Pembahasan Hasil Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

mengumpulkan argumen-agumen dari siswa lalu bersama membuat kesimpulan dan apa saja yang telah dipelajari kepada siswa tentang materi pada pertemuan itu. Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk mampu menjelaskan hasil pekerjaan yang telah mereka selesaikan, sehingga indikator berpikir logis matematis siswa yang dapat dikembangkan yaitu kemampuan membuat kesimpulan berdasarkan keserupaan dua proses. Gambar 4.4 Contoh LKS Kelas Eksperimen Pendekatan pembelajaran berbasis masalah dengan teknik scaffolding merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, melatih siswa menyelesaikan suatu permasalahan dengan tahapan atau langkah penyelesaian secara mandiri, guru tidak lagi menjadi pusat pada proses pembelajaran tetapi sebagai fasilitator yang membimbing proses pembelajaran di kelas sehingga melatih siswa untuk berpikir logis, sedangkan pada pembelajaran konvensional guru merupakan sumber dari proses pembelajaran. Siswa hanya pasif mendengarkan penjelasan guru sehingga kemampuan berpikir logisnya tidak berkembang. Proses pembelajaran yang dilakukan di kelas kontrol, siswa tidak terlibat secara optimal dan cenderung pasif. Siswa tidak diberi kesempatan untuk bertukar pendapat dengan temannya dalam mengungkapkan ide dan gagasannya di dalam kelas, sehingga siswa belajar dengan hafalan. Kelebihan dari kelas kontrol ini adalah siswa dapat mengerjakan dengan lancar dan sistematis terhadap soal yang diberikan guru, dengan catatan soal tersebut sesuai dengan contoh soal yang telah dijelaskan. Apabila soal yang diberikan berbeda dengan contoh yang dijelaskan, maka siswa akan mengalami kesulitan untuk menyelesaikannya. Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa perlakuan yang berbeda menyebabkan terjadinya hasil akhir yang berbeda antara kelas eksperimen yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah dengan teknik scaffolding dan kelas kontrol yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran secara konvensional. Langkah-langkah di kelas eksperimen dapat meningkatkan kemampun berpikir logis matematis siswa, sehingga dapat menyelesaikan soal sesuai indikator yang diharapkan. Siswa juga lebih aktif dan kritis dalam mencari dan memilih strategi atau prosedur penyelesaian masalah yang tepat. Siswa dapat bebas saling berargumen dan saling bertukar pikiran antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Materi dan tes akhir atau post test yang diberikan kepada kelas kontrol sama dengan yang diberikan kepada kelas eksperimen, hanya pada pelaksanaan pembelajarannya antara kelas eksperimen dan kontrol berbeda. Tes ini diberikan untuk mengukur kemampuan berpikir logis matematis. Kemampuan berpikir logis matematis siswa dapat dilihat dari jawaban yang diberikan. Perbedaan cara Gambar 4.6 Contoh Jawaban Siswa Kelas Kontrol Soal Nomor 3 Siswa pada kelas kontrol menjawab dengan benar, namun sangat singkat tanpa ada keterangan, tidak ada diketahui yang mana sudut luar dan sudut dalam. Pada soal tertera bahwa berikan cara untuk mendapatkan sudut ∠ EDF, kelas eksperimen dengan sistematis menyantumkan bagaimana cara, sehingga mendapat ∠ EDF. Sebelum mendapatkan ∠ EDF terlebih dahulu mencari 180 sudut berpelurus, lalu 180 untuk jumlah ketiga sudut segitiga. Pada kelas kontrol menjawab betul, namun tidak tertera dengan jelas yang mana sudut berpelurus dan yang mana sudut jumlah ketiga segitiga. Hal ini disebabkan karena pada saat pembelajaran, siswa kelas eksperimen yang menggunakan pendekatan PBM dengan teknik scaffolding terutama pada tahap mengidentifikasi proses pemecahan masalah siswa dituntut untuk mengetahui dari mana jawabannya berasal, sehingga dapat secara jelas mengatakan bahwa ada 180 untuk sudut berpelurus dan ada 180 untuk jumlah ketiga sudut segitiga. Siswa juga terbiasa menyelesaikan masalah-masalah identifikasi dan memeriksa hubungan yang terkait dengan yang diketahui pada permasalahan yang ada. Hal ini menyebabkan kemampuan berpikir logis matematis siswa kelas eksperimen untuk indikator mengidentifikasi hubungan antar fakta dalam menyelesaikan masalah lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol.

b. Menyelesaikan permasalahan dengan memberikan alasan

Kemampuan yang diukur dari indikator ini adalah menyelesaikan permasalahan dengan memberikan alasan sebagai salah satu indikator yang harus dimiliki siswa agar mencapai kemampuan berpikir logis matematis yang tinggi. Soal yang mengukur indikator ini ditunjukkan pada soal nomor 4 dan 7. Peneliti menggunakan jawaban dari soal nomor 7 untuk di bahas dan analisis di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Soal nomor 7 Lukislah ΔABC apabila diketahui ∠ACB = 45° , ̅̅̅̅ = 8 cm dan ∠B = 60°. Dilihat dari sudutnya, segitiga apakah yang terbentuk? Berikan alasan Berikut ini contoh jawaban siswa yang menjawab dengan benar dari kedua kelas. Gambar 4.7 Contoh Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Soal Nomor 7 Gambar 4.8 Contoh Jawaban Siswa Kelas Kontrol Soal Nomor 7 Berdasarkan jawaban di atas dapat kita ketahui bahwa siswa mampu mengungkapkan alasan dari jawaban yang mereka kemukakan. Siswa pada kelas kontrol hanya menyatakan alasan kurang dari 90 saja, tidak jelas mana yang kurang dari 90 , tidak ada gambar dan tidak dicantumkan berapa saja sudut yang terbentuk dari segitiga tersebut. Siswa kelas eksperimen menggambar segitiga beserta sudut-sudut yang terbentuk dengan benar, walaupun gambarnya tidak sesuai dengan sudut karena keterbatasan busur yang tidak mereka bawa, namun sudah berusaha untuk menyatakan alasan dengan lengkap. Hal ini memperlihatkan bahwa siswa pada kelas eksperimen menyelesaikan masalah dengan terstruktur, dan memberikan alasan untuk menguatkan jawaban siswa. Kelebihan dari siswa kelas eksperimen tersebut disebabkan pada saat proses pembelajaran dengan pendekatan PBM dengan teknik scaffolding, siswa kelas eksperimen terbiasa melakukan diskusi, mengemukakan pendapat dan menganalisis permasalahan untuk menemukan solusi yang terbaik dari masalah yang diberikan. Siswa kelas eksperimen juga lebih mampu menyelesaikan permasalahan dengan lebih tepat dan efisien dibandingkan kelas kontrol. Berdasarkan dua jawaban yang diberikan dari siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol, dapat dilihat secara garis besar bahwa siswa telah mampu menyelesaikan permasalahan dengan memberikan alasan.

c. Membuat kesimpulan berdasarkan keserupaan dua proses

Kemampuan berpikir logis matematis yang diukur dalam indikator ini adalah siswa dapat membuat kesimpulan berdasarkan keserupaan dua proses. Soal yang mewakili indikator ini adalah soal nomor 2 dan 6. Peneliti mengambil contoh pada indikator ini pada soal nomor 2. Soal nomor 2 Untuk setiap panjang sisi suatu segitiga berikut, apakah dapat dilukis atau tidak? Jelaskan a. 3 cm, 4 cm, dan 5 cm. b. 1 cm, 4 cm, dan 3 cm. Apa yang dapat disimpulkan dari jawaban di atas? Berikut peneliti akan menyampaikan analisis jawaban siswa dari kedua kelas. Gambar 4.9 Contoh Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Soal Nomor 2 Gambar 4.10 Contoh Jawaban Siswa Kelas Kontrol Soal Nomor 2 Perbedaan cara menjawab tersebut disebabkan proses pembelajaran yang mereka terima. Pada saat pembelajaran, terutama pada masalah yang diberikan kepada kelas eksperimen sangat membantu siswa untuk terbiasa mencari informasi yang diperlukan dan menggunakannya dalam menyelesaikan masalah sehingga dapat menyimpulkan permasalahan dari keserupaan dua proses yang diberikan. Siswa pada kelas eksperimen memberikan contoh syarat yang dapat dilukis maupun yang tidak, sedangkan kelas kontrol hanya menjawab dengan singkat dengan alasan namun tanpa ada kesimpulan dari kedua jawaban yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelas eksperimen terbiasa menyelesaikan masalah yang diberikan dengan terlebih dahulu mencari dan menyampaikan informasi yang diketahui secara runtut karena siswa terbiasa dalam proses pendekatan PBM dengan teknik scaffolding yang melatih siswa bekerja dalam langkah-langkah pengerjaan yang sistematis dan melihat dari keserupaan dua proses sehingga dapat menyimpulkannya. Masalah yang digunakan sangatlah penting untuk keberhasilan dalam pembelajaran berbasis masalah, untuk itu guru dituntut untuk memberikan masalah yang tepat diawal pembelajaran Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa pembelajaran melalui pendekatan PBM dengan teknik scaffolding yang diterapkan dalam proses pembelajaran dapat mempengaruhi kemampuan berpikir logis matematis siswa terutama pada indikator kedua dan indikator ketiga, yaitu kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan dengan memberikan alasan dan kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan berdasarkan keserupaan dua proses. Pada indikator pertama yaitu kemampuan siswa dalam mengidentifikasi hubungan antar fakta dalam menyelesaikan masalah juga berpengaruh, meskipun pengaruhnya tidak sebesar pada indikator kedua dan ketiga. Dengan demikian, maka siswa yang diajar dengan pendekatan PBM dengan teknik scaffolding memiliki kemampuan berpikir logis matematis yang lebih baik dibandingkan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional.

D. Keterbatasan Penelitian

Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya telah dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini agar diperoleh hasil yang optimal. Namun demikian, masih terdapat beberapa faktor yang sulit dikendalikan sehingga membuat penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan diantaranya.: 1. Penelitian ini hanya dilaksanakan pada pokok bahasan bangun datar segitiga saja, sehingga belum bisa digeneralisasikan pada pokok bahasan lain. 2. Penelitian dilakukan hanya dalam waktu sekitar satu bulan, sehingga pengaruh pembelajaran matematika dengan pendekatan PBM dengan teknik scaffolding terhadap kemampuan berpikir logis masih kurang maksimal. 3. Kontrol terhadap kemampuan subjek penelitian hanya meliputi variabel pendekatan PBM dengan teknik scaffolding , kemampuan berpikir logis matematis, dan hasil belajar matematika siswa sedangkan aspek lain seperti minat, motivasi, inteligensi, lingkungan belajar, dan lain-lain tidak dapat terkontrol. Hasil penelitian dapat saja dipengaruhi variabel lain di luar variabel yang ditetapkan dalam penelitian ini. 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kemampuan berpikir logis siswa kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan pendekatan PBM dengan teknik scaffolding memiliki rata-rata 70,85. Presentase kemampuan berpikir logis siswa pada indikator mengidentifikasi dan memeriksa hubungan antar fakta dalam menyelesaikan masalah mencapai 62,5, kemampuan menyelesaikan permasalahan dengan memberikan alasan mencapai 83,44, serta kemampuan membuat kesimpulan berdasarkan keserupaan dua proses mencapai 68,75. Pendekatan PBM dengan teknik scaffolding membiasakan siswa menghadapi masalah, sehingga dapat mengkonstruksi masalahnya sendiri dan mengungkapkan idenya, serta dibimbing untuk dapat memahami masalah dan mempertanggungjawabkan jawabannya dengan memberikan alasan yang jelas dan sistematis. 2. Kemampuan berpikir logis siswa yang pembelajarannya dilakukan secara konvensional memiliki rata-rata 57. Presentase kemampuan berpikir logis siswa pada indikator mengidentifikasi dan memeriksa hubungan antar fakta dalam menyelesaikan masalah mencapai 52,58, kemampuan menyelesaikan permasalahan dengan memberikan alasan mencapai 66,37, dan kemampuan membuat kesimpulan berdasarkan keserupaan dua proses mencapai 56,85. Pada pembelajaran konvensional, siswa tidak terbiasa mengkonstruksi masalahnya sendiri, hanya terbiasa dengan apa yang diberikan oleh guru, dan kurang berpartisipasi dalam pembelajaran, karena pembelajaran berpusat pada guru sehingga kemampuan berpikir logis matematis tidak berkembang. 3. Berdasarkan hasil analisis post test kemampuan berpikir logis matematis siswa yang dilakukan menggunakan uji-t menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan PBM dengan teknik scaffolding memiliki kemampuan berpikir logis matematis yang lebih tinggi daripada siswa yang pembelajarannya dilakukan secara konvensional. Hal ini di perkuat oleh uji hipotesis yang dilakukan pada ketiga indikator, mengidentifikasi hubungan antar fakta dalam menyelesaikan masalah pada indikator pertama diperoleh selisih 9,92, indikator kedua yaitu menyelesaikan permasalahan dengan memberikan alasan diperoleh selisih 17,07, dan indikator ketika yaitu membuat kesimpulan berdasarkan keserupaan dua proses diperoleh selisih 11,9, kelas eksperimen lebih unggul pada setiap indikator. Berdasarkan uji perindikator tersebut, menunjukkan bahwa kelas eksperimen lebih tinggi kemampuan berpikir logisnya daripada kelas kontrol pada setiap indikator. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan pendekatan PBM dengan teknik scaffolding memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan berpikir logis matematis siswa.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, ada beberapa saran dari penulis terkait penelitian ini, di antaranya: 1. Bagi guru matematika dalam menerapkan pendekatan PBM dengan teknik Scaffolding di kelas hendaknya dilakukan persiapan yang matang baik dari segi alokasi waktu, bahan ajar yang digunakan dan pengkondisian kelas, sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih baik. 2. Bagi siswa diharapkan lebih aktif dalam mengemukakan gagasannya dalam mengidentifikasi dan mampu memberikan alasan secara lebih rinci, serta membuat kesimpulan sehingga kemampuan berpikir logis matematis semakin berkembang baik. 3. Bagi pihak sekolah hendaknya dapat memberikan dukungan dalam hal memaksimalkan sarana dan prasarana sekolah agar guru dapat menerapkan berbagai jenis strategi dan metode pembelajaran, khususnya pendekatan PBM dengan teknik scaffolding sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis matematis siswa. 4. Penelitian ini hanya ditunjukan pada materi bangun datar segitiga, oleh karena itu sebaiknya penelitian juga dilakukan pada materi matematika lainnya. Bagi peneliti selanjutnya yang hendak melaksanakan penelitian mengenai pendekatan PBM dengan teknik scaffolding agar meneliti untuk kemampuan berpikir matematis lain yang perlu dikembangkan dan pada materi serta jenjang yang berbeda. 70 DAFTAR PUSTAKA Andriawan, Budi. Identifikasi Kemampuan Berpikir Logis Dalam Pemecahan Masalah Matematika Pada Siswa Kelas VIII-1 SMP Negeri 2 Sidoarjo, Volume 3 No. 2 tahun 2014. http:www.scribd.comdoc23619 4006Identifikasi-Kemampuan-Berpikir-Logis-Dalam-Pemecahan- Masalah-Matematika-Pada-Siswa-Kelas-VIII-1-SMP-Negeri-2- Sidoarjoscribd . Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi aksara, 2009. Hamzah, Ali. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Rajawali Pers, 2014. Kadir. Statistika untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Rose Mata Sampurna, 2010. Kusuma, Wowo Sunaryo. Taksonomi Bepikir. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011. Muin, Abdul. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI, 2003. Nizar, Achmad. “Kontribusi Matematika Dalam Membangun Daya Nalar dan Komunikasi Siswa”. Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 2, No. 2, Balikpapan, 2007, tidak dipublikasikan. Programme for International Student Assessment PISA 2012 Result In Focus, OECD. Roza putri, Gusnita. “Hubungan Kemampuan Berpikir Logis dengan Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Rao Kabupaten Pasaman”. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Vol 1 No.1. Padang: September 2012, Seri A 1-86. Rusman. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers, 2012. Sani, Ridwan Abdullah. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara, 2013. Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2011.