Kehidupan Petani Pemilik Kehidupan Ekonomi

telah mempunyai pekerjaan tetap seperti menjadi karyawan pada instalansi pemerintah, namun ada juga diantara mereka membuka areal pertanian sebagai mata pencaharian tambahan. Selain dari pada itu ada juga pekerjaan untuk menambah sumber mata percaharian, yaitu dengan cara mengontrakkan rumah bagi para pendatang di desa ini sebagai tempat tinggal dan dilakukan dengan cara sistem kost. Beragamnya sumber mata pencaharian yang telah disebutkan, terutama bagi asyarakat di desa Tongkoh, mempunyai arti penting karena dapat meningkatkan k dan hal ini lebih cendrung mengarah kepada milik ilikan kebanyakan tanah tersebut sudah dikuasai oleh marga pendatang yang menjadi kerabat mereka, atau dengan kata lain telah dimiliki oleh pihak Anak Beru dan m pengeluaran yang semakin banya pe an materi, yang sebelumnya mereka hanya memenuhi kebutuhan primer saja, kini beralih kepada kebutuhan sekunder seperti motor, mobil, radio-tape, televisi dan kebutuhan lainnya.

4.1.1 Kehidupan Petani Pemilik

Sudah menjadi suatu kelaziman di Tanah Karo, bahwa hak pem terhadap tanah setiap desa mayoritas dimiliki oleh kelompok marga yang mendirikan desa, yang kemudian diwariskan secara turun-temurun kepada keturunannya berdasarkan garis keturunan Patrilineal. Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, kelompok marga yang mendirikan desa ini adalah marga Karo-karo Bukit, sehingga pemilikan tanah mayoritas dimiliki oleh kelompok marga ini. Walaupun kelompok marga Karo-karo Bukit sebagai tuan tanah, namun Universitas Sumatera Utara Kalimbubu secara turun-temurun. Karena tanah di desa ini merupakan warisan pusaka yang diwariskan kepada setiap anak laki-laki secara merata sehingga lama- kelamaan tanah semakin sempit dan sangat pantang untuk dijual. Jadi walaupun tanah ini telah dikuasai oleh pihak Anak Beru 30 dan Kalimbubu 31 yang berasal dari marga Tarigan, Ginting, Sembiring dan Perangin-angin, pada mulanya adalah hanya bersifat hak pakai, kemudian tanah ini akan diwariskan pula kepada keturunannya. Beginilah sistem pewarisan tanah ini sehingga semakin lama semakin sempit serta masyarakat merasa sangat tabu untuk menjual tanah miliknya tersebut kecuali untuk disewakan. Kemudian selain kelompok-kelompok pemilik tanah diatas, ada juga kelompok marga lain yang berhak atas pemakaian tanah di desa Tongkoh, yaitu kelompok marga Gurusinga dan sebagian kelompok marga Sembiring Meliala. Kedua kelompok marga ini adalah pendatang kedua setelah kelompok marga Karo-karo Bukit. Jadi sebagian kecil tanah di desa Tongkoh tersebut dipakai oleh kedua kelompok marga ini. Akan tetapi walaupun tanah yang dimiliki kelompok marga lain sebagai pemilikan hak pakai, tetapi setelah beberapa generasi hak pakai ini berubah menjadi ak mi h lik sendiri dan tidak bisa diambil kembali oleh kelompok marga Karo-karo Bukit. Oleh karena itu dalam penulisan ini kelompok ini dikategorikan juga sebagai petani pemilik. 30 “Anak Beru” adalah kelompok marga yang memperistri seorang wanita turunan marga Karo-karo Bukit di desa Tongkoh. 31 “Kalimbubu” adalah kelompok marga yang dijadikan istri oleh setiap turunan marga Karo- karo Bukit di desa Tongkoh. Universitas Sumatera Utara Walaupun berdasarkan adapt istiadat setiap pemilik tanah menganggap tabu untuk menjual tanahnya, namun nilai-nilai ini sudah mulai luntur karena sebahagian dari mereka sudah ada yang menjual tanahnya kepada para pendatang, hal ini dilakukan oleh pemilik tanah karena keperluan dan kebutuhan yang meningkat sesuai perkembangan zaman, terutama untuk membiayai sekolah anak-anak mereka yang telah duduk di dunia pendidikan maupun kebutuhan lainnya yang mendesak. Selain dari pada itu banyak juga diantara tanah yang mereka miliki dikontrakkan dalam yang bersifat tradisional ini turut berubah dengan ra ma jangka waktu tertentu kepada pihak lain, terutama karena pihak tuan tanah ini ada juga yang tidak sanggup mengelola tanah yang diwarisinya dalam jumlah yang sangat luas, sehingga dari pada tanah tersebut tidak terpakai, lebih baik disewakan kepada para pendatang. Pada awal-awal tahun 1970, para petani di desa ini masih melaksanakan sistem pertanian tradisional, yaitu masih menerapkan cara bertani yang menggantungkan nasibnya terhadap alam dan kesuburan tanah, terutama dalam bertani bunga sehingga hasilnya kurang memuaskan. Tetapi setelah adanya penyuluhan maupun pengenalan sistem pertanian dengan cara yang lebih maju yang diperkenalkan oleh pihak pemerintah serta perusahaan PT. Bibit Baru, maka secara perlahan-lahan sistem pertanian ca upun sistem yang lebih modern, sehingga hasil-hasil pertanian sudah semakin meningkat karena dikelola secara intensif dengan mempergunakan bahan-bahan kimia, terutama jenis pupuk Pestisida dan Fungisida untuk memberantas hama dan meningkatkan kesuburan tanah. Universitas Sumatera Utara Dengan beralihnya jenis tanaman penduduk, terutama pada tanaman bunga yaitu dari bunga potong menjadi tanamn hias yang pemasarannya semakin luas serta ola pertanian tradisional. Seluruh proses perubahan tersebut tidak dapat yang dikembangkan melalui Perkebunan Inti Rakyat oleh PT. Bibit Baru, para petani sudah mulai merasakan hasilnya dengan berlipat ganda juka dibandingkan dengan yang sebelumnya sehingga mengakibatkan pola pertanian yang tradisional berubah menjadi pertanian yang lebih produktif. Terjadinya proses perubahan nilai-nilai dari yang tradisional menjadi yang modern di bidang pertanian, maka secara spontanitas para petani beralih mengelola tanah miliknya dengan metode yang baru sehingga tidak ditemukan lagi petani dengan p dilepaskan dari peranan perusahaan yang membawa nilai-nilai yang kemudian diserap oleh para petani di desa Tongkoh, sehingga meningkatnya pendapatan para petani dari hasil taninya tidak dapat pula dipisahkan dari pada pengaruh perusahaan swata tersebut. Walaupun arus modernisasi telah mempengaruhi para petani di desa Tongkoh, namun tenaga manusia sebagai faktor pengelola tanah masih sangat dominant, hampir tidak ditemukan tenaga-tenaga yang berhubungan dengan mesin didalam pengolahan tanah, kecuali alat penyemprot manual. Tanah-tanah pertanian biasanya diolah dan dikelola oleh kaum wanita dan pria yang mempunyai tugas yang saling berbeda. Kaum pria yang secara kodrat memiliki fisik yang kuat, akan mengerjakan jenis-jenis pekerjaan yang berat-berat seperti menyemprot tanaman, membuat jalur serta menyemaikan bibit dan menyiram Universitas Sumatera Utara tanaman jika musim kemarau tiba. Sedangkan kaum wanita biasanya akan mengerjakan pekerjaan yang agak ringan seperti menyiangi rumput, menanam tanaman kedalam polibag serta pekerjaan yang dianggap ringan lainnya. Selain itu, tugas kaum wanita yang sangat menonjol adalah dalam hal pemasaran hasil pertanian atau menjual hasil produksi mereka kepada para pembeli yang dating. Hal ini sudah mum bagi kaum wanita di Tanah Karo, sebab kaum wanita biasanya sangat pintar n barang dagangannya kepada para pembeli, mumnya petani- u dan lugas dalam hal menawarka sedangkan kaum pria dalam hal ini hanya berfungsi untuk menyiapkan dan mengangkat hasil panennya untuk dijual oleh kaum wanita.

4.1.2 Kehidupan Petani Penyewa