Sejarah Petani Bunga Di Desa Tongkoh

muda dianggap masih dalam taraf pen n tidak mutlak melibatkan diri dalam pen LATAR BELAKANG DAN PRODUKSI PERTANIAN BUNGA DI DESA H emikian, demikian bentuk pertanian yang ada m pelembagaan ada yang merupakan satuan dasar dari produksi didikan da ingkatan sosial ekonomi di desa ini. BAB III TONGKO

3.1 Sejarah Petani Bunga Di Desa Tongkoh

Sejarah pertanian telah mencatat bahwa pola pertanian masyarakat petani awal adalah pertanian subssisten. 13 Mereka menanam berbagai jenis tanaman pangan sebatas untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Mereka menanam berbagai jenis biji-bijian, antara lain padi, jagung, gandum, dan kacang-kacangan serta tanaman sayur-sayuran. Dengan d sangat individual, kalau mau dikatakan bersifat sosial, itu masih sangat sempit cakupannya hanya dalam keluarga. Pada abad-abad pertengahan, seni pertanian di dunia barat hanya terbatas di kebun-kebun biara. Jadi, pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dinamika kehidupan membiara, yang mampu menghasilkan pangan, anggur dan obat- obatan. Dala pertanian yang belum banyak terjalin interaksi dan komunikasi secara luas dalam masyarakat. 13 Greg. Soetomo, Kekalahan Manusia Petani, Dimensi Manusia Dalam Pembangunan Pertanian, Yogyakarta: Kanisius, 1997, hlm. 21. Universitas Sumatera Utara Perkembangan kultur pertanian berikutnya adalah terbentuknya komunitas- komunitas kecil yang menyerupai desa dalam bentuk dan struktur yang lebih sederhana. Bentuk pertaniannya masih berupa sistem ladang, masyarakatnya tidak bersifat menetap karena berpindah-pindah mengikuti ladang yang baru, tempat mereka memperoleh sumber makanannya. Solidaritas di antara mereka tampil dalam bentuk gotong-royong, baik yang bermaksud tolong-menolong secara spontan karena sikap bakti maupun sebagai wujud saling membutuhkan satu sama lain. 14 Sistem bertani awal seperti ini belum mempunyai konsep pemilikan atas suatu ladang secara individual. Tanah menjadi milik bersama. Tiap individu anggota kelompok boleh mengerjakan satu bagian tanah dan mengambil hasil jerih payahnya. Ketika ia nger me jakan suatu areal tanah, tanah ini berada di bawah kekuasaannya. Apabila tanah tersebut berhenti dikerjakan, tanah kembali di bawah kekuasaan kelompok. 15 Para sosiolog pertanian Indonesia memperoleh kesulitan apabila harus mengaplikasikan dua konsep yang berasal dari Sosiologi Barat, yakni peasants dan farmers yang dalam penggunaannya oleh para Sosiolog Barat dibedakan. Peasants adalah petani yang memiliki lahan yang sempit dan memanfaatkan sebagian besar dari hasil produksi pertaniannya untuk kepentingan mereka sendiri. Sementara farmers adalah orang-orang yang hidup dari mengolah tanah pertanian namun berbeda dengan peasants, maka farmers menjual bagian terbanyak dari hasil pertanian mereka. Farmers juga telah akrab dengan pemanfaatan teknologi pertanian 14 Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Jakarta: Dian Rakyat, 1967, hlm. 156. 15 Ibid., hlm.40. Universitas Sumatera Utara yang modern seperti perbankan. Tipe farmers adalah petani-petani yang hidup di dunia pertama seperti Inggris dan Amerika umpamanya. Dalam perbendaharaan kata erti subsektor sumber pertumbuhan baru di sektor pertanian. Salah satu tanaman Hortiku bahasa Indonesia, tidak ada kata yang berbeda bagi mereka yang hidup dari usaha tani, mereka disebut dengan satu kata yakni petani. 16 Pertanian Indonesia tidak hanya terdiri dari subsektor pertanian pangan. Disamping subsektor pertanian pangan terdapat subsektor lain, sep perkebunan, subsektor peternakan, subsektor perikanan, dan subsektor Hortikultura sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan. Subsektor Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang dipandang dapat menjadi salah satu sumber pertumbuhan dalam sektor pertanian di Indonesia. Tanaman Hortikultura seperti buah-buahan, sayur-sayuran, bunga- bungaan, dan tanaman obat-obatan mendapat perhatian dari pemerintah. Terbukti tanaman Hortikultura dimasukkan dalam subsektor tanaman pangan, sehingga ada subsektor tanaman pangan dan Hortikultura. Tanaman Hortikultura mendapat perhatian besar karena telah membuktikan dirinya sebagai komoditi yang dapat dipakai sebagai ltura yang telah lama menjadi komoditi ekspor adalah tanaman hias dan bunga potong. Di Indonesia tanaman bunga mempunyai nilai ekonomi yang relatif tinggi sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani bunga dan memperluas lapangan 16 Loekman Soetrismo, Pertanian Pada Abad Ke-21, Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999, hlm. 4. Universitas Sumatera Utara pekerjaan. Yayasan Bunga Nusantara mencatat, bahwa di Indonesia terdapat 20.000 petani bunga yang tersebar diseluruh pelosok daerah Nusantara. Sementara pedagang bunga atau florist berjumlah 2.000, dan angka ini cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. 17 Catatan dari Tim Direktorat Bina Produksi Hortikultura Departemen Pertanian mengungkapkan, bahwa pada tahun 1988 peringkat ekspor jual bunga. amun bunga ke Eropa adalah sebagai berikut: bunga potong 43,38, tanaman hias 38,65, dan umbi bunga 12,26. 18 Di Tanah Karo sendiri, komoditi bunga potong telah lama diusahakan oleh masyarakat, terutama pada masyarakat desa Tongkoh yang merupakan salah satu pemasok bunga potong terbesar di Tanah Karo. Walaupun luas penanaman tidak dalam skala besar, namun hampir seluruh lapisan masyarakatnya terjun ke dunia tanaman bunga. Masyarakat desa Tongkoh sendiri telah lama bermatapencaharian sebagai petani bunga. Umumnya petani bunga di desa tersebut dipanggil dengan istilah perudang-rudang, yang jika diartikan memiliki makna sebagai pen N sesuai dengan perkembangan zaman, penggunaan nama “perudang-rudang” telah menghilang pada akhir tahun 1970-an di tengah-tengah masyarakat. Sebelum pembahasan tentang petani bunga di desa Tongkoh dibahas lebih lanjut, ada baiknya diketahui latar belakang petani bunga di desa Tongkoh itu sendiri. Untuk itu uraian tentang petani bunga di desa Tongkoh akan dipaparkan lebih lanjut. 17 Rosa Wiidyawan, Sarwintyas Prahastuti., loc.cit. 18 Sukartawi, op.cit., hlm.4. Universitas Sumatera Utara Sejak kedatangan marga Karo-karo Bukit ke desa Tongkoh sebagai pendatang pertama, kelompok atau keluarga ini langsung merambah dan membuat tanda di setiap lahan yang mereka garap tersebut seluas mungkin. Maksud dari pembuatan tanda atau dalam istilah bahasa Karo disebut dengan pantek, tidak lain adalah untuk menegaskan kepada pendatang yang lain nantinya bahwa lahan tersebut telah dikuasai oleh keluarga marga Bukit. Sebagai awal, mereka mendirikan gubuk sebagai tempat perlindungan serta menanam jagung di lahan yang telah mereka bersihkan. Bibit jagung tersebut dibawa dari kampung halaman mereka sendiri, yaitu desa Sampun, hasilnya kemudian dijual ke desa sebelah yaitu desa Lau Gendek dan ditukar dengan beras. Kegiatan seperti ini terus berlangsung hingga sekitar satu dekade. Sekitar empat tahun setelah kedatangan marga Bukit, marga Gurusinga menjadi pendatang kedua di daerah ini. Karena masih ada hubungan keluarga, marga Bukit memberikan lahannya yang tidak terpakai kepada marga Gurusinga yang juga datang dengan sebuah keluarga saja. Baru beberapa tahun kemudian, marga mbir Se ing muncul sebagai pendatang baru di daerah ini sehingga daerah ini semakin ramai. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka menanam jagung serta berburu kehutan. Kontak budaya masyarakat Karo dengan Belanda di dataran tinggi mulai berlangsung pada awal abad ke-20, sejak saat itu berlangsunglah pendudukan Belanda hingga tahun 1942 ketika Jepang menggantikan kedudukan Belanda. 19 19 Wara Sinuhaji, Aktifitas Ekonomi Dan Enterpreneurship, Masyarakat Karo Pasca Revolusi, Medan: USU Press, 2004, hlm. 70. Universitas Sumatera Utara Kontak dengan Belanda menyebabkan jendela untuk melihat dunia yang lebih luas menjadi semakin terbuka. Setelah sistem pemerintahan lokal ditata dan dapat dikendalikan, Belanda meniadakan isolasi daerah Tanah Karo dan segera membangun infrastruktur sarana jalan raya dari Medan membelah punggung Bukit Barisan menuju Berastagi. Jalan ini sungguh sangat memiliki arti ekonomi yang sangat besar bagi daerah Tanah Tinggi Karo, kemudian diteruskan ke Kabanjahe, Pematang Siantar Simalungun. Bahagian pertama diselesaikan pada tahun 1912. Kurun waktu ereka, terlebih-lebih setelah dibukanya kebun percobaan yang sama Lembaga Batak yang banyak di biayai Gereja, mendirikan sebuah kebun percobaan di Kuta Gadung, 3 km dari Berastagi arah ke Kabanjahe, banyak tanaman yang ditanam berasal dari kebun percobaan ini. 20 Bagi masyarakat desa Tongkoh, terbukanya jalan ini memiliki arti ekonomi yang sangat besar. Kehidupan perekonomian yang selama ini tertutup dari dunia luar khususnya ke daerah Berastagi dan Kabanjahe kini semakin mudah. Untuk merubah kehidupan perekonomian m di Kuta Gadung, mereka mulai mendapat bibit sayur-sayuran seperti kentang dari kebun tersebut dan berusaha untuk membudidayakan sayur-sayuran tersebut sebagai matapencaharian mereka. Perusahaan-perusahaan perkebunan Sumatera Timur memiliki peranan utama dalam perubahan dataran tinggi Karo, terutama Berastagi sekitarnya. Setelah sarana jalan raya terbuka mereka ramai-ramai membangun villa sebagai tempat peristirahatan. Di sekeliling bukit Gundaling telah berdiri rumah kediaman orang- 20 Ibid., hlm. 71. Universitas Sumatera Utara orang Belanda dan Sultan-Sultan kaya Sumatera Timur, selain udara yang sejuk dari bukit ini dapat pula dinikmati pemandangan yang indah ke dataran rendah, juga erulang kali, hasilnya mulai kelihatan. Inilah awal tanaman ukan kolonial Belanda, pengiriman bunga hanya terbatas untuk daerah Berastagi dan Kabanjahe kearah gunung Sibayak dan Sinabung. Kurun waktu yang sama didirikan pula Grand Hotel, sebuah hotel mewah bertaraf internasional, dan apa saja yang diinginkan oleh turis telah tersedia di hotel ini. 21 Bagi orang-orang Belanda, menghias tempat tinggal mereka dengan menanam berbagai jenis bunga di pekarangan selain menambah indah suasana juga merupakan suatu hobi. Jadi setiap mereka datang ke villa-villa tersebut, mereka akan selalu membawa bibit bunga dan menanamnya di pekarangan mereka. Umumnya orang- orang Belanda akan mempekerjakan orang-orang pribumi untuk mengurus villa-villa mereka. Beberapa masyarakat desa Tongkoh bekerja di villa-villa ini, karena sudah terbiasa mengurus tanaman-tanaman yang ada di villa tersebut. Para pekerja tersebut lantas membawa tanaman bunga itu ke rumah mereka dan berusaha membudidayakannya. Pada awalnya memang agak sulit untuk membudidayakannya, namun setelah dilakukan b bunga tersebut dikembangkan oleh orang-orang pribumi di desa Tongkoh. Hingga tahun 1930-an masyarakat mulai membudidayakan dan memasarkan hasilnya ke Berastagi dan Kabanjahe. Jenis tanaman bunga awal yang ditanam petani adalah jenis Dahlia, Garbera, Aster, Glardiol, Lili, Krisan, Mawar dan lain-lain. Pada saat pendud 21 Ibid Universitas Sumatera Utara saja, namun jika ada transportasi yang datang dari Medan, pengiriman bunga ke Medan baru akan dilakukan walaupun hanya dalam jumlah yang kecil. Sejak pendudukan Jepang di Tanah Karo pada tahun 1943, kehidupan petani bunga menurun drastis. Hal ini didasarkan karena tidak datangnya lagi bibit-bibit baru dari Eropa terutama Negeri Belanda. Sehingga kualitas bunga potong juga semakin menurun. Selain itu, karena kondisi saat itu, petani juga kurang baik dalam perawatan tanaman. Hal ini terus berlangsung hingga pasca revolusi Sumatera Timur. Setelah Negara Sumatera Timur dibubarkan pada tanggal 13 Agustus 1950, 22 produksi bunga potong bergairah lagi. Ini terbukti dengan pemasaran bunga potong yang semakin lancar karena transportasi juga sudah mendukung pengiriman bunga ke luar daerah. Pada tahun 1951, diperkirakan bahwa dalam sebulan ada pemasaran bunga dari Tanah Karo sebanyak 250.000 tangkai atau dalam satu tahun mencapai tiga juta tangkai. Bahkan pengiriman bunga potong ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura juga semakin lancar dan memperbesar pemasukan bagi petani bunga di Tanah Karo khususnya bagi petani bunga di desa Tongkoh. 23 Pada tanggal 17 September 1963 hubungan diplomatik dengan Kuala Lumpur diputuskan secara sepihak oleh pemerintahan Malaysia karena Indonesia tidak mengakui Federasi Malaysia yang didirikan pada tanggal 31 Agustus 1963 di Kuala Lumpur. 24 Imbas dari pemutusan hubungan diplomatik ini adalah melesunya perekonomian Indonesia, khususnya bagi petani bunga di desa Tongkoh yang tidak 22 Kementerian Penerangan, op.cit., hlm. 395-396. 23 Ibid., hlm. 587. 24 Wara Sinuhaji, op.cit., hlm. 160-161. Universitas Sumatera Utara dapat lagi memasarkan hasil panennya ke Luar Negeri. Sebab secara historis pula semenanjung Malaya telah menjadi “surga” bagi produk komoditi mereka. Ratusan ribu bahkan jutaan ton pertahun berbagai komoditi petani diekspor untuk memenuhi permintaan konsumen di Semenanjung Malaya. Putusnya hubungan diplomatik dan ekonomi dengan negara tersebut, berarti tertutup pula pemasaran yang paling potensial bagi ekonomi Karo. Dan lebih luas lagi mematikan ribuan lapangan pekerjaan dikalangan petani, buruh dan pedagang. Pada akhirnya secara ekonomis tentu merembes pula pada semua sektor kehidupan masyarakat yang lebih luas. Setelah konfrontasi Indonesia-Malaysia mereda, perekonomian Tanah Karo tetap lesu, hal ini dikarenakan pengiriman hasil panen pertanian para petani di Tanah Karo tidak bisa lagi secara bebas. Hal ini juga membawa dampak yang sangat besar bagi petani bunga di desa Tongkoh, mereka tidak bisa lagi mengirimkan hasil panen mereka ke Malaysia. Pemasaran bunga potong hanya terbatas di kota-kota besar Sumatera Utara dan Aceh saja, dan itu juga hanya meningkat pada perayaan hari-hari besar keagamaan. Hal ini terjadi dikarenakan pada awal tahun 1970, muncul industri bunga plastik yang di pelopori oleh orang-orang keturunan Cina di Indonesia. Di Sumatera Utara industri ini berkembang dengan pesat karena permintaan pasar yang sangat besar. Umumnya bunga plastik ini digunakan sebagai pengganti bunga potong yang tidak tahan lama. Keadaan ini membuat petani bunga potong di desa Tongkoh kekurangan konsumen. Untuk menyiasatinya, tanaman bunga yang diproduksi para petani mengalami perubahan dari bunga potong menjadi tanaman hias dalam pot plastik, yang memungkinkan petani untuk menggairahkan kembali industri bunga Universitas Sumatera Utara hidup. Pada tahun itu juga mulai muncul pengusaha-pengusaha bunga yang cukup besar didesa Tongkoh, dan umumnya diusahakan oleh mereka yang dari keturunan marga Karo-karo Bukit. Namun, petani bunga potong juga masih tetap eksis di desa Tongkoh, walaupun dengan jumlah yang kecil, penanaman bunga potong ini lam Baru ini memberikan dampak positif bagi para petani bunga di desa Tongkoh. Selain diusahakan oleh sebahagian kecil masyarakat di desa Tongkoh untuk memenuhi kebutuhan pasar khususnya untuk kota Berastagi sekitarnya. Pada tahun 1970, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha industri pertanian, terutama dalam memproduksi bibit-bibit tanaman Hortikultura, berdiri di desa Lau Gendek, perusahaan ini bernama PT. Bibit Baru. Dalam rangka meningkatkan pengabdiannya terhadap masyarakat sekitar, perusahaan PT. Bibit Baru dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Karo mengembangkan sistem Perkebunan Inti Rakyat PIR. Sistem pertanian ini dapat secara perlahan-lahan diterima oleh masyarakat, khususnya masyarakat di desa Tongkoh da pengembangan usaha tanaman bunga. Sementara itu, masyarakat di desa Lau Gendek berusaha di bidang pertanian pangan, misalnya tanaman padi serta sayur-sayuran. Dengan adanya kerjasama antara perusahaan dengan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan hasil pertanian para petani, tetapi tidak semua masyarakat menerima sistem PIR ini, namun masih ada juga beberapa diantara kalangan petani ini yang tetap mengandalkan pengalamannya secara alamiah sebagaimana yang telah dilakukannya selama ini. Memang perubahan ini tidak dapat berlangsung secara drastic, tetapi berlangsung dengan perlahan-lahan. Berdirinya perusahaan PT. Bibit Universitas Sumatera Utara mendapatkan bibit-bibit baru dari perusahaan, kehidupan sosial ekonomi di desa Tongkoh juga semakin kompleks dengan keberadaan para pendatang yang ingin Penelitian Pertanian ini justru makin maju dan modern. bekerja di perusahaan tersebut. Pada tahun 1978, sebuah Balai Penelitian Pertanian berdiri di desa Tongkoh. Balai Penelitian Pertanian yang dibangun oleh pemerintah ini bertujuan untuk melakukan penelitian dan percobaan terhadap tanaman-tanaman pangan, khususnya untuk tanaman Hortikultura yang di tanam oleh masyarakat di Tanah Karo. Hasil percobaan tersebut selanjutnya dikirim ke pusat tepatnya di Bogor dan dikembangkan disana. Sebenarnya keberadaan Balai Penelitian Pertanian ini tidak terlalu berpengaruh bagi masyarakat di desa Tongkoh, terutama terhadap petani bunga, karena hasil-hasil dari penelitian tersebut tidak pernah mengikutsertakan masyarakat setempat dalam usaha pengembangannya. Tetapi bagi kehidupan sosial masyarakat di desa Tongkoh, berdirinya Balai membawa perubahan yang besar bagi masyarakat. Selain sebahagian tenaga-tenaga buruh dari PT. Bibit Baru yang berdomisili di desa ini, karyawan-karyawan dari Balai Penelitian Pertanian yang kebanyakan adalah insinyur-insinyur pertanian juga berdomisili di desa Tongkoh, sehingga mempengaruhi perkembangan masyarakat kearah yang lebih maju. Perubahan sosial budaya maupun ekonomi yang terjadi adalah akibat dari pada tingkat perkembangan pengetahuan masyarakat semakin berkembang. Dengan demikian perubahan tersebutlah yang akan membuat kehidupan petani bunga di desa Tongkoh se Universitas Sumatera Utara

3.2 Produksi Tanaman Bunga