tanaman jika musim kemarau tiba. Sedangkan kaum wanita biasanya akan mengerjakan pekerjaan yang agak ringan seperti menyiangi rumput, menanam
tanaman kedalam polibag serta pekerjaan yang dianggap ringan lainnya. Selain itu, tugas kaum wanita yang sangat menonjol adalah dalam hal pemasaran hasil pertanian
atau menjual hasil produksi mereka kepada para pembeli yang dating. Hal ini sudah mum bagi kaum wanita di Tanah Karo, sebab kaum wanita biasanya sangat pintar
n barang dagangannya kepada para pembeli,
mumnya petani- u
dan lugas dalam hal menawarka sedangkan kaum pria dalam hal ini hanya berfungsi untuk menyiapkan dan
mengangkat hasil panennya untuk dijual oleh kaum wanita.
4.1.2 Kehidupan Petani Penyewa
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, yang dikategorikan sebagai petani pemilik adalah para petani yang memiliki tanah di desa Tongkoh, sedangkan
yang dikategorikan sebagai petani penyewa adalah kelompok petani yang menyewa tanah dari masyarakat setempat. Oleh karena itu selain dari pada suku Karo, terdapat
juga para petani di desa ini para pendatang yang berasal dari daerah Tapanuli dan Simalungun yang umumnya adalh karyawan dari Balai Penelitian Pertanian, dan juga
suku Jawa dan Cina yang membuka areal pertanian didesa ini. U petani Cina yang datang sekitar tahun 1980-an, berasal dari Berastagi dan Medan,
berarti mereka tidak menetap tinggal di desa Tongkoh dan biasanya mereka menanam tanaman sayur-sayuran dalam jumlah yang besar. Sedangkan para petani yang berasal
dari daerah lain, semuanya menetap menjadi penduduk di desa ini.
Universitas Sumatera Utara
Petani penyewa yang minoritas dan tidak tinggal di desa ini adalah para pendatang keturunan Cina. Para petani Cina ini umumnya menanam jenis tanaman
sayur-sayuran komoditi ekspor seperti kentang dan kol yang diolah dengan konsep- konsep yang lebih maju jika dibandingkan dengan milik para petani lainnya, sehingga
hasilnya selalu jauh lebih menguntungkan. Adapun konsep perbedaannya adalah terletak dalam segi modal, karena umumnya para petani Cina memiliki modal yang
besar, maka dalam pemakaian jenis pupuk baik Fungisida maupun Pestisida dapat mereka terapkan secara teratur dalam pemakaiannya dan bahkan sering berlebihan
sehingga hasil produksi pertaniannya sangat memuaskan. Sedangkan petani penyewa lainnya serta petani pemilik, karena seringnya mereka kekurangan modal, pemakaian
jenis Pestisida dan Fungisida sering diterapkan tidak teratur dan bahkan kurang, sehingga hasilnya kurang memuaskan jika dibandingkan dengan petani Cina tersebut.
Para petani penyewa yang non Cina tersebut, pada awalnya bukanlah bertujuan untuk bertani, melainkan bekerja sebagai buruh pada perusahaan yang
terdapat di kawasan desa Lau Gendek, tetapi akibat mundurnya produksi sebahagian dari perusahaan industri tersebut, pada tahun 1980, mereka terpaksa terkena
Pemutusan Hubungan Kerja PHK, sehingga berdasarkan modal yang minim mereka berusaha mengalihkan penghasilannya dengan cara bertani sebagai petani penyewa
atau mengontrak tanah milik penduduk desa untuk diusahakan dengan jalan bertani. Walaupun dengan modal yang sangat minim pada awalnya, sebahagian besar
dari mereka ini berhasil karena mereka menerapkan sistem pertanian sesuai dengan pengalaman kerja mereka, terutama mantan buruh PT. Bibit Baru. Dengan
Universitas Sumatera Utara
pengalaman tersebutlah mereka jadikan sebagai tolok ukur sehingga berhasil mengalihkan statusnya dari tenaga buruh menjadi petani. Dari modal yang minim
kemudian berakumulasi menjadi lebih besar sehingga dalam waktu yang relatif singkat mereka dapat memperoleh pendapatan yang cukup untuk kebutuhan
erja mereka
keseharian mereka. Dalam hal ini dapat diartikan secara luas, bahwa keberhasilan seseorang menjadi seorang petani yang sukses tergantung dari luasnya lahan
pertanian dan pengalaman yang cukup dalam bidang tersebut serta dibarengi dengan sarana modal sebagai pendukung usahanya.
Berbeda dengan para petani pemilik yang pada mulanya bertani secara tradisional, tetapi para petani penyewa ini dalam menjalankan usaha pertaniannya
langsung melangkah kepada sistem yang modern, sebab nilai-nilai ini telah mereka serap dan pelajari terlebih dahulu ketika masih bekerja pada perusahaan PT. Bibit
Baru, sehingga nilai-nilai tersebut secara praktis langsung diterapkan tatkala mereka mulai mengalihkan mata pencahariannya dari tenaga buruh menjadi petani penyewa.
Selain petani penyewa yang telah dipaparkan sebelumnya, ada juga petani penyewa yang merupakan karyawan dari Balai Penelitian Pertanian. Pekerjaan
sebagai petani ini umumnya mereka lakukan sebagai mata pencaharian sampingan setelah pulang kerja. Mereka memiliki banyak waktu untuk bertani, karena jam k
di Balai Pemerintahan tersebut sangat pendek. Untuk itu mereka menyewa tanah dari penduduk setempat untuk dikelola agar menambah pemasukan ekonomi
bagi kehidupan mereka. Tanamn yang mereka tanam adalah bunga-bunga dan sayur- sayuran yang mereka teliti di Balai Penelitian Pertanian tempat mereka bekerja.
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, tumpang tindihnya pekerjaan yang dilakukan masyarakat juga dilakukan oleh petani penyewa ini, hal ini dapat
dilihat pada setiap adanya pecan yang berlangsung di Pasar setiap dua kali seminggu di desa Lau Gendek. Mereka berdagang secara kecil-kecilan dengan cara mengecer
barang-barang kelontong dan berbagai jenis tanaman hias yang mereka tanam sendiri dari lahan yang disewa untuk menambah pemasukan. Semakin berkembangnya Pasar
yang berlangsung dua kali seminggu, membuat mereka terpaksa mencari tempat berjual
ai modal yang cukup kuat, sehingga kalau mereka bertani tenaga
an secara permanent dengan cara menyewa kios-kios kecil dari penduduk di desa Lau Gendek. Akhirnya akibat tumpang tindihnya pekerjaan yang mereka hadapi,
mereka terpaksa mengajak keluarganya yang masih ditinggalkan di tempat asalnya untuk pindah ke desa Tongkoh maupun ke desa Lau Gendek.
Sistem kerja tumpang tindih ini tidak sama halnya dengan petani-petani Cina. Petani Cina tidak menghendaki pekerjaan yang demikian karena mereka masing-
masing telah mempuny dan pikirannya tercurah seluruhnya terhadap usaha taninya. Hal yang
demikian memang memungkinkan bagi mereka, berbeda halnya dengan petani penyewa lainnya yang harus mereka kerjakan karena kekurangan modal untuk
mendukung usahanya. Adapun bentuk sistem sewa tanah antara petani penyewa dan pemilik tanah
dilakukan oleh kedua belah pihak dalam jangka waktu yang telah disetujui bersama. Petani penyewa biasanya mengontrak tanah penduduk dalam jangka waktu 3 sampai
5 tahun. Harga sewa tanah ini pada mulanya berkisar Rp. 80.000 pertahun dalam rata-
Universitas Sumatera Utara
rata luas satu hektar, akan tetapi sejak meningkatnya jumlah peminat untuk menyewa, maka sejak awal tahun 1984 pemasaran sewa tanah ini sudah semakin meningkat,
yaitu Rp. 100.000 perhektar dal setahun, dan bahkan lebih tinggi lagi jika tanah tersebut terletak di pinggir jalan besar yang sudah lancer arus transportasinya.
Umumnya petani penyewa ini menyewa tanah dari penduduk setempat dalam skala yang ke
n hasil pertaniannya. danya persaingan yang sehat ini menimbulkan suatu gairah kerja yang tinggi,
ehingga produktifitas hasil-hasil pertanian di desa ini baik itu sayur-sayuran maupun cil, yaitu antara 14 - 12 ha saja, berbeda dengan petani keturunan Cina yang
bisa menyewa secara luas antara 1 – 3 ha. Apabila masa kontrak sudah habis dapat kembali diperpanjang sesuai dengan kesepakatan bersama dan mengikuti harga
pasaran yang terus berkembang. Tingginya pasaran harga sewa tanah ini tidak dapat dipisahkan dari pengaruh
adanya perusahaan swasta yang beroperasi di desa Lau Gendek, sehingga maju mundurnya usaha petani penyewa turut berpacu terhadap kesungguhannya untuk
berjuang mengembalikan modal sewa tanah yang sudah merupakan sebahagian dari pada investasi modalnya. Demikian juga halnya dengan petani pemilik tanah,
walaupun sebahagian tanahnya telah dikontrakkan bukan berarti mereka sebagai tuan tanah menjadi lengah dan bekerja malas, tetapi mereka semakin giat untuk bertani
dan bersaing secara sehat untuk meningkatkan hasil-hasil pertaniannya, sebab ada semacam sifat prasangka penduduk desa ini bahwa mereka akan merasa malu
terhadap para pendatang apabila tidak berhasil meningkatka A
s
Universitas Sumatera Utara
tanaman bunga cukup tinggi dan produksi yang tinggi ini akhirnya turut pula ening
ntuk upah yang tidak terpengaruh atas rugi untungnya produksi
duk setempat tidak ada ang m
m katkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakatnya.
4.1.3 Kehidupan Buruh Tani