Sistem Mata Pencaharian Hidup

E. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Pembelajaran sastra di sekolah merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan siswa tentang sastra. Dalam proses interaksinya memungkinkan terjadinya pengenalan, pemahaman, penghayatan, penikmatan dan hingga akhirnya siswa mampu memahami dan menerapkan nilai-nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya. Kegiatan pengajaran sastra berinti pada pemahaman terhadap karya sastra. Siswa akan merasakan dan menyerap nilai-nilai yang relevan dengan kehidupan. Sastra dapat mengembangkan rasa dan emosi, mengubah sikap, membentuk watak yang dapat meningkatkan kualitas pribadi. Dalam pembelajaran sastra, siswa dipandang sebagai sosok manusia potensial dan harus dibina dan dikembangkan sehingga menjadi manusia yang sensitif, kreatif, dan yang mampu menampilkan susuatu dalam bentuk nyata. Apresiasi sastra tidak berakhir pada kegiatan membaca dan menikmati saja. Apresiasi sastra harus berlanjut kepada proses, di mana siswa mengambil makna, menafsir, dan mencari nilai kehidupan yang terkandung di dalam sastra itu. Diharapkan siswa dapat menumbuhkan sikapnilai manusiawi dalam dirinya. Karya sastra memiliki peranan penting dalam pembelajaran. Manfaat pengajaran sastra ialah dapat membantu proses mengoptimalkan empat ranah keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, serta menunjang pembentukan watak siswa. Sastra merupakan refleksi sosio-budaya suatu masyarakat. Suatu pengalaman menarik bagi siswa mendapat pengetahuan beru terkait dengan kebudayaan yang diajarkan. Melalui novel siswa dapat memahami kebudayaan-kebudayaan yang ada melalui media bacaan. Dalam novel kebudayaan disampaikan melalui unsur- unsur cerita. Pembelajaran yang disampaikan dengan menarik dengan suasana yang bersahabat akan menarik minat belajar siswa. Upaya guru bahasa dan sastra Indonesia ialah memberikan materi ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswanya. Guru yang kreatif diharapkan dapat memilih karya-karya yang baik dari karya sastra itu sendiri dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa juga disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. Novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany dapat menjadi acuan pembelajaran karena dalam novel Isinga sarat akan nilai-nilai budaya. Novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany dapat dijadikan bahan ajar di tingkat SMA. Di mana pada tahap usia siswa ini dapat memahami persoalan sosial dan mampu berpikir dan bertindak kritis. Sesuai dengan kurikulum 2013 SMA kelas XII semster genap, terdapat kompetensi inti KI dan kompetensi dasar KD yang berkaitan dengan penelitian ini. Di dalam silabus kurikulum 2013, mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terdapat kompetensi inti dengan kompetensi dasar yang berkenaan dengan kompetensi inti tersebut, yaitu menganalisis teks novel baik melalui lisan maupun tulisan. Penerapan pembelajaran analisis warna lokal dapat diterapkan guru dengan menggunakan novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany sebagai bahan ajar. Tidak hanya menganalisis unsur intrinsik novel namun juga dengan unsur warna lokal dalam novel. Guru diharapkan dapat memberikan pemahaman nilai sosial- budaya yang disampaikan dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany. Unsur sosial di antaranya adalah kelas sosial, dinamika sosial, kelompok sosial, lembaga sosial dalam novel tersebut. Serta unsur budaya yang meliputi, bahasa sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian yang terdapat dalam novel. Dipilihnya novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany sebagai bahan ajar bukanlah tanpa alasan. Novel ini sarat akan kebudayaan Papua, anak belajar mengenal budaya masyarakat Papua khususnya di Dusun Aitubu dan Hobone. Kebudayaan yang ada di Papua berbeda dan memiliki keunikan tersendiri. Maka novel ini akan menjadi bahan pembelajaran yang menarik. Dengan membaca dan memahami novel ini, siswa diharapkan dapat mengenal kebudayaan Papua lalu mengambil nilai-nilai budaya positif yang dapat diterapkan dalam kehidupan. Lebih jauh siswa dapat membagikan pengetahuaannya yang didapat setelah pembelajaran ini kepada masyarakat. 164 BAB IV PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian “Warna Lokal dalam Novel Isinga Karya Dorothea Rosa Herliany dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA”, diambil beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Tema penggambaran wujud warna lokal terlihat dalam kehidupan masyarakat Papua, yaitu berupa potret kehidupan masyarakat di bawah Pegunungan Megafu dari waktu ke waktu. Tokoh utama dalam cerita yaitu tokoh Irewa Ongge, Meage Aromba. Tokoh tambahan utama dalam cerita yaitu Malom Wos, dan Jingi Pigay. Alur cerita ialah alur maju. Latar tempat dari keseluruhan peristiwa adalah di Papua terutama di desa pedalaman Aitubu dan Hobone. Latar waktu peristiwa yaitu pada tahun 1974-1998. Latar sosial menjabarkan tentang tata cara hidup, cara berpikir, dan cara bersikap masyarakat di bawah Pegunungan Megafu. Sudut pandang yang digunakan pengarang adalah sudut pandang persona ketiga “dia” mahatau. Gaya bahasa yang paling dominan dalam novel adalah majas personifikasi, dan adanya kosa kata bahasa Papua sebagai penunjang novel dengan warna lokal daerah tersebut. Amanat novel berupa sebuah pesan yang dibawa pengarang untuk menjaga warisan budaya Papua. 2. Warna lokal meliputi lingkungan fisik dan unsur sosial-budaya. Lingkungan fisik berupa flora dan fauna yakni, babi, burung cenderawasih, kanguru, buah pandan merah, pohon soang, anggrek dan gaharu. Unsur sosial meliputi kelas sosial: masyarakat pantai dan masyarakat pedalaman; dinamika sosial: penyimpangan sosial pencurian, pembunuhan dan penculikan, mobilitas sosial Meage menjadi pemimpin Farandus; kelompok sosial: masyarakat Aitubu dan Masyarakat Hobone, Orang Yebikon; lembaga sosial: polisi dan tentara. Unsur budaya meliputi bahasa: kata dalam bahasa Papua fili, hunuke, ka, kamehe, kitorang, dll dan kalimat dalam bahasa Papua Akahi paekehi yae ewelende, wali onomi honomi eungekende, hamang nenaeisele emei roibuyae helemende, dll; sistem pengetahuan: tentang tata cara hidup orang di bawah Pegunungan Megafu; organisasi sosial: kepemimpinan dalam sebuah desa, gotong- royong; sistem peralatan hidup dan teknologi: alat produksi kamehe, kayu dan batu, fili, senjata busur dan anak panah, wadah kantong labu, makanan betatas, binatang hasil buruan dari hutan, pakaian noken, cawat, manik-manik warna-warni, kalung, gigi babi,hiasan telinga, koteka, baju zirah, tempat berlindung humia, yowi, alat transportasi perahu; sistem religi: sistem keyakinan kepercayaan pada roh leluhur, sistem upacara keagamaan upacara syukur, upacara wit atau inisiasi, upacara muruwal, upacara menstruasi pertama, upacara perdamaian, upacara perkawinan, umat yang menganut religi agama Kristen yang dibawa oleh Pendeta Ruben; kesenian: seni suara instrumental tifa, seni tari hunuke; sistem mata pencaharian hidup: berkebun, menangkap ikan, berburu, berdagang. 3. Implikasi analisis warna lokal terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA disesuaikan dengan kurikulum 2013. Berdasarkan kompetensi inti KI dan kompetensi dasar KD kurikulum 2013 yaitu menganalisis teks novel baik melalui lisan maupun tulisan. Tidak hanya menganalisis unsur intrinsik novel namun juga dengan unsur warna lokal dalam novel. Guru diharapkan dapat memberikan pemahaman nilai sosial- budaya yang disampaikan dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany. Pembelajaran yang disampaikan dengan menarik menjadikan suatu pengalaman menarik bagi siswa mendapat pengetahuan baru terkait dengan kebudayaan yang diajarkan. Novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany sarat akan kebudayaan Papua, diharapkan siswa dapat mengenal kebudayaan Papua lalu mengambil nilai-nilai budaya positif yang dapat diterapkan dalam kehidupan. Lebih jauh siswa dapat membagikan pengetahuan yang didapat setelah pembelajaran.

B. Saran

Berdasarkan beberapa simpulan yang telah dijelaskan, maka beberapa saran penulis, yaitu: 1. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti warna lokal Papua untuk lebih memperdalam bahan bacaan tentang warna lokal dan budaya Papua. Serta membandingkan dengan penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya dalam meneliti warna lokal Papua atau nilai budaya Papua. Peneliti selanjutnya diharapkan juga lebih kritis dalam menggali informasi mengenai sejarah Papua. 2. Analisis warna lokal dapat dipilih oleh guru untuk dijadikan sebagai materi baru dalam pembelajaran sastra di SMA kelas XI. Khususnya mengenai pengenalan-pengenalan lingkungan fisik dan unsur sosial- budaya lokal untuk menambah wawasan dan kecintaan siswa terhadap budaya bangsanya. 3. Novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany dapat dijadikan bahan bacaan siswa. Selain mengoptimalkan keterampilan berbahasa, membaca novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany akan meningkatkan pengetahuan budaya, serta menambah kecintaan siswa terhadap budaya bangsanya. 167 DAFTAR PUSTAKA Abrams, M. H. A Glossary of Literary Terms. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc. 1971. Ahmadi, Iif Khoiru. Strategi Pembelajaran Berorientasi KTSP. Jakarta: Prestasi Pustaka. 2011. al Rahab, Amiruddin. Heboh Papua Perang Rahasia, Trauma dan Separatisme. Depok: Komunitas Bambu. 2010. Basrowi. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia. 2005. Budianta, Melani. Teori Kesusastraan. Terj. dari Theory of Literature oleh Rene Wellek dan Austin Warren. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 1993. Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta, CAPS. 2013. Herliany, Dorothea Rosa. Isinga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2015. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. 1983. -------, Pengantar Antropologi I. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2011. Komaruddin. Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2000. Kosasih. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: CV. Yrama Widya. 2012. Mahayana, Maman S. Bermain dengan Cerpen: Apresiasi dan Kritik Cerpen Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2006. Marahimin, Ismail. Menulis Secara Populer. Jakarta: Dunia Pustaka. 2010. Meinarno, Eko A., dkk. Manusia dalam Kebudayaan dan Masyarakat: Pandangan Antropologi dan Sosiologi. Jakarta: Salemba Humanika. 2011. Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS. 2012. Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. 1988.