Tema Analisis Unsur Intrinsik Novel Isinga

mengawasi. Hal ini membuat orang di bawah pegunungan Megafu takut untuk melakukan hal-hal yang tidak baik. Semua tunduk pada adat, jika ada yang melanggar maka akan mendapatkan sanksi adat. Selain itu juga akan mendapat kutuk, kesialan, bahkan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. ...Masyarakat Hobone memercayai, matahari itu selalu melihat hu joko ereile. Setiap gerak-gerik manusia selalu ada yang mengawasi. Karena itu orang Hobone takut untuk melakukan hal-hal tak baik....152 Berdasarkan kutipan di atas tema potret kehidupan masyarakat di bawah Pegunungan Megafu dapat terlihat dari kepercayaan yang dianut oleh masyarakat di bawah pegunungan Megafu. Masyarakat percaya bahwa matahari selalu melihat hu joko ereile. Kepercayaan ini juga menjadi salah satu ciri khas warna lokal masyarakat di bawah Pegunungan Megafu yang terdapat dalam novel Isinga. Babi merupakan harta adat di bawah Pegunungan Megafu. Nilainya sangat berharga. Masyarakat di bawah Pegunungan Megafu menggunakan babi untuk mas kawin. Hubungan dagang dibuat lebih erat dengan babi. Jika terdapat permasalahan diselesaikan dengan babi. Kalau ada hukuman untuk sebuah pelanggaran, dendanya adalah bayar babi. Orang yang memiliki banyak babi maka hidupnya sejahtera. Dengan memiliki banyak anak dianggap akan mendatangkan kesejahteraan karena anak perempuan berguna untuk mendapatkan harta adat, yaitu babi. ...Perempuan adalah makhluk yang mendatangkan kesuburan. Anak laki-laki berguna untuk menuntut pengakuan akan tanah dan simbol penerus keturunan. Makin banyak anak laki-laki, makin berharga dan bermartabat. Tanah luas dan keturunan banyak. Anak laki-laki juga berguna agar prajurit mati ada yang menggantikan. Anak perempuan bernilai ekonomi. Perempuan berguna untuk mendapatkan mas kawin dan harta adat babi. 5 Berdasarkan kutipan di atas tema potret kehidupan masyarakat di bawah Pegunungan Megafu dapat terlihat dari harta adat masyarakat Megafu, yaitu babi. Babi merupakan harta yang berharga. Babi juga menjadi salah satu ciri 5 Ibid., h. 90-91. khas warna lokal masyarakat di bawah Pegunungan Megafu yang terdapat dalam novel Isinga. Di saat Indonesia telah setengah abad merdeka, terjadi beberapa perubahan di perkampungan, orang tidak lagi memakai pakaian tradisional. Rumah- rumah tidak lagi bulat dan sempit seperti humia. Rumah-rumah kini lebih besar dan luas, terbuat dari kayu. Keluarga-keluarga juga sudah menjadi satu. Tak ada pemisah tempat tinggal antara laki-laki dan perempuan. Tahun ini juga telah dibangun sebuah “kota kecamatan” yaitu Distrik Yar. Distrik Yar mulai ramai didatangi para pendatang, para pencari kayu Gaharu dan pedagang dari pulau-pulau lain di luar Papua. Gaharu dan pasar menyebabkan Distrik Yar bertambah ramai. Di antara para pendatang juga ada para perempuan pelacur yang datang dari Surabaya dan kota-kota lain di Jawa timur. Pelacuran menjadi suatu hal yang baru di Distrik Yar. Kehadiran para pelacur di Papua meresahkan masyarakat terutama para mama Papua. Banyak para laki-laki yang pergi ke rumah pelacuran di Distrik Yar untuk bersenang-senang, minum-minuman, menghabiskan uang. Waktu telah mengubah kebiasaan masyarakat dibawah Pegunungan Megafu. Pelanggaran adat banyak dilakukan para laki-laki, mereka tidak takut lagi melakukan hal jelek. Banyak lelaki yang tidak setia dengan istrinya dan bermain perempuan di tempat pelacuran. Dulu bayi kembar dipercaya terjadi karena seorang suami melakukan hubungan badan dengan perempuan lain waktu istrinya sedang hamil. Jadi kalau ada bayi kembar, bapak si bayi akan merasa malu. Waktu memang bergerak. Kondisi zaman dulu dan sekarang sudah berbeda. Pelanggaran adat yang dilakukan Malom juga dilakukan para laki-laki lain. Rasa kecewa Irewa juga dirasakan perempuan lain. 6 Mereka juga percaya bayi kembar itu terjadi karena seorang suami melakukan hubungan badan dengan perempuan lain waktu istrinya sedang 6 Ibid., h. 152. hamil. Itu larangan yang tidak boleh dilanggar. Jadi kalau ada bayi kembar, bapak si bayi juga akan merasa malu. 7 Berdasarkan kutipan di atas tema potret kehidupan masyarakat di bawah Pegunungan Megafu dapat terlihat dari perubahan-perubahan yang terjadi saat terbentuknya Distrik Yar berupa banyak pelanggaran adat yang dilanggar, masyarakat mulai mengabaikan kepercayaan leluhur bahwa matahari selalu melihat hu joko ereile. Situasi sosial tersebut mendesak kaum perempuan Papua khususnya para mama di Distrik Yar untuk berjuang. Para mama menginginkan keharmonisan keluarga, suami yang tidak lagi pergi ke pelacuran, tidak ada lagi penyakit kelamin yang rentan diderita para istri akibat perilaku suaminya. Kemudian Irewa yang dahulu hanya bekerja di kebun, ladang, dan mengurus babi kini memulai langkah baru. Irewa percaya sebagai seorang yonime ia dapat menjadi orang yang memberi pengaruh baik. Irewa menjadi konselor kepada para perempuan-perempuan tentang bahayanya penyakit kelamin. Irewa dibantu Jinggi yang membagikan kondom untuk para perempuan untuk mencegah penyakit kelamin. Kemudian langkah Irewa didukung penuh oleh kepala distrik Yar sehingga dibuatkannya ruang khusus di kantornya yang diberi nama Ruang Marya. Pulau Papua tergolong terlambat dalam mengenal uang. Masyarakat di bawah Pegunungan Megafu melakukan perdagangan dengan cara tukar- menukar barang. Begitu luasnya pulau dengan kondisi alam yang sulit membuat masih banyak masyarakatnya yang belum mengenal uang. Semenjak terbentuknya Distrik Yar, banyak pedagang yang berdatangan dari pulau Sumatra dan Jawa. Perekonomian mulai bergerak, di tempat Malom dan Irewa tinggal sudah mengenal uang. Uang pertama yang dikenal dengan sebutan uang merah. Uang merah yaitu uang kertas berwarna merah senilai seratus 7 Ibid., h. 88. rupiah. Maka babi tidaklah menjadi alat ukur kesejahteraan masyarakat dan bukan lagi harta yang mewah. Irewa sebetulnya memiliki banyak babi peliharaan. Namun sejak masyarakat mengenal uang merah, Irewa terpaksa menjual babi-babinya satu demi satu.... 8 Berdasarkan kutipan di atas tema potret kehidupan masyarakat di bawah Pegunungan Megafu dapat terlihat dari perubahan yang terjadi saat masyarakat mulai mengenal uang dan babi tidak lagi menjadi alat ukur kesejahteraan masyarakat lagi. Dapat disimpulkan bahwa tema yang terdapat dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany adalah potret kehidupan masyarakat di bawah Pegunungan Megafu dari waktu ke waktu. Banyaknya perubahan kehidupan masyarakatnya menuju ke arah modern, mengikuti perkembangan zaman. Pakaian, tempat tinggal, dan nilai tukar-menukar telah berubah. Kebiasaan dan kepercayaan adat pun mulai bergeser dan ditinggalkan. Tidak ada lagi perang dan kepercayaan pada matahari yang selalu mengawasi gerak gerik manusia. Semua terganti dengan kebiasaan baru, kehidupan di masa modern membuat masyarakatnya tidak terpaku lagi dengan aturan adat dengan segala kepercayaannya. Kemudian potret kehidupan masyarakat di bawah Pegunungan Megafu ini juga menjadi sebuah ciri khas warna lokal yang ada dalam novel Isimga karya Dorothea Rosa Herliany.

2. Tokoh dan Penokohan

Aminuddin dalam Siswanto menyebutkan tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita. 9 Tokoh dalam karya rekaan selalu mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak tertentu. Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan disebut perwatakan. Penokohan merupakan cara 8 Ibid., 183. 9 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: Grasindo, 2008, h. 142. pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. 10 Dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany terdapat beberapa tokoh, di antaranya yaitu Irewa Ongge, Meage Aromba, Malom Wos, Jingi Pigay, Bapa Labobar, Pendeta Ruben dan istrinya Marike, Dokter Leon dan istrinya Lea, Suster Karolin, Suster Wawuntu, Mama Kame, Falimo, Bapak Meage, Bapa Ulunggi, Mama Fos, anak-anak Irewa Kiwana, Mery, Ansel, Nela, Lepi, Silak, Alys, Ibu Selvi Warobay. Pemberian nama tokoh yang identik dengan nama-nama orang Papua merupakan ciri khas warna lokal yang terdapat dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany. Pemberian nama tokoh-tokoh dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany juga menambah ciri khas warna lokal Papua karena nama tokoh identik dengan nama orang Papua. Dari tokoh-tokoh yang ada di dalam novel, terdapat beberapa tokoh yang dianggap penting dan menjadi fokus dalam cerita. Penulis memfokuskan kepada tokoh Irewa Ongge, Meage Aromba, Malom Wos, Jingi Pigay. Adapun penokohan lebih jelasnya penulis paparkan sebagai berikut: a. Irewa Ongge Irewa Ongge adalah tokoh utama perempuan dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany. Dilihat dari segi peranannya, tokoh Irewa ditampilkan terus-menerus sehingga mendominasi sebagian besar cerita. Novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany memiliki delapan bab cerita. Dalam delapan bab cerita tersebut, tokoh Irewa adalah yang paling dominan dan muncul dalam enam bab cerita. Dilihat dari ciri fisiknya tokoh Irewa adalah gadis Papua berkulit hitam seperti orang Papua pada umumnya. Irewa memiliki wajah yang sangat cantik, bahkan kecantikannya diibaratkan bagai beningnya Sungai Warsor 10 Kosasih, op. cit., h. 36. oleh Meage. Kecantikan Irewa membuat Meage dan Malom jatuh hati pada Irewa. Bahkan setelah menikah dan memiliki banyak anak, Irewa tetaplah menjadi perempuan yang menarik. Lepi, seorang pemuda dari dusun Egiwo Hobone sampai memakai sihir cinta yang diberikan seorang dukun agar Irewa mau dengannya. Bila dibandingkan dengan Jingi, saudara kembarnya Irewa jelas nampak lebih kusut dan lebih kurus. Irewa juga tampak lebih tua dari umurnya yang sebenarnya. Namun kecantikan Irewa tetap terpancar di wajahnya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut: Jingi tampak sehat dan lebih berisi. Penampilannya juga tampak lebih bersih dan senyum selalu mengembang. Hidupnya ringan. Tak ada kesusahan yang ia alami. Jingi hidup bahagia sejak kecil. Irewa lebih kusut dan lebih kurus. Badannya berdebu sebagaimana umumnya orang-orang Megafu. Ia tampak lebih tua dari umurnya yang sebenarnya. Lebih matang. Jarang tersenyum tapi jernih kecantikannya tetap terpancar di wajah. 11 Melalui kutipan di atas, pengarang menuturkan karakteristik fisik tokoh Irewa yang cantik. Irewa pernah terkena penyakit sifilis yang membuat telapak tangan dan kakinya ada bintik-bintik merah, dan bintik-bintik merah yang lebih lebar ada di punggungnya, juga ada bisul di vaginanya. Penyakit kelamin ini dibawa oleh Malom yang tanpa sepengetahuan Irewa ditularkan karena ia sering pergi ke Dolly. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Irewa duduk lemah di tikar di dalam rumahnya. Irewa hanya bisa tersenyum. Senyum kecil. Senang, Jingilah yang datang. Ia tak malu diperiksa dokter ini. Irewa tak bisa menjawab pertanyaan Jingi karena ia juga tak tahu apa yang terjadi pada tubuhnya. Sakit muncul setelah Malom pulang dari Surabaya. Ia tak tahu bahwa di sana suaminya pergi ke tempat pelacuran. Jingi memeriksa kondisi tubuh Irewa. Juga bagian kelaminnya. Ada bisul di vaginanya. Bernanah. Ada bintik-bintik merah di seluruh telapak tangan dan kakinya. Bintik merah yang lebih lebar juga ada di punggungnya. Ditanya Jingi, Irewa mengatakan penyakit itu sudah 11 Dorothea Rosa Herliany, op. cit., h. 89. beberapa minggu dirasakannya. Jingi menjelaskan Irewa terkena sakit kelamin. Itu penyakit berbahaya. Irewa kaget. Penyakit kelamin? Setiap hari, waktu-waktunya ke ladang saja. Bagaimana mungkin? Ia tak pernah berhubungan dengan laki-laki selain suaminya. Irewa tak mengerti. 12 Melalui kutipan di atas, pengarang menuturkan karakteristik tokoh Irewa melalui perbincangan Jingi dengan Irewa bahwa Irewa terkena penyakit kelamin. Dilihat dari aspek psikologis yang menonjol dari tokoh, yakni tokoh Irewa sangat lincah dan rasa ingin tahunya membuat ia menjadi anak yang berbeda. Sekolah setahun di Aitubu hanya diperuntukan untuk anak laki- laki, namun Irewa selalu datang dan ikut mendengarkan dari luar apa yang disampaikan pada siswa di dalam kelas. Irewa kagum dengan seni tari juga pada seni musik Tifa. Irewa sangat mengagumi alunan bunyi tifa ditabuh, juga pemainnya yaitu Meage. Irewa jatuh hati pada Meage, Sungai Warsor telah menjadi saksi pertemuan Irewa dan Meage. Meage monolong Irewa ketika terjatuh ke dalam Sungai Warsor. Pertemuan tersebut membuat Irewa memiliki perasaan yang berbeda dan istimewa pada Meage. Hal ini terlihat dari kutipan dalam novel Isinga, sebagai berikut: Irewa kini memerhatikan para penari yang sedang berjalan setengah berlari sambil menari dan menyanyi-nyanyi. Ada bunyi suara tifa yang iramanya seperti memimpin langkah para penari. Irewa lalu berlari lagi mendekat ke arah bunyi suara tifa.... ...Irewa bergeser lebih mendekat ke tempat Meage berdiri. Ia persis berada di belakang Meage kini....Beberapa orang lain juga ada yang seperti Irewa. Mengamati para penabuh tifa. Irewa berpindah. Berdiri persis di sebelah kiri Meage berdiri kini. Ia mengagumi bunyi tifa dan pemainnya itu. 13 ...Irewa mengucapkan terima kasih kepada Meage. Irewa senang dan lega bisa selamat. Juga malu. Tapi ia tak bisa berlama-lama di situ. Meage juga, senang dan malu. Malu yang berbeda... Irewa dan Meage sama-sama merasa malu kalau harus berbicara lebih banyak. Tapi ada perasaan berbeda yang sangat istimewa. Sesuatu yang tak bisa 12 Ibid., h. 135. 13 Ibid., h. 8-9.