secara langsung terimbas akan membuat nilai NAB tidak turun secara nyata. Sampai akhir tahun 2008, Obligasi-Obligasi perusahaan di bidang pertanian tidak
begitu terimbas dengan kondisi krisis keuangan global www.detikfinance.com, 2008.
4.1.2 Profitabilitas Menurut Treynor
Perbedaan mendasar dari perhitungan menurut Sharpe dan Treynor terletak pada penilaian risiko. Dalam Treynor yang diperhitungkan hanyalah
risiko sistematis, yaitu risiko yang terjadi diluar kendali perusahaan penerbit Obligasi maupun Saham atau lebih dikenal dengan faktor makro, seperti
perubahan tingkat suku bunga, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, resesi ekonomi, faktor kebijakan politik, kondisi ekonomi dan bencana
alam. Risiko sistematis tersebut digambarkan sebagai nilai beta β, yaitu nilai
kemiringan slope antara Reksadana terkait dengan benchmark indeks Obligasi gabungan. Pergerakan nilai indeks Obligasi mencerminkan naik turunnya return
Obligasi perusahan maupun pemerintah yang dipengaruhi oleh perubahan pasar. Sedangkan risiko non-sistematis merupakan risiko yang disebabkan oleh faktor-
faktor mikro yang terdapat pada perusahaan atau industri tertentu seperti perubahan struktur permodalan, perubahan struktur aktiva, kondisi lingkungan
kerja, penurunan tingkat penjualan dan lain-lain, sehingga pengaruhnya hanya terbatas pada perusahaan atau industri tersebut dan risiko dapat dihilangkan
melalui diversifikasi dalam portofolio. Untuk memperoleh nilai beta, digunakan persamaan regresi dengan
menganggap bahwa premi risiko selisih antara tingkat pengembalian yang
diharapkan dari investasi dengan tingkat investasi bebas risiko E
R
-R sebagai peubah Y dan selisih antara tingkat pengembalian yang diharapkan dengan indeks
harga Obligasi gabungan sebagai peubah X. Dalam hal ini tingkat investasi bebas risiko adalah rataan suku bunga bulanan SBI.
Cara perhitungan nilai beta adalah dengan menggunakan data rataan bulanan baik NAB Reksadana, indeks Obligasi gabungan maupun SBI yang
diperoleh pada hasil perhitungan awal. Untuk mencari nilai beta cukup digunakan perintah SLOPE {range data} pada Excel. Sebagai contoh adalah Reksadana
pendapatan tetap AAA Bond Fund 2 memiliki persamaan regresi berikut : Ŷ = 0,0025 - 0,0638 X
Artinya rekadana tersebut memiliki nilai beta peubah X -0,0638 atau cenderung berkebalikan dengan perilaku pasar. Jika perhitungan tersebut dibuat
dalam bentuk grafik, menghasilkan Gambar 8.
y = -0.0638x + 0.0025 R
2
= 0.0046
-0.0800 -0.0600
-0.0400 -0.0200
0.0000 0.0200
0.0400 0.0600
0.0800 0.1000
-0.1000 -0.0500
0.0000 0.0500
0.1000
Series1 Linear Series1
Gambar 8. Contoh grafik perhitungan nilai Beta
Dari perhitungan menurut Treynor, diperoleh 10 Reksadana berkinerja terbaik. Pada Tabel 8 terlihat 6 Reksadana terbaik menurut Sharpe juga masuk
kedalam daftar terbaik menurut Treynor. Reksadana tersebut adalah Schroder Dana Mantap Plus, Danareksa Gebyar Indonesia II, Manulife Dana Tetap
Pemerintah, Fortis Prima II, Mahanusa Dana Lestari dan Samuel Dana Pasti. Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan awal bahwa perhitungan secara Sharpe
maupun Treynor tidak berbeda jauh dalam menghitung kinerja Reksadana pendapatan tetap dalam periode tiga tahun.
Tabel 9. Perhitungan profitabilitas berdasarkan Treynor
Treynor Peringkat
Reksadana Nilai
1 Fortis Prima II
0,348 2
BNI Dana Syariah 0,339
3 Schroder Dana Mantap Plus
0,323 4 Danamas
Pasti 0,297
5 Manulife Dana Tetap Pemerintah
0,288 6
Danareksa Gebyar Indonesia II 0,206
7 Samuel Dana Pasti
0,187 8
Schroder USD Bond Fund 0,182
9 Si Dana Batavia Obligasi Prima
0,092 10
Mahanusa Dana Lestari 0,003
Dari 54 Reksadana pendapatan tetap yang diuji, hanya terdapat 12 Reksadana yang memiliki nilai positif. Artinya walaupun kinerjanya tidak terlalu
baik, namun tetap mengungguli kinerja pasar Obligasi secara keseluruhan dan ini menunjukkan bahwa 12 Reksadana tersebut mampu menunjukkan kinerja terbaik
dalam kondisi pasar yang tidak kondusif di akhir tahun 2008. Pada perhitungan Treynor, Reksadana Fortis Prima II mampu
menunjukkan kinerja terbaik dengan nilai 0,348. Fortis Securities selaku pengelola Reksadana tersebut mampu memaksimalkan pengelolaan portofolio
dengan melakukan investasi pada Obligasi-Obligasi yang menguntungkan.
Namun demikian, nilai tersebut masih tergolong rendah karena mendekati nol. Hal ini disebabkan kinerjanya dipengaruhi kondisi pasar di akhir tahun 2008 yang
menyebabkan turunnya harga Saham maupun Obligasi. Penyebab utamanya adalah kasus Subprime Mortgage yang terjadi di Amerika Serikat yang
menyebabkan kolapsnya Saham maupun Obligasi beberapa perusahan besar pemimpin pasar seperti Lehman Brother, AIG dan beberapa bank-bank besar di
Amerika Serikat. Kondisi ini ikut mempengaruhi harga Saham maupun Obligasi di Indonesia, karena secara tidak langsung banyak investor besar dari luar negeri
yang menarik investasinya akibat memburuknya kondisi perekonomian dunia. Hal ini berimbas pada turunnya harga Saham dan Obligasi di pasar dalam negeri.
Dengan kondisi tersebut, nilai return Reksadana ikut terkoreksi turun, sementara nilai beta Obligasinya lebih besar dari selisih return tersebut, sehingga
mengakibatkan nilai Treynor menjadi rendah. Namun demikian, hasil perhitungan ini tetap menunjukkan bahwa walaupun berbeda secara hasil, namun beberapa
Reksadana menunjukkan hasil yang relatif sama, baik dilakukan perhitungan dengan metode Sharpe maupun Treynor.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Siahaan 2003 yang melakukan penelitian membandingkan kinerja 20 Reksadana di Amerika Serikat dengan
metode Sharpe dan Treynor. Siahaan mengatakan bahwa pengukuran kinerja Reksadana dengan indeks kinerja TPI serupa dengan indeks SPI; dua-duanya
membagi besarnya premi risiko aktiva dengan besarnya risiko. Serupa tetapi berbeda, karena menggunakan pengukur risiko yang tidak sama. Sharpe mengukur
peringkat kinerja Reksadana berdasarkan dominasi pada standar deviasi CML, sementara Treynor mengukur kinerja Reksadana berdasarkan Reksadana yang
dominan pada beta CAPM. Kedua macam pengukuran mengasumsikan secara implisit bahwa uang secara bebas dapat dipinjam dan dipinjamkan pada tingkat
bunga R. Asumsi ini diharuskan untuk menentukan garis investasi yang menguntungkan dengan tolak ukur R dan memungkinkan pengelompokkan
Reksadana menurut kelompok risikonya risk class, sehingga terlihat bahwa meskipun pengukuran risiko yang digunakan berbeda, namun pengukuran kinerja
berdasarkan pendekatan Treynor maupun Sharpe menghasilkan peringkat yang cenderung sama.
4.1.3. Profitabilitas Menurut Jensen