umpan balik. Sebaliknya perawat dibawah kepemimpinannya juga belum siap menerima umpan balik terbuka terutama yang bersifat negatif. Hal ini karena mereka
tidak terbiasa untuk menerima kinerja dan perilaku mereka dikritik, dikomentari atau ditanggapi. Pada umumnya, mereka dinilai tidak berdasarkan keterbukaan sehingga
obyektifitas penilaian menjadi minimal. Dengan demikian agak sulit bagi pemimpin perawat untuk menjalankan tugas pembinaannya dalam rangka menumbuhkan-
kembangkan potensi seseorang bawahan melalui pemberian umpan balik namun bersifat suportif.
Sesuai pendapat Daft 1999 mengemukakan bahwa dalam teori path goal menyarankan beberapa klasifikasi perilaku pemimpin, salah satunya adalah
supportive leadership kepemimpinan suportif yang menunjukkan perhatian pada karyawan dan kebutuhan personal mereka. Perilaku pemimpin yang terbuka, ramah,
dan mudah ditemui, dan kemudian pemimpin yang mampu menciptakan iklim kelompok dan memperlakukan karyawan dengan adil.
d. Sikap Positif Positiveness
Hasil penelitian tentang aspek sikap positif dari kepala ruang perawatan dirasakan masih lemah oleh perawat pelaksana karena hanya 21,1 responden yang
menyatakan kepala ruangan sering tidak memiliki rasa takut dalam berkomunikasi dengan perawat pelaksana dan aspek tersebut merupakan yang positif dan paling
dominan dilakukan dari seluruh item pertanyaan. Sedangkan 66,7 responden menyatakan kepala ruangan tidak pernah bersikap objektif dalam berkomunikasi
dengan perawat pelaksana.
Proses komunikasi antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana di RSUD Padangsidimpuan belum menggambarkan suatu bentuk komunikasi yang
mengandung unsur sikap positif. Hal ini terkait dengan kemampuan kepala ruangan yang rendah dalam berkomunikasi, khususnya mengkomunikasikan hal-hal yang
terkait dengan pelaksanaan asuhan keperawatan dengan cara yang positif. Hal tersebut memungkinkan perawat pelaksana salah atau kurang tepat menanggapi yang
disampaikan kepala ruangan Sesuai penelitian Muhajir, dkk 2007 tentang komunikasi antar shift di
instalasi rawat inap RSUD dr. H. M. Rabain Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan, menemukan bahwa strategi komunikasi yang konsisten adalah
untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi, akses data, dan deteksi kesalahan. Jenis komunikasi yang dominan adalah bentuk tertulis. Media komunikasi yang langsung
dimanfaatkan dalam transfer informasi adalah media yang berhubungan dengan pasien. Media tersebut adalah tatap muka, status pasien, buku laporan, dan buku
injeksi. Transfer informasi dominan tidak lengkap perpasien. Informasi yang dominan tidak disampaikan adalah rencana dan persiapan tindakan, pemeriksaan
penunjang diagnostik, kondisi pasien yang kritis, aktivitas terapi dan tindakan yang sedang berlangsung, serta rencana tindak lanjut. Hambatan yang dominan dalam
komunikasi antar shift adalah faktor sistem yaitu tidak adanya pembagian tugas perawat, pengaturan jadwal jaga, terhentinya supervisi, tidak ada standard operation
prosedure strategi transfer informasi, media, dan informasi serta mekanisme pemberian sanksi.
e. Kesetaraan Equality