≥
j
λ ,
n j
,..., 2
, 1
=
Permasalahan LP di atas memperoleh solusi optimal , yang merupakan
nilai efisiensi, disebut juga nilai efisiensi teknis atau efisiensi CCR, untuk DMU
Θ
tertentu. Untuk memperoleh nilai efisiensi seluruh DMU diperoleh dengan mengulangi proses di atas pada tiap DMU
j
,
n j
,..., 2
, 1
=
. Nilai Θ selalu lebih
kecil atau sama dengan satu. Bagi DMU yang memperoleh nilai dapat
disebut relatif tidak efisien dan bagi DMU yang memperoleh nilai disebut
relatif efisien, dimana kombinasi ‘virtual’ input-output terletak pada efficient frontier.
1 Θ
1 =
Θ
b. Model BCC
Agar peubah return terskala, maka ditambahkan kondisi convexity bagi nilai-nilai bobot
j
λ , yaitu memasukkan dalam model batasan berikut :
∑
=
=
n j
j 1
1 λ
3.9
Hasil model DEA yang memberikan peubah return terskala disebut model BCC berdasarkan temuan Banker, et. al. 1984. Model BCC dengan input-output
oriented untuk DMU ditulis berikut :
min Θ
= z
λ
subject to ,
∑
=
≥
n j
r rj
j
y y
1
λ
s r
,..., 2
, 1
=
∑
=
≥ −
n j
rj j
i
x x
1
λ Θ
,
m i
,..., 2
, 1
=
3.10
∑
=
=
n j
j 1
1 λ
≥
j
λ ,
n j
,..., 2
, 1
=
Nilai efisiensi BBC diperoleh dengan menjalankan model di atas untuk tiap DMU. Nilai efisiensi tersebut disebut nilai efisiensi teknis murni pure
technical efficiency atau PTE, karena nilai tersebut diperoleh dari model yang memperbolehkan peubah return terskala, sehingga mengeliminasi skala yang ada.
Secara umum nilai efisiensi CCR untuk tiap DMU tidak akan melebihi nilai efisiensi BCC, yang memang telah jelas secara intuitif, karena model BCC
menganalisis tiap DMU secara lokal daripada secara global. Jika telah diperoleh nilai efisiensi teknis murni PTE, maka efisiensi skala scale efficiency atau SE
dapat dihitung dengan persamaan berikut : SE = Technical Efficiency CRS Pure Technical Efficiency VRS
3.11
c. Ilustrasi Model BCC dan CCR
Gambar 5. Frontier CRS dan VRS Model CCR atau model CRS mengasumsikan peningkatan pada input
menghasilkan peningkatan proporsional pada output, tidak terkait dengan skala
operasinya. Sedangkan model BCC atau model VRS memperbolehkan skala operasi mempengaruh hubungan antara input dan output.
Pada Gambar 5 terdapat ilustrasi tentang IRS increasing return to scale dan DRS decreasing return to scale. IRS adalah kondisi dimana kenaikan output
melebihi skala input, sedangkan DRS adalah kondisi dimana kenaikan output lebih kecil dari skala input.
3.4.3. Perhitungan Pembobotan Reksadana
a. Menghitung Pembobotan Profitabilitas Reksadana
Dalam melakukan perhitungan pembobotan profitabilitas Reksadana didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Korkeamaki and Smythe
2004 yang melakukan studi pemeringkatan Reksadana terbaik di Finlandia dengan kombinasi metode perhitungan profitabilitas.
Metode yang digunakan dengan melakukan pembobotan terbalik atau disebut reverse scoring dari sejumlah Reksadana yang diuji. Jika ada 10
Reksadana yang diuji, maka Reksadana peringkat 1 diberi bobot 10, kedua diberi bobot 9, dan seterusnya hingga Reksadana peringkat terakhir diberi
bobot nilai 1. Dengan menggunakan metode in, diperoleh nilai skor total, sehingga
dapat dilakukan pemeringkatan berdasarkan skor tertinggi hingga yang terendah.
b. Menghitung Pembobotan Efisiensi Reksadana
Berdasarkan penelitian dari Cinca, Molinero and Garcia 2002 yang mencoba untuk melakukan analisis efisiensi dengan metode DEA melalui
pendekatan analisis statistik multivariat, diperoleh dua nilai pembobotan untuk produk investasi yang efisien dan tidak efisien. Kedua nilai tersebut adalah
nilai 5 untuk produk efisien dan 0 untuk tidak efisien. Berdasarkan pada hasil penelitian itu, nilai 5 dan 0 dapat digunakan untuk memberikan bobot
penilaian atau membedakan apakah suatu produk investasi itu efisien atau tidak.
Hasil dari dua penelitian tersebut dapat digunakan untuk melakukan pemeringkatan total suatu jenis investasi, khususnya Reksadana pendapatan
tetap agar diperoleh peringkat Reksadana pendapatan tetap yang terbaik.
3.5. Peubah Penelitian