f Melakukan pembuktian.
g Menyusun analisa dan sintesa beberapa kasus.
Indikator tersebut lebih spesifik pada indikator menarik kesimpulan, mengetahui secara rinci apa yang ingin di tuntut dari siswa. Siswono mengatakan
berpikir logis dapat diartikan sebagai kemampuan siswa untuk menarik kesimpulan yang sah menurut aturan logika dan dapat membuktikan kesimpulan
itu benar valid sesuai dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang sudah diketahui. Niāmatus menyatakan karakteristik dari berpikir logis, yaitu:
51
a. Keruntutan Berpikir
Siswa dapat menentukan langkah yang ditempuh dengan teratur dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan dari awal perencanaan hingga
didapatkan suatu kesimpulan. b.
Kemampuan Beragumen Siswa dapat memberikan argumennya secara logis sesuai dengan fakta
atau informasi yang ada terkait langkah perencanaan masalah dan penyelesaian masalah yang ditempuh.
c. Penarikan Kesimpulan
Siswa dapat menarik suatu kesimpulan dari satu permasalahan yang ada berdasarkan langkah penyelesaian yang telah ditempuh.
Pemikiran logis adalah proses penggunaan penalaran secara konsisten untuk mengambil sebuah kesimpulan. Permasalahan melibatkan pemikiran logis,
hubungan antara fakta-fakta, dan menghubungkan penalaran yang bisa dipahami. Berdasarkan uraian di atas, untuk kepentingan penelitian ini digunakan
instrumen untuk mengukur kemampuan berpikir logis dengan indikator: 1.
Mengidentifikasi hubungan antar fakta dalam menyelesaikan masalah. 2.
Menyelesaikan permasalahan dengan memberikan alasan. 3.
Membuat kesimpulan berdasarkan keserupaan dua proses.
51
Budi Andriawan. Identifikasi Kemampuan Berpikir Logis Dalam Pemecahan Masalah Matematika Pada Siswa Kelas VIII-1 SMP Negeri 2 Sidoarjo, Volume 3 No. 2 Tahun 2014.
http:www.scribd.comdoc236194006Identifikasi-Kemampuan-Berpikir-Logis-Dalam- Pemecahan-Masalah-Matematika-Pada-Siswa-Kelas-VIII-1-SMP-Negeri-2-Sidoarjoscribd
.
H. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Abdul Muin dan Ita Falina Hafsari, 2011. Hasil penelitian menunjukan
bahwa presentase pencapaian kemampuan pemecahan masalah pada kelompok eksperimen yang dalam pembelajaran menggunakan teknik scaffolding yaitu
60,16 lebih tinggi daripada presentase pencapaian pada kelompok kontrol yang menggunakan teknik latihandrill yaitu 50,58.
2. Yanto Permana dan Utari Sumarmo, 2007. Presentase pencapaian penalaran
matematis kelompok eksperimen dengan pembelajaran berbasis masalah sebesar 72,5 dari pencapaian ideal lebih besar dibandingkan dengan
presentase pencapaian kelompok kontrol sebesar 63,7 dari pencapaian ideal, terjadi perbedaan sebesar 8,8. Presentase pencapaian pada koneksi
matematis kelompok eksperimen dengan pembelajaran berbasis masalah sebesar 69,27 dari pencapaian ideal lebih besar dibandingkan dengan
presentase pencapaian kelompok kontrol sebesar 58 dari pencapaian ideal, terjadi perbedaan sebesar 11,27. Hasil penelitian menunjukan bahwa
kemampuan penalaran matematis siswa dan kemampuan koneksi matematik siswa melalui pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari pada
pembelajaran biasa. 3.
Dian Usdiyana, Tia Purniati, Kartika Yulianti, dan Eha Harningsih, 2009. Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti menunjukan
bahwa peningkatan kemampuan bepikir logis siswa di kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh siswa dikelas kontrol.
4. Gusnita Roza Putri, Syahrul R, Erizal Gani, 2012. Hasil penelitian
menunjukan bahwa kelas eksperimen lebih tinggi kemampuan berpikir logisnya dari pada kelas kontrol.
I. Kerangka Berpikir
Rendahnya kemampuan berpikir logis matematis yang juga menunjukan rendahnya kemampuan berpikir siswa merupakan permasalahan yang dapat
menjadi penghalang terwujudnya tujuan dari pembelajaran matematika itu sendiri. Salah satu upaya untuk meningkatkan berpikir logis matematis siswa yaitu dengan
pendekatan pembelajaran berbasis masalah teknik scaffolding. Matematika dapat dipahami melalui kemampuan bernalar yang baik, begitu sebaliknya kemampuan
bernalar yang baik dapat dilatih melalui proses pembelajaran matematika. Penalaran memiliki karakteristik yaitu berpikir logis dan berpikir analitis.
Kegiatan berpikir logis merupakan kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu, atau dengan kata lain menurut logika tertentu.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran dengan mengembangkan keterampilan
berpikir siswa. Oleh karena itu kemampuan berpikir logis matematis siswa dapat dipengaruhi dengan pembelajaran berbasis masalah ini. Sebuah teknik yang
menggunakan pemecahan masalah, melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran yang juga mengutamakan keterampilan berpikir siswa yaitu teknik
scaffolding. Menurut prinsip-prinsip konstruktivis sosial, yaitu pengetahuan dibangun
oleh peserta didik sendiri. Siswa dituntut mampu membangun pengetahuan sendiri secara aktif, karena pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari pembelajar ke
peserta didik, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar. Siswa secara aktif mengkonstruksi secara terus-menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah. Disinilah siswa dapat mencapai tingkatan berpikir logis ke tahap yang lebih tinggi. Pembelajar sekedar memberi bantuan dan
menyediakan saran agar proses kontruksi belajar berjalan lancar. Sesuai dengan namanya pembelajaran ini diawali dengan pemberian
masalah kepada siswa berdasarkan data dan fakta yang ada. Siswa merumuskan masalah yang diberikan, lalu menganalisis masalah tersebut. Dari hipotesis yang
di buat siswa mengumpulkan data untuk selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis, siswa diberikan bantuan oleh guru atau teman sebaya yang
kemampuannya lebih tinggi, namun hanya sampai siswa tersebut dapat mandiri tidak sepenuhnya diberikan bantuan. Setelah semua tahap dilakukan langkah
terakhir merumuskan pemecahan masalah dari semua data yang ada.