Nilai Kompensasi untuk Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

84 125.000,00hatahun Handayani, 2002 dan di Hutan Pendidikan Gunung Walat sebesar Rp. 43.452,00hatahun Roslinda, 2002. Tingginya nilai air di lokasi model pembayaran jasa lingkungan karena jumlah air yang dikonsumsi lebih banyak dan biaya air yang lebih tinggi.

6.4 Nilai Kompensasi untuk Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

Penilaian dan pengukuran jasa lingkungan yang merupakan produk sumberdaya alam hayati dan ekosistem berupa manfaat langsung tangible dan manfaat tidak langsung intangible bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan, karena tidak semua jasa lingkungan yang dihasilkan memiliki nilai pasar dan dapat dikonsumsi secara langsung. Penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau didasarkan pada contoh – contoh program pemerintah yang berkaitan dengan gerakan rehabilitasi hutan dan lahan seperti kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Hutan Rakyat P2HR dan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan FKDC, 2007. Referensi tersebut disepakati oleh pihak penerima jasa lingkungan PT. KTI bersama dengan FKDC, penggunaan referensi untuk penentuan nilai tersebut menurut berdasarkan hasil wawancara Rahadian dan Hardono selaku Sekertaris Jendral FKDC disebabkan oleh belum tersedianya informasi – informasi yang berkaitan dengan nilai yang seharusnya dibayarkan dalam transaksi pembayaran jasa lingkungan karena belum banyak hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan transaksi pembayaran jasa lingkungan baik di Indonesia maupun di DAS Cidanau. Nilai kompensasi pada transaksi pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau saat ini sebesar Rp 175.000.000,00tahun pada dua tauhn pertama, sedangkan pada tiga tahun berikutnya nilai insentif tersebut meningkat menjadi 85 Rp. 200.000.000,00tahun dengan luas lahan yang disepakati seluas 50 ha. Nilai ini setara dengan Rp. 2.765.000,00 – Rp. 3.160.000,00hatahun. Sementara nilai yang diterima masyarakat berdasarkan hasil negosiasi antara pihak FKDC dengan pihak masyarakat penyedia jasa lingkungan hanya sebesar Rp. 1.200.000,00hatahun sehingga masih terdapat selisih sebesar Rp. 1.565.000,00hatahun hingga Rp. 1.960.000,00hatahun yang seharusnya diterima panyedia jasa lingkungan sesuai dengan kesepakatan antara FKDC dengan PT. Krakatau Tirta Industri. Nilai kompensasi yang saat ini disepakati, seperti yang tercantum di atas sesungguhnya masih belum sesuai dengan nilai yang seharusnya diterima yaitu sebesar Rp. 2.765.000,00 – Rp. 3.160.000,00hatahun. Terlebih lagi bila nilai yang saat ini disepakati dibandingkan dengan nilai ekonomi pada lahan model pembayaran jasa lingkungan yang dihasilkan dalam penelitian ini, yaitu sebesar Rp. 8.700.513.070,00tahun atau setara dengan Rp. 348.020.522,00hatahun, nilai pembayaran jasa lingkungan saat ini masih jauh lebih kecil. Meskipun demikian, perlu ditekankan bahwa nilai ekonomi yang dihasilkan di lahan model pembayaran jasa lingkungan tersebut tidak secara langsung dijadikan sebagai nilai yang seharusnya diterima oleh penerima pembayaran jasa lingkungan. nilai ekonomi yang dihasilkan pada penelitian ini diharapkan dapat suatu sumber informasi bagi pihak-pihak terkait, khususnya FKDC, agar berupaya untuk mengevaluasi serta meningkatkan nilai pembayaran jasa lingkungan dari nilai yang saat ini telah disepakati. Masih rendahnya nilai kompensasi yang diterima oleh pihak penyedia jasa lingkungan saat ini dikhawatirkan akan berdampak pada terganggunya 86 keberlanjutan mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang saat ini sudah berjalan. Sebagai contoh kasus, salah satu penyebab gagalnya keberlanjutan transaksi pembayaran jasa lingkungan di Desa Cibojong karena masih terjadinya penebangan yang dilakukan oleh pihak penerima jasa lingkungan yang pada saat itu membutuhkan sejumlah uang untuk kebutuhan tertentu, karena hanya memiliki kayu untuk dijual dan tidak memiliki pekerjaan lain, maka penebangan pun akhirnya dilakukan. Contoh tersebut dapat menjadi suatu sinyal agar ada upaya- upaya progresif diantara kedua pihak khususnya dari pemanfaat jasa lingkungan dan FKDC untuk meningkatkan jumlah pembayaran pada masyarakat yang telah mengkonservasi lahan milik mereka untuk kepentingan bersama. Tersedianya informasi mengenai nilai ekonomi pada lahan model pembayaran jasa lingkungan Desa Citaman dan hasil-hasil penelitian lainnya mengenai nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, sebaiknya penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan saat ini dapat dievaluasi dan ditingkatkan pada periode 5 tahun berikutnya. Peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan ini penting untuk dilakukan agar konsep hubungan hulu-hilir yang digagas oleh FKDC dan pihak-pihak terkait lainnya dapat terjaga keberlanjutannya, baik untuk pihak penyedia jasa lingkungan, agar mereka dapat tetap sejahtera meskipun terdapat batasan akses pada lahan mereka maupun bagi pihak penerima jasa lingkungan. Adanya peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan, diharapkan tingkat degradasi yang terjadi di hulu DAS Cidanau sedikit demi sedikit akan menurun, meskipun masih jauh dari target, namun hal ini dapat menjadi suatu pelopor bagi perluasan hubungn hulu-hilir lainnya atau upaya penyelamatan lingkungan di DAS Cidanau. 87 88 VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan