76
Sumber : analisis data primer, 2009
Nilai kayu yang dihasilkan di lokasi model pembayaran jasa lingkungan ini lebih besar dibandingkan hasil penelitian sebelumnya di Taman Pendidikan
Gunung Walat yaitu sebesar Rp. 1.294.605.000,00hatahun Roslinda, 2002. Perbedaan nilai tersebut karena harga kayu saat ini lebih tinggi, selain itu jenis
kayu yang dimasukkan dalam perhitungan nilai kayu di lokasi model pembayaran jasa lingkungan lebih banyak dibandingkan penelitian sebelumnya yaitu hanya 3
jenis kayu.
6.3.2 Nilai Kayu Bakar
Kayu bakar merupakan sumber energi utama untuk kebutuhan memasak di lokasi penelitian. Kebiasaan menggunakan kayu bakar telah berlangsung sejak
lama, meskipun saat ini sudah ada sumber energi lain seperti minyak tanah dan gas, namun masyarakat di lokasi penelitian tetap menggunakan kayu bakar untuk
kebutuhan memasak sehari-hari. Menurut mereka, selain murah dan mudah untuk didapatkan, penggunaan kayu bakar juga tidak memiliki risiko kecelakaan sebesar
risiko yang ditimbulkan oleh energi lainnya seperti minyak tanah atau gas, selain itu penggunaan kayu bakar yang mudah juga menjadi alasan mengapa mereka
tetap memilih kayu bakar meskipun program kompor gas dari pemerintah juga sudah masuk ke wilayah tersebut.
Kayu bakar di lokasi penelitian dikumpulkan dalam bentuk ikatan, dengan konversi 1 m
3
kayu bakar setara dengan 10 ikat kayu bakar dengan harga per ikat kayu bakar Rp. 2.500,00ikat atau Rp 25.000,00m
3
. Pengumpulan kayu bakar dilakukan dengan cara mengumpulkan ranting-ranting yang telah berjatuhan dan
dengan cara menebang ranting-ranting pohon yang kecil atau memanfaatkan pohon-pohon yang sudah tumbang. Pengambilan kayu bakar dilakukan sambil
77 pulang dari kegiatan berkebun dan biasanya diambil antara 3 hingga 5 hari sekali,
kemudian dikumpulkan di tempat pengumpulan kayu bakar di masing-masing rumah penduduk.
Nilai kayu bakar ditentukan dengan metode pendekatan nilai pasar karena di sekitar wilayah penelitian sudah ada pasar untuk kayu bakar. Berdasarkan hasil
wawancara dengan responden, diketahui bahwa lebih dari 90 masyarakat penerima jasa lingkungan mengunakan kayu bakar sebagai sumber energi utama
untuk memasak. Frekuensi memasak untuk semua responden sebanyak dua kali dalam sehari dengan volume rata-rata penggunaan kayu bakar 25,93 m
3
tahun Lampiran 7. Masyarakat penerima pembayaran jasa lingkungan memiliki lahan
milik maupun garapan masing-masing, maka diasumsikan kayu bakar yang dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari lahan mereka, karena
biasanya pengambilan kayu bakar dilakukan pada saat bertani. Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai kayu bakar yang ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Perhitungan Nilai Kayu Bakar pada Lahan Model Pembayaran Jasa Lingkungan
Rata-rata konsumsi kayu
bakar per RT m
3
tahun Jumlah
pengguna jiwa
Total konsumsi
m
3
tahun Harga kayu
bakar Rpm
3
Nilai total Rptahun
25,93 43
1.115,08 25.000,00
27.876.900,00
Sumber : Analisis data primer, 2009
Dengan jumlah konsumsi kayu bakar rata-rata sebesar 25,93 m
3
tahun untuk masing-masing rumah tangga, dimana rata-rata jumlah anggota
keluargarumah tangga adalah 5,7 jiwa, maka nilai kayu bakar yang dihasilkan oleh masyarakat di lokasi model pembayaran jasa lingkungan sebesar Rp.
1.115.076,00hatahun, selengkapnya disajikan pada lampiran 7. Hasil ini lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil penelitian Roslinda 2002 yang menghitung
78 nilai kayu bakar di wilayah Hutan Pendidikan Gunung Walat dengan pendekatan
biaya pengadaan yaitu Rp. 1.903.450,90hatahun. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kayu bakar di wilayah Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki tingkat
konsumsi kayu bakar dan yang lebih tinggi dibandingkan di lahan model PJL di Desa Citaman.
6.3.3 Nilai Produk