Sistem Pengetahuan Unsur-unsur Budaya
Ada juga beberapa pantangan yang dipercaya orang Papua dalam berburu, yaitu sebelum berburu dilarang berkomunikasi dengan
perempuan dan bersetubuh dengan istri. Alat-alat berburu juga harus terjaga, tidak boleh tersentuh oleh perempuan. Dapat dilihat dalam
kutipan berikut: Suatu hari Malom sudah berangkat berburu. Berburu harus
dilakukan sebelum orang-orang bangun dari tidur. Selain itu juga ada beberapa pantangan. Yaitu tidak berhubungan badan dengan
istri. Tidak berkomunikasi dengan perempuan. Tidak terkena air kencing anak. Alat-alat berburu tidak boleh tersentuh perempuan.
Semua itu agar pemburu bisa mendapatkan hasil buruan. Bila seorang perempuan menyentuh alat berburu, masyarakat Hobone
percaya, si perempuan bisa kena penyakit misalnya muntah darah.
164
6 Pengetahuan tentang kehidupan laki-laki Aitubu
Setelah mengikuti upacara muruwal, anak laki-laki sudah dianggap dewasa. Laki-laki akan tinggal di rumah yowi bersama para laki-laki
dewasa lainnya. Di dalam rumah yowi banyak pengetahuan tentang kehidupan laki-laki yang diajarkan oleh para penghuni yowi. Anak
laki-laki tidak hanya mendapatkan pengetahuan dari bapaknya tetapi juga dari orang lain. Semua bagaikan saudara di rumah yowi. Dapat
dilihat dalam kutipan berikut: ...Falimo juga memberi banyak pengetahuan berkaitan dengan
dunia laki-laki kepada Meage. Selain cara berburu, juga cara hidup di masyarakat sehari-hari. Cara hidup di rumah yowi. Hormat-
menghormati. Ketaatan. Tolong menolong. Yang boleh dan tidak boleh. Yang harus dan tak harus....
165
7 Sekolah untuk anak laki-laki
Murid “sekolah setahun” di Aitubu ialah para pemuda. Hanya anak laki-laki yang berusia dua belas tahun ke atas yang mengikuti sekolah
setahun. Anak perempuan tidak bersekolah. Di sekolah mereka belajar
164
Ibid., h. 61.
165
Ibid., h. 11.
bahasa Indonesia, membaca, menulis, hal-hal yang berkaitan dengan pertanian, dan juga agama. Dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Pada tahun yang sama ketika perkampungan Aitubu menyelenggarakan upacara adat syukur dan wit itu, Pendeta Ruben
membuka sekolah. Sekolah itu hanya berupa rumah kosong. Di dalamnya tak ada isi apa-apa. Pendeta Ruben memberi pelajaran
dengan berdiri. Kadang duduk, sama dengan muridnya, hanya beralas lantai tanah. Ada banyak pelajaran diberikan. Membaca,
menulis, hal-hal yang berkaitan dengan pertanian, dan juga agama. Sekolah ditujukan bagi para pemuda perkampungan Aitubu yang
sudah berusia dua belas tahun ke atas. Lama sekolah satu tahun. Bahasa Indonesia diajarkan bagi yang bersekolah di situ. Pendeta
Ruben berpendapat, jika ia sudah selesai menjalankan tugasnya di perkampungan itu, maka perlu ada orang setempat yang
meneruskan ajaran agama yang sudah dimulainya.
Sekolah itu hanya ditujukan untuk para pemuda. Tak dibicarakan bagaimana sekolah untuk perempuan. Mungkin karena
kondisi alam Aitubu sulit. Jika perempuan mengajarkan agama di dusun-dusun yang letaknya jauh, ia bisa diganggu binatang liar
atau orang jahat. Selain itu, perempuan lebih dibutuhkan tenaganya di keluarga masing-masing untuk bekerja di kebun atau mengurus
keluarga.
166
8 Pengetahuan tentang ilmu-ilmu kesehatan dan obat
Pengetahuan tentang kesehatan didapatkan dari Dokter Leon. Dokter asal Jerman yang tinggal di Aitubu. Masyarakat Aitubu tinggal
di alam yang kaya akan berbagai macam tumbuhan. Jika sakit obatnya dapat dibuat dari tanaman yang tumbuh di alam. Ada yang diambil
daunnya, kulit pohonnya getahnya, batangnya. Cara meramu obat juga sangat tradisional. Ada yang diperas, ditumbuk, dibakar, ditempel,
ditetes, dikunyah, dimakan, diminum, dan dipakai untuk mandi. Cara mengambilnya ada yang dipetik, dipotong, dikuliti, dikikis, dan
dicabuti. Dapat dilihat pada kutipan berikut: Sejak Meage bersekolah di situ, Dokter Leon sekaligus
memberi pengetahuan kepada Meage hal-hal berkaitan dengan
166
Ibid., h. 15-16.
ilmu kesehatan yang kira-kira sesuai dan dibutuhkan oleh perkampungan Aitubu.
167
...Jika ada yang sakit, hutan sudah menyediakan obat-obatan untuk mereka. Ada berbagai pohon, perdu, dan semak yang dipakai
sebagai obat tradisional. Ada yang diambil daunnya, kulit pohonnya, getahnya, batangnya, buahnya, atau akarnya. Tanam-
tanaman itu bisa untuk mengobati berbagai jenis luka, demam, panas, rematik, juga paru-paru.
Cara meramunya macam-macam. Ada yang diperas, ditumbuk, dibakar, ditempel, ditetes, dikunyah, dimakan, diminum, dipakai
untuk mandi. Sedang cara mengambilnya ada yang dipetik, dipotong, dikuliti, dikikis, dicabuti. Masyarakat mengambil hanya
bagian tertentu sesuai yang dibutuhkan. Pohon tak harus ditebang.
Untuk sakit tulang dan obat agar kuat mengerjakan pekerjaan- pekerjaan berat di dalam hutan, mereka memanfaatkan pohon
kulilawang dan masoi. Minyak kulilawang dimanfaatkan dengan cara membakar bagian kulitnya lalu dijadikan sebagai minyak
gosok. Sedang kulit masoi diambil minyaknya dan digunakan sebagai bahan jamu, obat cacing, dan kejang perut. Pohon pala juga
dimanfaatkan. Biji dan bunganya sebagai obat tidur.
Ada banyak pohon lainnya yang dimanfaatkan seperti kayu manis, cengkih, dan sirih. Untuk mengusir serangga dan nyamuk,
mereka memanfaatkan zodia. Zodia adalah tumbuhan yang masih tergolong suku jeruk-jerukan. Daun zodia biasanya diusapkan ke
seluruh tubuh. Aromanya yang khas tidak disukai oleh nyamuk. Nyamuk pun tidak berani mendekat, dan pergi.
168
9 Pertahanan diri orang-orang Iko
Pengetahuan orang-orang Iko di saat darurat. Pertahanan dari rasa sakit akibat luka perang orang-orang Iko yaitu dengan cara membuat
lubang di tanah lalu tubuh yg luka di kubur di dalam tanah. Tanah dianggap dapat menyelamatkannya karena tanah menyerap darah yang
menetes. Dapat dilihat dalam kutipan berikut: ...Sudah empat hari empat malam ia bertahan di situ, tidak
makan tidak minum. Ia terkena anak panah ketika sedang mencari kayu di pinggir hutan. Tak ada yang tahu. Menahan sakit, si
perempuan lari masuk ke dalam hutan. Terus, dan sampai di hutan di Dusun Onef ini. Ada lima anak panah menancap di tubuhnya. Ia
167
Ibid., h. 16.
168
Ibid., h.113.
cabuti satu-satu. Setelah itu, dengan sisa tenaga yang ada, ia membuat lubang di tanah, dan masuk ke dalam. Begitulah cara
pertahanan diri orang-orang Iko. Tanah bisa menyerap darah yang menetes dari tubuh. Dengan begitu ia selamat.
169
10 Pengetahuan tentang hal kawin
Ada sebuah cerita lama di bawah pegunungan Megafu. Cerita tentang bagaimana manusia pertama kali mengenal persetubuhan.
Bagaimana suami istri dapat melanjutkan keturunannya. Cerita ini biasanya disampaikan turun-temurun oleh para mama kepada anaknya
yang akan menikah. Dapat dilihat dalam kutipan berikut: Mama Kame lalu melanjutkan tentang hal kawin. Ia
menceritakan pada Irewa sebuah cerita tentang bagaimana manusia pertama kali mengenal persetubuhan. Sebuah mitos lain dari
pegunungan Megafu.
Pada zaman dulu, orang belum mengenal bagaimana caranya membuat anak keturunan. Seorang laki-laki bernama Ungi dari
klen Sama, menikahi seorang perempuan. Ia lalu memukuli badan istrinya. Ia mengira hal itu bisa menyebabkan istrinya hamil. Bahu,
kepala, dan punggung istrinya ia pukul dengan kayu besar. Istrinya berteriak-teriak kesakitan. Tubuh istrinya berdarah dan
jatuh ke tanah. Pada waktu lain, ia mengulang hal sama karena istrinya belum hamil juga.
Suatu hari, mertuanya datang ketika anaknya sedang di luar rumah. Si laki-laki diberi tahu oleh mertuanya. Mertuanya
mengambil daun pisang. Lalu penis menantunya dibungkus dengan pisang itu.
“Sekarang, kamu berbaring di atas saya,” katanya. “Itulah cara yang harus kamu lakukan agar istrimu hamil. Bukan
memukulnya. Kamu tidak tahu. Sekarang sudah aku beri tahu. Jangan memukul istrimu lagi.”
170
11 Pengetahuan tentang kayu yang baik untuk kayu bakar
Masyarakat Aitubu maupun Hobone menggunakan tungku untuk memasak. Mereka membutuhkan kayu bakar untuk dapat
menghidupkan dapurnya. Agar dapat menyala dengan baik ada kayu-
169
Ibid., h. 43
170
Ibid., h. 54.
kayu tertentu yaitu kayu garis, matoa, waru, atau kayu kasuari. Dapat dilihat dalam kutipan berikut:
...Untuk kayu bakar, Irewa diberi tahu sebaiknya ambillah dari kayu garis, matoa, waru, atau kayu kasuari. Jenis-jenis itu jika
dibakar, kayunya bisa menyala dengan baik.
171
12 Pengetahuan tentang menangkap ikan dan menyelam
Di Hobone terdapat sebuah danau bernama Danau Ilom. Danau ini digunakan mama-mama Hobone untuk menangkap ikan dan dijadikan
panganan keluarganya. Untuk menangkap ikan biasanya menggunakan jaring. Jaring untuk menangkap ikan dibuat sendiri oleh para mama.
Menangkap ikan juga dapat dilakukan dengan cara menyelam. ...Mama Fos Malom memberi tahu, perempuan Hobone
menangkap ikan dengan menggunakan jaring. Jalannya harus dibuat sendiri dan kalau rusak harus diperbaiki sendiri. Kadang ada
juga orang Hobone yang menangkap ikan pada malam hari. Lebih sulit pasti. Juga dingin dan gelap. Untuk penerang, mereka
membawa obor yang terbuat dari pelepah sagu atau pelepah kelapa. Cara yang lain adalah dengan menyelam. Irewa yang pernah
hampir mendapat celaka di Sungai Warsor sangat ketakutan dengan soal menyelam ini. Namun Mama Fos mengatakan,
“Semua perempuan Hobone bisa menyelam dan kamu juga harus bisa. Sekarang kamu orang Hobone,” katanya.
Berhari-hari, berminggu-minggu, Irewa belajar mengatasi ketakutannya pada air. Membiasakan diri dengan air Danau Ilom.
Lalu setelah itu berjam-jam ia belajar untuk bisa masuk ke bawah air. Menyelam cara perempuan Hobone. Yaitu masuk ke dalam
danau tanpa bantuan apa-apa. Hanya menahan nafas saja. Di situ Irewa belajar, bagaimana menghemat nafas. Mengeluarkan udara
sedikit demi sedikit dari paru-paru. Lama-lama Irewa jadi suka menyelam. Tak selalu ia bisa mendapatkan ikan. Irewa juga sudah
mampu mendayung perahu. Ini hal sehari-hari yang dilakukan perempuan Hobone selain berkebun dan mengolah sagu.
172
13 Pengetahuan tentang melahirkan sendiri
Perempuan di bawah pegunungan Megafu adalah orang-orang iko, yakni orang kuat. Melahirkan biasanya dilakukan oleh para mama
171
Ibid., h. 59.
172
Ibid., h. 59-60.
sendirian. Para mama tahu bedanya sakit akan melahirkan. Sebelum melahirkan para mama menyiapkan alat berupa selembar daun pisang
yang lebar. Para mama dapat mengatur nafasnya sendiri hingga akhirnya bayi dapat keluar. Untuk persalinan yang tak terduga,
biasanya tali pusar dipotong dengan pisau yang dibawa untuk berkebun. Kalau kebetulan pergi tanpa membawa pisau, tali pusar
dipotong dengan tangkai daun sagu. Lalu diikat dengan tali akar-akar kayu.
Ketika Kiwana masih berumur satu tahun, Irewa sudah hamil lagi. Sembilan bulan kemudian melahirkan. Kali ini Irewa sudah
tahu segala sesuatu urusan melahirkan. Ia lakukan persalinan itu sendirian. Di rumah. Di dekat tungku. Di situ ada abu panas. Irewa
akan membutuhkannya nanti. Irewa menyiapkan selembar daun pisang yang lebar. Kini Irewa sudah bisa membedakan perut sakit.
Sakit biasa atau sakit melahirkan. Ketika perutnya sudah merasakan akan melahirkan, ia jongkok di atas daun pisang itu.
Kakinya gemetaran. Perempuan hamil merasakan segala macam rasa sakit saat akan melahirkan bayi. Kesakitan yang dulu
dirasakan, kini dirasakan lagi oleh Irewa. Ia lalu menekan perut dari dalam. Juga mengatur napas. Menekan lagi beberapa kali pada
waktu yang tepat. Akhirnya bayi keluar. Perempuan lagi.
Tak lama kemudian, keluarlah tali pusar. Darah yang menetes ditutup dengan abu panas. Irewa lalu duduk. Beristirahat sebentar.
Perapian sudah padam. Asapnya menyesakkan napas. Tapi asap itu dipercaya memberi kekuatan bagi perempuan yang sedang sakit.
Perempuan yang sedang melahirkan. Juga bayi yang baru lahir.
Bagi perempuan Megafu, melahirkan adalah peristiwa biasa saja. Seperti peristiwa alam yang lain. Setiap perempuan akan
melahirkan. Para perempuan Megafu tetap melakukan pekerjaan sehari-hari sampai kandungan mereka besar. Mereka tidak tahu
kapan persisnya bayi akan lahir. Karena itu, banyak perempuan melahirkan ketika sedang di kebun. Ketika si perempuan sedang
sendirian. Jauh dari pemukiman penduduk. Si perempuan tak bisa memanggil bantuan perempuan lain dari humia atau siapa saja.
Persalinan dilakukan di tempat. Atapnya pohon. Dindingnya semak belukar. Alasnya rumput atau tanah cokelat berdebu. Mungkin juga
persalinannya di tempat lain. Di hutan. Di danau. Di pinggir sungai. Kalau itu terjadi, mereka menanganinya sendiri.
Sudah seperti itulah perempuan Megafu. Dari sejak dahulu sampai sekarang. Para perempuan saling memberi tahu cara
mengeluarkan bayi ke sesama perempuan. Para mama. Mama Fos. Mama tetangga. Perempuan sebaya. Mereka melakukan persalinan
sendiri. Semua perempuan sudah tahu caranya. Perasaan takut tak ada. Ada rasa malu kalau tidak bisa melakukan persalinan sendiri.
Perempuan Megafu perempuan Iko. Perempuan kuat. Untuk persalinan yang tak terduga, biasanya tali pusar dipotong dengan
pisau yang dibawa untuk berkebun. Kalau kebetulan pergi tanpa membawa pisau, tali pusar dipotong dengan tangkai daun sagu.
Lalu diikat dengan tali akar-akar kayu.
173