Pelatihan Panelis Terlatih Analisis Sensori

33

c. Focuss Group Discussion FGD

Focuss Group Discussion FGD termasuk ke dalam salah satu rangkaian proses pelatihan panelis. Kegiatan ini merupakan cara analisis kualitatif untuk mendapatkan data deskripsi atribut sensori. Disamping itu, melalui diskusi ini juga dilakukan pembelajaran dan penyamaan persepsi diantara panelis mengenai skalaskor penilaian suatu atribut. Diskusi fokus grup FGD dapat dilakukan oleh panel leader bersama dengan para panelis terlatih untuk menentukan atribut mutu kritis yang menyebabkan produk mie kering menjadi tidak diterima. Identifikasi produk yang sudah tidak dapat diterima pada tahap simulasi kerusakan, selanjutnya didiskusikan bersama panelis terlatih melalui tahap FGD ini. Sebelum memasuki periode penyimpanan sampel, panelis dalam bentuk diskusi fokus grup FGD me-review dan menyamakan persepsi kembali terutama dalam hal penskalaan. Pada periode ini, panelis disajikan contoh mie rusak dan reference serta blind control. Blind control dalam hal ini memiliki peran untuk mengkonfirmasi jawaban panelis. Setelah masing-masing panelis mengevaluasi sampel secara terpisah dalam suatu booth, seluruh panelis dengan dipimpin oleh leader berdiskusi dan membentuk kesepakatan bersama mengenai nilai skorskala yang paling sesuai dengan kondisi setiap sampel.

d. Uji SkoringRating

Pengujian atribut mutu produk yang dibandingkan dengan kontrol dilakukan terhadap 1 warna, 2 kecerahan, 3 kerapuhan, 4 aroma tengik off odor dan 5 rasa pahit, sesuai dengan hasil kesepakatan dalam FGD. Uji skoring terhadap seluruh atribut mutu kecuali atribut rasa dilakukan oleh panelis sebelum produk mie kering direhidrasi. Panelis yang telah mengevaluasi sensori atribut-atribut tersebut, kemudian diminta untuk menilaimemberi skor masing-masing sampel uji pada tiap atribut selama sampling penyimpanan. Uji skoring pada penelitian ini menggunakan skala sensori 0-10. Format uji skoring secara jelas dapat dilihat seperti pada Lampiran 3. 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Pembuatan Tepung Jagung

Jagung yang digunakan sebagai bahan untuk membuat tepung pada penelitian ini adalah jagung varietas P-21 Pioneer-21. Varietas ini diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo. Umur panen varietas P-21 adalah 105 hari. Penelitian diawali dengan proses penepungan jagung yang mengacu pada hasil optimasi Putra 2008, yaitu dengan menggunakan metode penggilingan kering. Jenis tepung yang digunakan sangat mempengaruhi karakteristik akhir dari produk mie jagung yang dihasilkannya. Penggunaan tepung jagung dari hasil penggilingan kering lebih direkomendasikan karena memberikan hasil sifatkarakteristik mie yang lebih bagus dibandingkan dengan mie dari tepung hasil penggilingan basah Merdiyanti, 2008. Tahapan pembuatan tepung pada metode penggilingan kering meliputi penggilingan awal, pencucian dan perendaman, penggilingan tahap akhir, serta pengayakan. Penggilingan tahap awal dilakukan untuk menggiling biji jagung menjadi grits menggunakan saringan 12 mesh. Penggilingan yang menggunakan hammer mill ini akan menghasilkan grits, kulit, lembaga dan tip cap. Pemisahan kulit, lembaga dan tip cap dilakukan dengan pencucian dan perendaman. Grits akan mengendap sedangkan bagian lain kulit, tip cap dan lembaga akan mengapung. Grits jagung dikeringkan dengan oven selama 1 jam hingga kadar air ± 35 untuk mempermudah ke tahap penggilingan selanjutnya. Menurut Etikawati 2007, kadar air yang lebih tinggi dari 35 dapat menyebabkan bahan menempel pada disc mill sehingga menimbulkan kemacetan pada alat. Sedangkan jika kadar air yang terlalu rendah, endosperma akan kembali menjadi keras dan sulit untuk ditepungkan serta pertikel tepung setelah penggilingan menjadi kasar. Penggilingan tahap akhir merupakan penggilingan grits jagung dengan menggunakan disc mill untuk menghasilkan tepung jagung