17 Bubu bisa dioperasikan hampir disemua jangkauan kedalaman perairan,
baik di perairan pedalaman, estuaria atau di perairan pantai, hingga di perairan dengan kedalaman beberapa ratus meter untuk tipe-tipe tertentu.
2.9 Budidaya Rumput Laut
Peluang pasar rumput laut sangat besar dan terus membesar seiring dengan bertambahnya pemanfaatan komoditas ini sebagai bahan baku berbagai industri.
Sebagai gambaran, permintaan dunia akan Euchema spp. sudah mencapai 559,8 juta ton, sedangkan kemampuan Indonesia memproduksi dan mengekspor
komoditas ini pada tahun 2003 hanya sebanyak 40.162 ton kering atau hanya 0,007 saja dari permintaan pasar dunia DKP, 2004.
Untuk mendorong tumbuhnya industri rumput laut di Indonesia, maka perlu diperhatikan beberapa aspek yaitu teknis produksi, persyaratan lokasi serta aspek
sosial ekonomi dan budaya.
2.9.1 Teknis Produksi
10 sepuluh aspek-aspek produksi yang penting dalam budidaya rumput laut meliputi : pemilihan lokasi, uji penanaman, penyiapan areal budidaya,
pemilihan metode budidaya, penyediaan bibit, penanaman bibit, perawatan selama pemeliharaan, pemanenan, pengeringan hasil panen dan mutu.
Pemilihan lokasi perairan laut yang cocok untuk budidaya rumput laut sebaiknya memenuhi persyaratan bioteknis yang mencakup parameter : 1
aksesibilitas dan keterlindungan; 2 iklim angin dan musim; 3 hidro- oseanografi jenis substrat dasar laut, arus, gelombang pasut, kedalaman; 4
ekosistem secara alami ditumbuhi rumput laut dan lamun; 5 kualitas air salinitas, suhu, pencemar, BOD, amoniak, nitrit, fosfat.
Pemilihan metode budidaya selain memperhatikan perairan, juga harus memperhitungkan persediaan material yang akan digunakan dalam pembuatan
konstruksi seperti jaring, bambu dan tali. Ada 3 macam metode yang dapat digunakan dalam membudidayakan rumput laut di lapangan field culture
berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan, yaitu Metode Dasar, Metode Lepas Dasar dan Metode Apung. Metode tali tunggal apungtali rawai Floating-
18 Monoline Method merupakan metode yang umum digunakan oleh nelayan
Karimunjawa. Secara teoritis teknis pemasangan metode tali tunggal apung dapat dilihat pada Gambar 7.
2.9.2 Persyaratan Lokasi
Selain aspek bioteknis seperti diatas, pada lokasi tersebut, pemanfaatannya tidak boleh melampaui daya dukung perairan. Persyaratan lain adalah adanya
penetapan secara hukum lokasi budidaya laut suatu daerah yang dinyatakan sebagai kawasan budidaya dalam rencana umum tata ruang, tentunya setelah
melalui kajian kesesuaian lokasi dan daya dukung lingkungan. Pada kawasan Taman Nasional Karimunjawa, lokasi budidaya untuk rumput laut dinyatakan
sebagai kawasan pemanfaatan budidaya.
Gambar 7. Metode tali tunggal budidaya rumput laut
Selain aspek legal formal yaitu dituangkannya kawasan budidaya rumput laut dalam rencana tata ruang atau rencana zonasi, kearifan lokal juga diperlukan
sebagai salah satu persyaratan lokasi. Nelayan pembudidaya rumput laut umumnya mengindahkan aturan yang berlaku secara lokal adat istiadat atau
hukum adat ketika akan membuka usaha budidaya rumput laut, misalnya adanya pengakuan kepemilikan kepada pembudidaya yang pertama kali membuka usaha
di areal laut tertentu.
19
2.9.3 Sosial, Ekonomi dan Budaya