Pendekatan Sosiologi Sastra Warna Lokal dalam Novel Isinga Karya Dorothea Rosa Herliany dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA

sudut bahasa, kedua dari segi kematangan jiwa psikologi, dan ketiga dari sudut latar belakang kebudayaan para siswa.” 42 Bahasa, dalam sastra juga ditentukan oleh faktor-faktor seperti cara penulisan yang dipakai si pengarang, untuk itu, guru hendaknya mengadakan pemilihan bahan berdasarkan wawasan yang ilmiah misalnya; menghitungakn kosakata baru, memperhatikan segi ketatabahasaan dan sebaginya. Psikologi, tahap perkembangan psikologis siswa harus diperhatikan dalam memilih bahan pengajaran sastra. Tahap perkembangan siswa remaja biasanya dari umur 13-16 tahun disebut dengan tahap realistik. Umur 16 tahun dan selanjutnya disebut tahap generalisasi. Karya sastra untuk diajarkan harus sesuai dengan tahap psikologis suatu kelas, dan dapat menarik minat siswa dalam kelas tersebut. Latar belakang budaya, biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang yang erat hubungannya dengan kehidupan mereka. Guru sastra hendaknya memilih bahan pengajarannya dengan mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa sebelum mengajarkan karya sastra berlatarbelakang budaya luar. Dengan begitu, siswa tidak akan melupakan budayanya sendiri. Siswa diharapkan mampu menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik yang terdapat di dalam sebuah novel. Pembelajaran analisis novel dapat mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses kreatif sastra. “Apresiasi berarti penghargaan berdasarkan penghayatan; dalam istilah itu tersirat hubungan langsung antara pembaca dan karya sastra sebab penghayatan tidak akan tercapai tanpa hubungan langsung itu” 43 Jelas bahwa apresisasi sastra menuntut agar siswa membaca karya sastra. Dengan demikian, kegiatan sastra di 42 B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, Yogyakarta: Kanisius, 1988, h. 27. 43 Sapardi Djoko Damono, “Sastra di Sekolah”, Jurnal Susastra HISKI, http:bukusastradigital.blogspot.co.id201101sastra-di-sekolah-sapardi-joko-damono_14.html diunduh pada tanggal 30 April 2016 pukul 19:00 WIB. sekolah tentu tidak hanya terbatas pada kegiatan mengarang saja, tetapi terutama membaca sebab tanpa membaca tidak mungkin orang bisa mengarang. Analisis warna lokal merupakan pembelajaran baru yang menarik bagi siswa, pembelajaran ini lebih mengutamakan identifikasi latar sebagai pusat analisis. Analisisnya berupa unsur-unsur sosial-budaya yang terkandung dalam novel. Dengan pembelajaran ini, siswa diharapkan dapat mengebangkan kompetensi apresiasi sastra dan kritik sastra. Strategi pembelajaran merupakan hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. “Strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaikan materi pelajaran sehingga akan memudahkan peserta didik mecapai tujuan pembelajaran yang diharapkan akan dikuasainya di akhir kegiatan belajarnya.” 44 Ada beberapa strategi yang dapat dipakai dalam pembelajaran analisis novel berwarna lokal, seperti berikut: 1 Pemilihan edisi buku, guru harus memilih novel dengan cetakan bermutu. Tahun terbitannya haruslah yang tidak ketinggalan zaman. 2 Mengawali pembicaraan dengan menyenangkan, agar siswa sejak awal dapat tertarik pada novel yang akan dibahas, guru hendaknya membacakan bagian yang menarik dari novel tersebut. 3 Guru hendaknya menentukan pertahapan penyajian pembelajaran sebaik-baiknya. Bab yang terlalu panjang dapat dibagi menjadi subbab sehingga dapat disajikan dengan lancar. 4 Guru menugaskan peserta didik untuk menganalisis novel berdasarkan warna lokal dan keindahan budaya yang terkandung dalam novel tersebut. 5 Guru dapat menggunakan metode bervariasi, misalnya mengajukan pertanyaan seperti dalam acara cerdas cermat. 6 Pengkajian ulang, dalam pengajaran sastra, diskusi tetap merupakan sarana pengkajian ulang persoalan yang perlu dikembangkan oleh setiap guru. 44 Iif Khoiru Ahmadi, Strategi Pembelajaran Berorientasi KTSP, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011, h. 9. Adanya pengajaran sastra diharapkan dapat membantu pendidikan secara utuh yang meliputi empat manfaat yaitu, membantu dalam keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. 45 Pembelajaran sastra yang dilaksanakan secara baik, maka akan memberikan kontribusi yang bermakna bagi proses pendidikan dalam keseluruhannya, yang juga dapat berarti bahwa dalam bahasa positivisme, terdapat korelasi positif antara pembelajaran sastra dan pembelajaran bidang studi lainnya. Ada sejumlah hal yang dapat diidentifikasikan agar pembelajaran sastra benar-benar dapat membuktikan korelasi positifnya dengan bidang studi lain. Pertama, pembelajaran sastra harus dilaksanakan secara kreatif. Kedua, bahan-bahan yang diberikan kepada siswa hendaknya merupakan karya-karya yang dipradugakan dapat membuat mereka menjadi lebih kritis, menjadi lebih peka terhadap beragam situasi kehidupan. Di samping kedua hal tersebut, guru hendaknya selalu menyadari bahwa sastra sebagai bahan pembelajaran hanyalah sekedar sarana untuk mengantarkan para siswa meniti jenjang kedewasaan. 46

E. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan tinjauan dan pengetahuan penulis belum ada penelitian mengenai novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany terbit pada Januari 2015 dengan objek kajian warna lokal yang berimplikasi terhadap pembelajaran sastra. Penulis melakukan tinjauan di internet dan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam hal ini penulis tidak menemukan judul skripsi yang sama dengan yang penulis kaji. Dewi Puspitasari dari Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan skripsinya yang berjudul “Ketidakadilan Gender dalam Novel Isinga Karya Dorothea Rosa Herliany: Kajian Kritik Sastra Feminis” 2015. Teori yang digunakan dalam 45 Ibid., h. 16. 46 Riris K. Toha Sarumpaet, Sastra Masuk Sekolah, Magelang, Indonesia Tera, 2002, h. 45- 47.