Pembuatan Mie Kering Jagung Substitusi

36 lainnya selain garam. Dalam wadah yang lain, garam yang telah dilarutkan dengan air ditambahkan ke dalamnya secara bertahap hingga terbentuk adonan yang homogen. Menurut Astawan 2005, waktu pengadukan adonan dilakukan selama 15-25 menit dengan suhu adonan sekitar 25-40 o C. Suhu adonan dapat dipengaruhi oleh gesekan antara adonan dan pengaduk. Peningkatan suhu ini mampu meningkatkan mobilitas dan aktivitas air ke dalam jaringan tepung sehingga membantu pengembangan adonan. Adonan yang terbentuk diharapkan seragamhomogen, mampu menyerap air secara optimal, dan tidak lengket. Sebelum adonan dibentuk menjadi lembaran, adonan yang telah tercampur merata dibentuk bulatan dan diistirahatkan terlebih dahulu selama 10 menit. Tujuannya adalah menyeragamkan distribusi air dan mengembangkan gluten. Pengistirahatan yang terlalu lama dapat menyebabkan adonan menjadi kering sehingga mudah patah saat direbus. Proses pencetakan merupakan tahapan yang dilakukan untuk membentuk untaian-untaian mie dengan karakter yang diinginkan. Proses pencetakan ini terdiri atas dua tahap yaitu pembentukan lembaran adonan sheeting dan pembentukan untaian mie slitting. Kedua proses ini dilakukan dengan teknik kalendering menggunakan sheeter-noodle machine . Pada tahap pencetakan mie terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi mutu mie yang dihasilkan, yaitu pemilihan skala pengepresan serta ketajaman pisau pemotong untaian mie slitter. Skala pengepresan mempengaruhi ketebalan dari lembaran dan untaian mie yang dihasilkan. Jika terlalu tipis, mie yang dihasilkan menjadi mudah patah. Sedangkan mie yang terlalu tebal membutuhkan waktu yang lebih lama baik dalam pengukusan maupun pengeringan. Mengacu pada Kusnandar 2008, pengepresan lembaran adonan dilakukan sebanyak 10 hingga 12 kali. Disamping skala roll pengepresan, hal penting lain yang perlu diperhatikan adalah ketajaman pisau pemotong untaian mie slitter. Pisau pemotong yang kurang tajam menyebabkan untaian mie yang terpotong 37 bergerigi dan tidak rapi. Hasil potongan untaian mie yang kurang rapi dapat meningkatkan KPAP. Setelah pembentukan untaian mie, dilakukan proses pengukusan mie pada suhu 100°C selama 15 menit. Pada proses pengukusan terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten akan menyebabkan timbulnya kekenyalan mie. Hal ini disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen, sehingga rantai ikatan kompleks pati gluten lebih rapat. Pada waktu sebelum dikukus, ikatan bersifat lunak dan fleksibel, tetapi setelah dikukus menjadi keras dan kuat Sunaryo, 1985. Setelah pengukusan, proses selanjutnya adalah pengeringan mie jagung dengan oven. Mie substitusi jagung yang telah dikukus lalu dimasukkan ke dalam oven untuk dikeringkan secara sempurna. Proses pengeringan bertujuan menurunkan kadar air hingga mencapai kadar air 9- 10. Penurunan kadar air ini berguna untuk memperpanjang masa simpan produk mie kering substitusi jagung. Mie kering substitusi jagung yang dihasilkan memiliki kadar air 9.42 . Hal ini telah memenuhi kriteria mutu mie kering dalam SNI 01-2974- 1996, yang menyatakan kadar air maksimal untuk mie kering adalah 10 . Disamping menurunkan kadar air, proses pengeringan juga dapat meningkatkan porositas akibat keluarnya air dari dalam bahan. Peningkatan porositas ini membuat produk menjadi lebih mudah untuk direhidrasi. Prinsip utama pengeringan adalah pengeluaran air dari bahan akibat proses pindah panas yang berhubungan dengan adanya perbedaan suhu antara permukaan produk dengan permukaan air pada beberapa lokasi dalam produk. Ukuran bahan yang akan dikeringkan dapat mempengaruhi kecepatan waktu pengeringan. Semakin kecil ukuran bahan akan semakin cepat waktu pengeringannya. Hal ini disebabkan bahan yang berukuran kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga memudahkan proses penguapan air dari bahan. Proses pengeringan dilakukan pada suhu 60-70 o C selama 70 menit. Pengeringan dianggap cukup jika mie tidak menempel rekat lagi pada tray 38 dan tidak ada lagi bagian mie yang lembek. Menurut Hou dan Kruk 1998. pengeringan dengan udara panas dari oven yang terlalu cepat dapat menyebabkan mie kering menjadi rapuh. Lama waktu pengeringan akan menentukan karakteristik produk akhir yang dihasilkan. Jika waktu pengeringan terlalu lama, mie kering menjadi lebih rapuh. Hal ini tentunya akan mempengaruhi kualitas masak dari mie kering tersebut, yaitu mie menjadi lebih mudah patahhancur dan air rebusannya berwarna kekeruhan KPAP tinggi.

3. Karakterisasi Mie Jagung Substitusi

Karakterisasi mie kering jagung substitusi sebelum penyimpanan dilakukan secara fisik meliputi analisis KPAP, analisis profil tekstur TA dan analisis warna-Hunter. Hal ini didukung oleh Oh et al. 1983 yang menyatakan bahwa kualitas mie dinilai dari parameter kualitas masak KPAP, tekstur dan warna.

a. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan KPAP

Kehilangan padatan akibat pemasakan KPAP menunjukkan banyaknya padatan dalam mie yang keluar atau terlarut ke dalam air selama proses pemasakan. Nilai KPAP dinyatakan sebagai perbandingan antara berat padatan yang terlepas dan berat kering sampel yang dinyatakan dalam satuan persen . KPAP merupakan salah satu parameter mutu terpenting karena berkaitan dengan kualitas mie setelah dimasak. Selama pemasakan. padatan yang hilang disebabkan oleh terlepasnya amilosa pada untaian mie ke dalam air rebusan. Semakin rendah nilai KPAP mie menunjukkan bahwa mie tersebut memiliki kualitas tekstur yang baik dan homogen. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai KPAP mie jagung substitusi adalah 4.41. Sementara itu, nilai KPAP mie terigu adalah 2.87 Fitriani, 2004. Nilai KPAP yang tinggi dapat disebabkan oleh kurang optimumnya pengikatan matriks pati tergelatinisasi dengan pati yang tidak tergelatinisasi pada mie jagung Kurniawati, 2006, sedangkan 39 pada mie terigu yang mengandung protein gluten dalam jumlah tinggi. proses gelatinisasi terjadi secara sempurna sehingga mie yang terbentuk cenderung lebih kompak dan memiliki KPAP yang lebih rendah. Namun demikian, nilai KPAP mie jagung yang dihasilkan ini masih tergolong dalam kualitas mie yang baik. Hal ini didukung oleh penelitian Kusnandar 2008 bahwa nilai KPAP mie terigu adalah sebesar 4.56 . Artinya, nilai KPAP mie jagung masih berada dalam kisaran nilai KPAP mie dengan mutu yang baik. Disamping itu, nilai KPAP juga dipengaruhi oleh kandungan amilosa. Menurut Guo et al. 2003, tepung terigu dengan kandungan amilosa 21-24 akan menghasilkan kualitas mie yang baik. Tepung jagung varietas Pioneer 21 yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan amilosa sebesar 23.04 , yaitu masih berada pada kisaran tersebut.

b. Profil Tekstur-TA

Tekstur merupakan salah satu parameter yang mendukung mutu mie kering jagung substitusi. Dalam mengevaluasi tekstur produk, sering dilakukan korelasi yang baik antara pengukuran tekstur secara subjektif menggunakan indera manusia dengan pengukuran secara objektif menggunakan instrumen. Analisis profil tekstur menggunakan Texture Analyzer TAXT-2 mampu memberikan pendekatan korelasi antara kedua kondisi pengukuran tersebut. Kekerasan merupakan daya tahan bahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan. Kekerasan ditentukan dari gaya maksimum nilai puncak pada tekanan pertama, sehingga semakin besar gaya yang dibutuhkan nilai puncak makin tinggi maka menandakan kekerasan semakin meningkat. Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh hasil bahwa kekerasan mie kering substitusi jagung adalah 3108.25 gf. Nilai ini hampir mendekati nilai kekerasan mie kering jagung 100 hasil penelitian Putra 2008 dengan suhu pengovenan 60 o C, yaitu 3135.18 gf. Tingkat kekerasan mie jagung 100 yang diperoleh ini apabila dikorelasikan dengan nilai organoleptik oleh panelis memberikan skor nilai kesukaan