5061
Guru Pkn adalah dua kata yang jika diterjemahkan secara bebas adalah guru dan PKn. Guru, dalam pengertian sederhana adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik.
Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidan formal, tetapi bisa juga di masjid, di suaraumushalla, di
rumah dan sebagainya.Syaful Bahri Djamarah;2005:32. Sedang kata PKn adalah merujuk pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang wajib diajarkan di sekolah-sekolah kurikulum
2006KTSP, dengan materi pokok menyangkut hubungan antara warganegara dan Negara serta pendidikan pendahuluan bela Negara. Oleh UU No.20 Tahun 2003 pada penjelasan pasal 37 ayat 1
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta
tanah air.
Dari paparan tersebut secara garis besar dapat dikatakan bahwa guru Pkn adalah orang yang dengan fungsinya melaksanakan dan memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik mengenai hubungan
antara warga Negara dan Negara serta pendidikan pendahuluan bela negera agar anak didik tersebut nantinya menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Guru menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figure guru. Masyarakat yakin
bahwa gurulah yang mendidik anak didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia. Saya masih ingat, beberapa tahun yang lalu,jarang sekali ada di antara anak didik saya yang
mengangkat tangan ketika saya tanyakan siapakah diantara kalian yang mau jadi guru? Tak ada satupun anak yang mempunyai minat menjadi guru. Alasannya, mereka bilang ―gaji guru kecil sich
pak Enak kan jadi tentara, pegawai, atau profesi lainnya‖.
Lain dulu lain sekarang. Profesi guru termasuk guru PKn sekarang ini mulai banyak diminati. Pamornya naik bak artis selebritis yang mulai ngetop. Banyak media membicarakannya. Banyak
media memuji perannya. Tetapi juga tak sedikit media yang mencacinya karena kekurang profesionalan guru itu sendiri dalam melaksanakan pekerjaannya..
2.2. Masalah Guru Pendidikan Kewarganegaraan
Ada beberapa problem atau masalah yang dihadapi oleh Guru PKn, antara lain: 1. Pengelolaan Kelas
Problem pokok yang dialami dan dihadapi oleh guru PKn, baik pemula maupun yang sudah profesional telah disertifikasi adalah pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas merupakan masalah
yang kompleks, dimana guru PKn dituntut untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas untuk mencapai tujuan pengajaran secara efisien dan memungkinkan anak didik dapat belajar.
Dengan kata lain, pengelolaan kelas yang efektif adalah syarat bagi pengajaran yang efektif. Pengelolaan kelas adalah keterampilan seorang guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar
yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses interaksi eduaktif, misalnya penghentian tingkahlaku anak didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran atas
ketepatan waktu penyelesaian tugasPR, atau penetapan norma kelompok yang produktif. Suatu kondisi belajar PKn yang optimal dapat tercapai jika guru PKn mampu mengatur anak didik
dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses
interaksi edukatif yang efektif.
5062
2. Perbandingan Materi dengan Alokasi Waktu Pembelajaran Problem pokok ke dua adalah keluasan materi PKn yang tidak seimbang dengan alokasi
waktu yang tersedia pada jam pelajaran efektif di sekolah-sekolah, yakni sekitar 2 JP minggu Catatan 1 JP = 35 menit: SDMI. 40 menit:SMPMTs, 45 menit: SMAMA. Sudah bukan rahasia
lagi bahwa materi PKn sangatlah luas dan mencakup hubungan warga Negara dengan Negara dan pendidikan pendahuluan bela Negara yang dari masa ke masa ruang lingkup materinya mengalami
perubahan sejalan dengan dinamika dan kepentingan politik. Dalam kurikulum 1957, isi pelajaran Kewarganegaraan membahas cara-cara memperoleh kewarganegaraan dan cara-cara kehilangan
kewarganegaraan Indonesia; sedangkan isi materi mata pelajaran Civics pada tahun 1961 adalah sejarah kebangkitan nasional, UUD, pidato politik kenegaraan, yang terutama diarahkan untuk
nations and character building bangsa Indonesia. Dalam kurikulum 1968, muatan bahan PKN Civic Education sangat luas, karena bukan hanya membahas Civics dan UUD 1945, tetapi meliputi
pula muatan sejarah kebangsaan Indonesia dan bahkan di Sekolah Dasar mencakup ilmu bumi. Selanjutnya, dalam standar kompetensi kurikulum PKn 2004 dan KTSP 2006 diuraikan
bahwa ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ditekankan pada bidang kajian Sistem Berbangsa dan Bernegara dengan aspek-aspeknya sebagai berikut.
1. Persatuan bangsa. 2. Nilai dan norma agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum.
3. Hak asasi manusia. 4. Kebutuhan hidup warga negara.
5. Kekuasaan dan politik. 6. Masyarakat demokratis.
7. Pancasila dan konstitusi negara. 8. Globalisasi.
Dilihat dari struktur keilmuannya, Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru mencakup tiga dimensi keilmuan, yaitu dimensi pengetahuan kewarganegaraan civic knowledge, keterampilan
kewarganegaraan civic skills, dan karakter atau watak kewarganegaraan civic dispositions. Keadaan ini berimbas pada keharusan guru PKn memiliki wawasan luas dan mampu mengikuti
perkembangan pengetahuan regional dan global yang bisa diperoleh melalui beragam bahan bacaan dan penguasaan teknologi informasi seperti internet, yang bagi banyak guru PKn menjadi sesuatu
yang elit dan terabaikan, tergerus dengan kebutuhan pokok keluarga sehari-hari. 3. Keberadaan PKn dalam Penentuan Kelulusan
Problem ketiga adalah keberadaan mata pelajaran PKn dalam penentuan kelulusan siswa dalam satuan pendidikan dasar dan menengah, dimana dengan tidak termasuk pada mata pelajaran
yang di UN ujian nasional kan, ada kecenderungan mengabaikan, baik oleh siswa maupun pihak sekolah akan pentingnya materi PKn.
Hal ini sangat kentara terasa pada siswa kelas IX dan XII, dimana menjelang UN, mata pelajaran PKn ditiadakan atau ditinggal pada kegiatan pemadatan materi pelajaran di sekolah-
sekolah. Padahal, pada ujian sekolah untuk mata pelajaran PKn masih banyak siswa yang mendapat nilai dibawah standarKKM. Ironisnya, pihak sekolah dengan alasan klise meminta memerintahkan
pada guru agar mata pelajaran-mata pelajaran yang tidak di UN kan, termasuk PKn, agar mendokrak
5063
nilai ujian sekolah tersebut demi gengsi sekolah dan untuk memenuhi tuntutan pengguna lulusan yang mensyaratkan nilai PKn minimal 7 untuk dapat diterima di lembaganya. Akibatnya, posisi PKn
dengan materi yang begitu penting dan wajib seakan bias dengan keadaan nyata oleh kebijakan sekolah yang terkesan bahwa PKn hanyalah pelengkap penderita.
4. Kreativitas Pembelajaran yang Minim Problem keempat dari guru adalah kurang kreatifnya guruorang PKn dalam membuat alat
peraga, media dan penggunaan metode pembelajaran. Selama ini masih banyak guru PKn yang menggunakan metode ceramah saja dalam pembelajarannya, tak ada media lain yang digunakan.
Mereka tak pernah berpikir untuk membuat sendiri media pembelajarannya. Akibatnya, pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar PBM terkesan sangat kaku, kurang fleksibel, kurang
demokratis, dan guru cenderung lebih dominan one way method. Guru PKn mengajar lebih banyak mengejar target yang berorientasi pada nilai ujian akhir, di samping masih menggunakan model
konvensional yang monoton, aktivitas guru lebih dominan daripada siswa, akibatnya guru seringkali mengabaikan proses pembinaan tatanan nilai, sikap, dan tindakan; sehingga mata pelajaran PKn
tidak dianggap sebagai mata pelajaran pembinaan warga negara yang menekankan pada kesadaran akan hak dan kewajiban tetapi lebih cenderung menjadi mata pelajaran yang jenuh dan
membosankan. Kalau saja para guruorang PKn kreatif, pasti akan banyak ditemukan berbagai alat peraga
dan media yang dapat digunakan guru PKn untuk menyampaikan materi pembelajarannya. Guru PKn yang kreatif tak akan pernah menyerah dengan keadaan. Kondisi minimnya dana, misalnya,
justru akan membuat guru dapat kreatif memanfaatkan sumber belajar lainnya yang tidak hanya berada di dalam kelas. Seperti : Pasar, Museum, Lapangan Olahraga, Ruang sidang DPR,
Pengadilan, dan lain sebagainya.
3. Pembahasan 3.1. Penerapan Model Pembelajaran dalam Mengahadap Problem Pembelajaran