dikembangkannya. Fungsi ini berarti juga keputusan yang ditetapkan tidak akan ada artinya tanpa kemampuan mewujudkan atau menterjemahkannya menjadi instruksi
atau perintah. Selanjutnya perintah tidak akan ada artinya jika tidak dilaksanakan. Oleh karena itu sejalan dengan pengertian kepemimpinan, intinya adalah
kemampuan pimpinan menggerakkan orang lain agar melaksanakan perintah, yang bersumber dari keputusan yang telah ditetapkan.
d. Kemampuan Menjadi Media dalam Penyelesaian Konflik Kinerja
Hasil penelitian tentang kemampuan menjadi media dalam penyelesaian
konflik kinerja dalam kepemimpinan dirasakan masih lemah, karena aspek yang positif dan paling dominan dilakukan dari seluruh item pertanyaan adalah kepala
ruangan sering melakukan penyelesaian masalah yang dihadapi dalam pembagian tugas keperawatan dinyatakan oleh 10,5 responden, sedangkan 73,7 responden
menyatakan kepala ruangan tidak pernah membantu perawat pelaksana yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Penyelesaian konflik pada pelayanan keperawatan di RSUD Padangsidimpuan yang lemah sebagai akibat dari kepala ruangan kurang memahami tentang konflik itu
sendiri dan bagaimana cara mengelolanya. Secara teoritis konflik didefinisikan sebagai suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul bila keseimbangan antara
perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang yang terancam. Terdapat sembilan faktor umum yang berkaitan dengan semua kemungkinan penyebab konflik, yaitu :
a. Spesialisasi. Sebuah kelompok yang bertanggung jawab untuk suatu tugas
tertentu atau area pelayanan tertentu memisahkan dirinya dari keompok lain. Seringkali berakibat terjadinya konflik antar kelompok.
b. Peran yang bertugas banyak. Peran keperawatan membutuhkan seseorang untuk
dapat menjadi seorang manajer, seorang pemberi asuhan yang trampil, seorang ahli dalam hubungan antar manusia, seorang negosiator, penasihat , dan
sebagainya. Setiap sub peran dengan tugas - tugasnya memerlukan orientasi yang berbeda - beda yang dapat menyebabkan konflik.
c. Interdependensi peran. Peran perawat pelaksana dalam praktek pribadi tidak akan
serumit seperti peran perawat dalam tim kesehatan yang multidisiplin, dimana tugas seseorang perlu didiskusikan dengan orang lain yang mungkin bersaing
untuk area - area tertentu. d.
Kekaburan tugas. Ini diakibatkan oleh peran yang mendua dan kegagalan untuk memberikan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada individu
atau kelompok. e.
Perbedaan. Sekelompok orang dapat mengisi peran yang sama tetapi perilaku sikap, emosi, dan kognitif orang - orang ini terhadap peran mereka bisa berbeda.
f. Kekurangan sumber daya. Persaingan ekonomi, pasien, jabatan, adalah sumber
absolut dari konflik antar pribadi dan antar kelompok. g.
Perubahan. Saat perubahan menjadi lebih tampak, maka kemungkinan tingkat konflik akan meningkat secara proporsional.
h. Imbalan. Bila orang mendapat imbalan secara berbeda - beda, maka sering timbul
konflik, kecuali jika mereka terlibat dalam perbuatan sistem imbalan. i.
Masalah komunikasi. Sikap mendua, penyimpangan persepsi, kegagalan bahasa, dan penggunaan saluran komunikasi secara tidak benar, semuanya akan
menyebabkan konflik Untuk melaksanakan hal yang demikian tentunya dibutuhkan seorang kepala
ruangan yang mampu berperan sebagai mediator serta memahami konsep manajemen konflik. Mengakomodasikan pihak yang terlibat konflik dengan cara meningkatkan
kerja sama dan keseimbangan serta mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah yang tepat dengan cara mengumpulkan data yang akurat dan mengambil
suatu kesepakatan bersama. Kemampuan menjadi media dalam penyelesaian konflik kinerja relevan
dengan fungsi kepemimpinan sebagai mediator yang andal khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama dalam menangani konflik Thoha, 2006. Sesuai
dengan pengertian konflik menurut Deutsch 1969 adalah suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul bila keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan
perilaku seseorang yang terancam. Dalam Model Praktik Keperawatan Profesional MPKP disebutkan bahwa konflik adalah perbedaan pandangan atau ide antara satu
orang dengan orang yang lain. Dalam organisasi yang dibentuk dari sekumpulan orang yang memiliki latar belakang yang berbeda konflik mudah terjadi. Demikian
juga di ruang MPKP konflik pun bisa terjadi. Untuk mengantisipasi terjadinya konflik
maka perlu dibudayakan upaya-upaya mengantisipasi konflik dan mengatasi konflik sedini mungkin.
Cara-cara penanganan konflik ada beberapa macam, meliputi: bersaing, berkolaborasi, menghindar, mengakomodasi dan berkompromi, dengan uraian
sebagai berikut : Yulia 2006 a.
Mengatasi konflik dengan bersaing adalah penanganan konflik dimana seseorang atau satu kelompok berupaya memuaskan kepentingannya sendiri
tanpa mempedulikan dampaknya pada orang lain atau kelompok lain. Cara ini kurang sehat bila diterapkan karena bisa menimbulkan potensi konflik yang
lebih besar terutama pada pihak yang merasa dikalahkan. Untuk itu organisasi sebaiknya menghindari metode penyelesaian konflik jenis ini.
b. Berkolaborasi adalah upaya yang ditempuh untuk memuaskan kedua belah
pihak yang sedang berkonflik. Cara ini adalah salah satu bentuk kerjasama. Berbagai pihak yang terlibat konflik didorong menyelesaikan masalah yang
mereka hadapi dengan jalan mencari dan menemukan persamaan kepentingan dan bukan perbedaan. Situasi yang diinginkan adalah tidak ada satu pihakpun
yang dirugikan. Istilah lain cara penyelesaian konflik ini disebut juga win-win solution.
c. Menghindar adalah cara menyelesaikan konflik dimana pihak yang sedang
berkonflik mengakui adanya konflik dalam interaksinya dengan orang lain tetapi menarik diri atau menekan konflik tersebut seakan-akan tidak ada
konflik atau masalah. Cara ini tidak dianjurkan dalam upaya penyelesaian
konflik karena masalah mendasar tidak diselesaikan, penyelasaian yang terjadi adalah penyelesaian semu. Untuk itu tidak dianjurkan organisasi untuk
menggunakan metode ini. d.
Akomodasi adalah upaya menyelesaikan konflik dengan cara salah satu pihak yang berkonflik menempatkan kepentingan pihak lain yang berkonflik dengan
dirinya lebih tinggi. Salah satu pihak yang berkonflik mengalah kepada pihak yang lain. Ini suatu upaya lose – win solution. Upaya penyelesaian konflik
dengan akomodasi sebaiknya juga tidak digunakan terlalu sering karena kepuasan tidak terjadi secara penuh dan bisa menimbulkan potensi konflik di
masa mendatang. e.
Kompromi adalah cara penyelesaian konflik di mana semua pihak yang berkonflik mengorbankan kepentingannya demi terjalinnya keharmonisan
hubungan dua belah pihak tersebut. Dalam upaya ini tidak ada salah satu pihak yang menang atau kalah. Ini adalah lose-lose solution di mana masing-
masing pihak akan mengorbankan kepentingannya agar hubungan yang dijalin tetap harmonis.
Upaya mengatasi konflik yang diterapkan di MPKP adalah upaya yang win- win solution. Pembudayaan kolaborasi antar staf menjadi prioritas utama dalam
menyelenggarakan pengelolaan ruangan MPKP. Pendekatan penyelesaian konflik yang ditempuh adalah dengan pendekatan penyelesaian masalah problem solving
yang meliputi: a mengidentifikasi akar permasalahan yang terjadi dengan melakukan klarifikasi pada pihak yang berkonflik b mengidentifikasi penyebab
timbulnya konflik, c mengidentifikasi alternatif-alternatif penyelesaian yang mungkin diterapkan, d memilih alternatif penyelesaian terbaik untuk diterapkan,
e menerapkan solusi pilihan dan f mengevaluasi peredaan konflik. Bila pendekatan internal yang telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi
belum berhasil maka kepala ruangan dapat berkonsultasi dengan kepala seksi perawatan atau konsultan.
e. Keterampilan dalam Komunikasi dan Advokasi