BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP
DAN KERANGKA TEORI
2.1 Kajian Pustaka 2.
1. 1 Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan mengenai terjemahan yang berkaitan dengan budaya telah dilakukan sebelumnya oleh :
1 Roswita Silalahi 2009 dalam disertasinya berjudul Dampak Teknik, Metode dan Ideologi Penerjemahan pada Kualitas Terjemahan Teks Medical-Surgical
Nursing dalam bahasa Indonesia menetapkan tujuan penelitiannya sebagai berikut 1 merumuskan teknik penerjemahan yang diterapkan dalam
menerjemahkan, kata, frasa, klausa dan kalimat yang terdapat dalam teks Medical-Surgical Nursing ke dalam bahasa Indonesia, 2 mendeskripsi metode
penerjemahan yang ditetapkan, 3 mengekspresikan ideologi penerjemahan yang dianut oleh penerjemah, dan 4 menilai dampak teknik, metode dan ideologi
penerjemahan tersebut pada kualitas terjemahan. Dalam penelitiannya Silalahi menggunakan pendekatan deskriptif-
kualitatif dengan disain studi kasus terpancang dan berorientasi pada produk, yang mengkaji aspek objektif dan afektif, dengan temuan penelitian sebagai berikut;
pertama, delapan teknik penerjemahan diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan teks Medical-Surgical Nursing yaitu teknik harafiah literal,
peminjaman murni, peminjaman alamiah, calque, transposisi, modulasi, penghilangan, dan penambahan. Berdasarkan frekuensi penggunaannya, teknik
13
Universitas Sumatera Utara
harafiah menempati urutan pertama 489, yang diikuti oleh peminjaman murni 224, peminjaman alamiah 222, transposisi 68, calque 67, modulasi 25,
penghilangan 16, dan teknik penambahan 9. Kedua, secara teori, teknik harafiah, peminjaman murni, peminjaman alamiah, dan teknik calque berorientasi
pada BSu sedangkan teknik transposisi, modulasi,penghilangan dan teknik penambahan berorientasi pada BSa. Dengan demikian, metode penerjemahan
yang dipilih penerjemah adalah metode penerjemahan literal, setia dan semantik. Ketiga, penggunaan teknik penerjemahan dan pemilihan metode penerjemahan
lebih dilandasi oleh ideologi foreignisasi dalam menerjemahkan teks sumber data penelitian ini. Keempat, dalam hal kualitas terjemahan, ditemukan bahwa 338
64,75 diterjemahkan secara akurat, 136 26,05 kurang akurat, dan 48 9,20 tidak akurat. Dari aspek keberterimaannya, 396 75,86 berterima, 91
17,44 kurang berterima dan 35 6,70 tidak berterima. Sementara itu, 493 96,29 data sasaran mempunyai tingkat keterbacaan tinggi dan 19 3,71
mempunyai tingkat keterbacaan sedang. Dalam pada itu, teknik peminjaman murni, teknik penerjemahan alamiah, calque, dan juga harafiah memberikan
dampak yang sangat positif terhadap keakuratan terjemahan, sementara kekurang akuratan dan ketidak akuratan yang terjadi pada terjemahan lebih disebabkan oleh
penerapan teknik penghilangan, penambahan, modulasi dan teknik transposisi. Kekurang berterimaan dan ketidak berterimaan cenderung disebabkan oleh
penggunaan kalimat yang tidak gramatikal, dan masalah yang menghambat pemahaman pembaca sasaran cenderung disebabkan oleh penggunaan istilah
asing yang tampaknya belum akrab bagi pembaca, kolokasi yang tidak tepat, kata bahasa indonesia yang belum lazim bagi pembaca dan kesalahan ketik.
Universitas Sumatera Utara
2 Sulaiman Ahmad 2011 dalam tesisnya Analisis Terjemahan Isilah-istilah Budaya pada Brosur Pariwisata Berbahasa Inggris Provinsi Sumatera
Utara,mengidentifikasi istilah-istilah budaya yang terdapat pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris, Provinsi Sumatera Utara, teknik
penerjemahan dan pergeseran shift yang terjadi pada pada terjemahan istilah- istilah budaya pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris
tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif- kualitatif. Data yang digunakan adalah terjemahan istilah-istilah budaya yang terdapat pada
brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara, yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumetra
Utara tahun 2008. Hasil penelitian Ahmad tersebut menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 67 data istilah budaya pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan
berbahasa Inggris. Istilah-istilah yang berkaitan dengan istilah budaya terdapat 99,99, teknik terjemahan yang digunakan dalam penerjemahan istilah-istilah
budaya terdapat 98,51 dan pergeseran shift pada terjemahan istilah-istilah budaya dari bahasa sumber ke dalam bahasa Inggris terdapat 44 data 93,18.
Kajian Ahmad tersebut menunjukkan bahwa objek yang diteliti adalah Brosur Pariwisata Berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara dengan
menganalisis istilah budaya menurut teori Newmark, 1988:95, teknik penerjemahan menurut teori Molina dan Albir, 2002:507 dan pergeseran
terjemahan Catford, 1978:73. Dari kajiannya tersebut, peneliti memiliki objek kajian yang berbeda yang meneliti tentang novel Negeri 5 Menara dan
terjemahannya The land Of Five Towers dengan menganalisis kategori istilah
Universitas Sumatera Utara
budaya Newmark, 1988:95 dan teknik penerjemahan Molina dan Albir, 2002:507.
3 Kurniawati 2006 melakukan penelitian berjudul Analisis Ideologi Penerjemahan dan Mutu Terjemahan Ungkapan dan istilah Budaya: Kajian
terhadap Teks “The Choice: Islam and Christianity” dan Teks “The choice: Dialog Islam-
Kristen.” Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari 296 ungkapan dan istilah budaya yang terdapat dalam
“The choice: Islam and Christianity
,” 80,7 diterjemahkan dengan menerapkan ideologi domestikasi, 16,6 dialihkan dengan menerapkan ideologi foreignisasi, dan 2,7 tidak
diterjemahkan atau dihilangkan dari teks bahasa sasaran. 4 Gede Eka Putrawan 2011 dalam tesisnya The Ideology of Translation of
Cultural Terms Found in Pramoedya Ananta Toer‟s Work Gadis Pantai into The Girl from The Coast, menemukan lima kategori istilah budaya dalam novel
tersebut dengan 16 teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan istilah-istilah budaya yang meliputi teknik penerjemahan tunggal
dan ganda. Disamping itu juga, terdapat ideologi penerjemahan foreingnisasi dan domestikasi
karena adanya
kombinasi-kombinasi penggunaan
teknik penerjemahan yang berbeda. Ada teknik penerjemahan yang berorientasi pada
bahasa sumber dan ada yang berorientasi pada bahasa sasaran. Ideologi yang paling diterapkan dalam penelitiannya adalah ideologi domestikasi 82,20,
ideologi foreignisasi 9,82, dan ideologi sebagian foreignisasi dan domestikasi 7,98.
5. Clara Puspita 2012 dalam tesisnya Ideologi Penerjemahan Pada Teks Psikologi Abnormal, menemukan tujuh teknik penerjemahan yaitu teknik harafiah
Universitas Sumatera Utara
54, penambahan 18, modulasi 11, parafrasa 6, peminjaman alamiah 5, penggantian 4, dan teknik penghilangan 2. Teknik harafiah dan peminjaman
alamiah berorientasi pada bahasa sumber sedangakan teknik penambahan, modulasi, parafrasa, penggantian dan teknik penghilangan berorientasi pada
bahasa sasaran. Maka dalam penelitiannya, dia menemukan metode penerjemahan yang dipilih oleh penerjemah adalah metode penerjemahan literal,
setia, dan semantik yang dilandasi ideologi foreignisasi. 6. Havid Ardi 2010 dalam tesisnya Analisis Teknik Penerjemahan dan
Kualitas Terjemahan Buku “Asal Asul Elite Minangkabau Modern: Respons terhadap Kolonial Belanda Abad ke XIXXX”, Tujuan penelitian untuk
mengidentifikasi dan
mendeskripsikan teknik,
metode, dan
ideologi penerjemahan, serta melihat dampaknya terhadap kualitas terjemahan dari aspek
keakuratan accuracy,
keberterimaan acceptability
serta keterbacaan
readabliity terjemahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 18 jenis teknik penerjemahan dari 731 teknik yang digunakan penerjemah dalam 285 data.
Berdasarkan frekuensi penggunaan teknik tersebut adalah: amplifikasi 122 16,69, penerjemahan harfiah 86 11,76, padanan lazim 84 11,49,
modulasi 73 9,99, peminjaman murni 71 9,71, reduksiimplisitasi 61 8,34, adaptasi 57 7,80, penambahan 37 5,06, transposisi 27 3,69,
generalisasi 22 3,01, kalke 19 2,60, inversi 16 2,19, partikularisasi 15 2,05, penghilangan 15 2,05, kreasi diskursif 10 1,37, deskripsi 9
1,23, peminjaman alami 6 0,82, dan koreksi 1 0,14. Berdasarkan teknik yang dominan terungkap bahwa buku ini cenderung menggunakan metode
komunikatif dengan ideologi domestikasi. Dampak dari penggunaan teknik
Universitas Sumatera Utara
penerjemahan ini terhadap kualitas terjemahan cukup baik dengan rata-rata skor keakuratan terjemahan 3,33, keberterimaan 3,55, dan keterbacaan 3,53. Hal ini
mengindikasikan terjemahan memiliki kualitas keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan yang baik. Teknik yang paling banyak memberi kontribusi positif
terhadap tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan adalah teknik amplifikasi, penerjemahan harfiah, dan padanan lazim. Sementara, teknik
penerjemahan yang banyak mengurangi tingkat keakuratan keberterimaan adalah modulasi, penambahan, dan penghilangan.
7. Singgih Daru Kuncara 2012 dalam tesisnya Analisis Terjemahan Tindak Tutur Direktif Pada Novel The Godfather Karya Mario Puzo Dan Terjemahannya
Dalam Bahasa Indonesia. Penelitiannya bertujuan untuk mengevaluasi penerapan fungsi ilokusi tindak tutur direktif, penggunaan teknik penerjemahan dan
dampaknya terhadap kualitas terjemahan. Sumber data ialah novel yang berjudul Sang Godfather karya Mario Puzo dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
Data dalam penelitian ini adalah tuturan direktif yang ada pada kedua novel dan informan rater dan responden. Analisis data menggunakan metode etnografis
dari Spradley; analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial dan tem uan nilai budaya. Hasil penelitian, dari 152 data, ditemukan sebanyak delapan
fungsi ilokusi direktif. Fungsi tersebut antara lain memerintah 76 data 50,0, menyarankan 22 data 14,5, meminta 17 data 11,1, memohon 11 data
7,2, melarang 10 data 6,6, menasihati 9 data 5,9, membujuk 4 data 2,7, menyilakan 3 data 2,0. Kemudian, ditemukan sebanyak 12 teknik
penerjemahan dengan frekuensi total penggunaan sebanyak 244 kali. Teknik tersebut meliputi teknik harfiah 80 kali 32,8, peminjaman murni 50 kali
Universitas Sumatera Utara
20,5, transposisi 33 kali 13,5, reduksi 28 kali 11,5, penambahan 16 kali 6,6, modulasi 14 kali 5,7, partikularisasi 7 kali 2,9, adaptasi 6 kali
2,5, amplifikasi linguistik 5 kali 0,8, penghilangan 2 kali 0,4, padanan lazim, deskripsi dan generalisasi masing-masing 1 kali 0,4. Teknik yang
digunakan menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami.
2.2 Kerangka Konsep
Berikut ini adalah penjelasan tentang kerangka konsep penelitian yang mencakupi : definisi terjemahan, prinsip penerjemahan, jenis terjemahan, batasan
istilah budaya, teknik penerjemahan, dan definisi novel.
2.2.1 Definisi Penerjemahan
Menerjemahkan merupakan seni art yang didukung kecintaan, kemauan dan dedikasi. Sebagai suatu seni dalam menyampaikan pesan, baik makna dan
gaya bahasanya, penerjemah hendaknya membekali diri dengan kemampuan estetis. Penggunaan kata-kata harus menunjukkan kepekaan estetis, begitu pula
penyusunan kalimat memerlukan kompetensi yang serba estetis. Sejalan dengan itu, Hanafi 1986:22 menyatakan bahwa
“perbuatan menerjemahkan juga merupakan suatu ketrampilan skill yang bisa dipelajari, ditingkatkan,
dikembangkan dan diajarkan ”.
Kemampuan estetis dan ketrampilan dalam menerjemahkan bertujuan agar para penerjemah mampu memahami dan menyampaikan isi atau pesan dari BSu
ke dalam BSa agar pembaca mengerti isi atau pesan sebagaimana dalam BSu, sehingga para pembaca merasa puas. Selain seni dan ketrampilan, Jumpelt 1963
menyatakan juga bahwa penerjemahan merupakan sebuah ilmu. Ini berarti bahwa ilmu penerjemahan melibatkan analisis linguistik dan semantik. Ilmu
Universitas Sumatera Utara
penerjemahan yang dimaksud di sini adalah bukanlah ilmu murni melainkan ilmu terapan karena di dalamnya aspek-aspek praktis sangat ditekankan Barnstone,
1993. Oleh karena itu, penerjemahan tidak dapat dinyatakan bahwa penerjemahan hanya sebagai sebagai sebuah seni karena dalam kegiatan
menerjemahkan dibutuhkan juga suatu ketrampilan. Demikian pula, kurang tepat jika dinyatakan bahwa penerjemahan termasuk kategori seni dan ketrampilan
semata karena setiap kegiatan menerjemahkan selalu melibatkan analisis linguistik dan semantik, sehingga dapat dikatakan bahwa penerjemahan gabungan
antara seni, ketrampilan dan ilmu. Dalam penerjemahan juga tidak terlepas dari dua aktivitas penting yaitu 1 tindakan
pemahaman „act of comprehension‟ yaitu bagaimana seseorang memahami makna kata atau kalimat yang erat kaitannya
dengan konteks kalimat alinea. Dalam hal ini pemahaman pesan hendaknya disertai dengan persamaan pengertian. 2 tindakan
pengungkapan „act of expression‟ yaitu melalui cara bagaimana seseorang mengungkapkan agar apa
yang diucapkan atau dituliskan sesuai dan cukup mewakili simbol dan sajian penulis asli, baik berupa kalimatalinea, Catford 1965.
Melalui penerjemah segala sesuatu yang tidak dikenal dan tersingkap bisa segera terungkap jelas. Levy 1967 menyatakan
“Terjemahan merupakan proses kreatif yang memberikan kebebasan bagi penerjemah untuk memilih
kemungkinan padanan yang dekat dalam mengungkapkan makna yang sesuai dengan situasinya
”. Sebagai suatu proses kreatif, perbuatan menerjemahkan memberikan kelonggaran bagi penerjemahnya, berupa kebebasan atau otonomi
untuk mencari padanan yang pantas disajikan berdasarkan konteks situasinya.
Universitas Sumatera Utara
Dengan adanya otonomi ini berarti seorang penerjemah memiliki peluang yang cukup besar dan berarti, serta secara potensial penerjemah bisa
mengembangkan kemampuan atau ketrampilannya. Penerjemah bebas berkreasi pada penciptaan orang lain, sepanjang apa yang dilakukannya tidak menyeleweng.
Sehingga bentuk keterikatan, kelakuan, karena harus mempertahankan bentuk, bisa dihindari dengan menghasilkan produk terjemahan yang baik dan mudah
mengerti. Selain itu, Forster 1958 mengemukakan “Terjemahan merupakan
pemindahan isi naskah dari satu bahasa ke bahasa lainnya, yang perlu diingat bahwa kita tidak selalu bisa memisahkan isi dari bentuk naskah itu”. Berdasarkan
pendapat ini dapat dikatakan bahwa apa yang dilakukan dalam penerjemahan hendaknya dapat memindahkan isi yang merupakan pesan, sekaligus
mempertahankan bentuknya yang berupa gaya pengungkapan ataupun gaya bahasanya.
Esensi terjemahan terletak pada makna dari bahasa yang berbeda, hal ini di katakan House 1977, “Terjemahan merupakan penggantian kembali naskah
berbahasa sumber dengan yang berbahasa sasaran yang secara semantik dan pragmatik sepadan”. Makna beraspek semantik erat kaitannya dengan makna
denotatif, sedangkan makna beraspek pragmatik bertautan dengan makna konotatif. Selanjutnya, Kridalaksana 1985 mendefinisikan penerjemahan sebagai
pemindahan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kemudian gaya bahasanya.
Dari beberapa definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa definisi yang dikatakan oleh Levy dan Kridalaksana menekankan bahwa dalam menerjemahkan
yang paling penting disampaikan adalah pengalihan makna yang sepadan dari
Universitas Sumatera Utara
BSu ke dalam BSa dengan memberikan kebebasan bagi penerjemah untuk memilih kemungkinan padanan yang dekat dalam mengungkapkan makna yang
sesuai dalam BSa, bukan bagaimana menerjemahkan kata, frasa atau kalimat yang ada dalam BSu. Selain pengalihan makna, bentuk bahasa atau gaya bahasa juga
merupakan aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam penerjemahan. Nababan 2003:20 menyatakan bahwa baik penerjemah karya sastra maupun
karya ilmiah tidak hanya mempertimbangkan isi berita tetapi juga bentuk bahasa dalam terjemahannya karena pada hakekatnya setiap bidang ilmu mempunyai
gaya bahasa dalam mengungkapkan pesannya. Menurut dia, gaya bahasa dalam bidang penerjemahan lebih terfokus pada tingkat keresmian bentuk bahasa sasaran
yang disesuaikan dengan tingkat keresmian bentuk bahasa sumber. Jika menerjemahkan suatu teks ilmiah, penerjemah harus menggunakan ragam bahasa
ilmu dalam terjemahannya. Demikian juga dalam penerjemahan karya sastra, jika penerjemah menerjemahkan sebuah prosa, seyogianya gaya bahasa prosa itu harus
muncul dalam terjemahannya. Hasil atau produk terjemahan itu benar-benar tepat makna. Ada kesesuaian dan kesamaan pesan penulis naskah aslinya dengan pesan
yang diterima pembaca yang bukan masyarakatnya, di luar jangkauan bahasanya setelah melalui proses penerjemahan dan mempertahankan bentuk atau gaya
bahasanya.
2.2.2 Prinsip Penerjemahan
Savory 1968 mengatakan ada beberapa prinsip penerjemahan yang berkaitan dengan ragam terjemahan untuk mencapai produk yang baik, adalah .
1. A translation must give the words of the original Terjemahan harus
menyajikan kata-kata dari naskah aslinya.
Universitas Sumatera Utara
2. A translation must give the ideas of the original Terjemahan harus
menyajikan ide-ide dari naskah aslinya. 3.
A translation should read like an original work Terjemahan hendaknya terbaca seperti karya aslinya.
4. A translation should read like a translation Terjemahan hendaknya terbaca
sebagai terjemahan 5.
A translation should reflect the style of the original Terjemahan hendaknya merefleksikan gaya dari naskah aslinya.
6. A translation should possess the style of the translator Terjemahan
hendaknya memiliki gaya yang dipakai penerjemah. 7.
A translation should read as a contemporary of the original Terjemahan hendaknya terbaca sebagaimana bahasa kontemporer penerjemah.
8. A translation may add to or omit from the original Terjemahan boleh
menambahkan atau mengurangi bagian dari naskah aslinya 9.
A translation may never add to or omit from the original Terjemahan tidak boleh menambahkan atau mengurangi bagian dari naskah aslinya
10. A translation of verse should be in prose Terjemahan sajak hendaknya
berbentuk prosa 11.
A translation of verse should be in verse Terjemahan sajak hendaknya berbentuk sajak
Dari beberapa prinsip tersebut di atas, penerjemah tentu akan mengalami kesulitan bila menerapkan semuanya, sebab kadang-kadang satu dengan yang lain
bertolak belakang. Karenanya, seorang penerjemah boleh memilih mana prinsip penerjemahan yang paling tepat digunakan untuk menghasilkan terjemahan yang
Universitas Sumatera Utara
baik. Oleh karena itu, peneliti berpendapat bahwa prinsip penerjemahan yang digunakan dalam rangka mencapai produk yang baik yaitu terjemahan yang
menyajikan ide-ide dari naskah aslinya, terjemahan hendaknya terbaca seperti karya aslinya dan terjemahan boleh menambahkan atau mengurangi bagian dari
naskah aslinya yang disesuaikan dalam BSa. Prinsip ini menekankan pada pengalihan makna yang menyajikan ide-ide dari naskah aslinya yang dapat
menambah atau mengurangi TSu yang disesuaikan ke dalam TSa. Ketepatan pengalihan makna atau pesan
„message‟ merupakan hal yang penting dalam menerjemahkan, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman dan ambiguitas
terhadap pembaca teks bahasa sasaran. Hal ini senada yang dikatakan oleh Koller 1972, “Terjemahan yang baik hendaknya dimengerti dengan benar dan semudah
naskah aslinya, dan menghadirkan respon yang sepadan dalam pelibatan atas apa yang dimiliki bahasa-
bahasa penerima”. Dari pendapat ini, ada dua hal penting yang ditekankan yaitu tentang terjemahan yang benar dan mudah , serta respon
yang sepadan dari bahasa penerima terhadap naskah aslinya. Di samping itu juga, Nida 1964 mengemukakan tiga kriteria atas produk
terjemahan yang baik yaitu 1 proses komunikasi yang secara umum efisien, 2 pemahaman maksud dan 3 kesepadanan responsi. Selanjutnya dia mengatakan
efisien proses komunikasi adalah bentuk pencerapan maksimal atas upaya minimal terhadap pemahaman maksud penulis naskah dan dimengertinya pesan
tersebut dalam kebudayaan bahasa penerima. Selain itu, kesepadanan respon erat kaitannya dengan maksud dari pesan itu. Dapat disimpulkan dari pernyataan di
atas bahwa produk terjemahan yang di katakan baik pada umumnya yaitu : 1 Memuat ide yang lengkap, gaya dan cara penulisan, serta kemudahan dari naskah
Universitas Sumatera Utara
aslinya, 2 Mengandung tujuan dan maksud yang mudah dimengerti atas naskah aslinya, 3 Mencerminkan efek yang sama seperti pada naskah aslinya, 4
Mengandung kebenaran maksud dan responnya sepadan sesuai dengan naskah aslinya, 5 Proses komunikasinya tidak bertele-tele atau sebaiknya efisien, 6
Penyimpangan makna kalau ada, hendaknya sekecil mungkin, 7 Bahasa yang digunakan sesuai dengan naskah aslinya, 8 Kepribadian penerjemah, penulis
naskah dan pembacanya hendaknya selaras.
2.2.3 Jenis-jenis Terjemahan
Moentaha 2006:30 menggolongkan jenis-jenis terjemahan menurut ciri- ciri dan fungsi masing-masing sebagai berikut :
2.2.3.1 Terjemahan Menurut Ragam Bahasa
Jenis terjemahan menurut ragam bahasa terdiri dari beberapa ragam: sastra, jurnalistik, surat kabar, ilmiah dan dokumen resmi. Setiap ragam
mempunyai subragam sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 2.1berikut :
Tabel 2.1 Terjemahan menurut ragam bahasa
No. Ragam No. Subragam
1 2.
Sastra Jurnalistik
1 2
Prosa, puisi, drama; Oratoria, esai, artikel;
3 KoranSurat kabar
3 Editorial, headline, artikel, berita, singkat,
iklan, pengumuman; 4
ilmiah 4
Rangkaian ujaran, penggunaan istilah, pola kalimat
postulat, argumen,
formula, sitirannuklian, catatan bawah foot-note,
refrensi; 5
Dokumen resmi 5
dokumen bisnis, dokumen undang-undang, dokumen diplomatik, dokumen militer.
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel ragam bahasa tersebut di atas, salah satu sub ragam sastra yaitu prosa. Prosa dibagi atas novel, dongeng dan cerpen pendek. Oleh karena itu, salah
satu yang diteliti dalam ragam sastra bahasa di atas yaitu novel. Novel merupakan salah satu karya fiksi yang bentuk teksnya sarat dengan istilah-istilah budaya.
2.2.3.2 Terjemahan Menurut Bentuk Teks
Jenis terjemahan yang dibedakan menurut bentuk teks yang digunakan dalam BSu dan dalam Bsa, seperti pada tabel 2.2 berikut .
Tabel 2.2 Jenis terjemahan menurut bentuk teks
Terjemahan BSu BSa
Tertulis Lisan
Tertulis 1
Terjemahan tertulis 2
- Lisan
3 -
4 Terjemahan lisan
Pada kotak-kotak 1 dan 4 ditemukan jenis-jenis terjemahan yang sudah terkenal dan yang bisa berdiri sendiri: terjemahan tertulis written translation dan
terjemahan lisan oral translation. Sedangkan kotak-kotak 2 dan 3 tidak menunjukkan adanya jenis-jenis terjemahan yang mandiri, karena kotak-kotak itu
mencakup bermacam-macam teknik terjemahan. Misalnya, kotak 2 bisa menyangkut terjemahan lisan-dikte atau terjemahan lisan dari siaran radioTV.
Kotak 3 mencakup terjemahan dari selembaran kertas yang disampaikan secara lisan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3.3 Terjemahan Menurut Hierarki Bahasa
Terjemahan sebagai proses penggantian teks dalam satu bahasa dengan teks dalam bahasa lain berlangsung tanpa mengubah tingkat isi teks asli. Hal ini
berarti dalam penerjemahan terjadi penggantian satuan-satuan bahasa di tingkat isi yang dipertahankan tanpa perubahan. Tugas penting bagi penerjemah dalam
melakukan pengalihbahasaan ialah mencari padanan dalam teks BSu satuan- satuan minimal yang layak diterjemahkan, yakni satuan-satuan bahasa yang harus
dicari padanannya dalam teks BSa. Satuan seperti ini disebut satuan terjemahan unit of translation. Jadi, satuan terjemahan ialah satuan Bsu yang mempunyai
padanan dalam BSa. Hanya saja, satuan BSa terkecil minimal bisa terdiri dari struktur kompleks yang bagian-bagiannya secara terpisah tidak diterjemahkan,
yakni dalam TSa tidak bisa ditentukan padanannya. Dalam linguistik disebut bahwa satuan bahasa terkecil yang mengandung
arti adalah morfem. Tetapi, morfem hanya kadang-kadang saja berfungsi sebagai satuan terjemahan. Hal ini disebabkan, karena pertama sering terjadi bahwa
makna satuan yang tidak dapat dipecah bukan oleh morfem, tetapi oleh satuan bahasa yang lebih tinggi tingkatnya yaitu kata, rangkaian kata-kata dan lain-lain,
kedua bahkan, kalau satuan-satuan yang lebih tinggi tingkatnya, seperti kata, rangkaian kata-kata, kalimat tidak merupakan satuan-satuan idiom, yakni secara
semantis bisa dipecah, maka satuan-satuan itu sering berpadanan dalam BSa dengan satuan-satuan yang tidak dapat dipecah. Karena itulah, maka satuan
terjemahan ternyata adalah semua satuan BSu secara keseluruhan, yang lebih tinggi tingkatnya daripada morfem, seperti kata, rangkaian kata-kata, kalimat dan
Universitas Sumatera Utara
teks. tetapi, dalam praktiknya, satuan dari setiap tingkat bahasa bisa menjadi satuan terjemahan.
2.2.4 Batasan Istilah Budaya
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau
sifat yang khas dalam bidang tertentu. Selain itu, Soanes 2002:1188 menyatakan bahwa istilah adalah kata atau frasa yang digunakan untuk menjelaskan suatu
benda atau menyatakan konsep. Jadi istilah budaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ungkapan berupa kata atau frasa yang digunakan pada
konteks makna yang berkaitan dengan budaya. Dalam bahasa sumber banyak istilah yang sulit dicarikan padanannya dalam bahasa sasaran, bahkan terkadang
tidak ada sama sekali. Kelangkaan padanan inilah yang menyebabkan terjemahan berkualitas rendah Hanafi, 1986:37.
Di dalam hubungan bahasa dan budaya, bahasa merupakan objek kajian penerjemahan sedangkan di sisi lain bahasa merupakan bagian dari kebudayaan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa penerjemahan melibatkan unsur budaya, baik BSu maupun BSa. Budaya penerjemah akan mempengaruhi hasil penerjemahan,
khususnya struktur terjemahannya. Itulah sebabnya ditemukan bahwa suatu ide yang sama tidak akan direalisasikan ke dalam struktur, khususnya tema yang sama
dalam bahasa yang berbeda. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan budaya penutur bahasa tersebut, sehingga tidak bisa satu ide disampaikan dalam
dua bahasa dengan struktur tema yang sama. Hal inilah yang menjadi kendala ataupun kesulitan di dalam menerjemahkan bahasa. Dengan demikian
kemampuan penerjemahan memerlukan pengetahuan dan wawasan yang luas
Universitas Sumatera Utara
tidak hanya mencakup aspek pengetahuan terhadap BSu dan BSa tetapi juga budaya pemakai bahasa tersebut.
Dalam kaitannya budaya dengan penerjemahan, Hoed 2006:79 menyatakan
“kebudayaan merupakan cara hidup way of life yang perwujudannya terlihat dalam bentuk perilaku serta hasilnya terlihat secara
material disebut artefak, yang diperoleh melalui proses pembiasaan dan pembelajaran dalam suatu masyarakat dan diteruskan dari generasi ke generasi
”. Kebudayaan bersifat khas bagi masyarakat tertentu dan penguasaannya tidak
secara naluriah, melainkan melalui proses pembiasaan dan pembelajaran dari generasi ke generasi, karena bersifat khas bagi suatu masyarakat, maka tidak ada
dua kebudayaan yang sama. Oleh karena tidak ada dua kebudayaan yang sama, unsur kebudayaan dan
artefak yang dibicarakan dalam sebuah TSu seringkali sulit diperoleh padanannya yang tepat dalam TSa. Sehingga penerjemah menghadapi berbagai masalah dalam
menerjemahkan unsur budaya yang terdapat dalam TSu ke dalam TSa. Jika penerjemah tidak mempunyai pengetahuan atau wawasan yang luas tentang
sistem linguistik dan konteks budaya penulis TSu, penerjemah tidak akan bisa memahami teks itu dengan baik dan demikian juga keberhasilannya. Misalnya
kata dalam bahasa Indonesia tidak dikenal padanannya dalam bahasa Inggris atau kata Inggrisnya tidak sepenuhnya sepadan seperti kebaya, batik, bupati ,camat,
terasi, lampu teplok, delman, bajigur dan kredit candak kulak Hoed, 2006:81. Istilah budaya inilah sangat khas, sehingga seorang penerjemah terlebih dahulu
memahami makna istilah tersebut untuk diterjemahkan ke dalam BSa, sebab istilah tersebut tidak dikenal dalam bahasa Inggris.
Universitas Sumatera Utara
Dalam perwujudannya, budaya dibagi atas budaya material dan non material. Menurut Liliweri 2002:107 budaya material material culture adalah
semua objek material yang dibuat, dihasilkan, dan dipakai oleh manusia, mulai dari material atau benda-benda yang sederhana seperti : alat-alat rumah tangga,
pakaian dan makanan hingga ke desain arsitektur, teknologi komputer, dan kapal terbang. Dan budaya non material adalah dalam bentuk gagasan atau ide-ide yang
disebut nilai, norma, kepercayaan dan bahasa. Baker 1992:21 menyatakan “kata
bahasa sumber bisa mengungkapkan suatu konsep yang sama sekali tidak dikenal dalam budaya bahasa sasaran. Konsep yang dimaksud bisa bersifat abstrak atau
konkrit. Konsep itu bisa berkaitan dengan keagamaan, adat-istiadat, atau jenis makanan. Konsep ini disebut konsep khusus budaya”. Sehingga kata bahasa
sumber yang mengungkapkan suatu konsep tidak mempuyai kata untuk mengungkapkannya dalam bahasa sasaran. Kesulitan-kesulitan inilah yang banyak
dihadapi oleh para penerjemah dalam melakukan proses penerjemahan dalam mencari padanan istilah-istilah bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.
Hanafi 1986:37 menyebutkan ada lima cara yang juga di sebut panca upaya, yang lazim dilakukan atas istilah-istilah yang sulit dicarikan padanannya :
1. Menggarisbawahi istilah tersebut dalam produk terjemahan dengan melengkapi
catatan seperlunya sebagai keterangan. 2.
Menyerap istilah tersebut atau yang di sebut sebagai loan translation. 3.
Menentukan benda kalau itu benda dalam kebudayaan bahasa sumber yang hampir sama dengan nama benda dalam bahasa sasaran, di sebut juga
translation term.
Universitas Sumatera Utara
4. Mendefinisikan kata tersebut seperti bahasa sumber mendefinisikannya, bila
didefinisi itu memang ada, dan dapat dicari dalam bahasa itu. 5.
Memberikan gambarsket benda tersebut, bila itu diperlukan kehadirannya untuk memberikan kejelasan.
Upaya –upaya tersebut, dapat membantu penerjemah untuk mengalihkan
istilah-istilah budaya dari BSu ke dalam BSa. Berkaitan dengan istilah budaya, Newmark 1988:94 juga memberi
kan definisi budaya sebagai “the way of life and its manifestasions that are peculiar to a community that uses a particular
language as its means of expression.” Jadi, budaya adalah cara hidup dan perwujudannya yang khas dalam suatu masyarakat yang menggunakan bahasa
tertentu sebagai alat untuk mengungkapkannya. Misalnya kata steppe, dacha dan tagliatelle termasuk kata budaya atau cultural words, istilah ini menimbulkan
masalah penerjemahan karena perbedaan antara BSu dan Bsa. Sedangkan kata die, live, star dan swim tidak menimbulkan masalah dalam penerjemahan. Oleh karena
itu, istilah budaya merupakan ungkapan yang khas dalam suatu masyarakat yang menggunakan bahasa tertentu yang berbeda dengan bahasa umum. Newmark
menyatakan dimana ada titik budaya disana ada masalah penerjemahan “
Frequently where there is cultural focus, there is a translation problem due to the cultural gap or distance between the source and target languages”.
Karena kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh penerjemah dalam upaya menerjemahkan istilah budaya, maka salah satu konsep yang digunakan adalah
konsep „cultural words‟. Newmark 1998:95 menyatakan bahwa istilah budaya atau cultrual words mudah ditemukan, karena istilah ini berhubungan dengan
bahasa tertentu dan tidak dapat diterjemahkan secara literal karena bisa merubah
Universitas Sumatera Utara
makna, tetapi dijelaskan dalam bahasa biasabahasa sehari-hari dan menggunakan padanan deskriptif-fungsional yang sesuai. Dalam sebuah teks seluruh aspek
budaya yang diungkapkan dalam „cultural words‟ dapat diterjemahkan dalam
berbagai cara sesuai dengan perannya dalam teks dan tujuan penerjemahan.
2.2.5 Teknik Penerjemahan
Teknik merupakan cara penerjemahan kata dan frasa yang merupakan bagian dari sebuah kalimat. Teknik berfungsi untuk menjabarkan tahapan-tahapan
pekerjaan yang mesti dilalui oleh prosedur sedangkan prosedur berfungsi sebagai penjabaran dari metode penerjemahan sebuah teks. Pada hakikatnya teknik
tersebut merupakan penjabaran dari prosedur penerjemahan atau sebagai tahapan langkah dari sebuah prosedur, Syihabuddin 2002:77.
Molina dan Albir 2002:507 mendefinisikan teknik penerjemahan sebagai prosedur untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan
terjemahan dan dapat diterapkan pada satuan lingual. Kemudian mereka membagi lima karakteristik teknik penerjemahan yaitu : 1 Teknik penerjemahan
mempengaruhi hasil terjemahan, 2 Teknik diklasifikasikan dengan perbandingan pada teks BSu, 3 Teknik berada tataran mikro, 4 Teknik tidak saling berkaitan
tetapi berdasarkan konteks tertentu, 5 Teknik bersifat fungsional. Dalam penelitian ini, sangat tepat menggunakan teknik penerjemahan Molina dan Albir
2002:509, karena penerapan teknik ini dilandasi oleh konsepsi atau pemahaman bahwa teknik ini berada pada tataran mikro berupa kata dan frase dan juga teknik
ini diklasifikasikan dengan perbandingan pada teks BSu, sehingga sesuai dalam menganalisis istilah-istilah budaya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.6 Definisi Novel
Salah satu bentuk teks yang sarat dengan aspek-aspek budaya adalah novel. Dalam KBBI 2005 novel didefinisikan sebagai karangan prosa yang
panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Sebuah novel
dikarang berdasarkan pengalaman dan hasil pengamatan penulis mengenai kehidupan dengan latar belakang budaya tertentu. Pengalaman dan hasil
pengamatan tersebut kemudian diseleksi dan diungkapkan kembali oleh penulis sesuai dengan tujuan penulisannya untuk menghibur dan merefleksikan
kehidupan. Karena ditulis berdasarkan realita dan untuk mengungkapkan kehidupan pada masyarakat tertentu, setiap novel mengungkapkan emosi, ide,
sikap, kebiasaan, keyakinan, gaya hidup dan aspek-aspek kultural lainnya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.
Implikasi aspek budaya dalam penerjemahan seperti dijelaskan di atas juga banyak dihadapi oleh penerjemah sewaktu menerjemahkan novel Negeri 5
Menara ke dalam bahasa Inggris The Land OF Five Towers. Novel ini diterbitkan pada tahun 2009 yang berkisah tentang seorang anak yang berasal dari
Minangkabau bernama Alif. Dia ingin bercita-cita menjadi Habibie dan ingin melanjutkan studinya di SMA tetapi ibunya tidak setuju dan akhirnya, dia
melanjut di pondok pesantren Madani Jawa Timur yang bertentangan dengan keinginannya. Di pondok tersebut, dia bertemu beberapa orang dari berbagai
daerah, yang kemudian menjadi sahabatnya dan mereka menjalani kehidupan bersama tinggal di pondok Madani. Novel ini dikarang oleh Ahmad Fuadi pada
tahun 2009 dan diterjemahkan oleh Angie Kilbane pada tahun 2011. Novel ini
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan apresiasi-apresiasi dari beberapa tokoh budayawan, pendidikan atau akademisi, di antaranya adalah seorang profesor ilmu politik Bill Liddle, Ohio
State University, Colombus, AS memberi pesan bahwa novel ini perlu dibaca, baik muslim maupun nonmuslim untuk mengerti fondasi budaya kelas menengah
zaman reformasi N5M, 2009:408.
2.3 Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini di dasarkan pada kategori yang di kemukakan oleh Newmark 1988:95, dan Molina dan Albir 2002:509
2.3.1 Kategori Istilah Budaya
Newmark 1998:95 membagi aspek-aspek „cultural words‟ dalam
kategori dan sub kategori sebagai berikut . 1.
Ekologi Flora, fauna, angin, daratan, bukit, sawah, hutan tropis
2. Kebudayaan Material artefak a. Makanan
b. Pakaian c. Rumah dan Kota
d. Sarana Transportasi 3. Kebudayaan sosial- pekerjaan dan liburan
4. Organisasi, adat-istiadat, aktivitas, prosedur, konsep-konsep a. Politik dan Administrasi
b. Agama c. Artistik
Universitas Sumatera Utara
5. Bahasa Isyarat dan Kebiasaan
2.3.2 Klasifikasi Teknik Penerjemahan
Molina dan Albir 2002:509 mengklasifikasikan teknik penerjemahan dengan kriteria sebagai berikut .
1. Adaptasi adaptation Teknik ini dikenal dengan teknik adaptasi budaya. Teknik ini dilakukan
dengan mengganti unsur-unsur budaya yang ada BSu dengan unsur budaya yang mirip dan ada pada BSa. Hal tersebut bisa dilakukan karena unsur budaya dalam
BSu tidak ditemukan dalam BSa, ataupun unsur budaya pada BSa tersebut lebih akrab bagi pembaca sasaran. Teknik ini sama dengan teknik padanan budaya.
Contoh: Plastik asoitas kresek ini biasanya di gunakan untuk tempat barang yang di beli di pasar tradisional, di warung ataupun di supermarket dalam jumlah kecil,
kemudian istilah ini dipadankan dalam bahasa sasaran, sehingga diterjemahkan menjadi plastic bag.
2. Amplifikasi amplification
Teknik penerjemahan dengan mengeksplisitkan atau memparafrasa suatu informasi yang implisit dalam BSu. Teknik ini sama dengan eksplisitasi,
penambahan, parafrasa eksklifatif. Catatan kaki merupakan bagian dari amplifikasi. Teknik reduksi adalah kebalikan dari teknik ini. Contoh: madrasah
diterjemahkan menjadi madrasah-religious school. Madrasah merupakan sekolah atau perguruan bisanya yang berdasarkan agama islam, untuk dipadankan dalam
bahasa sasaran, penerjemah melakukan penambahan penjelasan agar istilah yang dimaksud dimengerti oleh pembaca Bsa.
Universitas Sumatera Utara
3. Peminjaman borrowing
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan meminjam kata atau ungkapan dari BSu. Peminjaman itu bisa bersifat murni pure borrowing tanpa
penyesuaian atau peminjaman yang sudah dinaturalisasi naturalized borrowing dengan penyesuaian pada ejaan ataupun pelafalan. Kamus resmi pada BSa
menjadi tolok ukur apakah kata atau ungkapan tersebut merupakan suatu pinjaman atau bukan.
Contoh: Amak diterjemahkan menjadi Amak sebagai teknik penerjemahan peminjaman murni dan surban diterjemahkan menjadi Turban sebagai teknik
penerjemahan alamiah. 4.
Kalke calque Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menerjemahkan frasa atau
kata BSu secara literal. Teknik ini serupa dengan teknik penerimaan acceptation.
Contoh: beludru merah di terjemahkan menjadi red velvet. 5.
Kompensasi compensation Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menyampaikan pesan pada
bagian lain dari teks terjemahan. Hal ini dilakukan karena pengaruh stilistik gaya pada BSu tidak bisa di terapkan pada BSa. Teknik ini sama dengan teknik
konsepsi. Contoh: sebuah gunting diterjemahkan menjadi a pair of scissors
6. Deskripsi description
Universitas Sumatera Utara
Teknik penerjemahan yang diterapkan dengan menggantikan sebuah istilah atau ungkapan dengan deskripsi bentuk dan fungsinya.
Contoh: kue tradisional Italia yang dimakan pada saat tahun baru diterjemahkan menjadi panttone.
7. Kreasi diskursif discursive creation
Teknik penerjemahan dengan penggunaan padanan yang keluar konteks. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian calon pembaca. Teknik ini serupa
dengan teknik proposal. Contoh: sang godfather diterjemahkan menjadi the godfather
8. Padanan lazim establish equivalence
Teknik dengan penggunaan istilah atau ungkapan yang sudah lazim berdasarkan kamus atau penggunaan sehari-hari. Teknik ini mirip dengan
penerjemahan harfiah. Contoh: ambigu di terjemahkan menjadi ambiguity
9. Generalisasi generalization
Teknik ini menggunakan istilah yang lebih umum pada BSa untuk BSu yang lebih spesifik. Hal tersebut dilakukan karena BSa tidak memiliki padanan
yang spesifik. Teknik ini serupa dengan teknik penerimaan acceptation. Contoh: pohon kelapa diterjemahkan palm trees
10. Amplifikasi linguistik linguistic amplification
Universitas Sumatera Utara
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menambahkan unsur-unsur linguistik dalam BSa. Teknik ini lazim diterapkan pada pengalihbahasaan
konsekutif dan sulih suara. Contoh: no way diterjemahkan menjadi De ninguna de las maneras Spain.
11. Kompresi linguistik linguistic compression Teknik yang dilakukan dengan mensintesa unsur-unsur linguistik pada BSa.
Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik amplifikasi linguistik. Teknik ini lazim digunakan pada pengalihbahasaan simultan dan penerjemahan teks film.
Contoh: yes so what diterjemahkan menjadi y spain. 12. Penerjemahan harfiah literal translation
Teknik yang dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata dan penerjemah tidak mengaitkan dengan konteks.
Contoh:
jangan puas jadi pegawai, tapi jadilah orang yang punya pegawai diterjemahkan menjadi
don‟t be satisfied as an employee; be satisfied as someone who has employees
13. Modulasi modulation Teknik penerjemahan yang diterapkan dengan mengubah sudut pandang,
fokus atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan BSu. Perubahan sudut pandang tersebut dapat bersifat leksikal atau struktural.
Contoh: every body doesn‟t like him diterjemahkan menjadi semua orang
menyukainya 14. Partikularisasi particularizaton
Universitas Sumatera Utara
Teknik penerjemahan dimana penerjemah menggunakan istilah yang lebih konkrit, presisi atau spesifik, dari superordinat ke subordinat. Teknik ini
merupakan kebalikan dari teknik generalisasi. Contoh: pesawat diterjemahkan menjadi air transportation
15. Reduksi reduction Teknik yang diterapkan dengan penghilangan secara parsial, karena
penghilangan tersebut dianggap tidak menimbulkan distorsi makna. Dengan kata lain, mengimplisitkan informasi yang eksplisit. Teknik ini kebalikan dari teknik
amplifikasi. Contoh: SBY diterjemhakan menjadi SBY the president of republic of indonesia
16. Subsitusi subsitution Teknik ini dilakukan dengan mengubah unsur-unsur linguistik dan
paralinguistik intonasi atau isyarat. Contoh: Bahasa isyarat dalam bahasa Arab, yaitu dengan menaruh tangan di dada diterjemahkan menjadi Terima kasih.
17. Transposisi transposition Teknik penerjemahan dimana penerjemah melakukan perubahan kategori
gramatikal. Teknik ini sama dengan teknik pergeseran kategori, struktur dan unit. Seperti kata menjadi frasa.
Contoh: bengkel diterjemahkan menjadi repair shops 18. variasi variation
Teknik dengan mengganti elemen linguistik atau paralinguistik intonasi, isyarat yang berdampak pada variasi linguistik.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dalam penelitian ini didasarkan pada bahasa maupun budaya merupakan hasil pemikiran manusia sehingga ada korelasi di antara
keduanya , Sutrisno 2005:133. Penerjemahan tidak terlepas dari kedua aspek tersebut. Dalam penelitian ini yang diteliti adalah produk. Seorang penerjemah
pasti menghadapi dilema dalam proses penerjemahan terutama dalam mencari padanan leksikal maupun dalam pengungkapan padanan tersebut dalam bahasa
sasaran. Untuk menerjemahkan novel Negeri 5 Menara sebagai TSu ke dalam bahasa inggris The land Of Five Towers sebagai TSa, penerjemah mengalami
dilema yang sama khususnya dalam istilah budaya. Oleh karena itu, peneliti melakukan analasis kategori istilah budaya dan teknik penerjemahan yang
digunakan oleh penerjemah. Setelah temuan data dianalisis dan dideskripsikan, maka tahap terakhir yang dilakukan oleh peneliti adalah pengambilan kesimpulan
dan pemberian saran.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir
Teknik Penerjemahan Molina dan Albir, 2009:509
Kategori istilah budaya Newmark, 1988:95
Istilah Budaya Negeri 5 Menara
The land of Five Towers TSu
TSa
Analisis
1. Dalam penerjemahan istilah budaya dari BSu ke dalam BSa, penerjemah tidak hanya
menguasai dua bahasa tetapi juga memiliki kemampuan pemahaman budaya yang baik antara BSu dan BSa
2. Teknik penerjemahan amplifikasi dapat digunakan oleh penerjemah untuk
mengeksplisitkan pesan BSu ke dalam BSa dengan cara paraphrase atau penambahan. 3.
Teknik penerjemahan peminjaman dapat digunakan oleh penerjemah, jika istilah BSu tidak ditemukan ke dalam BSa.
Hasil penelitian dan pembahasan
Kategori istilah budaya Gelarsebutan
15,53, makanan
dan bangunan
rumah dan
kota 13,59,
transportasi dan benda budaya 8,73, flora 6,79, pakaian dan organisasi 5,82,
pekerjaan dan kesenian 4,85, agama dan fauna 2,91, administratif dan konsep
1,94, hukum dan bahasa isyarat 0,97. Teknik Penerjemahan
Harfiah 32,03,
adaptasi 20,38,
peminjaman murni
16,50, generalisasi
9,70, amplifikasi dan kalke+peminjaman murni 5,82, deskripsi dan reduksi 2,91,
modulasi, ampilifikasi+peminjaman
murni, peminjaman
murni+deskripsi dan
generalisasi+deskripsi 0,97 Temuan istilah budaya 103 data dan 12 teknik penerjemahan
Kesimpulan
saran
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN