Studi Deskriptif Ketoprak Dor oleh Sanggar Langen Setio Budi Lestari pada Upacara Adat Perkawinan Jawa di Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai

(1)

STUDI DESKRIPTIF

KETOPRAK DOR

OLEH SANGGAR

LANGEN SETIO BUDI LESTARI PADA UPACARA ADAT

PERKAWINAN JAWA DI KELURAHAN JATI MAKMUR

KECAMATAN BINJAI UTARA KOTA BINJAI

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN

O L E H

SELAMAT HARIADI NIM: 110707040

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(2)

STUDI DESKRIPTIF KETOPRAK DOR OLEH SANGGAR LANGEN SETIO BUDI LESTARI PADA UPACARA ADAT PERKAWINAN JAWA DI KELURAHAN JATI MAKMUR KECAMATAN BINJAI UTARA KOTA BINJAI

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

SELAMAT HARIADI NIM: 110707040 Pembimbing I,

Dra. Heristina Dewi, M.pd. NIP 196605271994032010

Pembimbing II,

Drs. Torang Naiborhu, M.Hum NIP 19630814199031004

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam

bidang ilmu Etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(3)

DISETUJUI OLEH:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan, 2015

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA DEPARTEMEN

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP. 196512211991031001


(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka.

Medan, 22 Juli 2015

Selamat Hariadi NIM 110707040


(5)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Studi Deskriptif Ketoprak Dor Oleh Sanggar Langen Setio Budi Lestari Pada Upacara Adat Perkawinan Jawa di Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai. Penelitian ini membahas masalah mengenai bagaimana jalannya pertunjukan kesenian Ketoprak Dor, iringan musiknya, dan lagu-lagu yang dibawakannya. Kesenian Ketoprak Dor ini diselenggarakan oleh keluarga mempelai wanita dalam hal ini ialah Bapak Untung dan Ibu Rusmini. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan bagaimana jalannya pertunjukan tersebut yang di adakan di Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai, yang tiap-tiap adegan cerita, maupun iringan musiknya ada pengaruh-pengaruh budaya setempat yang sebelumnya pernah penulis lihat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang dideskripsikan berupa tulisan, rekaman secara lisan, gambar, angka, pertunjukan kesenian dan berbagai bentuk data lain yang bersumber dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam menganalisis data digunakan metode padan dan di lanjutkan dengan teknik pilah unsur penentu. Untuk mendukung data -data yang diperoleh di lapangan, penulis melakukan studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan topik penelitian. Untuk mengkaji struktur musik pada iringan musiknya yaitu seperti gending sampak dan pola ritem yang digunakan dalam mengiringi ketoprak dor, penulis menggunakan teori Nettl (1964:98) yang memberikan dua pendekatan 1. Kita dapat menguraikan dan menganalisis apa yang kita dengar, 2.kita dapat menulis apa yang kita dengar tersebut keatas kertas dan kita dapat mendeskripsikan apa yang kita lihat tersebut.

Dalam hal menganalisis musik yang digunakan untuk mengiringi ketoprak dor penulis mendengarkan berulang kali terhadap rekaman musik tersebut untuk di transkripsikan nantinya.

Proses pentranskripsian musiknya dilakukan dengan program sibelius dan guitar pro yang hasilnya akan dituliskan kedalam notasi. Skripsi ini menjelaskan deskripsi kesenian ketoprak dor pada upacara adat perkawinan Jawa dan dituliskan dengan sistematis.


(6)

KATA PENGANTAR

Atas izin dan syukur serta anugrah penulis panjatkan kepada Allah SWT karena rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik penulisan skripsi ini yang berjudul Studi Deskriptif Ketoprak Dor Oleh Sanggar Langen Setio Budi Lestari Pada Upacara Adat Perkawinan Jawa di Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang S1 dan memperoleh gelar Sarjana Seni (S.Sn) pada Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berisikan hasil penelitian mengenai deskripsi jalannya pertunjukan kesenian ketoprak dor di Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai.

Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak dapat pungkiri, bahwa penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang luar biasa banyak dan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ketua Departemen Etnomusikologi Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. yang sangat banyak memberikan berbagai motivasi kepada penulis serta memberikan berbagai kemudahan dalam menyelesaikan berbagai segala urusan perkuliahan yang berdampak positif bagi penulis selama beliau menjabat sebagai ketua Departemen Etnomusikologi, dan Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang juga sebagai Sekretaris Departemen Etnomusikologi yang sangat komunikatif terhadap mahasiswanya sehingga memberikan energi yang baik bagi setiap mahasiswanya agar terus bersemangat dalam menyelesaikan studi di Etnomusikologi bersedia dan sangat membantu penulis dalam membimbing, mengarahkan, serta menyempurnakan didalam penyusunan skripsi ini, begitu juga kepada Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum yang merupakan dosen pembimbing II berkat Saran dan arahan mereka


(7)

membuat penulis semakin termotivasi dan semakin semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Ilmu Budaya, serta seluruh Dosen-dosen dan pegawai di lingkungan Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si., Bapak Prof. Mauly, M.A, Ph.D, Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A. Ph.D., Ibu Dra. Frida Deliana Harahap , M.Si., Bapak Drs. Fadlin, M.A, Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Bapak Drs. Prikuten Tarigan, M.Si., Ibu Arifni Netrirosa SST,M.A yang merupakan dosen pembimbing akademik saya, Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Irwansyah M.A., yang telah memberikan peluang, kesempatan dan kemudahan secara moril kepada penulis sejak awal duduk di bangku perkuliahan hingga sampai kepada tahap penyelesaian skripsi ini.

Ucapan terima kasih yang sangat istimewa kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Suradi dan Ibunda Tumini. Yang telah membesarkan, mendidik, membimbing, dan yang telah memberikan dorongan, kesabaran serta iringan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Abangku Irwanto S.Pd beserta istri, Kakakku Fitri Handayani S.E M.Si beserta suami, Adik-adik penulis yang Penulis sayangi Sindi dan Putri atas doa yang telah diberikan, dan juga kepada yang terkasih Dewi Ratih Harisma Siregar atas motivasinya, perhatiannya, serta bantuannya untuk mendokumentasikan penelitian penulis. Dan juga terima kasih buat sepupu Rahmad Supeno dan Sugiarto atas motivasinya untuk penulis. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman-teman seperjuangan selama proses perkuliahan yaitu stambuk 2011 Agriva Maranatha Sinuhaji, Aprindo Nadeak, Erwien Prasaja Putra, Wildan Toyyib,


(8)

Jose Andreas Siregar, Josua Aaron Silaban, David Hutagalung, Riri Tegar Lubis S.Sn, Lestari Rahmadani, Sity Aisyah Saragih, Zakharia Pandde Gopaz, Kawan Pandiangan S.Sn, Sopandu S.Sn, Zulaikha Benaya Boru Karo Karo, Khairurahman Azis, Rian Situmorang, Adji Suci, Mona Salam Sidabutar S.Sn, Agnest Prinsa Nainggolan, Lisken R Angkat, Blessta Hutagaol, Deby Hutabarat, Linfia Sonia Purba, Alfred William, Egi Sinulingga, Riko Sembiring, Aprilia Gultom, Titi K Laoli S.Sn, Anggi Leoni Simanjuntak, Stephani Intan M.S, Hari Hutagaol, Mahyunilawati, Roy Sinaga, Jupliando Sijabat, Samuel Hendra Silalahi, Elkando Purba, Erick Ferdani Sitorus, Oktica Tampubolon, Trifose Pakpahan S.Psi, Benny, Mayang Firdina Tiranda, Deni Kurniawan Lafau, Ismail Qurbaini Fahmi, Andi, Nova Sanjaya, Kharis Tarigan, Juniko Pasaribu, Zani Marbun dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Berbagai kenangan bersama kalian selama empat tahun semoga terus menjadi motivasi penulis dalam menjalani hidup ini, dan juga kepada teman-teman seperjuangan KRAMAT (Komunitas Rumah Minat Tulis) USU terutama Erwien, Aprindo, Nuriza alias Jems, Holong, Sonya, Geby, Regina, Jose, dan Agnest yang tahun lalu kita berjuang nyari dana kesana kemari, ngamen, buat ongkos ngikutin Festival Hari Puisi Nasional di Jakarta. Terima kasih juga buat adik junior Mario Sinaga yang sudah membantu dalam penyelesaian trankripsi penulis.

Terima kasih juga kepada teman-teman semasa kuliah di Potensi Utama Stambuk 2010 yang telah memotivasi penulis yaitu Suprapto, Yogie Pratama S.Kom, Suparmen S.Kom, Christian Gunawan S.Kom, Syafarrudin Al Habib Tanjung, M. Iqbal Ritonga S.Kom, Angga Pratama, dan kepada teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu .

Ucapan terima kasih juga kepada keluarga Bapak Untung beserta istri Ibu Rusmini, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadikan


(9)

tempat pesta pernikahan putrinya yang dimana pertunjukan ketoprak dor menjadi bahan penelitian penulis.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis telah berusaha menyusun dengan sebaik-baiknya. Namun demikian penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu penulis mengucapkan beribu-ribu maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari segenap pembaca untuk kesempurnaan selanjutnya.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan fikiran dan pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca, khususnya dalam budaya masyarakat Jawa dan dalam bidang ilmu Etnomusikologi.

Medan, 22 Juli 2015 Penulis

Selamat Hariadi 110707040


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAKSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Batasan Masalah ... 5

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 1.3.1 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 6

1.4Konsep dan Teori ... 7

1.4.1 Konsep ... 7

1.4.2 Teori ... 11

1.5Metode Penelitian ... 13

1.5.1 Studi Kepustakaan ... 14

1.5.2 Obsevasi ... 14

1.5.3 Wawancara ... 15

1.5.4 Perekaman ... 15

1.5.5 Kerja Laboratorium ... 15

1.6Pemilihan Lokasi Penelitian ... 16

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT JAWA DI KELURAHAN JATI MAKMUR KECAMATAN BINJAI UTARA KOTA BINJAI 17 2.1 Identifikasi Masyarakat Jawa ... 17

2.2 Letak Geografis ... 19

2.3 Mata Pencaharian ... 21

2.4 Sistem Religi dan Kepercayaan ... 23

2.4.1 Agama ... 23

2.5 Upacara-upacara Tradisional Suku Jawa ... 25

2.5.1 Upacara Kehamilan dan Kelahiran ... 25

2.5.2 Upacara Perkawinan ... 27

2.5.3 Upacara Selametan ... 28

2.6 Sistem Kekerabatan ... 29

2.7 Kesenian ... 32


(11)

BAB III DESKRIPSI KESENIAN KETOPRAK DOR OLEH SANGGAR LANGEN SETIO BUDI LESTARI DI KELURAHAN JATI MAKMUR KECAMATAN BINJAI UTARA KOTA BINJAI

35

3.1Sejarah Masuk Ketoprak Dor Di Sumatera Utara ... 35

3.2Perjalanan Kesenian Ketoprak Dor ... 36

3.3Karaketristik Ketoprak Dor ... 43

3.3.1 Pemain ... 45

3.3.2 Pakaian Atau Kostum ... 47

3.3.3 Bahasa Dalam Ketoprak Dor ... 48

3.4Instrumen Musik Pada Pertunjukan Ketoprak Dor ... 49

3.5Lagu dan Musik Pengiring Pertunjukan Ketoprak Dor ……….. 50

3.6Pelaksana Pertunjukan ……… 53

3.6.1 Sanggar Langen Setio Budi Lestari ………. 53

3.6.2 Sejarah Berdirinya ………... 53

3.6.3 Keanggotaan ……… 54

3.6.4 Pelatihan ……….. 55

3.7 Manajemen Pertunjukan Sanggar Langen Setio Budi Lestari . 56 BAB IV PENYAJIAN KETOPRAK DOR OLEH SANGGAR LANGEN SETIO BUDI LESTRAI PADA UPACARA ADAT PERKAWINAN JAWA DI KELURAHAN JATI MAKMUR KECAMATAN BINJAI UTARA KOTA BINJAI ... 58

... 4.1 Upacara Adat Perkawinan Jawa ... 58

4.2 Pendukung Pertunjukan Ketoprak Dor ... 61

4.2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pertunjukan ... 61

4.2.2 Pemusik ... 62

4.2.3 Penonton ... 64

4.3 Deskripsi Jalannya Pertunjukan Ketoprak Dor... 64

4.4 Fungsi Ketoprak Dor Dalam Upacara Adat Perkawinan Jawa 72 ... 4.4.1 Ketoprak Dor Sebagai hiburan ... 73

4.4.2 Ketoprak Dor Sebagai Penyampaian Pesan Pendidikan 75 4.4.3 Ketoprak Dor Sebagai Pengungkapan Emosional ……. 75

4.4.4 Ketoprak Dor Sebagai Pengintegrasian Masyarakat…... 75

4.5 Eksistensi Ketoprak Dor Masa Kini Dan Masa Mendatang . 76 BAB V ANALISIS STRUKTUR MUSIKAL……… 79

5.1 Analisis Musik ... 79

5.2 Proses Trankripsi ... 80

5.3 Analisis ... 81

5.3.1 Analisis Pola Ritem Jidor dan Kendhang ... 81

BAB VI PENUTUP ... 87


(12)

6.2Saran ... 89

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

DAFTAR PEMAIN KETOPRAK DOR ... 95


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.2.1 Luas Wilayah Kecamatan Binjai Utara ... 19

Gambar 2.2.2 Peta Kecamatan Binjai Utara ... 20

Gambar 2.4.1.1 Jumlah Penduduk Kecamatan Binjai Utara ... 24

Gambar 3.2.1 Jidor ... 40

Gambar 3.2.2 Kentrung ... 40

Gambar 3.2.3 Kendhang Jawa ... 41

Gambar 3.2.4 Keyboard ... 42

Gambar 3.2.5 Drum ... 42

Gambar 3.3.1 Awal mula pemain tokoh memasuki panggung ... 45

Gambar 3.3.2 Dekorasi Latar Belakang Lukisan ... 45

Gambar 4.2.1 Arena Belakang Panggung ... 62

Gambar 4.2.2 Arena Depan Panggung Dengan Kain Penutup ... 63

Gambar 4.3.1 Pemain Memasuki Panggung dengan Panembromo ... 65

Gambar 4.3.2 Adegan Patih Menendang Raja ... 66

Gambar 4.3.3 Adegan Patih Menghukum Istri Raja ... 67

Gambar 4.3.4 Tokoh Pelawak ... 68

Gambar 4.3.5 Adegan Tedjo Kumoro Kasmaran dengan Tedjo Wati ... 69

Gambar 4.3.6 Adegan Perdamaian antara Keluarga Raja dan Patih ... 71

Gambar 6.2.1 Penulis Bersama Pemilik Sanggar ... 91


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Daftar Nama lurah di Kecamatan Binjai Utara ... 21 Tabel 2.2 Komposisi Mata Pencaharian Kecamatan Binjai Utara ... 22


(15)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Studi Deskriptif Ketoprak Dor Oleh Sanggar Langen Setio Budi Lestari Pada Upacara Adat Perkawinan Jawa di Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai. Penelitian ini membahas masalah mengenai bagaimana jalannya pertunjukan kesenian Ketoprak Dor, iringan musiknya, dan lagu-lagu yang dibawakannya. Kesenian Ketoprak Dor ini diselenggarakan oleh keluarga mempelai wanita dalam hal ini ialah Bapak Untung dan Ibu Rusmini. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan bagaimana jalannya pertunjukan tersebut yang di adakan di Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai, yang tiap-tiap adegan cerita, maupun iringan musiknya ada pengaruh-pengaruh budaya setempat yang sebelumnya pernah penulis lihat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang dideskripsikan berupa tulisan, rekaman secara lisan, gambar, angka, pertunjukan kesenian dan berbagai bentuk data lain yang bersumber dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam menganalisis data digunakan metode padan dan di lanjutkan dengan teknik pilah unsur penentu. Untuk mendukung data -data yang diperoleh di lapangan, penulis melakukan studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan topik penelitian. Untuk mengkaji struktur musik pada iringan musiknya yaitu seperti gending sampak dan pola ritem yang digunakan dalam mengiringi ketoprak dor, penulis menggunakan teori Nettl (1964:98) yang memberikan dua pendekatan 1. Kita dapat menguraikan dan menganalisis apa yang kita dengar, 2.kita dapat menulis apa yang kita dengar tersebut keatas kertas dan kita dapat mendeskripsikan apa yang kita lihat tersebut.

Dalam hal menganalisis musik yang digunakan untuk mengiringi ketoprak dor penulis mendengarkan berulang kali terhadap rekaman musik tersebut untuk di transkripsikan nantinya.

Proses pentranskripsian musiknya dilakukan dengan program sibelius dan guitar pro yang hasilnya akan dituliskan kedalam notasi. Skripsi ini menjelaskan deskripsi kesenian ketoprak dor pada upacara adat perkawinan Jawa dan dituliskan dengan sistematis.


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia untuk belajar. Salah satu unsur kebudayaan yaitu kesenian. Kesenian atau seni merupakan unsur kebudayaan yang universal. Seni merupakan karya seni yang bermutu di lihat dari keindahan Indonesia yang mempunyai berbagai suku bangsa, dan tentunya mempunyai kesenian budaya yang beragam bentuknya. contohnya etnis Jawa yang mempunyai kesenian daerah yang bermacam-macam, salah satunya yaitu kesenian ketoprak.

Ketoprak berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia : /ke·top·rak / sandiwara tradisional Jawa, sandiwara dengan tari dan nyanyi. Seperti yang kita ketahui bahwa Seni Pertunjukan atau Seni Pentas adalah karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu, dan juga merupakan salah satu perwujudan kebudayaan yang mempunyai peranan didalam kehidupan masyarakat. Muhammad Takari didalam artikelnya juga mengatakan “Kesenian adalah ekspresi dan sebuah unsur dari tujuh unsur kebudayaan. Kesenian dapat berwujud dalam bentuk ide, kegiatan, maupun benda-benda seni. Kesenian mencerminkan sejauh mana tingkat peradaban manusia pendukungnya. Kesenian dapat diekspresikan melalui bunyi yang disebut dengan nada dan ritme; titik, garis dan


(17)

warna; dialog, prolog, epilog, lakon, adegan; gerak-gerik, mimik muka, dan lain-lainnya”1

.

Pada awal berdirinya ketoprak diperankan oleh para pemain yang terdiri dari pemain laki-laki semua, karena cerita yang di tampilkan lebih mengarah pada cerita tentang kehidupan peperangan, pengembaraan dan lain sebagainya. Tetapi pada perkembangan berikutnya pemain ketoprak tidak saja terdiri pemain laki-kaki tetapi juga pemain perempuan karena tuntutan cerita yang semakin bervariasi.

Pada awalnya kesenian ketoprak hanya di pentaskan di lingkungan keraton saja, sehingga kesenian ini kurang di kenal masyarakat. Menurut para ahli sejarah kesenian ketoprak ini mulai ada pada tahun 1922, yaitu pada masa kerajaan Mangkunegaran di Surakarta. Setelah itu seni ketoprak kemudian berkembang dan dapat di mainkan oleh masyarakat umum dan di pentaskan di luar keraton. Kesenian ketoprak yang di pentaskan di luar keraton ini masih tergolong sederhana, baik dari pakaian pemain maupun musik yang mengiringi pementasan ketoprak tersebut (Herry Lisbijanto, 2013:3). Iringan musiknya pada jaman dahulu menggunakan alat pertanian yaitu lesung dan alu yang sebenarnya bukan merupakan jenis alat musik melainkan untuk menumbuk padi. Alat lesung dibunyikan dengan cara alunya dipukulkan ke badan lesung dan menimbulkan bunyi : prak,prak,prak, suara prak ini yang kemudian di yakini sebagai asal mula nama ketoprak .(Herry Lisbijanto, 2013:4).

Di Sumatera Utara terdapat mayoritas etnis jawa yang awal kedatangannya juga di ikuti dengan berbagai keseniannya yaitu salah satunya ketoprak. Perpindahan orang Jawa ke Sumatera pada abad ke-19 dengan tujuan sebagai pekerja kontrak yang menggantikan kuli kontrak asal Cina yang memiliki upah yang relatif mahal. Oleh

1


(18)

sebab itu pemerintah kolonial Belanda pada masa itu lebih senang memilih kuli asal India dan juga Jawa yang upahnya relatif lebih murah (Breman, 1997:53).

Di Sumatera Utara kesenian ketoprak di kenal dengan sebutan “Ketoprak Dor” penambahan sebutan “Dor” di karenakan Alat musik pengiringnya yaitu Jidor menghasilkan bunyi ”dor”, dan Kentrung (Alat musik yang terbuat dari bambu) menghasilkan suara “prak”2

.

Di dalam tulisan skripsi (Tutiek Sugiarti, 1989:27) tentang Ketoprak Dor mengatakan bahwa seni pertunjukan ketoprak di bawa ke Sumatera Timur (Sumatera Utara) di sekitar awal abad ke-20 bersamaan dengan munculnya berbagai perkebunan di daerah itu. Sampai saat ini seperti yang saya ketahui Ketoprak Dor di pertunjukkan di beberapa daerah di Sumatera Utara. Salah satunya adalah Sanggar Ketoprak Dor Langen Setio Budi Lestari Pimpinan Bapak Jumadi yang beralamatkan di Desa Sei Mencirim, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Awal perjumpaan penulis dengan group kesenian ini adalah setelah penulis mengetahui informasi tentang jadwal pertunjukan Ketoprak Dor yang di posting oleh bang Triwahjuono Harijadi dari social media dan dari beliau lah kemudian saya tertarik datang ke tempat pertunjukkan Ketoprak Dor di Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai.

Berdasarkan keterangan dari salah seorang informan serta dari hasil pengamatan penulis pada skripsi Tutik Sugiarti dan tulisan artikel di internet terdapat perbedaan antara ketoprak di sumatera utara dengan yang di jawa, di dalam tulisan skripsi (Tutiek Sugiarti, 1989:37) “perkembangan ketoprak di jawa di klasifikasikan menurut periodesasinya antara lain : a. Ketoprak Lesung (1887-1925) b. Ketoprak Peralihan (1925-1927) c. Ketoprak Gamelan (1927- sekarang)”. Dia juga mengatakan


(19)

pada masa perkembangan Ketoprak Lesung, alat-alat musik yang di pakai yaitu seperti lesung dan alu. Sedangkan dimasa Ketoprak Peralihan alat-alat musiknya terdiri dari lesung, rebana dan alat musik barat. Periode tahun 1927 sampai sekarang yang di sebut periode Ketoprak Gamelan alat-alat musiknya relatif sama dengan seni pertunjukan Wayang Kulit, di antaranya gendang, gong, saron, gambang, gender, dan lain-lain. Di Sumatera Utara alat-alat musik ketoprak dor seperti yang saya lihat sendiri di lokasi pertunjukan ada lima jenis yaitu jidor, kentrung, kendhang jawa, drum, dan keyboard.

Pertunjukan ketoprak dor di Sumatera Utara di lihat dari tema cerita yang dibawakan beragam, tidak selalu terikat pada ketentuan pertunjukan yang biasa di sebut pakem.3 Seperti yang saya liat sendiri cerita yang dibawakan menggambarkan tentang kisah tiga putra kembar, pola ceritanya di mulai dengan pembuka yaitu dengan iringan musik dan pemain atau lakon menari satu persatu dengan cara berimprovisasi, kemudian di mulai babak pertama yang di isi dengan perkenalan tokoh, tempat, kerajaan, dan konflik yang akan di ceritakan. menarik bagi saya di saat selang babak-babak terakhir saya melihat ada di isi dengan lawakan atau humor yang di lakukan oleh tokoh khusus, di saat lawakan-lawakan dibawakan oleh tokoh khusus banyak anggota masyarakat yang tertarik sekali sampai tertawa terpingkal-pingkal dan bahkan menyawerkan sejumlah uang kepada tokoh khusus tersebut. Menurut saya mungkin tema bukanlah menjadi hal yang penting pada pertunjukan ketoprak dor karena hal yang terpenting bagi penonton atau penikmatnya adalah kegembiraan di saat lawakan itu di mainkan.

Bahasa yang di gunakan dalam pertunjukan ketoprak dor juga tidak terikat pada bahasa jawa , terkadang juga ada menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa

3


(20)

bahasa yang sesuai dengan cerita. Pakaian yang digunakan tokoh pemeran juga berwarna-warni, dan seperti yang saya lihat di sela babak konflik salah seorang tokoh antagonis menggunakan alat menyerupai pentungan yang sebenarnya itu bekas pipa busa pembungkus kabel ac untuk memukuli lawan mainnya.

Sebenarnya jumlah iringan musik untuk mengiringinya tidak selalu kaku sifatnya, misalnya saja di sela lawakan juga diselipkan lagu-lagu campursarian dengan judul ngidam sari bahkan anggota masyarakat juga bisa meminta sendiri lagu-lagu jawa kesukaannya. di dalam pertunjukan ketoprak tersebut terdiri dari 13 orang pemain, yaitu 4 orang pemusik, dan 9 tokoh atau lakon.

Melihat kenyataan bahwa kesenian ketoprak dor di Sumatera Utara mulai jarang di temukan, bahkan menurut salah seorang informan bahwa sanggar seni ketoprak dor di sekitar Medan kurang lebih tinggal empat sanggar lagi, dan pemain-pemainnya juga tinggal sedikit bisa di lihat saat pemain disanggar yang satu ikut di pementasan sanggar yang lain, karena begitu langkanya.4

Oleh karenanya penulis tertarik untuk membahas lebih dalam lagi tentang kesenian tradisional ketoprak dor di Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai dan penulis akan menjabarkan lebih lengkap lagi tentang pertunjukan ini dalam konteks upacara perkawinan adat Jawa ke dalam tulisan dengan judul :

“Studi Deskriptif Ketoprak Dor Oleh Sanggar Langen Setio Budi Lestari Pada Upacara Adat Perkawinan Jawa di Kelurahan Jati Makmur, Kecamatan Binjai Utara, Kota Binjai”.

1.2 Pokok Bahasan Dan Batasan Masalah


(21)

Setelah penulis melihat langsung kesenian ketoprak dor ternyata banyak sekali yang dapat di jadikan sebagai bahan penelitian seperti : karakteristik ketoprak, ciri khas, kostum pemain atau lakon, durasi pertunjukan, instrumen dan musik pengiring. Oleh karena itu, Untuk menghindari kajian lebih luas maka penulis membatasi penelitian ini dengan memfokuskan pembahasan kepada beberapa aspek saja walaupun secara umum tidak dapat di pisahkan. Berdasarkan uraian latar belakang seperti di atas, penulis menentukan pokok permasalahan atau pertanyaan penelitian, yaitu :

1. Bagaimana deskripsi jalannya pertunjukan ketoprak dor pada upacara adat perkawinan Jawa di Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai.

2. Bagaimana fungsi kesenian ketoprak dor pada upacara adat perkawinan Jawa di Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai, dan eksistensinya dalam kehidupan masyarakat pendukung khususnya di Sumatera Utara.

3. Bagaimana struktur penyajian musik dalam pertunjukan ketoprak dor. 1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mendeskripsikan jalannya pertunjukan ketoprak dor pada upacara perkawinan adat Jawa di Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai.

b. Untuk mendeskripsikan fungsi pertunjukan ketoprak dor pada upacara perkawinan adat Jawa dan penyajian struktur musiknya di Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai.


(22)

c. Untuk mendeskripsikan bagaimana eksistensi ketoprak dor pada masyarakat khususnya di Sumatera Utara.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat sebagai :

1. Sebagai bahan dokumentasi ilmiah pada jurusan Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.

2. Sebagai bahan referensi untuk menjadi acuan pada penelitian yang relevan di kemudian hari.

3. Sebagai informasi kepada masyarakat atau lembaga yang mengemban visi dan misi kebudayaan khususnya di kesenian tradisional.

4. Syarat untuk mencapai gelar Sarjana di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.

1.4 Konsep Dan Teori 1.4.1 Konsep

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,2007:588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memenuhi hal-hal lain. Konsep atau anggitan adalah abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan.

Menurut R. Merton dalam Koentjaraningrat, konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati. Konsep juga merupakan unsur pokok dari suatu penelitian (Koentjaraningrat,1987:36).

Dari hasil pengamatan, wawancara, dan literatur yang ada, maka dapat dikemukakan konsep-konsep sebagai berikut :


(23)

Kata deskriptif merupakan kata sifat dari deskripsi. Pengertian studi deskriptif dapat di artikan sebagai; menguraikan gambaran situasi atau kejadian-kejadian yang terdapat didalam studi objek ilmiah. Menurut Echols Shadily (1990:179, deskripsi mempunyai pengertian gambaran atau lukisan. Dalam hal ini penulis mencoba menguraikan / menggambarkan tentang kesenian ketoprak dor agar dapat di jadikan informasi bagi para pembaca yang membutuhkan.

Menurut Murgianto (1996:156), pertunjukan adalah sebuah komunikasi yang di lakukan satu orang atau lebih, pengirim pesan merasa bertanggung jawab pada seseorang atau lebih penerima pesan, dan kepada sebuah tradisi yang mereka pahami bersama melalui seperangkat tingkah laku yang khas. Dalam sebuah pertunjukan harus ada pemain, penonton, pesan yang dikirim, dan cara penyampaian yang khas. Sesuai dengan konsep yang di atas maka ketoprak dor dikategorikan sebagai seni pertunjukan, karena dalam pertunjukannya ada penyaji (pemain), penonton, pesan yang dikirim, dan dengan penyampaian yang khas.

Seni pertunjukan Indonesia adalah suatu cabang ilmu Etnomusikologi yang mempelajari berbagai bentuk seni pertunjukan yang ada di Indonesia, baik yang meliputi uraian tentang ciri-ciri dan karakteristik bentuk seni pertunjukan yang ada baik dalam bentuk representasi tradisi maupun modern. Pertunjukan adalah sebuah proses yang memerlukan waktu adan ruang, dimana pertunjukan mempunyai bagian awal, tengah, dan akhir. Richard Schenel:1998 dalam (Sitopu, Dina Mayantuti. 2009).

Seni pertunjukan telah menjadi suatu disiplin ilmu yang menerapkan berbagai kajian dan metodelogi yang bersifat integratif, dan inter disiplin. Dalam disiplin ilmu, seni pertunjukan selalu melakukan pendekatan perbandingan, bahwa seni pertunjukan dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari yang merangkumi aktivitas seperti olahraga, sulap, upacara yang bersifat sosial. Begitu juga dengan aktivitas


(24)

yang menekankan aspek estetika seperti dalam seni musik, tari dan sebagainya. Seni pertunjukan merupakan sesuatu yang berlaku dalam waktu dengan maksud bahwa peristiwa ini memiliki arti hanya pada saat pengungkapan seni itu berlangsung. Sementara hakikat seni pertunjukan adalah gerak, perubahan keadaan dengan substansi terletak pada imajinasi serta prosesnya sekaligus, dengan daya rangkum sebagai sarana, cengkeraman rasa sebagai tujuan seninya dan keterampilan teknis sebagai bahan. Selain hal tersebut seni pertunjukan kedalam dua kategori yaitu: (1) Seni pertunjukan yang memiliki kegunaan sebagai tontonan, di mana ada pemisah yang jelas antara penyaji dan penonton, dan (2) Seni pertunjukan dengan kegunaan sebagai pengalaman bersama, dimana antara penyaji dan penonton saling berhubungan (Sediawaty,1981:58-60).

Di dalam pertunjukan ketoprak dor terdapat beberapa ciri khas yang menjadi pedoman tidak tertulis walaupun sebenarnya tidak ada pakem yang baku dalam penyajiannya, di antaranya ciri khas tersebut adalah :

a. Dialog berbahasa Jawa

b. Cerita yang di tampilkan merupakan cerita tentang raja-raja yang merupakan dongeng rakyat, legenda, mitos, ataupun cerita baru yang merupakan gubahan sutradara ketoprak dor itu sendiri.

c. Iringan musik dalam pertunjukan ketoprak dor yang paling utama adalah kentrung(berbentuk kentongan kecil) dan jidor, dan irama musiknya bersifat repetitif atau pengulangan-pengulangan di saat selingan atau pergantian adegan.

Dalam pementasan ketoprak dor juga ada beberapa karakteristiknya yaitu:


(25)

2. Pakaian atau kostum yang di gunakan berwarna-warni dan memakai make up. 3. Dalam pementasannya di butuhkan ± 15 orang bahkan lebih untuk pemain

(pria dan wanita) dan 4 orang sabagai pemusik.

4. Arena pementasan biasanya menggunakan pentas atau panggung konvensional yang berupa arena dengan latar belakang beberapa lukisan yang sesuai dengan cerita yang akan di bawakan.

5. Pada setiap adegan pemain yang akan masuk ke arena pentas atau panggung maka pemain akan melakukannya dengan tarian yang bersifat improvisasi dan tidak ada pakem yang baku.

Kesimpulan yang diambil oleh penulis bahwa Seni pertunjukan yang sudah menjadi sebuah disiplin ilmu mencoba mengembangkan metode dan teorinya dengan pendekatan yang bersifat sentifik, menjelajahi berbagai teori, dan metodelogi merangkum ilmu antropologi, sosiologi, sejarah, seni sastra, semiotika analisis struktural, analisis fungsional, etnologi dan berbagai macam ilmu sosial lainnya.

Menurut Poewadarminta (1986:24) mengenai perkawinan mengatakan : “upacara merupakan suatu hal dalam melakukan perbuatan yang tentu menurut adat kebiasaan atau menurut agama. Perkawinan adalah kegiatan universal dalam peradaban manusia di dunia, dalam setiap perkawinan biasanya melibatkan aspek agama yang diabsahkan secara secara adat maupun agama. Upacara perkawinan bukan saja penting bagi manusia tetapi juga merupakan suatu peristiwa yang sangat berarti serta sepenuhnya mendapat perhatian”. Upacara perkawinan yang penulis maksudkan disini adalah perkawinan suku Jawa.

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul” atau saling “berinteraksi” menurut sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinue, dan yang terikat oleh satu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat,1980:157-161). Masyarakat


(26)

Jawa yang penulis maksudkan disini adalah orang-orang Jawa yang berasal dari Jawa Tengah yang sudah menetap di Kelurahan Jati Makmur Binjai Utara dan orang-orang Jawa kelahiran Sumatera atau yang sering di sebut dengan Pujakesuma.

1.4.2 Teori

Teori merupakan hal pokok dan alat yang terpenting dari suatu pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1973:10).

Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan beberapa teori yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang akan di bahas dalam tulisan ini.

Untuk mendeskripsikan pertunjukan pada penelitian ini, penulis menggunakan teori Milton Singer (dalam MSPI, 1996:164-165) yang menjelaskan bahwa pertunjukan selalu memiliki: (1) waktu pertunjukan yang terbatas, (2) awal dan akhir,(3) acara kegiatan yang terorganisir, (4) sekelompok pemain, (5) sekelompok penonton, (6) tempat pertunjukan dan, (7) kesempatan untuk mempertunjukannya.

Untuk melihat fungsi pertunjukan ketoprak dor penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Alan P Merriam (1964: 219-226) yang membagi musik kedalam 10 kategori fungsi, yaitu fungsi : (1) pengungkapan emosional, (2) penghayatan estetis, (3) hiburan, (4) komunikasi, (5) perlambangan, (6) reaksi jasmani, (7) berkaitan dengan norma-norma sosial, (8) pengesahan lembaga sosial, (9) kesinambungan kebudayaan, (10) pengintegrasian masyarakat.

Untuk mendeskripsikan upacara perkawinan penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1985: 243) yang menyatakan bahwa komponen upacara ada 4, yaitu: (1) tempat upacara, (2) saat upacara, (3) alat-alat perlengkapan upacara, (4) pendukung dan pemimpin upacara.


(27)

Untuk mengkaji struktur musik pada iringan musiknya yaitu seperti gending sampak dan pola ritem yang digunakan dalam mengiringi pertunjukan ketoprak dor penulis menggunakan teori Nettl (1964:98) yang memberikan dua pendekatan 1. Kita dapat menguraikan dan menganalisis apa yang kita dengar, 2. Kita dapat menulis apa yang kita dengar tersebut keatas kertas dan kita dapat mendeskripsikan apa yang kita lihat tersebut.

Dalam hal menganalisis musik yang digunakan untuk mengiringi ketoprak dor penulis mendengarkan berulang kali terhadap rekaman musik tersebut untuk di transkripsikan nantinya.

Penulis juga menuliskan tentang teori kontinuitas dan perubahan. Mengingat bahwa kesenian keetoprak dor saat ini jarang di temukan dan juga pelaku senimannya juga mulai berkurang. Beberapa peneliti sebelumnya mengatakan (Widya, 2000 dan Dudung K. 2000) bahwasanya Kontinuitas mengandung makna pelestarian dan regenerasi. Dalam perwujudannya, dampak pengembangan yang harus dilakukan membawa perubahan psikologis atas yang terjadi. Dengan demikian, konsep kontinuitas dan pengembangan dalam masalah di sini diinginkan dapat membawa perubahan terhadap struktur dan fungsi yang mengikutinya.

Secara teoretik kontinuitas memerlukan perilaku budaya dan internalisasi pengembangan, dalam hal ini yaitu kesenian ketoprak dor, kajian aspek kontinuitas tentang bagaimana cara mewujudkannya. Oleh sebab itu, diperlukan adanya kesungguhan tentang perilaku budaya dan internalisasi pengembangan.

Merriam (1964:303) mengatakan bahwa perubahan bisa berdasar dari dalam lingkungan kebudayaan atau internal, dan perubahan bisa juga berasal dari luar kebudayaan atau eksternal. Perubahan secara internal merupakan perubahan yang timbul dari dalam dan dilakukan oleh para pelaku kebudayaan itu sendiri yang juga


(28)

disebut inovasi. Di sisi lain perubahan eksternal merupakan perubahan yang timbul akibat pengaruh yang dilakukan oleh orang-orang dari luar lingkup suatu kebudayaan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kebudayaan luar dapat mempengaruhi kebudayaan lain, hal ini dikemukakan oleh Dyson dalam Sujarwa (1987:39) yang mengatakan bahwa sikap menerima dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor kebutuhan, keuntungan langsung yang dapat dinikmati, senang pada satu hal yang baru (novelty) dan sifat inovatif yang ingin selalu berkreasi. Ada juga sikap menolak yang disebabkan oleh anggapan bahwa hal-hal yang baru itu merugikan, atau bertentangan dengan tata nilai yang sudah dianut sebelumnya. Selain itu ada pula yang menolak tanpa alasan.

1.5 Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan, (Koentjaraningrat, 1997: 16). Dalam hal ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang berdasarkan atas tujuannya dalam menggambarkan dan menafsirkan data yang di jumpai di lapangan. Menurut Bogdan dan Taylor (1975:5) metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata (bisa lisan untuk penelitian agama, social, budaya, filsafat), catatan-catatan yang berhubungan dengan makna, nilai serta pengertian. Penulis juga mengacu pada disiplin etnomusikologi seperti yang di sarankan Curt Sachs dan Nettl (1964:62) yaitu penelitian etnomusikologi di bagi dalam dua jenis pekerjaan yakni kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (deks work).

Untuk mengetahui segala permasalahan penelitian dan penulisan serta mengaplikasikan metode penelitian kualitatif, penulis akan melakukan pengumpulan


(29)

data melalui pemahaman kepustakaan, penulisan juga akan di lakukan dalam beberapa tahapan disamping pengumpulan data, yaitu pemilihan sampel, kerja laboratorium, dan bimbingan, diskusi serta konseling. Sebagai hasil akhir dari menganalisis data adalah membuat laporan yang dalam hal ini adalah penulisan skripsi.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Untuk mendukung penulisan mengenai kesenian ketoprak dor penulis juga mencari, memahami serta menggunakan literatur-literatur yang berhubungan sehingga akan dapat membantu memecahkan permasalahan. Di antara berbagai buku yang telah penulis dapat yang berkaitan dengan judul yang telah di sebutkan bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori, serta informasi yang dapat di gunakan sebagai acuan demi pembahasan dan penelitian, dan menambah wawasan penulis mengenai ketoprak dor di Sumatera Utara. Dalam hal ini penulis mempelajari buku-buku tentang kesenian ketoprak dor yang telah di tulis oleh peneliti-peneliti sebelumnya (Tutiek Sugiarti 1989, Herry Lisbijanto 2013). Studi kepustakaan juga penulis lakukan terhadap topik-topik lain yang berkaitan dengan penelitian ini, di antaranya pengetahuan tentang upacara adat perkawinan Jawa, sejarah, etnografi, dan lain sebagainya.

1.5.2 Observasi

Satori (2009: 105) mengemukakan bahwa observasi adalah pengamatan langsung terhadapa objek untuk mengetahui keberadaan objek , situasi, kondisi, konteks, ruang beserta maknanya dalam upaya pengumpulan data penelitian. Dalam hal ini penulis berusaha melihat langsung. Dengan demikian dalam mendeskripsikan pertunjukan ketoprak dor penulis akan lebih cermat.


(30)

Wawancara yang di maksud disini adalah suatu cara yang di gunakan seseorang untuk tujuan tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang responden dan bercakap-cakap serta bertatap muka dengan seseorang (Koentjaraningrat, 1990:129). Wawancara yang penulis lakukan dalam penelitian terdiri dari dua kategori, yaitu wawancara terencana dan wawancara tak terencana. Wawancara terencana telah memiliki format pertanyaan yang di susun dengan sistematis sebelum melakukan wawancara, sedangkan wawancara tak terencana merupakan wawancara yang tidak memiliki format atau daftar pertanyaan yang telah di susun sebelumnya. Terkadang wawancara tak terencana bisa muncul dalam wawancara yang telah terencanakan, hal tersebut di sebabkan karena pengetahuan penulis maupun daya ingat penulis yang terganggu oleh situasi dan kondisi.

1.5.4 Perekaman

Penggunaan alat bantu sangat penting dalam melakukan penelitian. Dalam hal ini penulis melakukan perekaman dengan dua cara:

1. Perekaman audio-visual menggunakan kamera handphone merk Sony xperia M2. Perekaman ini sebagai bahan mendengarkan musik yang di mainkan oleh pemusik dalam seni pertunjukan ketoprak dor.

2. Untuk mendapatkan dokumentasi dalam bentuk gambar di gunakan kamera digital merk Panasonic DMC-LZ10 untuk mendapatkan gambar saat pertunjukan ketoprak dor.

1.5.5 Kerja Laboratorium

Kerja laboratorium merupakan proses penganalisaan data-data yang telah didapat di lapangan. Setelah semua data yang di peroleh dari lapangan maupun bahan dari studi kepustakaan terkumpul penulis melakukan proses penyeleksi data dengan membuang data yang tidak perlu dan menambahkan data yang kurang. Semua data


(31)

yang di peroleh di lapangan di olah dalam kerja laboratorium dengan pendekatan etnomusikologi.

1.6 Pemilihan Lokasi Penelitian dan Informan

Lokasi penelitian ketoprak dor dalam tulisan ini adalah Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai. Alasan memilih lokasi ini penelitian ini karena di daerah ini merupakan daerah komunitas suku Jawa, dan di daerah juga banyak di temukan seni pertunjukan tradisional Jawa lainnya seperti Jaran Kepang, Kuda Lumping, dan masih banyak kesenian Jawa lainnya.

Mencari informan adalah suatu hal yang penting karena informan dapat memberikan informasi yang sesuai untuk keperluan penelitian tersebut. Informan yang penulis cari terlebih dahulu adalah informan pangkal yaitu orang yang terlebih dahulu penulis kenal sebelum melakukan penelitian yang mengetahui tentang ketoprak dor ini. Informan pangkal yang membantu penulis dalam penelitian ini adalah bang yono.

Setelah mendapatkan informan pangkal, penulis menentukan informan kunci. Informan kunci adalah orang yang memberikan informasi kepada penulis mengenai bahan penelitian penulis, yaitu Bapak Jumadi yang merupakan pimpinan sanggar Langen Setio Budi Lestari. Melalui informan kunci ini, besar harapan penulis nantinya akan memperoleh banyak informasi lebih banyak dan mendalam.


(32)

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT JAWA DI KELURAHAN JATI MAKMUR KECAMATAN BINJAI UTARA KOTA BINJAI

2.1 Identifikasi Masyarakat Jawa

Daerah asal suku Jawa adalah pulau Jawa (terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur). Pulau Jawa terletak di bagian selatan dari Kepulauan Indonesia. Suku Jawa hanya mendiami bagian tengah dan bagian timur dari pulau Jawa, sementara bagian baratnya didiami oleh suku Sunda. Pulau Jawa yang luasnya 7% dari seluruh wilayah Indonesia dan dihuni oleh hampir 60% dari seluruh penduduk Indonesia adalah daerah asal kebudayaan Jawa (Koentjaraningrat, 1984:3-5). Namun pada masa sekarang ini, orang-orang Jawa menetap diberbagai kawasan di seluruh pulau di Indonesia, bahkan sampai ke Malaysia. Begitu juga penyebarannya sampai ke Afrika Selatan, Suriname, dan Madagaskar.

Kepadatan penduduk yang tinggi dipulau Jawa menyebabkan banyaknya penduduk pulau ini dibawa dan dipaksa bekerja sebagai budak ke daerah jajahan Belanda di Suriname pada sekitar abad ke-18. Kemudian pada abad ke-19, banyak suku Jawa di kirim dan di paksa bekerja pada perkebunan-perkebunan di Kaledonia Baru (Perancis) dan pada perkebunan-perkebunan di Sumatera Utara (Koentjaraningrat, 1985: 5-10). Di Indonesia sendiri selain di Pulau Jawa, suku Jawa ini tersebar ke berbagai kawasan, dengan tujuan meningkatkan taraf hidup melalui transmigrasi yang dilakukan sejak zaman Belanda sampai sekarang. Di antara kawasan-kawasan yang menjadi tempat tinggal baru suku Jawa adalah Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Papua Barat, Provinsi Riau,


(33)

Provinsi Sumatera Utara, dan diberbagai daerah lainnya. Di antara provinsi, jumlah yang paling menonjol suku Jawa nya adalah provinsi Sumatera Utara.

Kebudayaan Jawa semula berpusat di Surakarta, tetapi dengan adanya perjanjian Giyanti 1755, antara raja Surakarta dan Yogyakarta, pusat kebudayaan Jawa juga terdapat di Yogyakarta. Di berbagai daerah tempat kediaman orang Jawa terdapat variasi dan perbedaan-perbedaan yang bersifat lokal dalam beberapa unsur kebudayaan, seperti perbedaan mengenai berbagai istilah teknis, dialek, bahasa, dan lain sebagainya. Namun jika di teliti lebih jauh hal-hal itu masih merupakan suatu pola atau sistem dalam kebudayaan Jawa.

Agama yang di anut mayoritas suku Jawa pada umunya adalah agama Islam, kemudian agam Kristen Katolik, Protestan, Hindu, dan Buddha. Orang Santri adalah mereka yang secara patuh dan teratur menjalankan ajaran-ajaran Islam. Sedangkan orang Islam Kejawen biasanya tidak menjalankan shalat, puasa, dan tidak bercita-cita naik Haji, tetapi mereka mengakui ajaran-ajaran agama Islam pada umumnya.

Kedatangan suku Jawa di Sumatera Utara seperti yang sudah di jelaskan di atas bermula dari pengiriman suku Jawa yang dipaksa bekerja sebagai budak pada perkebunan-perkebunan di Sumatera Utara di sebabkan karena pada waktu itu perkebunan-perkebunan yang di kelola oleh bangsa asing kekurangan tenaga kerja (Said, 1990:49). Berdasarkan pengiriman inilah awal kedatangan suku Jawa di tanah Sumatera Utara.

Kemudian seiring perkembangan jaman seperti sekarang ini masyarakat Jawa di Sumatera Utara khususnya di Binjai kecamatan Binjai Utara mulai berkembang baik itu dalam segi perekonomian, ilmu pengetahuan, dan teknologinya.


(34)

2.2 Letak Geografis dan Wilayah Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai

Kecamatan Binjai Utara secara geografis terletak pada posisi utara dari kota binjai. Luas wilayah Kecamatan Binjai Utara sebesar 23.59 km2 atau 26,14 persen dari total luas kota binjai. Di lihat dari topografinya, Kecamatan Binjai Utara terletak ± 30 m di atas permukaan laut. Terletak antara Lintang Utara : 3 31’ 40’’ ̶ 3 40’ 2’’ dan Bujur Timur : 98 27’ 3’’ ̶ 98 32’ 32’’. Dan berdasarkan penggunaanya, maka luas wilayah untuk tanah di bagi menjadi sebagai berikut :

1. Pertanian Sawah : 1.134,9 Ha 2. Perkebunan : 624,91 Ha

3. Fasilitas umum dan lain-lain : 599,19 Ha Gambar : 2.2.1

Luas Wilayah Kecamatan Binjai Utara

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Binjai Dalam Angka 2014

Kecamatan Binjai Utara, terdiri atas 9 kelurahan dan 64 lingkungan, terletak di sebelah Utara Kota Binjai yang berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, Kecamatan Binjai Kota, Kecamatan Binjai Barat dan Kecamatan Binjai Timur.


(35)

Wilayah-wilayah yang berdekatan yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Binjai Utara adalah :

Sebelah Utara : Kab. Deli Serdang dan Kab. Langkat Sebelah Selatan : Kecamatan Binjai Kota dan Binjai Timur Sebelah Barat : Kecamatan Binjai Barat

Sebelah Timur : Kecamatan Binjai Timur dan Kab. Deli Serdang Gambar : 2.2.2

Peta Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai


(36)

Camat Kecamatan Binjai Utara di pimpin oleh Asri Darmawansyah Daluminthe,AP.

Kecamatan Binjai Utara juga membawahi 9 Kelurahan yaitu : Tabel : 2.1

Daftar Nama lurah di Kecamatan Binjai Utara:

No Kelurahan Pejabat

1 Kel. Cengkeh Turi Margono

2 Kel. Damai Nepi Yanti, A. Md

3 Kel. Jati Karya Drs. Wakidi

4 Kel. Nangka Khairil Naini Harahap

5 Kel. Kebun Lada Erwin Sahputra Harahap,

S.Sos

6 Kel. Jati Makmur Wira Juwita, SSTP

7 Kel. Jati Negara Roslina Khairani

8 Kel. Pahlawan Adri Rivanto, SSTP

9 Kel. Jati Utomo Sudiono Wage

Sumber : kantor Kecamatan Binjai Utara

2.3 Mata Pencaharian

Orang Jawa meskipun pada umumnya di ketahui sebagai penghuni daerah agraris, mereka sejak zaman dahulu melakukan perpindahan dalam berbagai bentuk seperti perdagangan, migrasi secara spontan, dan sebagainya. Sebagai pedagang, umpamanya, mereka terkenal bergerak antar pulau-pulau di Nusantara, terutama membawa beras dan tekstil (Sartono Kartodirjo, 1988:10). Seiring perkembangan zaman, kehidupan ekonomi masayarkat Jawa yang ada di Sumatera Utara mengalami


(37)

perkembangan pesat. Kini orang Jawa di Kota Binjai, khususnya di Kecamatan Binjai Utara banyak yang telah menggeluti berbagai bidang-bidang pekerjaan lainnya seperti pegawai negeri sipil (PNS), wiraswasta, mekanik, buruh, seniman, tentara dan polisi, dan lain-lain sebagainya.

Kampung Jawa di sana-sini di bangun sejak zaman dahulu, seperti di daerah Deli terdapat permukiman orang Jawa kira-kira 500 orang yang disebut kota Jawa (Luckman Sinar, 1985:6), dan daerah Asahan sekitar Pasir Putih di katakan sebagai pemukiman orang Jawa beberapa abad sebleum kunjungan John Anderson (John Anderson, 1971:136). Di Semanjung Malaya juga terdapat sejumlah migrant orang Jawa yang kini sudah turun temurun dan menetap di situ.

Tabel 2.2

Komposisi Mata Pencaharian di Kecamatan Binjai Utara

No Pekerjaan Jumlah

1 PNS 3,439 Org

2 TNI 395 Org

3 POLRI 197 Org

4 PETANI 2,830 Org

5 PEDAGANG 3,043 Org

6 SUPIR 811 Org

7 BAWA BECAK 567 Org

8 PENGUSAHA 612 Org

9 NELAYAN -

10 PEKERJA BANGUNAN

2,809 Org


(38)

12 ANYAMAN 210 Org

13 SENIMAN 50 Org

Sumber: Kantor Kecamatan Binjai Utara

Berdasarkan data Kantor Lurah se Kecamatan Binjai Utara tahun 2013 di atas dapat disimpulkan bahwa mata pencaharian penduduk Kecamatan Binjai Utara kebanyakan adalah pegawai negeri sipil(PNS), petani dan wiraswasta. Dan untuk beberapa pemain ketoprak dor ternyata selain berkesenian untuk ketoprak dor mata pencaharian utamanya ada yang tukang becak, dan petani. Sebab bagi mereka berkesenian di ketoprak dor hanya sebagai sampingan saja. untuk kategori seniman dari beberapa orang ada yang tukang ukir, pelukis dan sebagainya.

2.4 Sistem Religi dan Kepercayaan 2.4.1 Agama

Mayoritas penduduk Kecamatan Binjai Utara memeluk agama Islam, yaitu (89,95persen),dari jumlah keseluruhan dari se-kecamatan. Sisanya sebanyak (7,16persen) memeluk agama Kristen, agama Budha sebanyak (2,18 persen), pemeluk agama Khatolik sebanyak (0,63 persen), dan pemeluk agama Hindu sebanyak (0,07persen) dan sisanya memeluk agama Khong Hu Chu (0,01 persen). Dari uraian di atas dapat di ketahui bahwa keberadaan agama Islam sangatlah besar, sehingga potensi masyarakat suku Jawa dapat di ketahui 50% keberadaannya di Kecamatan Binjai Utara.


(39)

Gambar 2.4.1.1 :

Jumlah Penduduk Kecamatan Binjai Utara Menurut Agama Tahun 2013(%).

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Binjai Dalam Angka 2014

Umumnya masyarakat Jawa yang akan melakukan hajatan, sebelumnya mereka harus menentukan kapan hajatan itu akan dilaksanakan. Untuk melakukan hajat terlebih dahulu mereka harus menentukan hari baik, hal ini dilakukan untuk menghindari naas yaitu hari yang di anggap tidak baik atau pantang. Jika hajat di lakukan bertepatan dengan geblak yaitu saat meniggalnya salah seorang keluarganya, maka hari tersebut harus segera di hindari agar tidak ada kejadian buruk yang akan menimpa mereka.

Berdasarkan tingkat kemurnian dan ketaatan pelaksanaanya ajarannya, masyarakat Jawa membedakan pemeluk agama menjadi dua kelompok, yaitu: (1) Wong Putihan, yaitu orang putih yang dimaksud adalah orang-orang Jawa yang Taat menjalankan ibadah dengan ajaran Islam; (2) Wong Lorek, yaitu orang yang badannya belang-belang hitam dan putih, maksudnya adalah orang yang meyakini terhadap ajaran agama Islam tetapi tidak menjalankan ritual peribadatannya terutama shalat, namun mencampurkan unsur-unsur di luar Islam.


(40)

Faktor utama yang menjadi pembeda antara Wong Putihan dan Wong Lorek adalah ketaatannya menjalankan ajaran agama Islam yaitu berupa shalat, puasa, zakat, dan naik haji bagi yang mampu. Seseorang yang menjalankan shalat lima waktu dengan rajin di golongkan ke dalam kelompok Wong Putihan meskipun praktek kehidupan keagamanaanya mencampur dengan unsur-unsur di luar Islam. Sedangkan Wong Lorek di berikan kepada orang yang mengaku Islam tetapi tidak mau menjalankan ritual secara Islam terutama shalat (Nursilah, 2001:51).

2.5 Upacara-upacara Tradisional dalam Lingkaran Suku Jawa

Suku Jawa yang terdapat di kota Binjai, khususnya di Kecamatan Binjai Utara yang mempunyai golongan ekonomi menengah ke atas, sebagian besar masih melaksanakan berbagai upacara yang terdapat dalam adat-istiadat kebuadayaan mereka. Upacara-upacara yang masih di laksanakan pada dasarnya hanya besifat simbolis, artinya upacara-upacara itu hanya menggambarkan suatu tujuan luhur yang diharapakan oleh pelakunya. Adapaun upacara-upacara itu adalah seperti yang disebut dibawah ini, yang mana penjelasannya dari setiap upacara penulis dapatkan dari berbagai sumber. Sebagai orang Jawa, sebahagian upacara ini pernah penulis saksikan.

2.5.1 Upacara Kehamilan dan Kelahiran

Upacara pada saat kehamilan ada 2 tahapan, yaitu pada saat kandungan berusia tujuh bulan (upacara tingkepan). Kemudian diteruskan pada saat kandungan berusia sembilan bulan (slametan mumuli sedherek).

Upacara tingkeban disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang artinya tujuh (Bratawidjaja, 1993:21). Upacara tingkeban ini di laksanakan apabila usia kehamilan seseorang berusia tujuh bulan dan merupakan kehamilan yang pertama kali. Upacara


(41)

tingkeban mempunyai makna bahwa pendidikan bukan saja di berikan setelah dewasa, akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim seseorang anak perlu di beri pendidikan (Bratawidjaja, 1993:21).

Upacara tingkeban ini hanya sebagai pengharapan saja, dan belum merupakan suatu kepastian. Tujuan dari pelaksanaan upacara tingkeban adalah untuk merayakan kandungan yang berusia tujuh bulan, memberitahukan tentang bakal adanya suatu peristiwa kelahiran, mencerminkan perasaan cemas dalam hal menghadapi kelahiran, serta mengharapakan bayi yang akan lahir dapat dengan mudah dan selamat.

Upacara melahirkan di lakukan setelah jabang bayi sudah lahir, ari-ari (plasenta) bayi di bersihkan oleh ayahnya. Menurut kepercayaan suku Jawa, ari-ari di anggap sebagai saudara kembar dari bayi yang menemani bayi selama dalam kandungan ibunya, sejak janin terbentuk hingga saat dilahirkan (Wardoyo, n.d.:6).

Koentjaraningrat (1984:353) menyebutkan bahwa setelah tali pusat lepas, maka bagi masyarakat suku Jawa mengadakan upacara pupur puser. Upacara pupur puser ini di laksanakan pada malam hari setelah tali pusat lepas. Yaitu apabila tali pusat telah lepas, selanjutnya di bersihkan dan di jemur hingga kering. Setelah itu di simpan oleh ibu bayi. Sebagian masyarakat suku Jawa yang berada di lingkungan orang Jawa masih melaksanakan adat dalam melakukan upacara kelahiran tersebut yang prosesinya di lakukan dengan cara menggendong tali pusat oleh ayah sang bayi yang telah di letakkan di dalam wadah mangkuk atau piring yang telah di tutup yang kemudian di kubur di sekitar depan pintu atau samping pintu rumah bagian depan, yang kemudian setelah di kubur di beri pagar dari bambu-bambu. Pada setiap malam, kuburan tali pusat tersebut di pasangi lampu teplok selama lebih kurang 30 hari.


(42)

2.5.2 Upacara Perkawinan

Upacara perkawinan merupakan tahapan penting dan sakral dalam kehidupan seseorang. Dalam tradisi budaya Jawa, perkawinan selalu di warnai dengan serangkaian upacara yang mengandung nilai-nilai luhur, yang mengajarkan perlunya keseimbangan, keselarasan serta interaksi dengan alam, sosial dan sang Pencipta alam semesta.

Sebelum pernihakan dimulai, banyak ritual dan upacara yang harus dilakukan. Mulai dari sebelum di laksanakan akad nikah hingga resepsi pernikahan usai. Begitu banyak hal-hal yang harus di lengkapi, tata cara yang harus di ikuti sesuai urutannya, pakaian yang harus di persiapkan, dan lain sebagainya.

Untuk mencapai itu semua, penggambaran secara singkat upacara perkawinan pada suku Jawa maka di perlukan serangkaian upacara adat, yang di mulai dengan: (1) lamaran yaitu mengajukan permohonan memperistri seorang anak perempuan untuk seorang anak laki-laki, (2) srah-srahan yaitu menyerahkan barang-barang kepada pihak perempuan sebagai tanda ikatan resmi (peningset), (3) pasang tratak yaitu mendirikan tenda untuk kepentingan upacara perkawinan. (4) siraman yaitu memandikan kedua calon pengantin dengan air bunga setaman5. agar suci lahir dan bathin, (5) ngerik dan dodolan dawet yaitu menghilangkan bulu-bulu halus yang ada di kening pengantin perempuan untuk memudahkan merias wajah dan menjual es cendol (dawet) khas Suku Jawa yang di lakukan oleh kedua orang tua mempelai calon pengantin perempuan dengan maksud agar pesta perkawinan yang akan di laksanakan dapat di hadiri oleh orang banyak, (6) midodareni yaitu secara simbolis malam menunggu kedatangan Dewi Nawang Wulan untuk merestui perkawinan tersebut, (7)

5

Bunga setaman atau kembang setaman adalah ramuan wewangian yang biasanya terdiri dari tujuh macam bunga dan dedaunan, seperti bunga mawar, melati, pandan, jeruk nipis, dan lain- lain. Ketujuh bunga ini dalam kebudayaan masyarakat Jawa biasanya berkaitan dengan dunia supernatural yang memang dipercayai masyarakatnya.


(43)

langkahan yaitu pengantin perempuan meminta izin kepada kakak/abang yang belum menikah karena pengantin perempuan akan menikah terlebih dahulu, (8) ijab Kabul yaitu suatu acara yang mensahkan seorang pria dengan seorang perempuan sebagai suami-istri. (9) panggih yaitu suatu upacara pertemuan pengantin perempuan dengan pengantin pria melalui serangkaian ritual ataupun prosesi yang di saksikan oleh seluruh keluarga dan para undangan, (10) kirab pengantin yaitu membawa kedua pengantin atau arak-arakan menuju ruang ganti pakaian, (11) ngunduh mantu yaitu membawa pengantin perempuan ketempat kediaman pengantin pria (Harpi,1988:138). 2.5.3 Upacara Selametan

Selamatan atau selametan adalah sebuah tradisi ritual yang di lakukan oleh masyarakat Jawa dengan tujuan untuk memperoleh keselamatan bagi orang yang bersangkutan. Clifford Geertz (1969: 126) antara lain menulis tentang selamatan sebagai upacara kecil di dalam sistem religius Jawa. Acara ini biasanya di hadiri oleh para tetua desa, tetangga dekat, sanak saudara, dan keluarga inti. Setelah selametan selesai, tetamu biasanya akan di bawakan aneka penganan basah (nasi, lauk pauk, dan tambahan snack atau kue-kue) atau makanan kering (mi instan, kecap, minyak goreng, saus tomat, saus sambal) yang di nama-kan besekan atau berkat.

Upacara selamatan merupakan salah satu tradisi yang di anggap dapat menjauhkan diri dari mala petaka. Selametan adalah konsep universal, di mana di setiap tempat pasti ada dengan nama yang berbeda. Hal ini karena kesadaran akan diri yang lemah di hadapan kekuatan-kekuatan di luar diri manusia. Secara tradisional acara selamatan di mulai dengan doa bersama, dengan duduk bersila di atas tikar, melingkari nasi tumpeng dengan lauk pauk dan sesaji ( kalau ada). Sesaji yang di adakan untuk mengiringi upacara selamatan tersebut, maksud dan tujuannya adalah seperti doa. Intinya adalah bersyukur kepada Allah Swt(Tuhan) dan semoga dengan


(44)

berkah-Nya, segala tugas akan di laksanakan dengan selamat, baik, benar, dan membawa kesejahteraan dan kemajuan yang lebih baik. Nasi tumpeng komplit sebenarnya mempunyai makna sebagai doa dan sesaji.

Praktik upacara selametan sebagaimana yang di ungkapkan oleh Hildred Geertz pada umumnya di anut oleh kaum Islam Abangan, sedangkan bagi kaum Islam Putihan (santri), praktik selametan tersebut tidak sepenuhnya dapat di terima, kecuali dengan membuang unsur-unsur syirik yang menyolok seperti sebutan dewa-dewa dan roh-roh. Karena itu, bagi kaum santri, selametan adalah upacara doa bersama dengan seorang pemimpin atau modin (pemimpin agama) yang kemudian di teruskan dengan makan-makan bersama sekadarnya dengan tujuan untuk mendapatkan keselamatan dan perlindungan dari Allah Yang Maha Kuasa.

2.6 Sistem Kekerabatan

Sebelum penulis menguraikan tentang sistem kekerabatan pada masyarakat Jawa secara umum, terlebih dahulu akan penulis kemukakan defenisi masyarakat menurut Koentjaraningrat (1977:103) yang mengatakan bahwa masayarakat adalah kesatuan hidup manusia yang terikat oleh suatu sistem adat-istiadat tertentu.

Orang-orang Jawa memiliki sistem kekerabatan, yang disebut bebrayat. Menurut Bapak Subanindyo Hadiluwih, seorang tokoh masyarakat Jawa di Sumatera Utara, bebrayat berasal dari kata brayat berarti sistem berkeluarga dalam arti luas, yaitu keluarga inti, batih, atau keluarga budaya. Sistem kekerabatan ini di landasi oleh sikap gotong royong, dengan konsep sepi ing pamrih, rame ing gawe, artinya tidak mengharapkan balasan pamrih, dan mengutamakan kerja bersama-sama. Dengan menggunakan sistem ini, mereka meyakini bahwa semua manusia adalah keluarga, namun dalam penjabaran tanggung jawab selalu di konsepkan dengan paseduluran:


(45)

sedulur tunggal kringkel merupakan saudara lahir daripada ibu dan ayah yang sama; sedulur kuwalon yaitu saudara lain ayah tetapi ibunya sama, atau sebaliknya saudara lain ibu namun ayahnya sama, dan saudara tiri; sedulur misanan merupakan saudara satu nenek atau satu kakek, yang mencakup kandung atau tiri; sedulur mindoan adalah saudara satu buyut (orang atau kakek atau nenek) berlaku baik untuk saudara kandung atau tiri; sedulur mentelu yaitu saudara canggah (buyutnya ayah dan ibu) baik saudara kandung atau tiri; bala yaitu menurut anggapan mereka masih saudara, namun dari silsilah sudah tidak terlacak kedudukannya, dan di sebabkan oleh interaksi mereka, karena kebutuhan yang erat, misalnya pekerjaan yang sama, sering berkomunikasi, dan sejenisnya; tangga yang konsepnya tidak terbatas pada letak rumah yang berdekatan saja, tetapi dalam kepentingan tertentu mereka saling membutuhkan.

Orang-orang Jawa yang ada di Sumatera Utara sekarang, secara umum mengalami transformasi-transformasi budaya. Di satu sisi mereka ingin mempertahankan budaya leluhurnya yang berasal daripada pulau Jawa, di sisi lain mereka juga harus berinteraksi dengan berbagai etnik setempat dan pendatang lainnya di Sumatera Utara yang pesat perkembangan ekonominya. Orang-orang Jawa ini mata pencaharian utamanya adalah bertani dengan menggarap lahan untuk perkebunan kelapa sawit, getah karet, dan kopra.

Sistem kekerabatan masyarakat Jawa berdasarkan prinsip keturunan bilateral. Semua kakak laki-laki serta kakak perempuan ayah dan ibu, beserta istri dan suami mereka masing-masing di klarifikasikan menjadi satu, yaitu dengan istilah siwa atau uwa. Sedangkan adik-adik dari ayah atau ibu diklarifikasikan kedala dua golongan yang berbeda menurut jenis kelamin, yaitu paman bagi adik laki-laki dan bibi bagi adik perempuan.


(46)

Pada masyarakat berlaku adat-adat yang menentukan bahwa dua orang tidak boleh saling menikah apabila: saudara kandung, yaitu anak dari dua orang saudara sekandung laki-laki, pancer lanang, yaitu: pihak laki-laki lebih muda menurut ibunya dari pihak perempuan. Adapun perkawinan yang di perbolehkan adalah perkawinan antara dua orang yang tidak terikat karena hubungan-hubungan kekerabatan seperti tersebut di atas. Dalam perkawinan masyarakat Jawa dikenal beberapa istilah sebagai berikut: ngarang wulu, yaitu perkawinan seorang duda dengan seorang wanita salah satu adik almarhum istrinya, wayuh, yaitu perkawinan lebih dari seorang istri (poligami), kumpul kebo, yaitu laki-laki dan perempuan yang tinggal dalam satu rumah, sudah atau belum mempunyai anak dalam kurun waktu tertentu tetapi belum menikah secara agama dan sosial. Hal ini merupakan suatu bentuk perkawinan menyimpang dari tradisi dan ajaran agama, pisah kebo, yaitu berpisahnya suami-istri tetapi tidak diikuti oleh perceraian secara resmi.

Sistem istilah panggilan kekerabatan suku Jawa biasanya dibatasi oleh kedudukan seorang sebagai anggota kelompok kerabatnya, yang dapat di mengerti dari sebutan atau istilah-istilah yang di gunakan dalam kelompok kerabatnya. Hal ini dapat di lihat dalam kehidupan sehari-hari untuk menyapa seseorang. Untuk istilah panggilan kekerabatan pada suku Jawa, penulis melihat tulisan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1977:16-20) seperti berikut:

1. Mbah canggah/eyang canggah: orang tua laki-laki atau perempuan yang berada tiga tingkat di atas ayah atau ibu.

2. Mbah buyut : orang tua laki-laki atau perempuan yang berada dua tingkat di atas ayah atau ibu.

3. Mbah eyang: orang tua kandung ayah atau ibu.


(47)

5. Ibu/si mbok : ibu kandung, mertua perempuan, besan (orang tua permpuan menantu).

6. Pakde: saudara laki-laki kandung/sepupu ayah atau ibu yang umur lebih tua, suami bude.

7. Bude: saudara perempuan kandung/ sepupu ayah atau ibu yang umurnya lebih tua, istri pakde.

8. Paman/paklik: saudara laki-lai kandung/sepupu ayah atau ibu yang umurnya lebih muda, suami buklik.

9. Bibi/buklik: saudara perempuan kandung/sepupu ayah atau ibu yang umurnya lebih muda, istri paklik.

10. Mas/kakang mas: abang kandung, abang ipar, anak laki-laki pakde/bukde (walaupun umurnya lebih muda).

11. Mbak/mbakyu: kakak kandung, kakak ipar, anak perempuan pakde/bude (walaupun umurnya masih muda).

12. Adhi/dhimas: adik kandung laki-laki, adik ipar laki-laki, anak laki-laki paklik/buklik (walaupun umurnya lebih tua).

13. Adhi/dhiajeng: adik kandung perempuan, adik ipar perempuan, anak perempuan paklik/buklik (walaupun umurnya lebih tua).

2.7 Kesenian

Berbicara mengenai kesenian tradisonal masyarkat Jawa, kesenian di Sumatera Utara khususnya di Kecamatan Binjai Utara yaitu Ketoprak Dor dan Kuda Lumping, merupakan salah satu warisan budaya peninggalan nenek moyang masyakarat Jawa dalam bentuk kesenian tradisional. Kesenian ini juga terdapat di berbagai daerah di Indonesia, dengan versi yang berbeda-beda terutama yang ada di Sumatera Utara,


(48)

Kesenian Kuda Lumping menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggah kuda yang terbuat dari bambu yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda. Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis. Seperti aktraksi memakan beling kaca dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut (Purwadi, 2005:33).

Alat musik yang di pakai lebih sederhana dari seni karawitan, hanya terdiri dari kendhang, gong, gamelan pelog, dan kenong yang bahan materialnya berasal dari sisa drum yang telah di olah melalui sistematika pembuatannya, dan selompret (terompet khas kuda lumping). Kesenian tari kuda lumping ini yang di ketahui berasal dari Jawa Timur sangat popular di Sumatera Utara khususnya di Kecamatan Binjai Utara. Biasanya kuda lumping ini di tampilkan dalam acara-acara tertentu misalnya menyambut tamu kehormatan, pesta sunatan, acara khusus misalnya pada hari kemerdekaan, sebagai acara syukuran atas doa yang di kabulkan Yang Maha Kuasa.

Dengan demikian masyarakat Jawa yang ada di Sumatera Utara, termasuk yang ada di Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai, dalam proses strategi budayanya adalah tetap mempertahankan budaya Jawa, sebagai budaya leluhurnya di satu sisi. Namun di sisi lainnya, mereka juga berusaha untuk beradaptasi dengan situasi sosial dan budaya yang terdapat di Sumatera Utara. Konteks yang sedemikian rupa ini adalah sebagai sebuah upaya mempertahankan identitas etnik dan juga sekaligus sebagai bagian dari masyarakat Sumatera Utara yang heterogen secara etnik tersebut. Termasuk juga dalam penyelenggaraan upacara pesta perkawinan adat jawa yang penulis teliti ini.


(49)

2.8 Bahasa

Bahasa pengantar dikalangan masyarakat Jawa Kecamatan Binjai Utara adalah bahasa Jawa. Namun, sebagian besar masyarakat Jawa Kecamatan Binjai Utara menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan etnis lain. Para pemain kesenian ketoprak dor memakai bahasa Jawa Ngoko dan bahasa Indonesia. Kromo inggil merupakan tata cara berbahasa paling tinggi atau dengan kata lain yang paling halus. Bahasa kromo ini sering digunakan oleh orang yang berpangkat, orang-orang sederajat, anak terhadap orang-orang tuanya, murid terhadap guru, bawahan terhadap atasan, dan buruh terhadap majikan. Bahasa sehari- hari yang dipergunakan oleh penduduk Kecamatan Binjai Utara adalah bahasa Ngoko karena merupakan bahasa Jawa biasa yang sering dipergunakan oleh orang tua terhadap anak, antar teman sebaya, atasan terhadap bawahan, dan majikan terhadap kuli.


(50)

BAB III

DESKRIPSI KESENIAN KETOPRAK DOR OLEH SANGGAR LANGEN SETIO BUDI LESTARI DI KELURAHAN JATI MAKMUR KECAMATAN

BINJAI UTARA KOTA BINJAI

3.1 Sejarah Masuk Ketoprak Dor Di Sumatera Utara

Di dalam tulisan skripsi (Tutiek Sugiarti, 1989) tentang Ketoprak Dor, mengatakan bahwa kesenian ketoprak dor masuk ke Sumatera Utara yang Dahulu Sumatera Timur bermula dari pembukaan lahan-lahan perkebunan tembakau oleh kolonial Belanda pada akhir abad ke-19 di Deli. Dengan meningkatnya jumlah perkebunan-perkebunan pada waktu itu di ikuti juga dengan lonjakan produksi, kemudian pada tahun 1891 terjadi over produksi yang mengakibatkan pihak pemodal mencari alternatif tanaman eksplor lain, seperti kopi dan karet.Dengan semakin banyaknya pembukaan lahan perkebunan di Deli pemerintah kolonial Belanda menggunakan jasa kuli suku Jawa yang tersedia dalam jumlah bessar di pulau Jawa. Angka resmi menunjukkan bahwa pada tahun 1900 kuli kontrak suku Jawa mencapai sekitar 25.224 jiwa.

Dengan banyaknya perpindahan satu kelompok masyarakat dalam jumlah besar seperti di atas sangat memungkinkan terbawanya tradisi daerah asal baik itu perilaku, sistem sosial, sistem budaya dan lain sebagainya. Bentuk kesenian yang terbawa salah satunya adalah Ketoprak Dor. Karena secara psikologis dan emosional masih terdapat pengaruh sentral kebudayaan di samping untuk menunjukan eksistensi kelompok maupun hanya sebagai hiburan semata.


(51)

Munculnya group-group ketoprak di perkebunan Sumatera Timur diperkirakan ada sekitar 1920, dan sejak saat itu kesenian ketoprak di wariskan kepada generasi selanjutnya dengan beberapa perubahan-perubahan. Faktor yang mempengaruhi munculnya grup-grup ketoprak dor ini adalah karena eksistensi dan identitas komunitas yang didasarkan pada ikatan emosional sebagai satu etnis yang harus tetap survive di tengah semaraknya budaya-budaya dengan masing-masing pendukungnya, kemudian juga didorong akan perlunya suatu jenis hiburan yang dapat member kepuasan bagi pendukungya.

Dengan penjelasan seperti di atas dapat dimengerti bahwa munculnya ketoprak dor di perkebunan-perkebunan Sumatera Timur merupakan fenomena yang wajar serta terus berlanjut sampai kini, dan warisan itu disosialisasikan secara berkesinambungan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Menurut bapak Sudarman yang merupakan seniman dan juga pimpinan ketoprak dor langen budaya siswa di masa tahun 1970 – 1980an mengatakan bahwa ketoprak dor ada di Sumatera Utara khususnya di daerah Kabupaten Deli Serdang mulai ada sejak dari jaman ayahnya, tidak tau pastinya tahun berapa sebab bapak sudarman juga belajar kesenian ketoprak dor secara turun temurun dari ayahnya. Umur bapak sudar sekarang sudah 64 tahun.6

3.2 Perjalanan Kesenian Ketoprak Dor

Dengan dibawanya kesenian ketoprak dor oleh orang-orang Jawa yang bekerja sebagai buruh perkebunan pada tahun 1920, ketoprak dor mengalami perubahan-perubahan sampai sekarang ini. Perubahan itu meliputi alat musiknya, tema cerita, pakaian atau kostum, jenis musik dan tembang serta tarian maupun fungsi. Penyebab

6


(52)

perubahan itu karena pengaruh lingkungan budaya Sumatera Timur dan terpisahnya ketoprak dari pusat kebudayaanya.

Sejalan dengan perkembangan daerah Sumatera Timur baik dalam bidang ekonomi maupun pada komposisi penduduk, maka terjadilah asimilasi budaya dari berbagai ragamnya budaya-budaya suku bangsa. Sumatera Timur di penuhi oleh suku-suku pendatang di samping suku-suku-suku-suku setempat yang ikut serta dalam kontak-kontak budaya di daerah ini. Terjadinya percampuran antarsuku di atas mengakibatkan pula saling pengaruh antarkebudayaan, sehingga bentuk-bentuk asli dari unsur-unsur kebudayaan jarang ditemukan secara murni. Budaya satu mempengaruhi budaya yang lain, seperti yang dialami kesenian ketoprak dor.

Menurut bebarapa sumber yang saya baca, dahulu ketoprak dalam pertunjukannya menceritakan tentang kisah-kisah kehidupan yang terjadi didalam kerajaan. Kesenian ketoprak juga merupakan teater rakyat yang mengangkat kisah kepahlawanan dan perjalanan hidup keluarga kerajaan. Didalam buku (Herry Lisbijanto, 2013:1) mengatakan bahwa ketoprak di ciptakan oleh RM Wreksoniningrat seorang seniman yang banyak berkecimpung di dunia tari dan wayang orang dari Surakarta pada tahun 1914.

Dan menurut versi yang lainnya yang saya baca mengatakan bahwa periodeisasi kesenian ketoprak ada tujuh periode yaitu :

1) Periode Ketoprak Gejog atau Lesung pada tahun 1887 – 1908.

Kesenian ini sebenarnya pada jaman itu merupakan jenis permainan para pemuda desa dikala bulan purnama, Lesung merupakan alat pertanian yang di gunakan para pemuda desa dangan cara di pukul menggunakan alu sambil bersenda gurau, menari dan melantunkan tembang.


(53)

2) Periode Ketoprak Wreksadiningrat pada tahun 1908 – 1925.

Penambahan nama Wrekssadiningrat dikarenakan nama itu adalah nama dari seorang abdi dalem keraton Surakarta Hadiningrat yang bernama lengkap K.R.M.T.H Wreksadiningrat. Adalah juga seorang seniman yang banyak bergelut dengan kesenian tari di keraton. Beliau menggarap kesenian ketoprak menjadi salah satu jenis kesenian kebanggaan keraton. Alat musik pengiringnya pada periode ini menggunakan Gamelan yang lebih halus, gerakan tari pemain juga diganti dengan gerakan yang melambangkan budaya keraton, pakaian pemain juga disesuaikan dengan peran yang dimainkan.

3) Periode Ketoprak Wreksatama pada tahun 1925 – 1927.

Ketoprak ini berdiri untuk pertama kalinya di luar tembok keraton. Pendiri ketoprak ini adalah Ki Wisangkara, yang merupakan bekas anggota ketoprak Wreksadiningrat yang dulu ada di keraton. Pada periode ini juga mengalami perubahan, yaitu di bagian alat musik pengiringya ditambahi lagi dengan saron, biola, gitar, mandolin, kenong, kempul, gong, sehingga gamelan pengiring kesenian ketoprak ini lebih lengkap dan lebih bervariasi suaranya.

4) Periode Ketoprak Krida Madya Utama pada tahun 1927 – 1930.

Ketopak ini didirikan oleh Ki Jagatrunarsa dan Ki Citra Yahman. Pada masa ini ketoprak didirikan atas dasar keinginan masyarakat sendiri dan bukan atas perintah raja dengan pertimbangan sebagai lahan untuk mengembangkan seni ketoprak dan sebagai profesi bagi para seniman ketoprak. Pada masa ini ketoprak sering berpindah-pindah lokasi dari daerah satu kedaerah yang lainnya, di sebabkan karena bila didaerah satu sudah jenuh maka akan pindah ke daerah lainnya. Ketoprak ini adalah ketoprak yang keberlangsungan hidupnya bergantung pada penonton.


(54)

Pada masa ini ketoprak mengalami banyak perubahan dan penyempurnaan. Salah satunya yaitu gamelan pengiringya, yaitu gamelan lengkap laras pelog, selain itu juga tema cerita mengambil dari cerita babad dan sejarah yang terus ditambah. Pakaian yang dikenakan pemain juga tidak boleh menyamai aslinya, yaitu seperti pakaian kebesaran keraton.

6) Periode Ketoprak Moderen pada tahun 1955 – 1958

Pada periode ini banyak bermunculan barbagai grup musik professional yang sering mengadakan pentas diberbagai kota, grup ketoprak ini sering disebut ketoprak tobong, karena sering berpindah-pindah lokasi pementasan. Pada masa ini ketoprak tidak banyak mengalami perubahan, malahan yang terlihat semakin banyaknya grup-grup kesenian ketoprak di beberapa daerah dan semuanya mempunyai penggemarnya masing-masing.

7) Periode Ketoprak Gaya Baru pada tahun 1958 – 1987

Pada periode ini grup-grup ketoprak banyak membuat suatu terobosan, dikarenakan banyak penonton yang sudah mulai merindukan hal-hal baru dari pementasan kesenian ketoprak. Setiap pemimpin ketoprak pada masa ini saling berlomba-lomba untuk membuat inovasi, ide-ide baru agar menarik dilihat penonton. Namun ternyata dari segi esensi kesenian ketoprak pada masa ini tidak mengalami banyak mengalami perubahan karena sebenarnya yang dilakukan pengelola hanya pada seni panggung saja.

Di Sumatera Utara ketoprak dor sekarang ini menggunakan iringan alat musik yang berbeda dengan yang ada di Jawa, seperti yang saya lihat sendiri di lokasi yaitu ada lima jenis : jidor, kentrung, kendhang jawa, drum, dan keyboard. Jidor merupakan suatu jenis alat musik membranophone yang kedua ujungnya di tutupi dan dilapisi


(55)

dengan membran yang terbuat dari kulit sapi, suara yang dihasilkan berbunyi “dor” jika dipukul.

Gambar 3.2.1 : Jidor (Dokumentasi pribadi 03 februari 2015)

Kentrung merupakan jenis alat musik yang terbuat dari bambu dengan diberi lubang pada salah satu bagian. Alat ini diletakkan diatas Jidor. Alat ini bila dipukul dapat menghasilkan bunyi “prak”, kedua alat musik jidor dan kentung apabila digabungkan maka suara bergantian yang keluar yaitu “prak-dor” itulah sebabnya seni pertunjukan ketoprak di Sumatera Utara di sebut ketoprak dor. di Jawa tengah alat musik ini di sebut Tiprak.7.

7


(1)

DAFTAR PUSTAKA.

Dewi, Heristina. 2008. Masyarakat Kesenian di Indonesia. Medan: Studi Kultura, Fakultas Sastra.

Echols, M dan Hasan Shadily. 1983. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia Hasibuan, 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gramedia

Kaelan, 2012. Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner. Yogyakarta: Paradigma

Koentjaraningrat. 1985. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Lisbijanto, Herry, 2013. Ketoprak. Yogyakarta: Graha ilmu.

Malm, William P. 1977. Music Cultures of Pacific, Near East, and Asia. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall; serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasifik, Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press

Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. Chicago: North Western University Press.

Merriam, Alan P. 1964. Music and Culture is Dynamic dalam buku The anthropology of Music. Chicago: North Western University Press.

Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. New York: The Free Press

Murgianto, Sal dkk. 2003. Mencermati Seni Pertunjukan 1 Perspektif Kebudayaan, Ritual, Hukum. Jakarta: The Ford Foundation.

Poerwadaminta,W.J.S. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:PN. Balai Pustaka.


(2)

R.M. Soedarsono. 1998. Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Said, Muhammad. 1990. Koeli Koentrak Tempo Doeloe: dengan Derita dan Kemarahannya. Medan: Harian Waspada

Satori, Djam’an dan Aan Komariah. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Bandung.

Sitopu, Dina Mayantuti. 2009. Studi Deskriptif Pertunjukkan Reog Ponorogo pada Upacara Perkawinan Masyarakat Jawa di Desa Kampung Kolam Tembung Kecamatan Percut Sie Tuan Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Jurusan Etnomusikologi USU.

Sugiardi. 2014. Studi Deskriptif Upacara dan Musik Pada Perkawinan Adat Jawa di Medan Selayang. Skripsi Jurusan Etnomusikologi USU.

Supanggah (ed.), Rahayu, 1995. Etnomusikologi. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Sugiarti, Tutiek. 1989. Ketoprak Dor : Perkembangan, Fungsi dan Tantangannya Di Sumatera Utara (1920-1985). Skripsi. Jurusan Sejarah USU.

Suwondo, Bambang. 1982. Sistem Kesatuan Hidup Setempat Daerah Jawa Timur. Jakarta: Depdikbud.

Takari, Muhammad dkk. 1992. Teknik dalam Penulisan Etnomusikologi. Medan; Etnomuskologi USU.

Sumber Penelusuran :


(3)

http://piiekaa.blogspot.com/2012/10/sejarah-ketoprak-di-jawa.html http://id.wikipedia.org/wiki/Ketoprak


(4)

DAFTAR PEMAIN KETOPRAK DOR Pemeran Tokoh :

1. Bapak Jumadi sebagai Raja

2. Bapak Tamino Sebagai Senopatih (Patih) 3. Ibu Mistik Sebagai Istri Raja

4. Bapak Suwarsono Sebagai Paman 5. Sri Handayani Sebagai Tedjo Wati 6. Ibu Kartik Sebagai istri Paman

7. Dika Sebagai Pemeran Tedjo Kumoro 8. Hartono Sebagai Tedjo Kumolo

Pemeran Tokoh Pelawak :

9. Bapak Sunar Sebagai Tokoh Pelawak

10.Agustina Sebagai Tokoh Pelawak Perempuan

Pemusik Ketoprak :

11.Bapak Sukirno : Jidor dan Kentrung 12.Bapak Parman : Keyboard

13.Bapak Kasim : Kendhang Jawa


(5)

DAFTAR INFORMAN

a. Informan Kunci 1. Nama: Jumadi Umur: 66 tahun

Pekerjaan: Bengkel (pemilik sanggar Langen Setio Budi Lestari Jln. Sei Mencirim Kab. Deli Serdang).

2. Nama: Sudarman Umur: 64 tahun

Pekerjaan : Penarik Becak dan seorang seniman ketoprak dor Alamat: Jl.orde baru, Simp. Pabrik gula

3. Nama: Ngateni Umur: 62 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga dan seorang seniman ketoprak dor dan juga istri dari Bapak Sudarman

Alamat: Jl. Orde baru, Simp. Pabrik gula b. Informan Pangkal

4. Nama: Triwahjuono Harijadi Umur: 50 tahun

Pekerjaan : Relawan Seni Budaya Alamat: Jl. Bromo No.26 Medan 5. Nama: Dika

Umur: 25 tahun

Pekerjaan : Teknisi AC


(6)

6. Nama : Agustina Umur : 25 tahun

Pekerjaan : Guru Smp/Smk