58 Gunung Sari, Kabupaten Serang sebagai pengganti Desa Cibojong. Penentuan
dua desa baru tersebut didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang sama seperti dua desa terdahulu.
6.2.2 Penentuan Nilai Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau
Proses penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dilaksanakan setelah Forum Komunikasi DAS Cidanau FKDC menetapkan
potensial buyer dan seller atau pamanfaat PT. Krakatau Tirta Industri dan penyedia jasa lingkungan Desa model pembayaran jasa lingkungan sebagai
partisipan atau pihak utama dalam implementasi pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. Penetuan nilai pembayaran jasa lingkungan dilakukan melalui
proses negosiasi antara pihak FKDC dengan pihak pemanfaat maupun penyedia jasa lingkungan. pelaksana negosiasi di tingkat FKDC diwakili oleh suatu tim
teknis yang dibentuk oleh FKDC yaitu Focus Group Discussion FGD, FGD bertugas untuk malakukan proses negosiasi dengan pihak pemanfaat maupun
penyedia jasa lingkungan.
1. Negosiasi antara FKDC dengan Pemanfaat Jasa Lingkungan
Proses negosisasi antara pihak FGD FKDC dengan PT. KTI diawali dengan pembahasan mengenai hal yang dapat dijadikan dasar atau referensi untuk
menentukan nilai pembayaran jasa lingkungan oleh pihak PT. KTI sebagai pemberi insentif buyer. Pada proses negosiasi tersebut, berdasarkan hasil
wawancara dengan Sekertari Jenderal FKDC yaitu N.P Rahadian, dikemukakan beberapa contoh program-program pemerintah yang berkaitan
dengan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, antara lain kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Hutan Rakyat P2HR dan Gerakan
59 Rehabilitasi Hutan dan Lahan GERHAN. Negosiasi antara pihak FGD
FKDC dengan pihak PT. KTI menghasilkan beberapa kesepakatan FKDC, 2007, antara lain :
1 PT. KTI tidak bersedia untuk membayar jasa lingkungan secara langsung kepada penyedia jasa lingkungan dan meminta FKDC bertindak sebagai
perantara yang menghubungkan kepentingan PT. KTI dengan pihak penyedia jasa lingkungan di hulu.
2 PT. KTI setuju untuk membayar jasa lingkungan selama lima tahun satu periode kontrak, dengan ketentuan :
a. Dana yang dibayarkan sebesar Rp. 175.000.000,00tahun untuk dua tahun berturut-turut
b. Nilai transaksi tahun ke-3 sampai tahun ke-5 akan dinegosiasikan ulang
c. Realisasi transaksi dilakukan dalam 3 tahapan transaksi d. Nilai transaksi jasa lingkungan yang diterima dan dikelola oleh FKDC
dibebankan pajak 6. Seluruh hasil kesepakataan antara FKDC dengan PT. KTI dituangkan dalam
naskah kesepahaman yang ditandatangani oleh Direktur Utama PT. KTI dengan Gubernur Banten, sedangkan perjanjian transaksi pemayaran jasa
lingkungan ditandatangani oleh Direktur Utama PT. KTI dengan ketua pelaksana harian FKDC.
2. Negosiasi antara FKDC dengan Penyedia Jasa Lingkungan
Penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan di tingkat penerima pembayaran jasa lingkungan dilakukan dengan proses negosiasi melalui musyawarah.
60 Proses
musyawarah dilakukan
antara masyarakat sendiri,
dengan melaksanakan pertemuan rutin kelompok maupun antara pihak FGD FKDC
dengan masyarakat. Kegiatan pertemuan rutin kelompok diantara masyarakat bertujuan untuk membuka pemahaman baru mengenai manfaat ekologis yang
dirasakan dengan menjaga keberadaan hutan, pemahaman menganai mekanisme pembayaran jasa lingkungan dan pembentukan kelompok
penerima pembayaran jasa lingkungan. Adanya pertemuan rutin kelompok tersebut sangat membantu keberhasilan proses negosiasi dengan pihak FGD
FKDC. Proses negosiasi antara pihak FGD FKDC dengan masyarakat bertujuan untuk membahas jumlah nilai transaksi yang akan diterima, jadwal
penerimaan transaksi dan persayaratan lain yang harus dipenuhi berkaitan dengan tansaksi pembayaran jasa lingkungan Lampiran 10. Hasil negosiasi
antara FKDC dengan pihak penyedia jasa lingkungan adalah sebagai berikut FKDC, 2007:
1. Penyedia jasa
lingkungan menerima
pembayaran Rp.
1.200.000,00hatahun. 2. Jangka waktu perjanian transaksi jasa lingkungan antara FKDC dengan
penyedia jasa lingkungan selama 5 tahun. 3. Realisasi transaksi jasa lingkungan akan diterima oleh penyedia dalam 3
tahapan pembayaran dengan prosentase pembayaran, sebagai berikut: a. 30 tiga puluh persenakan diterima pihak penyedia pada saat
penandatangan perjanjian pembayaran jasa lingkungan.
61 b. 30 tiga puluh persenakan diterima pihak penyedia setelah 6 enam
bulan terhitung tanggal penandatangan perjanjian pembayaran jasa lingkungan.
c. 40 empat puluh persenakan diterima pihak penyedia setelah 12 dua belas bulan
erhitung tanggal penandatangan perjanjian pembayaran jasa lingkungan.
Disamping terlibat dalam proses negosiasi dengan pihak pemanfaat maupun penyedia jasalingkungan, FGD FKDC bertugas membahas dan merumuskan
konsep dan mekanisme pengelolaan pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. Hal tersebut merupakan upaya untuk dapat mewujudkan prinsip-
prinsip akuntabilitas, transparansi dan good gevernance dalam pengelolaan FKDC, 2007. Pembentukan FGD oleh Ketua Pelaksana Harian FKDC
memberikan konsekuensi bahwa dalam pelaksanaanya FGD mendapat alokasi dana sebesar 15 dari nilai pembayaran jasa lingkungan yang disepakati
antara FKDC dengan PT. KTI setiap tahun. Pengalokasian dana FGD adalah sebagai berikut:
1. Biaya perjalanan dinas 2. Biaya insebtif Tim Ad Hoc FGD sebesar 30
3. Biaya evaluasi, dokumentasi dan report sebesar 10 4. Biaya rapat-rapat sebesar 5
5. Biaya alat tulis kantor sebesar 5 Seluruh hasil rumusan dan kesepakatan FGD untuk meknisme pengelolaan
jasa lingkungan di DAS Cidanau dituangkan menjadi Surat Keputusan Ketua
62 Pelaksana Harian tentang mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS
Cidanau. Hal yang harus dicermati dari hasil negosiasi baik antara FKDC dengan
pemanfaat PT. KTI maupun dengan penyedia jasa lingkungan Desa model pembayaran jasa lingkungan adalah perbedaan nilai pembayaran yang dibayarkan
pemanfaat jasa lingkungan kepada FKDC dengan nilai yang diterima penyedia jasa lingkungan. Kesepakan nilai pembayaran antara FKDC dengan PT. KTI yaitu
sebesar Rp. 175.000.000,00tahun dengan luasan lahan 50 ha untuk tahun 2005- 2007, atau sebesar Rp. 2.765.000,00hatahun yang seharusnya diterima msyarakat
penyedia jasa lingkungan setelah adanya potongan pajak sebasar 6 dan biaya administrasi FKDC sebesar 15 dari nilai pembayaran total setiap tahun.
Sementara kesepakatan FKDC dengan pihak penyedia jasa lingkungan sebesar Rp. 1.200.000,00hatahun.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak FKDC, nilai Rp.
1.200.000,00hatahun disepakati dengan alasan adanya ketidakpercayaan PT. KTI terhadap keberlanjutan mekanisme pembayaran jasa lingkungan. Berdasarkan
ketidakpercayaan tersebut, PT. KTI hanya berani membayar kepada FKDC sebesar Rp. 350.000.000,00 untuk masa kontrak selama dua tahun, sementara
kesepakatan kontrak pembayaran jasa lingkungan yang telah dicapai antara FKDC dengan penyedia jasa lingkungan adalah lima tahun. Adanya ketidakpercayaan
tersebut memaksa FKDC berfikir untuk merancang besarnya nilai pembayaran yang harus diterima pihak penyedia jasa lingkungan berdasarkan periode kontrak
yang telah disepakati dengan asumsi PT. KTI tidak akan melanjutkan pembayaran pada tiga tahun berikutnya.
63 Rancangan perhitungan nilai pembayaran jasa lingkungan berdasarkan
asumsi tersebut adalah dengan membagi rata uang yang diterima pada tahun pertama untuk 50 ha lahan selama lima tahun. Uang yang diterima di tahun
pertama sebesar Rp. 300.000.000,00. Setelah adanya penyusutan untuk pajak dan administrasi FGD sekitar Rp. 50.000.000,00, nilai pembayaran jasa lingkungan
yang diterima pihak penyedia jasa lingkungan hanya sebesar Rp. 1.200.000,00hatahun. setelah mekanisme pembayaran jasa lingkungan
berlasngsung selama du tahun, kekhawatiran FKDC terhadap PT. KTI tidak terbukti, PT. KTI kembali melakukan pembayaran dengan nilai yang lebih tinggi
dari sebelumnya yaitu sebesar Rp. 200.000.000tahun. Kelebihan uang tersebut menjadi dasar perluasan lokasi pembayaran jasa lingkungan menjadi 75 ha dari
sebalumnya yang hanya 50 ha selain adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Desa Cibojong. Selisih nilai pembayaran dari PT. KTI ke FKDC dan pembayaran
dari FKDC kepada desa model disimpan oleh Bendahara Koordinator Jasa Lingkungan. Uang tersebut akan dipakai untuk pembayaran kepada Desa Citaman
hingga tahun 2009, Desa Cikumbueun dan Kadu Agung hingga tahun 2012 dengan nilai pembayaran tetap.
Alasan tetapnya nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima penyedia jasa ligkungan seller meskipun telah mendapatkan tambahan pembayaran dari
pemanfaat jasa lingkungan buyer adalah belum tersedia informasi yang relevan mengenai nilai yang seharusnya dibayarkan oleh pemanfaat jasa lingkungan
maupun yang seharusnya diterima oleh penyedia jasa lingkungan. Alasan tersebut melatarbelakangi penulis untuk malakukan penelitian ini guna menambah
informasi bagi pihak yang terlibat dalam implementasi pembayaran jasa
64 lingkungan dalam penentuan peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan
melalui pendekatan nilai ekonomi dengan metode nilai pasar atau produktivitas. Dengan menghitung nilai ekonomi pada lahan yang dijadikan model pembayaran
jasa lingkungan tersebut diharapkan dapat menjadi tambahan informasi serta menjadai dasar pendekatan bagi penetuan peningkatan nilai pembayaran jasa
lingkungan selanjutnya. Pembahasan mengenai nilai ekonomi akan disajikan pada subbab Hasil dan Pembahasan selanjutnya.
6.2.3 Skema Mekanisme Pambayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau