29 berkah-Nya, segala tugas akan di laksanakan dengan selamat, baik, benar, dan
membawa kesejahteraan dan kemajuan yang lebih baik. Nasi tumpeng komplit sebenarnya mempunyai makna sebagai doa dan sesaji.
Praktik upacara selametan sebagaimana yang di ungkapkan oleh Hildred Geertz pada umumnya di anut oleh kaum Islam Abangan, sedangkan bagi kaum Islam
Putihan santri, praktik selametan tersebut tidak sepenuhnya dapat di terima, kecuali dengan membuang unsur-unsur syirik yang menyolok seperti sebutan dewa-dewa dan
roh-roh. Karena itu, bagi kaum santri, selametan adalah upacara doa bersama dengan seorang pemimpin atau modin pemimpin agama yang kemudian di teruskan dengan
makan-makan bersama sekadarnya dengan tujuan untuk mendapatkan keselamatan dan perlindungan dari Allah Yang Maha Kuasa.
2.6 Sistem Kekerabatan
Sebelum penulis menguraikan tentang sistem kekerabatan pada masyarakat Jawa secara umum, terlebih dahulu akan penulis kemukakan defenisi masyarakat
menurut Koentjaraningrat 1977:103 yang mengatakan bahwa masayarakat adalah kesatuan hidup manusia yang terikat oleh suatu sistem adat-istiadat tertentu.
Orang-orang Jawa memiliki sistem kekerabatan, yang disebut bebrayat. Menurut Bapak Subanindyo Hadiluwih, seorang tokoh masyarakat Jawa di Sumatera
Utara, bebrayat berasal dari kata brayat berarti sistem berkeluarga dalam arti luas, yaitu keluarga inti, batih, atau keluarga budaya. Sistem kekerabatan ini di landasi oleh
sikap gotong royong, dengan konsep sepi ing pamrih, rame ing gawe, artinya tidak mengharapkan balasan pamrih, dan mengutamakan kerja bersama-sama. Dengan
menggunakan sistem ini, mereka meyakini bahwa semua manusia adalah keluarga, namun dalam penjabaran tanggung jawab selalu di konsepkan dengan paseduluran:
Universitas Sumatera Utara
30 sedulur tunggal kringkel merupakan saudara lahir daripada ibu dan ayah yang sama;
sedulur kuwalon yaitu saudara lain ayah tetapi ibunya sama, atau sebaliknya saudara lain ibu namun ayahnya sama, dan saudara tiri; sedulur misanan merupakan saudara
satu nenek atau satu kakek, yang mencakup kandung atau tiri; sedulur mindoan adalah saudara satu buyut orang atau kakek atau nenek berlaku baik untuk saudara kandung
atau tiri; sedulur mentelu yaitu saudara canggah buyutnya ayah dan ibu baik saudara kandung atau tiri; bala yaitu menurut anggapan mereka masih saudara, namun dari
silsilah sudah tidak terlacak kedudukannya, dan di sebabkan oleh interaksi mereka, karena kebutuhan yang erat, misalnya pekerjaan yang sama, sering berkomunikasi,
dan sejenisnya; tangga yang konsepnya tidak terbatas pada letak rumah yang berdekatan saja, tetapi dalam kepentingan tertentu mereka saling membutuhkan.
Orang-orang Jawa yang ada di Sumatera Utara sekarang, secara umum mengalami transformasi-transformasi budaya. Di satu sisi mereka ingin
mempertahankan budaya leluhurnya yang berasal daripada pulau Jawa, di sisi lain mereka juga harus berinteraksi dengan berbagai etnik setempat dan pendatang lainnya
di Sumatera Utara yang pesat perkembangan ekonominya. Orang-orang Jawa ini mata pencaharian utamanya adalah bertani dengan menggarap lahan untuk
perkebunan kelapa sawit, getah karet, dan kopra. Sistem kekerabatan masyarakat Jawa berdasarkan prinsip keturunan bilateral.
Semua kakak laki-laki serta kakak perempuan ayah dan ibu, beserta istri dan suami mereka masing-masing di klarifikasikan menjadi satu, yaitu dengan istilah siwa atau
uwa. Sedangkan adik-adik dari ayah atau ibu diklarifikasikan kedala dua golongan yang berbeda menurut jenis kelamin, yaitu paman bagi adik laki-laki dan bibi bagi
adik perempuan.
Universitas Sumatera Utara
31 Pada masyarakat berlaku adat-adat yang menentukan bahwa dua orang tidak
boleh saling menikah apabila: saudara kandung, yaitu anak dari dua orang saudara sekandung laki-laki, pancer lanang, yaitu: pihak laki-laki lebih muda menurut ibunya
dari pihak perempuan. Adapun perkawinan yang di perbolehkan adalah perkawinan antara dua orang yang tidak terikat karena hubungan-hubungan kekerabatan seperti
tersebut di atas. Dalam perkawinan masyarakat Jawa dikenal beberapa istilah sebagai berikut: ngarang wulu, yaitu perkawinan seorang duda dengan seorang wanita salah
satu adik almarhum istrinya, wayuh, yaitu perkawinan lebih dari seorang istri poligami, kumpul kebo, yaitu laki-laki dan perempuan yang tinggal dalam satu
rumah, sudah atau belum mempunyai anak dalam kurun waktu tertentu tetapi belum menikah secara agama dan sosial. Hal ini merupakan suatu bentuk perkawinan
menyimpang dari tradisi dan ajaran agama, pisah kebo, yaitu berpisahnya suami-istri tetapi tidak diikuti oleh perceraian secara resmi.
Sistem istilah panggilan kekerabatan suku Jawa biasanya dibatasi oleh kedudukan seorang sebagai anggota kelompok kerabatnya, yang dapat di mengerti
dari sebutan atau istilah-istilah yang di gunakan dalam kelompok kerabatnya. Hal ini dapat di lihat dalam kehidupan sehari-hari untuk menyapa seseorang. Untuk istilah
panggilan kekerabatan pada suku Jawa, penulis melihat tulisan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1977:16-20 seperti berikut:
1. Mbah canggaheyang canggah: orang tua laki-laki atau perempuan yang berada tiga tingkat di atas ayah atau ibu.
2. Mbah buyut : orang tua laki-laki atau perempuan yang berada dua tingkat di atas ayah atau ibu.
3. Mbah eyang: orang tua kandung ayah atau ibu. 4. Bapakrama: ayah kandung, mertua laki-laki, besan orang tua laki-laki menantu.
Universitas Sumatera Utara
32 5. Ibusi mbok : ibu kandung, mertua perempuan, besan orang tua permpuan
menantu. 6. Pakde: saudara laki-laki kandungsepupu ayah atau ibu yang umur lebih tua, suami
bude. 7. Bude: saudara perempuan kandung sepupu ayah atau ibu yang umurnya lebih tua,
istri pakde. 8. Pamanpaklik: saudara laki-lai kandungsepupu ayah atau ibu yang umurnya lebih
muda, suami buklik. 9. Bibibuklik: saudara perempuan kandungsepupu ayah atau ibu yang umurnya lebih
muda, istri paklik. 10. Maskakang mas: abang kandung, abang ipar, anak laki-laki pakdebukde
walaupun umurnya lebih muda. 11. Mbakmbakyu: kakak kandung, kakak ipar, anak perempuan pakdebude
walaupun umurnya masih muda. 12. Adhidhimas: adik kandung laki-laki, adik ipar laki-laki, anak laki-laki
paklikbuklik walaupun umurnya lebih tua. 13. Adhidhiajeng: adik kandung perempuan, adik ipar perempuan, anak perempuan
paklikbuklik walaupun umurnya lebih tua.
2.7 Kesenian