, mendorong kreativitas dan menekankan pengembangan berpengaruh secara positif pada komitmen afektif
karyawan. Sementara perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas juga berpengaruh terhadap komitmen afektif karyawan, meski tingkat pengaruhnya lebih
rendah.
Kinerja pegawai tidak dapat dilepaskan dari peran pemimpinnya. Menurut Bass dan Avolio 1990, peran kepemimpinan atasan dalam memberikan kontribusi
pada karyawan untuk pencapaian kinerja yang optimal dilakukan melalui lima cara yaitu: 1 pemimpin mengklarifikasi apa yang diharapkan dari karyawan, secara
khusus tujuan dan sasaran dari kinerja mereka, 2 pemimpin menjelaskan bagaimana memenuhi harapan tersebut, 3 pemimpin mengemukakan kriteria dalam melakukan
evaluasi dari kinerja secara efektif, 4 pemimpin memberikan umpan balik ketika karyawan telah mencapai sasaran, dan 5 pemimpin mengalokasikan imbalan
berdasarkan hasil yang telah mereka capai. Teori Path Goal Yukl, 1989 mengatakan bahwa pemimpin mendorong
kinerja yang lebih tinggi dengan cara memberikan kegiatan-kegiatan yang memengaruhi bawahannya agar percaya bahwa hasil yang berharga bisa dicapai
dengan usaha yang serius. Kepemimpinan yang berlaku secara universal menghasilkan tingkat kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi. Teori ini
menyatakan bahwa situasi yang berbeda mensyaratkan gaya kepemimpinan yang berbeda. Bawahan dengan locus of control internal kepuasan kerjanya akan lebih
tinggi dengan gaya kepemimpinan yang partisipatif sedangkan bawahan dengan locus of control eksternal kepuasan kerjanya akan lebih tinggi dengan gaya direktif.
Ciri kepemimpinan dalam pelayanan keperawatan menurut Swanburg 2000 harus memiliki kemampuan dan ketrampilan seseorang pimpinan perawat dalam
memengaruhi perawat lain dibawah pengawasannya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan sehingga
tujuan keperawatan tercapai. Keterampilan dalam kepemimpinan meliputi : ketrampilan teknis, yaitu kesanggupan untuk mengerti dan mengerjakan aktifitas
teknis, ketrampilan konseptual, yaitu kesanggupan untuk mengkonsep dan melihat usaha sebagai keseluruhan serta dapat menganalisanya dan ketrampilan hubungan
antar manusia, yaitu kesanggupan untuk bekerja sama dengan orang lain sebagai anggota kelompok dan pimpinan.
2.1.4 Kepemimpinan dalam Keperawatan
Kepemimpinan merupakan gaya memimpin yang dapat menghasilkan keluaran melalui pengaturan kinerja orang lain. Pemimpin harus mampu memastikan
bahwa bawahan melaksanakan pekerjaannya berdasarkan keterampilan yang dimiliki dan komitmen terhadap pekerjaan untuk menghasilkan keluaran yang terbaik. Oleh
karena itu, kepemimpinan timbul sebagai hasil sinergis berbagai keterampilan mulai dari administratif perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan pengawasan,
keterampilan teknis pengelolaan, pemasaran, dan teknis prosedural, dan keterampilan interpersonal Nurahmah, 2005
Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan kemampuan dan keterampilan seorang manajer keperawatan dalam memengaruhi perawat lain dibawah
pengawasannya untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab dalam memberikan pelayanan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai. Pemberian pelayanan
keperawatan merupakan suatu kegiatan yang komplek dan melibatkan berbagai individu. Agar tujuan keperawatan tercapai diperlukan kegiatan dalam menerapkan
keterampilan kepemimpinan Nurahmah, 2005
Menurut Kron 1981, kegiatan tersebut meliputi : 1 perencanaan dan pengorganisasian, manajer keperawatan dituntut untuk mampu membuat rencana
kegiatan keperawatan baik yang bersifat teknik atau non teknik keperawatan, 2 penugasan dan pengarahan, manajer keperawatan bertanggung jawab dalam hal
ketepatan dan kebenaran pelaksaan proses pelayanan keperawatan pasien, 3 pemberian bimbingan, manajer keperwatan mampu menjadi media konsultasi dan
fasilitator pelaksanaan proses pelayanan keperawatan, 4 mendorong kerjasama dan partisipasi, manajer keperawatan dituntut agar dapat membangun kinerja dalam tim
5 koordinasi, diperlukan sebagai sarana konsolidasi proses pelayanan keperawatan yang dilaksanakan, 6 evaluasi penampilan kerja, manajer keperawatan perlu
melakukan penilaian terhadap efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tugas dan fungsi bawahannya.
Kepemimpinan dalam keperawatan dapat ditumbuhkan lebih optimal, selain dengan menguasai keterampilan di atas tetapi juga apabila seorang manajer
keperawatan mampu memperlihatkan keterampilan dalam menghadapi orang lain dengan efektif. Keterampilan tersebut yaitu : 1 kepiawaian dalam menggunakan
posisi, 2 kemampuan dalam memecahkan masalah secara efektif, 3 ketegasan sikap dan komitmen dalam pengambilan keputusan, 4 mampu menjadi media dalam
penyelesaian konflik kinerja, dan 5 mempunyai keterampilan dalam komunikasi dan advokasi Gillies, 1994.
2.2 Komunikasi 2.2.1 Pengertian Komunikasi
Komunikasi merupakan salah satu elemen manajemen yang penting dalam suatu organisasi, karena komunikasi menyebarkan fungsi manajemen, yaitu
merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan dan mengendalikan. Istilah komunikasi diambil dari bahasa latin communis, yang berarti umum common.
Berdasarkan asal kata tersebut Gibson et al. 1996 mendefinisikan komunikasi sebagai pengiriman transmisi pemahaman umum melalui penggunaan isyarat
simbol. Penambahan unsur pengertianpemahaman dalam definisi komunikasi
dikemukakan oleh Stoner 1996 yang berpendapat bahwa komunikasi merupakan proses dimana seorang individu berusaha untuk memperoleh pengertian yang sama
melalui pengiriman pesan simbolik. Komunikasi menekankan pada tiga hal penting yaitu pertama, komunikasi melibatkan individu dan oleh karenanya pemahaman
komunikasi mencakup upaya memahami bagaimana individu berhubungan dengan individu lain. Kedua, komunikasi melibatkan pengertian yang sama, artinya agar dua
individu atau lebih dapat berkomunikasi, mereka harus sepakat mengenai definisi dari istilah yang digunakan sebagai alat komunikasi. Ketiga, komunikasi bersifat
simbolik, yaitu gerak isyarat, bunyi, huruf, angka dan kata-kata hanya dapat mewakili atau mengira-ngirakan gagasan yang hendak dikomunikasikan.
Menurut Rogers sebagaimana dikutip Cangara 2006, komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih,
dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Manusia adalah makhluk sosial yang tergantung, mandiri dan saling terkait dengan orang lain di
lingkungannya. Satu-satunya alat untuk dapat mencapai hubungan yang dekat dengan orang lain di lingkungannya adalah komunikasi, baik melalui bahasa verbal maupun
bahasa non verbal. Menurut Robbins 2006, komunikasi berfungsi untuk mengendalikan
perilaku anggotanya dalam beberapa cara. Organisasi mempunyai otoritas hirarkis dan pedoman resmi dimana anggota-anggotanya diwajibkan untuk mematuhinya.
Komunikasi memelihara motivasi dengan memberikan penjelasan kepada para karyawan tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka mengerjakannya,
dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja jika sedang berada di bawah standar.
Menurut Luthans 2003, komunikasi adalah salah satu dinamika yang paling sering dikupas dalam seluruh bidang perilaku organisasi tetapi jarang dipahami
sepenuhnya. Dalam prakteknya komunikasi yang efektif merupakan prasyarat dasar untuk mencapai struktur organisasi dan manajemen sumber daya manusia.
Model komunikasi David K. Berlo dalam Cangara 2006 melibatkan empat komponen komunikasi meliputi : komunikator, pesan, media, komunikan dan umpan
balik.
Gambar 2.1 Unsur-unsur Komunikasi David K. Berlo
David K. Berlo menjelaskan bahwa proses komunikasi bersifat timbal balik, berawal dari seorang sumber informasi komunikator yang menciptakan dan
mengirimkan pesan kepada penerima atau komunikan. Selanjutnya komunikan memberi tanggapan, respon, umpan balik atau feedback kepada komunikator.
Komunikasi merupakan pendukung utama agar fungsi kepemimpinan bisa efektif, karena seringkali kegagalan kepemimpinan diakibatkan karena lemahnya
kemampuan berkomunikasi. Bahkan ada pihak yang mengatakan bahwa kegagalan bekerja 70 diakibatkan oleh kegagalan komunikasi Subanegara, 2005.
2.2.2 Jenis-Jenis Komunikasi
Saluran komunikasi formal organisasi merupakan saluran komunikasi yang mengalir dalam rantai komando atau rantai tanggung jawab tugas yang telah
ditentukan oleh organisasi. Menurut Gibson et al. 1996 terdapat tiga jenis komunikasi formal dalam organisasi, yaitu :
1. Komunikasi horizontal komunikasi lateralmenyamping. Komunikasi horizontal merupakan bentuk komunikasi secara mendatar dimana terjadi pertukaran pesan
secara menyamping dan dilakukan oleh dua pihak yang mempunyai kedudukan Feedback
Sumber Pesan
Media Penerima
Efek
yang sama, posisi yang sama, jabatan yang se-level, maupun eselon yang sama dalam suatu organisasi.
Komunikasi horizontal selain berguna untuk menginformasikan juga untuk meminta dukungan dan mengkoordinasikan aktivitas. Komunikasi horizontal
diperlukan untuk menghemat waktu dan memudahkan koordinasi sehingga mempercepat tindakan Robbins, 2006. Kemudahan koordinasi ini dikarenakan
adanya tingkat, latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang relatif sama antara pihak-pihak yang berkomunikasi, serta adanya struktur formal yang tidak ketat.
2. Komunikasi diagonal komunikasi silang Komunikasi diagonal merupakan komunikasi yang berlangsung dari satu
pihak kepada pihak lain dalam posisi yang berbeda, dimana kedua pihak tidak berada Komunikasi dalam organisasi juga merupakan sarana penghubung antara atasan dan
bawahan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Komunikasi yang terjalin antara atasan dan bawahan atau yang disebut komunikasi vertikal ini memiliki peran penting
dalam suatu organisasi karena dua per tiga dari komunikasi yang dilakukan dalam organisasi berlangsung antara atasan dan bawahan Porter dan Roberts, dalam Stoner,
1994. Komunikasi vertikal dalam organisasi memiliki dua pola yaitu komunikasi ke
bawah downward communication yaitu komunikasi yang mengalir dari atasan kepada bawahan dan komunikasi ke atas upward communication yaitu komunikasi
yang mengalir dari bawahan kepada atasan. Komunikasi atasan kepada bawahan sangat berkaitan erat dengan pengejawantahan fungsi kepemimpinan dalam roda
organisasi, yaitu sebagai penentu arah, agen perubahan, juru bicara dan pelatih bagi bawahannya Cangara, 2006.
Menurut Devito dalam Liliweri 2007, menyatakan bahwa ada 5 lima karakteristik dalam komunikasi interpersonal yang efektif, yaitu :
a. Keterbukaan Openness Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi
interpersonal. Pertama, individu terbuka pada orang yang diajaknya berinteraksi. Hal ini tidak berarti bahwa individu harus membuka semua riwayat hidupnya, akan tetapi
harus ada kesediaan untuk membuka diri, mengungkap informasi yang biasanya disembunyikan asalkan pengungkapan diri ini pantas. Kedua, mengacu kepada
kesediaan individu bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain. Ketiga, mengakui bahwa perasaan dan
pikiran yang dilontarkan adalah memang milik individu serta bertanggung jawab atasnya.
b. Empati Empathy Empati merupakan suatu kemampuan merasakan orang lain. Jika seorang
mampu berempati dengan orang lain, maka orang tersebut akan berada dalam posisi yang lebih baik.
c. Sikap Mendukung Supportiveness Sikap mendukung diperlihatkan dengan bersikap menyampaikan perasaan
tanpa menilai. Komunikasi yang bernada menilai sering kali membuat individu bersikap defensif, bersedia mengubah sikap dan pandangannya yang mungkin keliru
serta menghargai pendapat orang lain, berpikiran terbuka serta bersedia mendengar pandangan atau pendapat yang berlawanan.
d. Sikap Positif Positivenes Sikap positif adalah sikap yang mengurangi sikap defensive dalam
komunikasi. Seseorang bersikap defensive bila tidak diterima, tidak jujur, dan tidak empati sehingga akan mengalami kegagalan dalam hubungan interpersonal.
Komunikasi defensive dapat terjadi karena faktor-faktor personal ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensive dan sebagainya atau
faktor-faktor situasional yaitu perilaku komunikasi orang lain. e. Kesetaraan Equality
Hubungan interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan
berharga, menerima pihak lain apa adanya dan tidak merasa dirinya lebih tinggi dari pihak lain.
2.3 Teori tentang Kinerja
2.3.1 Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan pencapaian yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi perhatian para
pemimpin organisasi. Menurut Robbins 2006, kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam
melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Menurut Triffin dan MacCormick 1979, kinerja individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan individu akan
menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variable adalah variabel yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan,
kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas lingkungan
organisasi, misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan dengan sekerja dan pemberian imbalan.
Sementara kinerja menurut Mangkunegara 2002, adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui
dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja merupakan alat yang sangat berpengaruh untuk mengevaluasi kerja karyawan bahkan
dapat memotivasi dan mengembangkan karyawan.
2.3.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja
Mangkunegara 2002, mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan ability dan faktor motivasi motivation.
a. Faktor Kemampuan ability. Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatnnya dan
terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapkan.
b. Faktor Motivasi motivation. Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi
merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi. Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu
karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasannya. Secara garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu
dan situasi kerja. Menurut Gibson et al. 1996, ada tiga perangkat variabel yang memengaruhi kinerja seseorang, yaitu:
1 Variabel individual, terdiri dari: a kemampuan dan keterampilan, b latar belakang c demografis.
2. Variabel Organisasional, terdiri dari: a sumber daya, b kepemimpinan, c imbalan, d struktur, dan e desain pekerjaan.
3. Variabel Psikologis, terdiri dari: a persepsi, b sikap, c kepribadian, d belajar, e motivasi
Davis 2004, menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan ability dan faktor motivasi motivation. Secara
psikologis, kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi IQ dan kemampuan reality knowledge+skill. Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas
rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan ketrampilan dalam mengerjakan pekerjaan, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang
diharapkan. Sedangkan Robbin 2006, menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang
bersedia motivasi dan mampu kemampuan. Mungkin ada rintangan yang menjadi kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan
kerja tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung prosedur yang tidak jelas dan sebagainya.
2.3.3 Penilaian Kinerja
Menurut Simamora 2004, penilaian kinerja performance appraisal adalah prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja
memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya.
Sedangkan menurut Rivai 2005, penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan
dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang,
meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas. Rivai 2005, mengemukakan pada dasarnya ada 2 dua model penilaian
kinerja : 1.
Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu a
Skala Peringkat Rating Scale Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam
penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu,
mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
b Daftar Pertanyaan Checklist
Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau
pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan. Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah,
penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi. c
Metode dengan Pilihan Terarah Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi
subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah
penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.
d Metode Peristiwa Kritis Critical Incident Method
Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya.
e Metode Catatan Prestasi
Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional,
misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.
f Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku Behaviorally Anchored
Rating Scale=BARS
Penggunaan metode ini menuntut diambilnya 3 tiga langkah, yaitu: 1
Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja 2
Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat 3
Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai dengan jelas.
g Metode Peninjauan Lapangan Field Review Method
Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal
karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut. h
Tes dan Observasi Prestasi Kerja Performance Test and Observation Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang
menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian
parktik yang langsung diamati oleh penilai. i
Pendekatan Evaluasi Komparatif Comparative Evaluation Approach Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan
karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. 2.
Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan a.
Penilaian Diri Sendiri Self Appraisal Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri
dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek
perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.
b. Manajemen Berdasarkan Sasaran Management by Objective
Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama- sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja
karyawan secara individu di waktu yang akan datang. c.
Penilaian dengan Psikolog Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi,
diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia. Sedangkan Werther dan Davis 1996, menyatakan agar penilaian prestasi
kerja yang dilakukan dapat lebih dipercaya dan obyektif, perlu dirumuskan batasan atau faktor-faktor penilaian kinerja atau prestasi kerja sebagai berikut:
1. Peformance, keberhasilan atau pencapaian tugas dalam jabatan. 2. Competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan tuntutan jabatan.
3. Job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku atau mentalitas yang mendukung peningkatan prestasi kerja.
4. Potency, kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan
2.3.4 Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Simamora 2004, tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan.
a. Tujuan Evaluasi. Melalui pendekatan evaluatif, dilakukan penilaian kinerja masa lalu seorang
karyawan. Evaluasi yang digunakan untuk menilai kinerja adalah rating deskriptif.
Hasil evaluasi digunakan dalam mengambil keputusan-keputusan mengenai promosi dan kompensasi sebagai penghargaan atas peningkatan kinerja karyawan.
b. Tujuan Pengembangan. Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan
di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong perbaikan karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.
2.3.5 Manfaat Penilaian Kinerja
Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi 1997, yaitu: 1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian
karyawan secara maksimum. 2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.
5. Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan.
2.3.6 Kinerja Perawat Pelaksana
Asuhan keperawatan adalah suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi tentang status kesehatan klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang
dilakukan perawat. Konsorsium ilmu kesehatan kelompok kerja keperawatan 1992, mendefinisikan asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktek keperawatan yang langsung di berikan pada klien, pada bagian tatanan
pelayanan kesehatan yang terdiri dari 5 lima komponen, yaitu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa, menyusun perencanaan, implementasi, dan
evaluasi hasil-hasil tindakan klien. Menurut Nursalam 2007, dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan
kepada pasien klien, digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik
keperawatan telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi : 1 Pengkajian,
2 Diagnosis keperawatan, 3 Perencanan, 4 Implementasi, 5 Evaluasi. 1. Pengkajian Asuhan Keperawatan
Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan Gaffar, 1999. Data dikumpulkan dan diorganisir
secara sistematis, serta dianalisa untuk menentukan masalah keperawatan pasien. Data pada pengkajian diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan fisik, observasi,
pemeriksaan riwayat kesehatan, pemeriksaan laboratorium, maupun pemeriksaan diagnostik lain.
Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi Nursalam, 2007: a.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.
b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam
medis, dan catatan lain.
c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi : status kesehatan
klien masa lalu, status kesehatan klien saat ini, status biologis-psikologis-sosial- spiritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan dan risiko-
risiko tinggi masalah. d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB lengkap, akurat, relevan, dan
baru.
2. Diagnosa Asuhan Keperawatan
Diagnosa asuhan keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual atau potensial serta penyebabnya Gaffar, 1999.
Tahap diagnosa ini adalah tahap pengambilan keputusan pada proses keperawatan, yang meliputi identifikasi apakah masalah klien dapat dihilangkan, dikurangi atau
dirubah masalahnya melalui tindakan keperawatan. Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis
keperawatan Nursalam, 2007, kriteria proses meliputi : a.
Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosis keperawatan.
b. Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau
terdiri atas masalah dan penyebab. c.
Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.
d. Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.
3. Rencana Asuhan Keperawatan Setelah merumuskan diagnosa asuhan keperawatan maka perlu dibuat
perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan klien
Gaffar, 1999. Perawat membuat rencana tindakan asuhan keperawatan untuk mengatasi
masalah dan meningkatkan kesehatan klien Nursalam, 2007, kriteria proses meliputi:
a. Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana
tindakan keperawatan. b.
Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan. c.
Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien. d.
Mendokumentasikan rencana keperawatan. 4. Pelaksanaan Implementasi Asuhan Keperawatan
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan Nursalam, 2007, kriteria proses meliputi :
a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.
d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan
asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan. e.
Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien.
5. Evaluasi Asuhan Keperawatan Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawatan
yaitu terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan, kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien, dan
pencapaian tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan Gaffar, 1999. Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam
pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan Nursalam, 2007. kriteria proses meliputi :
a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat
waktu dan terus-menerus. b.
Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan.
c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.
d. Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan. e.
Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan. Adapun macam-macam evaluasi diantaranya :
a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil observasi dan analisa
perawat terhadap respon klien segera pada saat dan setelah intervensi keperawatan dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara spontan dan
memberi kesan apa yang terjadi saat itu.
b. Evaluasi somatif, yaitu evaluasi yang merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari
observasi dan analisa status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan pada tujuan keperawatan.
2.4 Landasan Teori
Menurut Robbins 2006 kepemimpinan merupakan kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya suatu tujuan. Kepemimpinan
adalah kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain untuk menggerakkan orang-orang tersebut agar dengan penuh pengertian dan senang hati bersedia
mengikuti kehendak pemimpin tersebut. Faktor lain yang memengaruhi kinerja adalah komunikasi. Menurut Robbins
2006 komunikasi merupakan sebuah pentransferan makna maupun pemahaman makna kepada orang lain sehingga orang yang menerima informasi memahami
maksud dari informasi tersebut. Kurangnya komunikasi yang efektif adalah salah satu dari kekuatan yang paling menghalangi suksesnya pekerjaan kelompok.
Gibson et al. 1996 menyatakan kinerja adalah catatan terhadap hasil kerja atau aktivitas tertentu dalam periode waktu tertentu. Beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja, yaitu faktor organisasi kepemimpinan dan faktor komunikasi.
Gambar 2.2 Landasan Teori
Sumber : Diagram skematis variabel-variabel yang memengaruhi perilaku dan kinerja modifikasi dari Gibson cit Ilyas 2001 dan Sjafri Mangkuprawira Aida Vitayala 2007.
Sehubungan dengan kajian tentang kepemimpinan dalam dalam penelitian ini dilakukan pada pelayanan keperawatan, maka indikator kepemimpinan mengacu
kepada teori Gillies 1994, bahwa pemimpin di bidang keperawatan harus mampu memperlihatkan : 1 kepiawaian dalam menggunakan posisi, 2 kemampuan dalam
memecahkan masalah secara efektif, 3 ketegasan sikap dan komitmen dalam
Variabel Individu
1 Kemampuan dan ketrampilan a.
Fisik b.
Mental 2 Latar belakang keluarga
a Tingkat sosial b Pengalaman
3 Demografi a.
Umur b.
Etnis c.
Jenis kelamin
Faktor Ekstrinsik
1 Lingkungan kerja fisik dan non fisik 2 Kepemimpinan