25 Faktor utama yang menjadi pembeda antara Wong Putihan dan Wong Lorek
adalah ketaatannya menjalankan ajaran agama Islam yaitu berupa shalat, puasa, zakat, dan naik haji bagi yang mampu. Seseorang yang menjalankan shalat lima waktu
dengan rajin di golongkan ke dalam kelompok Wong Putihan meskipun praktek kehidupan keagamanaanya mencampur dengan unsur-unsur di luar Islam. Sedangkan
Wong Lorek di berikan kepada orang yang mengaku Islam tetapi tidak mau menjalankan ritual secara Islam terutama shalat Nursilah, 2001:51.
2.5 Upacara-upacara Tradisional dalam Lingkaran Suku Jawa
Suku Jawa yang terdapat di kota Binjai, khususnya di Kecamatan Binjai Utara yang mempunyai golongan ekonomi menengah ke atas, sebagian besar masih
melaksanakan berbagai upacara yang terdapat dalam adat-istiadat kebuadayaan mereka. Upacara-upacara yang masih di laksanakan pada dasarnya hanya besifat
simbolis, artinya upacara-upacara itu hanya menggambarkan suatu tujuan luhur yang diharapakan oleh pelakunya. Adapaun upacara-upacara itu adalah seperti yang
disebut dibawah ini, yang mana penjelasannya dari setiap upacara penulis dapatkan dari berbagai sumber. Sebagai orang Jawa, sebahagian upacara ini pernah penulis
saksikan.
2.5.1 Upacara Kehamilan dan Kelahiran
Upacara pada saat kehamilan ada 2 tahapan, yaitu pada saat kandungan berusia tujuh bulan upacara tingkepan. Kemudian diteruskan pada saat kandungan
berusia sembilan bulan slametan mumuli sedherek. Upacara tingkeban disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang artinya tujuh
Bratawidjaja, 1993:21. Upacara tingkeban ini di laksanakan apabila usia kehamilan seseorang berusia tujuh bulan dan merupakan kehamilan yang pertama kali. Upacara
Universitas Sumatera Utara
26 tingkeban mempunyai makna bahwa pendidikan bukan saja di berikan setelah dewasa,
akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim seseorang anak perlu di beri pendidikan Bratawidjaja, 1993:21.
Upacara tingkeban ini hanya sebagai pengharapan saja, dan belum merupakan suatu kepastian. Tujuan dari pelaksanaan upacara tingkeban adalah untuk merayakan
kandungan yang berusia tujuh bulan, memberitahukan tentang bakal adanya suatu peristiwa kelahiran, mencerminkan perasaan cemas dalam hal menghadapi kelahiran,
serta mengharapakan bayi yang akan lahir dapat dengan mudah dan selamat. Upacara melahirkan di lakukan setelah jabang bayi sudah lahir, ari-ari
plasenta bayi di bersihkan oleh ayahnya. Menurut kepercayaan suku Jawa, ari-ari di anggap sebagai saudara kembar dari bayi yang menemani bayi selama dalam
kandungan ibunya, sejak janin terbentuk hingga saat dilahirkan Wardoyo, n.d.:6. Koentjaraningrat 1984:353 menyebutkan bahwa setelah tali pusat lepas,
maka bagi masyarakat suku Jawa mengadakan upacara pupur puser. Upacara pupur puser ini di laksanakan pada malam hari setelah tali pusat lepas. Yaitu apabila tali
pusat telah lepas, selanjutnya di bersihkan dan di jemur hingga kering. Setelah itu di simpan oleh ibu bayi. Sebagian masyarakat suku Jawa yang berada di lingkungan
orang Jawa masih melaksanakan adat dalam melakukan upacara kelahiran tersebut yang prosesinya di lakukan dengan cara menggendong tali pusat oleh ayah sang bayi
yang telah di letakkan di dalam wadah mangkuk atau piring yang telah di tutup yang kemudian di kubur di sekitar depan pintu atau samping pintu rumah bagian depan,
yang kemudian setelah di kubur di beri pagar dari bambu-bambu. Pada setiap malam, kuburan tali pusat tersebut di pasangi lampu teplok selama lebih kurang 30 hari.
Universitas Sumatera Utara
27
2.5.2 Upacara Perkawinan