memang sangat memungkinkan jika dilihat dari sarana transportasi dimana jalur yang dilalui sangat strategis, yaitu terletak diantara jalan raya Medan-Berastagi.
Jaringan penerangan listrik juga telah dimulai sejak tahun 1985 oleh Perusahaan Listrik Negara, sehingga jaringan komunikasi melalui televisi sudah dapat dinikmati
oleh masyarakat ini. Kebutuhan akan perawatan kesehatan bagi masyarakat telah diperhatikan
pula. Sejak tahun 1979 atas swadaya masyarakat dengan pihak Perusahaan PT. Bibit Baru telah mendirikan Pusat Kesehatan Masyarakat Puskesmas yang memberikan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan menyarankan berobat ke Puskesmas ini yang dilakukan oleh petugasnya. Kegiatan lain di prakarsai masyarakat setempat,
seperti mendirikan Jambur tempat pertemuan desa, demikian juga halnya dengan membuat kamar mandi umum, balai desa, kantor agama Islam serta Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa LKMD yang dibiayai atas swadaya masyarakat serta bantuan yang di peroleh dari pihak Pemerintah dan perusahaan-perusahaan yang
terdapat di kedua desa ini, semuanya dibangun di desa Lau Gendek sebagai wilayah induk.
2.2 Latar Belakang Historis Desa Tongkoh
Menurut legendanya secara oral historis atau cerita turun-temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Dataran tinggi Karo mulai dihuni oleh masyarakat
Melayu Tua yang datang kedaerah pegunungan Karo, kemudian menjadi suku bangsa Haru. Salah satu sub-marganya adalah Karo Sekali yang bermukim di kampung
Universitas Sumatera Utara
Capah, sekarang dinamai Seberaya.
8
Disinilah pertama sekali bangsa Haru menyebut Karou dan menjadi Karo oleh marga Karo Sekali. Sebelum kampung Sicapah
bernama Seberaya, kampung ini masih terbagi dalam empat kesain yang berpencar- pencar, yaitu Kesain Rumah Juluun, Kesain Rumah Seribu, Kesain Rumah Karo, dan
Kesain Rumah Sinuraya. Kemudian setelah orang-orang Hindu Tamil bermukim di daerah tersebut kira-kira tahun 1200-an, mereka berasimilasi dengan penduduk
setempat dan mendapat keturunan sampai beberapa generasi, maka kampung Sicapah berubah nama menjadi Seberaya. Seberaya berasal dari kata sabe-sabe yang berarti
pemujaan dan raya yang berarti besar, karena di kampung inilah pertama sekali diadakan sebuah musyawarah besar umat Hindu Perbegu, kira-kira pada permulaan
abad ke-14 sebelum legenda Putri Hijau lahir di kampung itu pada abad ke-16. Kampung Sicapah dengan ibukotanya Kerajaan Haru Sicapah berasal dari
kata Capah yang artinya piring. Terjadinya nama kampung dan kerajaan Haru Sicapah adalah karena pada mulanya nenek moyang suku Karo melahirkan bayi
kembar lima berselaput dan dibedah diatas piring besar. Sejak saat itulah tempat kediaman nenek moyangnya yang kembar lima itu dinamai kampung Sicapah yang
awalnya dinamai burung Sicapah. Kelima nenek moyangnya itu melahirkan keturunan yang bermarga Karo Sekali, Karo-karo Kemit, Karo-karo Samura, Karo-
karo Bukit, dan Karo-karo Sinuhaji dan Sinuraya.
8
J.H.Newman, Sejarah Karo Sebuah sumbangan, Jakarta: Bharata, 1972, hlm. 18.
Universitas Sumatera Utara
Penduduk desa Seberaya ini biasanya dengan bangga mengatakan bahwa merekalah penduduk asli di Tanah Karo.
9
Setelah beberapa generasi mendiami desa Seberaya sebagai Pemantek Kuta kelmpok pendiri desa, akhirnya sebahagian dari
pada kelompok marga Karo Sekali semakin terdesak oleh pendatang kelompok marga yang lain sehingga lahan pertanian sebagai sarana pokok untuk memenuhi kebutuhan
hidup semakin sempit. Hal ini mendorong sebahagian kelompok marga Karo Sekali mencari tempat pemukiman yang baru untuk mengatasi tantangan tersebut.
Sebelum pemerintahan Kolonial Belanda berkuasa di Tanah Tinggi Karo pada tahun 1901, yang dimulai dengan pecahnya Perang Garamata, timbullah perselisihan
paham diantara sesama marga Karo Sekali di desa Seberaya untuk memperebutkan masalah pembagian warisan tanah yang ada di desa tersebut. Karena pertikaian tidak
dapat diselesaikan, maka sekelompok dari kelompok yang bertikai tersebut mencari alternatif dengan mencari pemukiman yang baru, untuk menghindarkan diri dari
kemungkinan terjadinya perang saudara. Akhirnya kelompok ini pergi meninggalkan desa Seberaya menuju kearah daerah sebelah selatan yang jaraknya kira-kira 18 km
dari desa Seberaya, kemudian di tempat yang baru tersebut mereka mendirikan sebuah perkampungan baru sebagai tempat tinggal yang baru. Desa yang baru ini
kemudian dinamakan oleh mereka dengan nama Taneh Jawa. Tidak ada asal usul nama tempat yang baru ini, namun awalnya bernama “Perawa-rawa” yang artinya
9
Martin L. Perangin-angin, Orang Karo Diantara Orang Batak, Jakarta: Pustaka Sora Mido, 2004, hlm. 9.
Universitas Sumatera Utara
pemarah, dibuat seperti itu agar tidak ada kelompok lain yang mengusik keberadaan mereka.
Dalam waktu yang relatif singkat daerah tersebut mengalami perkembangan. Berhubung komunikasi dengan daerah sekitarnya sangat sulit serta adanya ancaman
binatang buas sehingga keamanan mereka terganggu, pada akhirnya mereka pindah ke pinggir jalan raya Medan-Berastagi yang waktu itu masih berupa jalan setapak, di
dekat pemukiman yang baru ini terdapat sebuah aliran sungai yang kecil dan gendek.
10
Perkembangan selanjutnya, pada dekade awal tahun 1970-an, sebagaimana halnya dengan nama-nama desa yang lain, desa Lau Gendek dirubah namanya
menjadi desa Daulat Rakyat sesuai dengan musyawarah masyarakatnya, dan merupakan nama gabungan dari desa Lau Gendek dengan Desa Tongkoh.
Latar belakang berdirinya desa Tongkoh sendiri adalah karena perpindahan kaum pendatang marga Karo-karo Bukit dari desa Sampun, sebelum Belanda
berkuasa di Tanah Karo. Sama seperti perpindahan submarga lainnya yang ingin mencari lahan baru untuk dijadikan sebagai tempat tinggal, marga Karo-karo Bukit
juga demikian. Namun tidak seperti marga Karo Sekali yang datang secara berkelompok, marga Karo-karo Bukit datang justru hanya dengan sebuah keluarga
saja, kemudian beberapa tahun berikutnya diikuti oleh kedatangan marga Karo-karo Gurusinga yang masih saudara dekat dengan keluarga Karo-karo Bukit. Singkat cerita
Karo-karo Bukit yang pertama datang menyerahkan lahan-lahan kosong kepada
10
Dalam Bahasa Karo kata “gendek” sama dengan pendek. Desa tempat pemukiman tersebut akhirnya diberi nama Lau Gendek. Lau artinya air atau sungai, sehingga pengertiannya menadi sungai
yang pendek.
Universitas Sumatera Utara
Karo-karo Gurusinga. Pendatang yang terakhir muncul adalah kelompok marga Sembiring yang menghuni di daerah perbatasan desa Tongkoh dengan desa Lau
Gendek. Jadi hanya ketiga marga inilah yang mendiami desa Tongkoh secara turun- temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Asal mula nama desa Tongkoh sendiri tidak terlepas dari cerita terkenal Tanah Karo tentang legenda Putri Hijau versi orang Karo. Putri Hijau br Sembiring Meliala
lahir di Seberaya dari seseorang yang bermarga Sembiring Meliala keturunan Hindu Tamil.
11
Ia pergi meninggalkan Seberaya disebabkan terjadinya salah paham di dalam keluarganya. Dari Seberaya Putri Hijau pergi ke daerah Lau Kawar berharap
akan ada yang akan menyusulnya, namun belum juga ada Anak Berunya yang menyusulnya, kemudian ia pergi kedaerah Lau Gendek yang ketika itu masih berupa
lahan yang kosong, Anak Berunya belum juga kelihatan menyusul, hingga sampailah Putri Hijau di suatu tempat persinggahan, yaitu sebuah lahan yang kosong dengan
hutan lebat dipinggirannya. Ia mulai beristirahat dan berpikir di tempat itu, timbul tanda tanya dalam dirinya mengapa Anak Berunya tidak juga datang menyusulnya.
Sambil menyunyah daun sirih, pikirannyapun menjadi “Tongkoh”,
12
apakah ia harus kembali ke Seberaya atau pergi ke tempat saudara ayahnya yang berada di daerah
Deli Tuwa.
11
Ibid., hlm. 20.
12
Dalam Bahasa Karo kata “Tongkoh” dapat diartikan sebagai bercabang-cabang dan juga dapat diartikan juga sebagai tunggal atau satu. Pengertiannya tergantung kata-kata yang mengikutinya,
kata “Tongkoh” dalam kalimat tersebut diatas memiliki arti bercabang, dengan kata lain pikiran Putri Hijau tidak menentu. Pada zaman sekarang, penggunaan kata “Tongkoh” tidak pernah lagi
dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
Hubungan desa Tongkoh sendiri dengan desa Lau Gendek adalah tidak lain atas hubungan tanah, karena marga Karo Sekali yang pertama sekali mendiami desa
Lau Gendek sampai ke daerah pinggiran desa Tongkoh, maka marga Karo Sekali dianggap sebagai tuan tanah seluruh daerah tersebut. Walaupun pada mulanya daerah
desa Tongkoh hanya berupa lahan yang kosong dan tak berpenghuni. Hingga sampai sekarang marga Karo Sekali tetap dianggap sebagai “Pemantek Kuta” kedua desa
ongkoh yang seluruh lahan pada mulanya dikuasai oleh marga
pada rima
tersebut, walaupun sebenarnya marga Karo-karo Bukit yang pertama mendiami daerah itu.
Seperti halnya dengan desa-desa lain di Tanah Karo, karena kedua desa ini didirikan oleh marga Karo Sekali, secara otomatis jabatan Penghulu atau Kepala Desa
di pegang oleh kelompok marga tersebut secara turun-temurun. Demikian juga halnya dengan pemilikan tanah dimana sebagian besar dikuasai oleh kelompok marga
tersebut kecuali desa T Karo-karo Bukit, kemudian diberikan sebagian kepada marga Karo-karo Gurusinga
dan marga Sembiring. Sampai Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan,
jabatan Kepala Desa dipegang oleh Atuk Karo Sekali, kemudian sejak tahun 1945- 1975, jabatan tersebut diserahkan kepada keturunannya yang bernama Lias Karo
Sekali. Sedangkan pada periode 1975-2002, jabatan Kepala Desa dipegang oleh Cengken Hasan Karo Sekali. Saat ini jabatan Kepala Desa diserahkan ke
Te Karo Sekali yang merupakan adik kandung dari Cengken Hasan Karo Sekali.
Dengan demikian desa ini dapat dikatakan sebagai desa yang sifatnya homogen.
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa pemanfaatan tanah semakin bertambah karena berdirinya beberapa perusahaan dan perkebunan serta
adanya penjualan tanah kepada para pendatang, sehingga dengan sendirinya desa ini berubah wajahnya. Kalau pada awalnya bersifat homogen sekarang mulai bersifat
eterogen. Perubahan ini juga disebabkan adanya pendatang baru, yaitu suku lainnya awa dan lain-lain.
laki-laki rjum
latif singkat atau lebih kurang selama tiga tahun, jumlah
ut, akan tetapi adalah akibat dari h
seperti Simalungun, toba, J
2.3 Distribusi Penduduk