Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

memperoleh nilai yang tinggi dengan cara yang curang, misalnya menyontek. Cara belajar seperti ini justru akan menghambat cara berfikir positif dan cara mengahadapi masa dean kehidupannya. Mereka akan cenderung mencari jalan pintas dalam menyelesaikan persoalan hidup. Pendidikan formal yang ada tidak dapat dipasrahkan sepenuhnya untuk memenuhi semua keinginan para orang tua agar sekolah formal memberikan pendidikan yang berkualitas bagi anak –anaknya. Ketidaksesuaian kemauan orangtua dengan sekolah akan menimbulkan dilema berkepanjangan baginya. Sekolah yang terlalu mahal, sekolah dan guru yang tidak berkualitas, PR yang terlalu banyak, ketidak sesuaian nilai –nilai yang dianut, lingkungan sekolah yang tidak kondusif, waktu belajar yang panjang dan hal lain yang mengundang kekhawatiran orangtua sehingga enggan memasukkan anaknya ke sekolah formal. Di Indonesia terdapat tiga satuan pendidikan yang merupakan kelompok layanan penyelenggara pendidikan yang berada pada jalur formal, non formal, dan informal yang berada pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Satuan jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan dasar tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa sebuah proses pendidikan tidak hanya didapat di bangku sekolah atau kita sebut dengan sekolah formal saja, akan tetapi ada alternatif lain sebagai jalur pendidikan yang lebih baik dan menarik untuk dilalui oleh seorang anak demi mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Salah satu satuan pendidikan pada jalur informal adalah penyelenggaraan pendidikan anak di rumah atau biasa yang disebut dengan homeschooling. Alternatif pendidikan seperti homeschooling perlu dimaknai sebagai solusi atas sulitnya membebaskan sekolah formal dari praktik pengekangan terhadap hak tumbuh kembang anak secara wajar. 4 4 Dani Vardiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi, PendekatanTaksonomi Konseptual, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, h.7 Akhir-akhir ini homeschooling semakin menjadi perhatian oleh para orang tua. Pasalnya sekolah formal selain dianggap kurang memberi perhatian besar kepada peserta didik, juga dianggap kurang efektif dan efisien dalam rangka menjawab pemenuhan kebutuhan kecerdasan siswa didik yakni spiritual, intelektual dan emosional. Homeschooling berkembang dengan banyak alasan, salah satunya pertumbuhan homeschooling banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah. Keadaan pergaulan di sekolah yang tidak sehat juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan homeschooling. Mereka memilih cara tersebut dengan alasan, dengan keragaman, latar belakang social dan profesi. Secara prinsip pemerintah juga mendukung adanya homeschooling, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sisdiknas, dalam pasal 27 ayat 1 dikatakan: “Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.” 5 Lalu pada ayat 2 dikatakan bahwa: “Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.” 6 Jadi secara hukum kegiatan homeschooling dilindungi oleh undang-undang. Homeschooling merupakan pendidikan berbasis rumah, yang memungkinkan anak berkembang sesuai dengan potensi diri mereka masing- masing. Dr. Howard Gardner, seorang peneliti di Harvard University dengan bukunya Frames of Mind, sudah menyampaikan teorinya tentang Mutiple Intelligence atau kecerdasan majemuk. Ada delapan kecerdasan yang kemungkinan akan bertambah kerena beliau terus membuat kajian dan penelitian secara intensif, yaitu: 1. Kecerdasan Linguistik, kemampuan untuk menggunakan kata-kata baik secara lisan maupun tertulis, seperti yang dilakukan para presenter, aktor, sastrawan, jurnalis dan lain-lain. 5 Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003., Op.Cit., h.8 6 Ibid.,h.8 2. Kecerdasan metematis-logis, kemampuan menggunakan angka dan penalaran secara logis, seperti yang dilakukan para akuntan, ahli matematika, ilmuwan, peneliti, programmer dan lain-lain. 3. Kecerdasan Spasial, kemampuan membuat visualisasi secara akurat bentuk bangunan, ruang dan warna, seperti pematung, arsitek, pilot dan lain-lain. 4. Kecerdasan Kinestetis, kemahiran dalam menggunakan anggota tubuh, seperti para penari, para atlet, actor dan lain-lain. 5. Kecerdasan musical, kemampuan yang berhubungan dengan bunyi nada atau suara, seperti para pemusik, penyanyi, pencipta lagu dan lain-lain. 6. Kecerdasan interpersonal, kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain seperti para negosiator, politikus, diplomat, tenaga pemasaran dan lain-lain. 7. Kecerdasan intrapersonal, kemampuan untuk memahami diri sendiri sebagaimana para konsultan, psikolog, rohaniawan, pendidik dan lain-lain. 8. Kecerdasan Naturalis, dan lain-lain. 7 Dalam perkembangan dan penelitiannya, Paul Subiyanto juga menambahkan dari ke delapan kecerdasan yang telah dikemukakan di atas, antara lain: 1. Adversity Quotient, Kecerdasan ini menyangkut kemampuan seseorang untuk tetap gigih dan tegar dalam kesulitan dan penderitaan demi cita-cita yang dianggap bernilai. 2. Existential Quontient, Kecerdasan ini menyangkut kemampuan seseorang dalam memaknai hidupnya. Suatu pemahaman diri yang mendasar bahwa keberadaannya di dunia ini ada maknanya. Manusia diciptakan bukan karena kebetulan, melainkan mengandung misi tertentu. Kesadaran ini harus dimulai dari penghargaan terhadap diri sendiri. 3. Spiritual Quotient, Kecerdasan spiritual berkaitan erat dengan kecerdasan eksistensial, keduanya bertumpu pada kesadaran bahwa kehidupan ini akan maknanya. Suatu pengakuan terhadap adanya daya transendensi yang mengatasi keterbatasan manusia, apa pun namanya. 8 Dari penjelasan tentang teori multiple intelligent atau kecerdasan majemuk di atas, maka dapat kita ketahui bersama sebenarnya ada begitu 7 Paul Subiyanto, Mendidik dengan Hati, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004, h.39- 40 8 www.balipost.com., Mengajari Anak Memaknai Hidup, http:www.balipost.co.idbalipostcetak2006101k3.html Diakses, 1 Oktober 2006 banyak cara untuk membuat anak-anak memahami suatu materi pelajaran. Dengan kata lain, bahwa ada berbagai cara bagi anak-anak untuk meningkatkan ilmu pengetahuan mereka yang disesuaikan dengan kebutuhan masing –masing anak. Dari teori multiple intelligent tersebut juga dapat dijelaskan bahwa anak- anak mendapat kesempatan pengembangan diri yang luar biasa, teori ini sejalan dengan kecenderungan dimana masyarakat dan dunia pendidikan yang semakin menghargai keunikan individual seorang manusia. Munculnya homescohooling merupakan bentuk kritik terhadap realita- realita negatif terutama ketidakefektifan sebagian besar proses belajar di sekolah formal, serta merupakan alternatif proses pendidikan yang memberikan peluang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mengembangkan diri dan memiliki motivasi belajar yang lebih besar. Walaupun kenyataan di lapangan, masih banyak para orang tua yang menganggap aneh tentang ber-sekolah di rumah. Hal tersebut dikarenakan salah satunya adalah karena kurangnya implementasi model homeschooling yang digunakan dalam meningkatkan motivasi belajar anak, dan kesesuaian kebutuhan pendidikan anak. Pemilihan model homeschooling yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan anak, tentu menjadikan anak akan semakin termotivasi belajarnya, sehingga tujuan pendidikan dan prestasi belajar anak akan optimal. Salah satu dari banyaknya komunitas belajar homeschooling yang ada yang dipilih dalam penelitian ini yaitu Komunitas Belajar homeschooling Imam An-Nawawi Depok. Komunitas Belajar homeschooling Imam An-Nawawi Depok merupakan kominitas belajar homeschooling yang mengimplementasikan model homeschooling yang telah dirancang sesuai dengan kurikulum nasional. Dimana Komunitas tersebut juga mengimplemtasikan model homeschool Montessori dengan metode unit pembelajaranunit studies dengan perpaduan pengajaran penanaman nilai-nilai Islami. Berdasarkan gambaran yang telah diuraikan di atas, penulis terdorong untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut dengan judul: “Implementasi Model Homeschooling dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Anak di Komunitas Belajar Imam An-Nawawi Depok ”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka Identifikasi masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Kurangnya informasi kepada orangtua tentang homeschooling. 2. Masih banyak orangtua yang belum memahami implementasi model homeschooling. 3. Ketidakpuasan para orang tua dengan sistem pendidikan formal di tanah air, khususnya dalam mengembangkan multiple intelligence anak. 4. Rendahnya motivasi belajar anak.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis membatasi masalah dalam lingkup sebagai berikut : 1. Implementasi model homeschooling yang dilaksanakan oleh Komunitas Sekolah Imam An-Nawawi Depok. 2. Kurikulum, materi, metode, serta sistem evaluasi model homeschooling yang dilaksanakan oleh Komunitas Belajar Imam An-Nawawi Depok. 3. Implementasi homeschooling dalam mengatasi motivasi belajar yang dilaksanakan oleh Komunitas Belajar Imam An-Nawawi Depok.

D. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang akan difokuskan pada penelitian ini adalah “Bagaimana implementasi Model Homeschooling dalam meningkatkan motivasi belajar anak di Komunitas Belajar Imam An-Nawawi Depok? ”

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan uraian yang telah dikemukakan, tujuan peneliti yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui secara komprehensif implementasi model homeschooling dalam meningkatkan motivasi belajar anak di Komunitas Belajar Imam An-Nawawi Depok.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan masukan bagi pihak pelaksana pendidikan model homeschooling agar menjadi dasar dalam proses mendidik anak. 2. Sebagai bahan rujukan bagi para peneliti yang meneliti tentang Homeschooling di Indonesia 3. Bagi mentor atau pengajar, dapat memberikan masukan alternatif dalam mendidik anak homeschooling. Dan diharapkan dapat menyusun rencana pengajaran sehingga dapat mengembangkan potensi anak. 4. Bagi anak, diharapkan dapat lebih meningkatkan motivasi belajarnya dimanapun, kapanpun dan dengan siapapun. 5. Bagi penulis, dapat mengetahui implementasi model homeschooling dalam meningkatkan motivasi belajar anak dengan baik.

BAB II KAJIAN TEORI

A. Hakikat Homeschooling

1. Pengertian Homeschooling

Isitilah homeschooling merupakan berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari kata home dan school. Dalam bahasa Indonesia, terjemahan yang biasanya digunakan untuk homeschooling adalah “sekolah rumah”. Dalam kamus bahasa Inggris homeschooling merupakan bentuk kata kerja, homeschooling is to instruct a pupil, for example in aneducational program outside of established schools, especially in the home. 1 Istilah homeschooling sendiri tidak terdapat definisi secara khusus, hal tersebut dikarenakan model pendidikan yang dikembangkan di dalam homeschooling sangat beragam dan bervariasi. “Karena hukum yang mengatur sekolah di rumah dan karenanya definisi legal dari istilah “siswa s ekolah di rumah” sangat berbeda antar negara bagian, perkiraan yang akurat sulit didapatkan”. 2 Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa homeschooling sekolah yang diadakan di rumah. Meski disebut homeschooling ,tidak berarti anak-anak terus menerus belajar dirumah, tetapi anak-anak bisa belajar dimana saja dan kapan saja asal situasi dan kondisinya benar-benar nyaman dan menyenangkan seperti layaknya berada di rumah. Menurut Arief Rachman Hakim, mengemukakan tentang homeschooling, yaitu: “Secara etimologis, homeschooling adalah sekolah yang diadakan di rumah, namun secara hakiki ia adalah sebuah sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai subyek dengan pendekatan pendidikan secara at home .” 3 1 The Free Online Dictionary, “Definition of Homeschooling ” http:www.thefreedictionary.comhomeschool , diakses pada tanggal 12 juni 2007. 2 Mary Griffith, Belajar Tanpa Sekolah; Bagaimana Memanfaatkan Seluruh Dunia Sebagai Ruang Kelas Anak Anda, Bandung: Nuansa, 2008, h. 18 3 Arief Rachman Hakim, Home-Schooling, Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2007, h.18 10 Dari pendekatan yang dikemukakan di atas, bahwasanya homeschooling merupakan sekolah yang pada awalnya proses belajar mengajar diadakan di rumah, dengan tujuan agar anak akan merasa nyaman pada saat proses belajar. Mereka bisa belajar sesuai keinginan dan gaya belajar masing-masing, kapan saja dan dimana saja, sebagaimana ia tengah berada di rumahnya sendiri. Kemudian menurut Sumardiono, mengemukakan bahwa: Homeschooling adalah model pendidikan saat keluarga memilih untuk menyelenggarakan sendiri dan bertanggung jawab pendidikan anak-anaknya. Homeschooling atau sekolah mandiri adalah ketika anak-anak tidak tergantung pada sistem sekolah formal yang ada sekarang, tetapi memutuskan sendiri bersama orang tua sebagai mentornya mengenal apa yang dipelajari, bagaimana cara belajar, waktu belajar dan di mana proses belajarnya. 4 Dalam pengertian tersebut dapat diartikan juga bahwa, homeschooling memiliki asumsi dasar bahwa setiap keluarga memiliki hak untuk bersikap kritis terhadap definisi dan system eksternal yang ditawarkan kepada keluarga. Sementara itu Mary Griffith, mengemukakan pendapatnya bahwa: Homeschooling berarti mempelajari apa yang akan kita inginkan, saat kita menginginkannya, dengan cara yang kita inginkan, untuk alasan kita sendiri. Pembelajaran diarahkan pada sipembelajar, penasihat dan fasilitator dicari sesuai keinginan si pembelajar. 5 Dengan kata lain bahwa homeschooling adalah model pendidikan di mana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dan mendidik anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Pada homeschooling orang tua bertanggung jawab secara aktif atas proses pendidikan anaknya. Homeschooling kini layak menjadi salah satu pilihan orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Pilihan ini terutama 4 Sumardiono, Apa Itu Homeschooling, 35 Gagasan Pendidikan Berbasis Keluarga, Jakarta: Panda Media, 2014, h.6 5 Mary Griffith, Op.Cit, h. 18