merupakan hasil pendidikan dari Belanda. Mereka ingin kebebasan untuk memiliki pendapat sendiri tidak mau patuh pada pemerintah. Kelompok ini
ada banyak dan tersebar di berbagai tempat. Masing-masing bekerja sendiri-sendiri, punya pemimpin sendiri-sendiri. Anggotanya juga
berbeda-beda tapi mereka semua memiliki tujuan yang sama. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Pemilu 1997. Penduduk dewasa diminta memilih dengan cara mencoblos salah satu gambar. Ada 3 gambar. Orang Rao di
perkampungan Doken diberi tahu orang Kapak Besi bahwa mereka bisa memilih gambar apa saja. Sesungguhnya orang Rao tak terlalu
tahu apa yang harus dipilih. Beda satu gambar dengan gambar lain apa. Tapi tentara memaksa untuk memilih yang bergambar pohon. Orang
Rao ingat apa yang dikatakan orang Kapak Besi. Begitu pula yang dikatakan para guru dan pendeta yang ada di Doken.
127
Berdasarkan kutipan di atas dapat dilihat bahwa Kapak Besi merupakan kelompok yang tak patuh begitu saja, mereka memiliki
pendapatnya sendiri. Mereka menginginkan kebebasan berpendapat dan memilih, tidak mau diatur dan patuh begitu saja.
c. Kelompok Sosial
Kelompok sosial merupakan akibat dari kedudukan manusia sebagai makhluk sosial yang selalu berkecenderungan berkelompok dengan
manusia lainnya. Kelompok sosial juga dipahami sebagai pemilihan kelompok manusia atas dasar perbedaan dan persamaan karakter, watak,
ciri, tujuan, kesukaan, dan sebagainya. Di dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany terdapat
kelompok sosial yang muncul akibat adanya persamaan tujuaan dan kesukaan.
1 Masyarakat Aitubu dan Masyarakat Hobone
Kebiasaan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Aitubu dan Hobone sama. Baik orang Aitubu maupun orang Hobone masih belum
127
Ibid., h. 107.
bisa berbahasa Indonesia. Pakaian keseharian masyarakat keduanya sama, laki-laki menggunakan koteka dan perempuan menggunakan
cawat. Sebetulnya Aitubu dan Hobone merupakan satu keluarga. Ada
sebuah cerita yang dipercaya oleh masyarakat dan telah diceritakan turun-temurun oleh para leluhur. Cerita yang sudah didengar oleh
sebagian besar orang-orang di kedua perkampungan. Cerita yang dipercaya merupakan asal-muasal Aitubu dan Hobone
Ceritanya adalah tentang dua kakak adik yang tinggal di perkampungan Walei. Si kakak adalah seorang perempuan yang
sudah punya anak. Adiknya seorang laki-laki yang masih belum kawin. Si kakak akan pergi berkebun mengambil sayur dan betatas
untuk dimakan bersama anaknya dan si adik. Persediaan yang ada sudah hampir habis.
Karena jauh dan jalannya sulit, melewati sungai besar, si kakak minta adiknya menjaga anaknya yang saat itu sedang tidur.
Setelah si kakak pergi jauh, anaknya bangun. Lalu menangis. Si adik memberikan makanan yang ada, tapi si anak menolak.
Betatas, pisang, ditolaknya. Si adik mengambil sepotong daging yang tersisa. Ternyata juga tetap ditolak si anak. Si anak minta
susu. Susu dari ibunya. Si anak terus menangis.
Si adik menjadi jengkel, lalu membunuh si anak. Daging si anak diletakkan di bawah abu seperti kalau mereka memasak
betatas, lalu dibakar. Setelah itu, si adik memakan daging si anak. Tulang-tulangnya disimpan di yowi keramat yang terletak tidak
jauh dari rumah mereka. Ketika si kakak pulang, ia menanyakan tentang anaknya. Si adik tidak mengaku. Si kakak mencari ke
mana-mana. Tidak ketemu.
Akhirnya si kakak tahu, si adik telah membakar dan memakan anaknya. Ia lalu mengambil tongkat kayu. Si adik ia pukul dengan
tongkat itu. Adiknya bisa menghindar dengan berlindung di tiang- tiang kayu di dalam rumah. Si kakak terus mengejar. Akhirnya si
adik melarikan diri lewat celah atap. Di atas atap, ia berubah menjadi burung temti.
Kakaknya berhenti mengejar. Ia lalu menangisi kematian anaknya.
Dari cerita di atas, dipercaya bahwa anak turun-temurun dari kakak dan adik inilah yang kemudian menjadi masyarakat di perkampungan
Aitubu dan Hobone. Orang-orang Hobone masih menyimpan tulang
tangan anak itu dalam noken keramat. Cerita tersebut juga menyebabkan perang antara Aitubu dan Hobone tidak pernah selesai.
Aitubu terletak di bawah pegunungan Megafu, tepatnya di Lembah Piriom. Aitubu terletak di bagian tengah Papua. Orang-orang Aitubu
telah menetap di sana selama ratusan tahun. Aitubu terletak di ketinggian 1.500 meter di lembah raya pegunungan Megafu. Aitubu
sendiri merupakan sebuah desa yang terdiri dari beberapa dusun dan beberapa klen. Dusun yang terletak di Aitubu yaitu Dusun Kapo,
Munda, Samfar, Msob, Eryas, dan Wodori. Letak tiap tiap dusun berjauhan. Penduduk Aitubu kira-kira berjumlah 15.000 orang.
Masyarakat Aitubu adalah keluarga besar. Jika mereka melaksanakan upacara adat, seluruh isi perkampungan datang dan bahu-membahu
menyiapkan acara. Irewa dan Meage adalah penduduk Desa Aitubu. Masing-masing tinggal di dusun yang berbeda. Irewa tinggal di Dusun
Kapo sedangkan Meage tinggal di dusun Eryas. Bapak Irewa bernama, Bapa Labobar adalah orang yang dianggap berpengaruh di Aitubu.
Hobone adalah desa tetangga Aitubu. Masyarakat Hobone tinggal tersebar di lima dusun, yaitu Dusun Fafor, Dusun Perem, Dusun Egiwo,
Dusun Onef, dan Dusun Papopen. Hobone adalah tempat tinggal Malom Wos adalah salah satu masyarakat Hobone yang tinggal di
Dusun Perem. Ayah Malom, yaitu Bapa Ulunggi merupakan orang yang dianggap berpengaruh di Hobone.
Hobone adalah negeri yang orang-orangnya sedang bernyanyi. Mama-mama Hobone senang menyanyikan lagu-lagu di mana saja,
saat bekerja, saat berkumpul dengan para mama Hobone, dan saat ada yang meninggal. Isi nyanyiannya biasanya berupa nasihat-nasihat.
2 Orang Yebikon
Orang-orang Yebikon merupakan satu klen, baru sekitar lima tahun mereka menetap di Perkampungan Mbireri. Oleh karena itu, mereka
lebih senang disebut dengan nama klen mereka yaitu Yebikon bukan Mbireri. Orang Yebikon hidup secara berpindah-pindah, asal mula
kampung orang Yebikon adalah hutan Rimba. Orang Yebikon dikenal sebagai orang-orang hutan yang menyukai hidup tenang. Orang
yebikon juga dikenal dengan sebutan Si Penjaga Hutan. Makanan utama mereka adalah sagu, karena itu di mana ada hutan sagu di
situlah mereka menetap. Orang Yebikon memakan daging dari hasil berburu babi liar di hutan. Mereka juga menangkap buaya untuk
dimakan dagingnya dan kulinya untuk dijual. Pakaian orang Yebikon agak berbeda dari orang-orang di
pegunungan Megafu. Laki-laki dan perempuan masih sama bertelanjang dada, namun mereka sudah mengenal kain. Kelamin laki-
laki ditutup dengan selembar kain. Ada tali yang mengikat kain itu menjadi ikat pinggang, kemudian bagian belakangnya tetap dibiarkan
telanjang. Perempuan Yebikon memakai kain lebih lebar yang dililitkan dan menutupi tubuh dari bawah dada sampai lutut. Bagian
atas tetap telanjang untuk menyusui anak dengan bebas. Ada juga orang Yebikon yang sudah berpakaian, mereka menggunakan celana
pendek. Ada beberapa orang pendatang yang kadang lewat di perkampungan Mbireri, dari mereka ini sebagian orang Yebikon
meniru cara berpakaian. Orang-orang Yebikon tidak kaku dalam menjalankan kehidupan karena sudah sering bertemu orang-orang
berbeda.
d. Lembaga Sosial
Lembaga sosial ialah sebagai alat kontrol atas perilaku anggota masyarakat di dalam kelompok sosial, karena tidak semua orang
berperilaku sesuai dengan harapan kelompok. Lembaga dapat dilukiskan sebagai suatu organ yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat.
Lembaga sosial baik secara formal maupun informal dibuat dengan tujuan untuk mengikat perilaku anggota masyarakat agar berperilaku sesuai