88
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya mengenai kajian terhadap nilai ekonomi total sebagai dasar penentuan nilai transaksi
pembayaran jasa lingkungan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Kawasan DAS Cidanau memiliki dua peranan penting dalam mendukung pembangunan di wilayah barat Propinsi Banten. Pertama, peran dan fungsinya
dalam mendukung proses pembangunan ekonomi dalam bentuk penyediaan air baku bagi masyarakat maupun industri dan merupakan satu-satunya
reservoir air dengan debit yang cukup di wilayah tersebut. Kedua, Cagar Alam Rawa Danau merupakan kawasan endemik dan merupakan situs konservasi
rawa pegunungan satu-satunya yang masih tersisa di Pulau Jawa. 2. Mekanisme hubungan hulu-hilir dengan pembayaran jasa lingkungan di DAS
Cidanau merupakan suatu bentuk instrument ekonomi berupa pemberian insentif oleh pemanfaat jasa lingkungan buyer yaitu PT. Krakatau Tirta
Industri sebagai pemanfaat utama air baku dari Sungai Cidanau kepada pihak penyedia jasa lingkugan seller yaitu desa model atas kesediaanya melakukan
upaya konservasi terhadap lahan miliknya agar keseimbangan lingkungan di kawasan DAS Cidanau tetap terjaga.
3. Berdasarkan kesepaktan antara pemanfaat jasa lingkungan buyer dengan penyedia jasa lingkugan seller, mekanisme transaksi pembayaran jasa
lingkungan di DAS Cidanau dilakukan secara tidak langsung indirect payment, yaitu pembayaran yang diatur melalui skema tertentu dengan
89 melibatkan lembaga pengelola jasa lingkungan, lembaga pengelola jasa
lingkungan ini diwakili oleh Forum Komunikasi DAS Cidanau FKDC sebagai pihak perantara yang memfasitasi berbagai kepentingan dalam
mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. 4. Nilai pembayaran jasa lingkungan dari PT. KTI kepada FKDC sebesar Rp.
175.000.000,00 untuk tahun 2005-2006 dan Rp. 200.000.000,00 untuk tahun 2007-2009. Nilai tersebut setara dengan Rp. 2.765.000,00 –
Rp. 3.160.000,00hatahun, sementara nilai yang diterima pihak penyedia jasa
lingkungan berdasarkan
negosiasi dengan
FKDC sebesar
Rp. 1.200.000,00hatahun sehingga masih terdapat uang yang belum terbayarkan
sebesar Rp. 1.565.000,00 – Rp. 1.960.000,00hatahun 5. Berdasarkan hasil kesepakatan dengan PT. KTI, total luas lahan yang
termasuk dalam skema transaksi pembayaran jasa lingkungan hanya seluas 50 ha, akan tetapi dengan adanya dana yang masih tersisa, FKDC berencana
melakukan perluasan lahan menjadi 100 ham dengan nilai pembayaran yang sama.
6. Nilai kompensasi yang saat ini disepakati belum didasarkan pada nilai ekonomi jasa lingkungan yang dihasilkan, sehingga belum mencerminkan
nilai yang sebenarnya. Salah satu cara penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan dapat dilakukan dengan cara menghitung nilai ekonomi dengan
metode nilai pasar atau produktivitas pada lahan yang dijadikan model pembayaran jasa lingkungan.
7. Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai ekonomi yang dihasilkan pada lahan model Pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman sebesar Rp.
90 8.700.513.070,00 yang terdiri dari nilai guna langsung Rp. 8.692.773.070,00
dan nilai guna tidak langsung sebesar Rp. 7.740.000,00. 8. Nilai guna langsung terdiri dari nilai ekonomi kayu Rp. 8.604.187.619,60,
nilai ekonomi kayu bakar Rp. 27.867.900,00 nilai ekonomi produk Rp. 58.785.091,33 dan nilai ekonomi padi gogo Rp. 1.932.460,00 Sedangkan nilai
ekonomi tidak langsung terdiri dari nilai air bersih untuk rumah tangga sebesar Rp. 7.740.000,00.
9. Nilai ekonomi yang dihasilkan dari penelitian ini tidak secara langsung menjadi nominal yang ditetapkan sebagai nilai pembayaran jasa lingkungan.
nilai ekonomi tersebut merupakan suatu informasi terhadap peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan dari yang telah disepakati saat ini agar hubungan
hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan dapat berkelanjutan.
91
7.2 Saran