MIE KERING JAGUNG TINJAUAN PUSTAKA

11 Tabel 5. Syarat Mutu Mie Kering Menurut SNI 01-2974-1996 No Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu I Persyaratan Mutu II 1 Keadaan: 1.1 Bau 1.2 Warna 1.3 Rasa - Normal Normal Normal Normal Normal Normal 2 Air bb Maks 8 Maks 10 3 Protein N x 6.25 bb Min 11 Min 8 4 Bahan Tambahan Makanan: 4.1 Boraks 4.2 Pewarna Tambahan Tidak boleh ada sesuai dengan SNI 01-0222-1995 5 Cemaran Logam: 5.1 Timbal Pb 5.2 Tembaga Cu 5.3 Seng Zn 5.4 Raksa Hg mgkg mgkg mgkg mgkg Maks 1.0 Maks 10.0 Maks 40.0 Maks 0.05 Maks 1.0 Maks 10.0 Maks 40.0 Maks 0.05 6 Arsen As mgkg Maks 0.5 Maks 0.5 7 Cemaran Mikroba: 7.1 Angka Lempeng Total 7.2 E. coli 7.3 Kapang kolonig APMg kolonig Maks 1.0 x 10 6 Maks 10 Maks 1.0 x 10 4 Maks 1.0 x 10 6 Maks 10 Maks 1.0 x 10 4 Mie jagung adalah mie yang dibuat dari tepung atau pati jagung. Berbagai teknik pembuatan mie jagung telah dikembangkan dan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1 pembuatan mie jagung dengan teknik calendering yang meliputi proses pembentukan lembaran atau modifikasi teknik mie terigu Juniawati 2003; Budiyah 2005; Fadlillah 2005; Rianto 2006; Soraya 2006; Kurniawati 2006; Putra 2008 dan 2 pembuatan mie jagung dengan teknik ekstrusi Fahmi 2007; Etikawati 2007; Hatorangan 2007; Ekafitri 2009; Zulkhair 2009; Putra 2009; Aminullah 2009. Proses pengolahan mie jagung berbeda dengan mie yang terbuat dari terigu. Penggunaan teknik calendering pada produk mie yang berbahan baku non terigu sulit dilakukan karena adonan tidak dapat membentuk lembaran yang kohesif, ekstensibel dan elastis. Oleh karena itu, proses pembuatan mie 12 jagung 100 pada teknik ini memerlukan tambahan tahapan proses berupa pengukusan adonan sebelum dibentuk menjadi lembaran Soraya, 2006. Pengukusan bertujuan untuk menggelatinisasi sebagian besar pati yang berperan sebagai pengikat adonan. Menurut Soraya 2006 dan Putra 2008, pembentukan adonan pada pembuatan mie jagung berasal dari matriks yang terbentuk akibat gelatinisasi pati. Dengan demikian, lembaran adonan tepung jagung tidak dapat dibentuk dan dicetak menjadi untaian mie apabila tidak dilakukan pengukusan tepung terlebih dahulu. Hal ini disebabkan protein endosperma jagung banyak mengandung zein yang tidak dapat membentuk massa adonan elastis-kohesif bila hanya ditambahkan air dan diuleni, seperti halnya gliadin dan glutelin pada gandum Soraya, 2006. Berbeda halnya dengan proses pengolahan mie jagung 100, tahapan proses pengukusan sebelum pembentukan lembaran adonan pada proses mie jagung substitusi tidak diperlukan. Mie yang disubstitusi dengan 35 tepung jagung memiliki sisa 65 tepung terigu yang masih mengandung protein gluten cukup memadai untuk dapat berperan dalam pembentukan lembaran adonan yang elastis. Penyempurnaan gelatinisasi pati dalam tepung jagung hanya perlu dilakukan setelah untaian mie dibentuk sebagaimana halnya dalam proses pengolahan mie kering berbasis terigu Kusnandar, 2008. Bahan yang digunakan untuk pembuatan mie pada penelitian ini diantaranya tepung terigu Cakra Kembar, tepung jagung, garam, guar gum, Na- karbonat, K-karbonat dan air. Tepung terigu sebagai bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung terigu merk Cakra Kembar yang diproduksi oleh PT Bogasari Flour Mill. Tepung terigu jenis ini tergolong ke dalam tepung terigu keras dengan kadar protein 10-13 Fadlillah, 2005. Kandungan protein yang tinggi dalam Cakra Kembar akan menghasilkan sifat adonan mie yang baik. Karakteristik kimia Cakra Kembar dapat dilihat pada Tabel 6. 13 Tabel 6 . Komposisi Tepung Terigu Cakra Kembar per 100 g Komposisi Jumlah Energi kkal 340.0 Protein g 11.0 Lemak g 0.9 Air g Maks. 14.5 Serat kasar g 0.4 Karbohidrat g Min. 70 Kalsium mg 13.0 Sumber: PT Bogasari Flour Mills Hadiningsih, 1999 Tepung jagung sebagai bahan baku pembuatan mie pada penelitian ini menggunakan persentase sebesar 35 . Menurut Kusnandar 2008, penggunaan tepung jagung dalam persentase 35 mampu memberikan hasil karakteristik yang paling optimum, yaitu lembaran adonan yang dihasilkan sangat kompak, baik dan mudah dibentuk serta produk memiliki nilai KPAP yang rendah. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan mie kering jagung substitusi diantaranya garam, guar gum, Na 2 CO 3 dan K 2 CO 3 . Garam dapur berfungsi untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mie, mengikat air, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie serta mengurangi kelengketan adonan Budiyah, 2005. Natrium karbonat dan kalium karbonat berperan dalam pembentukan gluten, meningkatkan elastisitas dan ekstensibilitas serta menghaluskan tekstur Kusnandar, 2008. Sementara itu, hasil penelitian Fadlillah 2005 menunjukkan bahwa penambahan guar gum mampu memberikan pengaruh yang besar dalam mengurangi kelengketan dan KPAP mie jagung. Air merupakan komponen penting dalam pembentukan gluten. Air berfungsi sebagai media dalam pencampuran garam dan pengikatan karbohidrat, sehingga membentuk adonan yang baik. Penambahan air akan menyebabkan pada saat proses gelatinisasi, granula pati akan mengembang karena molekul-molekul air akan berpenetrasi masuk ke dalam granula pati dan terperangkap pada susunan molekul amilosa-amilopektin Ekafitri, 2009. Air yang ditambahkan pada penelitian ini sebanyak 40 dari berat terigu. Penambahan air dalam jumlah yang kurang dapat menyebabkan adonan 14 menjadi rapuh dan sulit dicetak. Namun penambahan air yang berlebih juga dapat berakibat adonan menjadi sangat lengket. Mie jagung memiliki keunggulan dibandingkan mie terigu, yaitu tidak menggunakan pewarna tambahan. Warna kuning pada mie jagung disebabkan oleh pigmen kuning alami pada tepung jagung, yaitu karotenenoid, lutein dan zeasanthin Merdiyanti, 2008.

C. PREFERENSI KONSUMEN

Preferensi terhadap suatu makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat atau derajat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan tertentu. Suatu produk makanan dapat dikatakan lebih disukai oleh konsumen jika konsumen menempatkan produk makanan tersebut sebagai pilihan pertama. Menurut Cardello 1994, makanan merupakan perangsang dari segi sensori, sedangkan karakteristik fisiko-kima yang ditentukan oleh ingredien, proses dan penyimpanan akan berinteraksi dengan indera manusia sehingga membentuk preferensi. Tingkat kesukaan akan sesuatu dapat dilihat dari persentase jumlah responden yang memilih dan menyukai produk tersebut. Tingkat kesukaan ini sangat beragam bagi setiap individu, sehingga akan mempengaruhi tingkat konsumsi pangan Suhardjo, 1989. Menurut Sanjur 1982, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi preferensi konsumen terhadap suatu jenis produk, diantaranya 1 karakteristik individu, meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan pengetahuan gizi; 2 karakteristik produk, meliputi rasa, warna, aroma, kemasan, tekstur dan harga; 3 karakteristik lingkungan, meliputi jumlah anggota keluarga, tingkat sosial, pekerjaan, musim dan mobilitas. Semua peubah tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Hal ini diperkuat oleh Sutisna 2001 yang menyatakan bahwa interaksi dengan keluarga, teman, kombinasi rasa, warna, aroma dan bentuk produk serta penyajian merupakan hal yang paling banyak mempengaruhi preferensi. Sementara itu menurut Stepherd dan Spark 1994, faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesukaan terhadap makanan dapat dikelompokkan 15 sebagai berikut 1 faktor intrinsik, yaitu penampakan, aroma, tekstur, kualitas, kuantitas dan cara penyajian makanan; 2 faktor ekstrinsik, yaitu lingkungan sosial, iklan produk dan waktu penyajian; 3 faktor personal, yaitu tingkat pendugaan, pengaruh orang lain, mood, selera dan emosi; 4 faktor biologis, fisik dan psikologis, yaitu umur, jenis kelamin, keadaan psikis, aspek psikologi dan biologis; 5 faktor sosial ekonomi, yaitu pendapatan keluarga, harga makanan dan status sosial; 6 faktor pendidikan, yaitu status pengetahuan individu dan keluarga serta pengetahuan tentang gizi; dan 7 faktor kultur, agama dan daerah, yaitu asal kultur, agama, kepercayaan dan tradisi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen terhadap suatu produk adalah faktor individu yang mencakup kebutuhan, motivasi, gaya hidup dan tingkat pengetahuan serta faktor lingkungan, yakni budaya, sosial ekonomi dan jumlah keluarga.

D. KINETIKA REAKSI KIMIA DAN PRINSIP PENDUGAAN UMUR

SIMPAN METODE AKSELERASI MODEL ARRHENIUS 1. Kinetika Reaksi Kimia Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Produk pangan mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Reaksi deteriorasi ini disebabkan oleh persentuhan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya atau akibat perubahan suhu Arpah, 2001. Sementara itu, Kusnandar 2006 menambahkan bahwa bahan dan produk pangan dapat pula mengalami reaksi-reaksi kimia selama penyimpanan yang dipicu oleh komponen-komponen kimia di dalamnya. Reaksi kimia yang dapat terjadi diantaranya oksidasi lemak, reaksi kecoklatan Maillard akibat interaksi gula pereduksi dan asam aminoprotein, serta denatutasi protein. Reaksi penurunan mutu dalam bahanproduk pangan umumnya mengikuti reaksi ordo nol dan ordo satu. Hanya sedikit penurunan mutu makanan yang mengikuti ordo reaksi lain, misalnya degradasi vitamin C yang mengikuti reaksi ordo dua Hariyadi et al., 2006. Penjelasan dari kedua model ordo reaksi tersebut adalah sebagai berikut: