Jurnal Kultura | Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah

(1)

ISSN: 1411-0229

VOLUME : 16 No. 1 Maret 2015

Isi Menjadi Tanggung Jawab Penulis

Tukimin, SE., M.MA

Mutawaqil Bilah Tumanggor. SE / Dani Habra, SE., M.MA

Iwan Setyawan, SH., MH

Bambang Hermanto, SP, M.Si

Edward Arif Hakim Hasibuan, SE, MAP Sofyan, S.Pd

Yohanes Dakhi, SE., MM Drs. Baziduhu Laia, M.Pd Harianto, II, SS., MS Nila Afningsih / Dani Ansari

Anny Sartika Daulay / Emma Trivitasari

Cut Latifah Zahari / Irpan Apandi Batubara Dian Puspitasari

Megawati

Sri Siswati

Rayuwati, M.Kom

Diah Eka Puspita, SP, M.Si

Wan Mariatul Kifti, SE, MM

Tinur Rahmawati Harahap, M.Pd

Dra. Sakila

Dra. Conny Jeany Francis Matullesy Afrida Lubis

Dewi, S.Pd

Pancaria Sihombing, S.Pd Rasmin Simbolon

Rini Fadhillah Putri

Daftar Isi

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Pada Pabrik Roti Mawar Medan

Peranan Usaha Kecil Menengah (UKM) Terhadap Pembangunan Ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai

Hukuman Bagi Pelaku Kejahatan Seksual Pada Anak Menurut Undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Analisis Sistem Integrasi Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crautz) – Ternak kambing (Capra aegagrus hircus) Terhadap Pendapatan Petani

Aplikasi Balanced Scorecard Dalam Kontrol Manajemen

Penggunaan Bimbingan Pribadi Dan Sosial Materi Etika Pergaulan Remaja Dengan Layanan Kelompok Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas XII SMA Negeri 9 Medan T.A. 2013/2014

Keterkaitan Pemberian Insentif Dengan Prestasi Kerja Karyawan Peranan Multimedia Dalam Meningkatkan Proses Pembelajaran Peranan Bahasa, Budaya Dalam Kehidupan

Pengaruh Metode Debat Plus Terhadap Peningkatan Kemampuan Berbicara Dalam Bahasa Inggris Jumlah Konsumsi Maksimal Mie Instan Berdasarkan Penentuan Kadar Monosodium Glutamat (MSG) Bumbu Penyedapnya

Model PBM Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Komunikasi Matematika Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder Pada Ekstrak Getah Mangrove Excoecaria agallocha Pada Pelarut N-Hexane

Faktor-Faktor Peranan Berhubungan Dengan Lamanya Penyembuhan Luka Pada Penderita Diabetes Mellitus Di RSUP Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

Hubungan Kompetensi Pedagogik Guru Dan Efikasi Diri Dengan Motivasi Berprestasi Belajar Siswa Kelas IX SMP Al-Ulum Terpadu Medan

Pengembangan Sistem Otomasi Perpustakaan Berdasar Businness Process Di Perpustakaan Pengaruh Peretasan Kulit Biji Dan Konsentrasi KNO3 Terhadap Perkecambahan Dan

Pertumbuhan Biji Sirsak (Annona muricata L.)

Pengaruh Kompensasi Dan Loyalitas Karyawan Terhadap Pengunduran Diri (Intensi Turnover) Karyawan Pada PT. Pos Indonesia Cabang Kisaran

Penggunaan Media Gambar Dalam Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia Pada Tingkat Sekolah Dasar

Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Bahasa Inggris

Penerapan Model ―Make A Match‖ Untuk Pencapaian Kompetensi IPS Terpadu

Penerapan Model Pembelajaran Keterampilan Proses Untuk Meningkatkan Penguasaan Kompetensi Pendidikan Agama Islam

Penerapan Model Pembelajaran Picture And Picture Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Inggris

Penerapan Model Example Non Example Dalam Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar IPS Terpadu Peningkatan Kompetensi Guru Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together Pada Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) IPA Pola MPR Di SMP Sub. Rayon 43 Kota Medan

The Effect Of Advance Organizer Technique On The Students‘ Reading Comprehension


(2)

ISSN: 1411

0229

MAJALAH ILMIAH

KULTURA

VOL.

16

NO.

1

Maret 2015

1. Pelindung : Drs. H. Kondar Siregar, MA

Pengantar Penyunting

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah kami ucapkan kepada Allah SWT atas berkat-Nya penyunting dapat menghadirkan kembali Volume 16.

Volume 16 No. 1 Maret 2015 Majalah Ilmiah Kultura memuat tulisan yang berkenaan dengan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu, Peranan Usaha Kecil Menengah (UKM), Hukuman Bagi Pelaku Kejahatan Seksual Pada Anak, Analisis Sistem Integrasi Tanaman Ubi Kayu, Aplikasi

Balanced Scorecard, Penggunaan Bimbingan Pribadi Dan

Sosial, Keterkaitan Pemberian Insentif, Peranan Multimedia, Peranan Bahasa, Budaya Dalam Kehidupan, Pengaruh Metode Debat Plus, Jumlah Konsumsi Maksimal Mie Instan, Model PBM, Kandungan Senyawa Metabolit, Faktor-faktor Peranan Berhubungan Dengan Lamanya Penyembuhan Luka, Hubungan Kompetensi Pedagogik, Pengembangan Sistem Otomasi Perpustakaan, Pengaruh Peretasan Kulit Biji Dan Konsentrasi KNO3 , Pengaruh Kompensasi dan Loyalitas Karyawan, Penggunaan Media Gambar, Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle, P M M A M , M P P P , Penerapan Model Example Non Example, Peningkatan Kompetensi Guru, The Effect of Advenced Organizer

’ C . Pada terbitan kali ini, tulisan berasal dari beberapa orang dosen dpk dan Yayasan seperti Univ. Muslim Nusantara (UMN) Al Washliyah, Mahasiswa S3 Perencanaan Wilayah USU, Guru Bimb. Konseling SMAN 9 Medan, STIE Nias Selatan, STKIP Nias Selatan, Alumni FMIPA Prodi Farmasi UMN Al Washliyah, Program Budidaya Perairan Fak. Pertanian Univ. Asahan, Politeknik Kesehatan Medan, Staf Poltekkes Kemenkes Jurusan Keperawatan, Univ. Gajah Putih Takengon, Univ. Gunung Leuser Kutacane, AMIK Royal Kisaran, Univ. Graha Nusantara P. Sidempuan, Guru SMPN 4 Medan, Guru SMPN 15 Medan, Guru SDN 066057 Medan, Pengawas Sekolah pada Dinas Pendidikan Kota Medan dan Juga Alumni IKIP Al Washliyah Medan S1 Fisika 1993.

Medan, Maret 2015 Penyunting.

2. Pembina : Drs. Ridwanto, M.Si : Drs. H. Firmansyah, M.Si :

3. Ketua Pengarah : Dr. Ahmad Laut Hasibuan, M.Pd 4. Penyunting

Ketua : Drs. H. Zuberuddin Siregar, MM

Sekretaris : Drs. Saiful Anwar Matondang, MA

Anggota : Prof. Dr. Syahrin Harahap, MA : Dr. H. Yusnar Yusuf, MS

: Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum : Dr. Mara Bangun Harahap, MS : Drs. Ulian Barus, M.Pd

: Dr. Abd. Rahman Dahlan, MA : Nelvitia Purba, SH, M.Hum : Ir. Zulkarnain Lubis, M.Si : Dr. M. Pandapotan Nst, MPS, Apt 5. Disainer / Ilustrator : Drs. A. Sukri Nasution

: Anwar Sadat, S.Ag, M.Hum 6. Bendahara/Sirkulasi : Drs. A. Marif, M.Si

: Nasruddin Nasrun

: Abdul Hamid

Penerbit:

Universitas Muslim Nusantara (UMN) Al Washliyah

Alamat Penerbit / Redaksi:

Jl. S.M. Raja / Garu II No. 93, PO. BOX 1418 Medan 20147

Telp. (061) 7867044 – 7868487 Fax. 7862747

Home Page: http://www.umnaw.ac.id/?page_id-2567 E-mail: [email protected]

Terbit Pertama Kali : Juni 1999 Majalah TRIWULAN


(3)

ISSN: 1411

0229

Vol 16 No. 1 Maret 2015

DAFTAR ISI

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Pada Pabrik Roti Mawar Medan

(Tukimin, SE., M.MA)... ... 4829 Peranan Usaha Kecil Menengah (UKM) Terhadap Pembangunan Ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai

(Mutawaqil Bilah Tumanggor. SE / Dani Habra, SE., M.MA)... 4843 Hukuman Bagi Pelaku Kejahatan Seksual Pada Anak Menurut Undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

(Iwan Setyawan, SH., MH) ... ... 4847

ANALISIS SISTEM INTEGRASI TANAMAN UBI KAYU (MANIHOT ESCULENTA CRAUTZ) – TERNAK KAMBING

(CAPRA AEGAGRUS HIRCUS) TERHADAP PENDAPATAN PETANI (Bambang Hermanto, SP, M.Si) ...

4852 Aplikasi Balanced Scorecard Dalam Kontrol Manajemen

(Edward Arif Hakim Hasibuan, SE, MAP) ... ... 4860 Penggunaan Bimbingan Pribadi Dan Sosial Materi Etika Pergaulan Remaja Dengan Layanan Kelompok Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas XII SMA Negeri 9 Medan T.A. 2013/2014

(Sofyan, S.Pd) ……… 4869

Keterkaitan Pemberian Insentif Dengan Prestasi Kerja Karyawan

(Yohanes Dakhi, SE., MM) ... ... 4877 Peranan Multimedia Dalam Meningkatkan Proses Pembelajaran

(Drs. Baziduhu Laia, M.Pd ) ... ... 4886 Peranan Bahasa, Budaya Dalam Kehidupan

(Harianto, II, SS., MS) ... ... 4893 Pengaruh Metode Debat Plus Terhadap Peningkatan Kemampuan Berbicara Dalam Bahasa Inggris

(Nila Afningsih / Dani Ansari) ... ... 4897

Jumlah Konsumsi Maksimal Mie Instan Berdasarkan Penentuan Kadar Monosodium Glutamat (MSG) Bumbu Penyedapnya

(Anny Sartika Daulay / Emma Trivitasari)... 4903 Model PBM Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Komunikasi Matematika

(Cut Latifah Zahari / Irpan Apandi Batubara)... 4908 Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder Pada Ekstrak Getah Mangrove Excoecaria agallocha Pada Pelarut N-Hexane

(Dian Puspitasari) ... ... 4915 Faktor-Faktor Peranan Berhubungan Dengan Lamanya Penyembuhan Luka Pada Penderita Diabetes Mellitus Di RSUP Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2014

(Megawati) ... ... 4919

Hubungan Kompetensi Pedagogik Guru Dan Efikasi Diri Dengan Motivasi Berprestasi Belajar Siswa Kelas IX SMP Al-Ulum Terpadu Medan

(Sri Siswati) ... ... 4927

Pengembangan Sistem Otomasi Perpustakaan Berdasar Businness Process Di Perpustakaan

(Rayuwati, M.Kom) ... ... 4937

Pengaruh Peretasan Kulit Biji Dan Konsentrasi KNO3 Terhadap Perkecambahan Dan Pertumbuhan Biji Sirsak (Annona muricata L.)

(Diah Eka Puspita, SP, M.Si) ... ... 4944

Pengaruh Kompensasi Dan Loyalitas Karyawan Terhadap Pengunduran Diri (Intensi Turnover) Karyawan Pada PT. Pos Indonesia Cabang Kisaran


(4)

(Wan Mariatul Kifti, SE, MM) ... ...

Penggunaan Media Gambar Dalam Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia Pada Tingkat Sekolah Dasar

(Tinur Rahmawati Harahap, M.Pd) ... ... 4960

Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Bahasa Inggris

(Dra. Sakila) ……… 4968

Penerapan Model ―Make A Match‖ Untuk Pencapaian Kompetensi IPS Terpadu

(Dra. Conny Jeany F rancis Matullesy) ………... 4978

Penerapan Model Pembelajaran Keterampilan Proses Untuk Meningkatkan Penguasaan Kompetensi Pendidikan Agama Islam

(Afrida Lubis) ……….. 4987

Penerapan Model Pembelajaran Picture And Picture Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Inggris

(Dewi, S.Pd) ……… 4994

Penerapan Model Example Non Example Dalam Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar IPS Terpadu

(Pancaria Sihombing, S.Pd) ……… 5002

Peningkatan Kompetensi Guru Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together Pada Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) IPA Pola MPR Di SMP Sub. Rayon 43 Kota Medan

(Rasmin Simbolon) ………... 5009

The Effect Of Advance Organizer Technique On The Students‘ Reading Comprehension


(5)

4829

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN MANAJEMEN MUTU TERPADU PADA PABRIK ROTI MAWAR MEDAN

Tukimin, SE, M.MA1

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan mutu terpadu di Pabrik Roti Mawar Bakery. Penelitian ini dilakukan di Pabrik Roti Mawar Bakery. Data primer dikumpulkan melalui wawancara, kuesioner, dan observasi yang dilakukan dengan berbagai pihak yang terkait dalam topik penelitian ini. Wawancara dilakukan kepada pimpinan Mawar Bakery dan 3 (tiga) orang quality control. Wawancara kepada pimpinan Mawar Bakery dilakukan untuk mengetahui gambaran umum tentang kondisi perusahaan dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan penerapan Manajemen Mutu Terpadu (MMT) pada Mawar Bakery serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan wawancara kepada 3 (tiga) orang pakar mutu dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada industri kecil.

Kata kunci : manajemen mutu terpadu dan roti

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Menurut Feigenbaum (1992: 5-6) sistem Manajemen Mutu Terpadu memberikan arahan dan panduan bagi pelaksanaan kegiatan peningkatan dan pengendalian mutu. Kendali mutu merupakan salah satu kekuatan perusahaan yang utama untuk mencapai peningkatan produktivitas total secara tepat. Disamping itu, dengan pengendalian mutu diharapkan manajemen perusahaan mampu menyelenggarakan usaha dagang berdasarkan kekuatan dan keyakinan atas mutu produk atau jasa mereka, dan memungkinkan manajemen perusahaan bergerak maju dalam volume pasar dan perluasan bauran dengan derajat penerimaan pelanggan yang tinggi, stabilitas keuntungan dan pertumbuhan perusahaan yang pesat.

Hal tersebut juga berlaku pula dalam perusahaan roti, dimana roti sebagai bahan makanan yang akan

dikonsumsi langsung oleh manusia tentunya harus memenuhi tingkat keamanan pangan (food safety) produk untuk

konsumsi. Kualitas dari produk roti haruslah diperhatikan dan dijaga oleh pihak produsen agar selalu dalam keadaan baik serta aman untuk dikonsumsi. Selain itu, mutu atau kualitas produk juga berperan dalam memenangkan persaingan serta merebut hati konsumen. Mawar Bakery merupakan salah satu dari perusahaan roti dan kue yang ada di kota Medan. Perusahaan roti yang berlokasi di Jl. Setia Budi, Kelurahan Tanjung Sari ini berhasil bertahan bertahun-tahun dan telah mengalami pasang surut dalam menjalankan usahanya, selalu mempunyai kesadaran akan pentingnya menjaga mutu. Walaupun demikian, perusahaan roti ini mempunyai kendala dalam menjaga mutu rotinya yang terkadang berfluktuasi. Jika kondisi ini terus berlangsung, dikhawatirkan Mawar Bakery akan kehilangan konsumennya.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peneraman mutu terpadu di Pabrik Roti Mawar Bakery.


(6)

4830

1.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pabrik Roti Mawar Bakery. Data primer dikumpulkan melalui wawancara, kuesioner, dan observasi yang dilakukan dengan berbagai pihak yang terkait dalam topik penelitian ini. Wawancara dilakukan kepada pimpinan Mawar Bakery dan 3 (tiga) orang quality control. Wawancara kepada pimpinan Mawar Bakery dilakukan untuk mengetahui gambaran umum tentang kondisi perusahaan dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan penerapan Manajemen Mutu Terpadu (MMT) pada Mawar Bakery serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan wawancara kepada 3 (tiga) orang pakar mutu dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada industri kecil.

2. Uraian Teoritis 2.1. Mutu

Banyak sekali definisi kualitas yang sebenarnya definisi kualitas yang satu hampir sama dengan definisi yang lain. Definisi kualitas menurut beberapa ahli antara lain:

1. Stevenson (2005: 381) ‖quality refers to the ability of a product or service to consistently meet or exceed

customer expectations‖ atau ‖kualitas berarti kemampuan produk atau jasa untuk secara berkesinambungan

menyesuaikan dengan harapan konsumen‖

2. Schroeder (2004: 169) ―mutu didefinisikan sebagai kecocokan penggunaan. Ini berarti bahwa produk atau jasa

memenuhi kebutuhan pelanggan‖

3. Render and Heizer (2001: 92) ―mutu adalah totalitas bentuk dan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang tampak jelas maupun yang

tersembunyi‖

4. Gaspersz (2005: 5) ―kualitas diartikan sebagai sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan dan upaya

perubahan ke arah perbaikan terus-menerus sehingga dikenal istilah Q-MATCH (Quality = Meets Agreed Terms

and Changes).

Menurut Feigenbaum (1992: 7) mutu adalah keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembikinan, dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan-harapan pelanggan. Feigenbaum (1992: 54-56) menambahkan terdapat sembilan dasar yang mempengaruhi mutu baik produk ataupun jasa, kesembilan bidang dasar tersebut, yaitu:

1. Market (pasar), keinginan dan kebutuhan konsumen pada masa sekarang ini memperoleh produk dengan mutu

yang baik untuk memenuhi kebutuhan tersebut, bahwasanya pasar memiliki ruang lingkup yang luas secara fungsional.

2. Money (uang), biaya-biaya mutu yang dikaitkan dengan perbaikan mutu telah mencapai ketinggian yang tak

terduga, kenyataan ini menekankan bahwa biaya mutu sebagai salah satu ―titik lunak‖ tempat biaya operasi dan

kerugian yang dapat diturunkan untuk mendapatkannya.

3. Management (manajemen), adanya koordinasi antar divisi memungkinkan tidak terjadinya kesalahan operasi


(7)

4831

4. Men (manusia), merupakan faktor terpenting yang harus dimiliki oleh perusahaan karena merupakan sumber daya dengan spesialisasi yang khusus.

5. Motivation (motivasi), para pekerja saat ini memerlukan sesuatu yang memperkuat rasa keberhasilan dalam

pekerjaan mereka dan secara pribadi mereka memberikan sesuatu atas tercapainya tujuan perusahaan. Hal ini membimbing ke arah yang tidak ada sebelumnya yaitu pendidikan mutu yang lebih ketat, maka spesifikasi bahan menjadi lebih baik.

6. Materials (bahan), dikarenakan persyaratan mutu yang lebih ketat, maka spesifikasi bahan menjadi lebih baik.

7. Machines and mechanization (mesin dan mekanisasi), mutu yang baik menjadi sebuah faktor yang kritis dalam

memelihara waktu kerja mesin agar fasilitasnya dapat dimanfaatkan sepenuhnya.

8. Modern information methods (metode informasi modern), teknologi yang berkembang pada saat ini sangat cepat

yang memungkinkan perusahaan dapat mengumpulkan, memanipulasi, serta mengendalikan proses selama produksi bahkan hingga mencapai pada konsumen.

9. Mounting product requirements (persyaratan proses produksi), meningkatnya kerumitan persyaratan-persyaratan

prestasi yang lebih tinggi bagi produk telah menekan pentingnya keamanan dan kehandalan produk.

Russel dalam Ariani (2002: 9) mengidentifikasikan tujuh peran kualitas, yaitu: (1) meningkatkan reputasi

perusahaan, (2) menurunkan biaya, (3) meningkatkan pangsa pasar, (4) dampak internasional, (5) adanya pertanggungjawaban produk, (6) penampilan produk, (7) mewujudkan kualitas yang dirasa penting.

2.2. Pengendalian Mutu

Pengendalian mutu adalah fungsi manajemen dimana kualitas material, proses, keahlian, dan produk dikontrol dengan tujuan mencegah rusaknya keluaran (Lockyer dkk, 1994: 93). Tujuan pengendalian mutu adalah untuk menjamin produk, alat maupun sumberdaya lainnya yang digunakan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan sehingga dapat menghasilkan produk yang memenuhi keinginan pelanggan atau pembeli atau yang disyaratkan. Tiga kondisi yang harus mendapat perlakuan tersebut adalah bahan yang masuk, selama proses, dan proses pengeluaran (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996: 82).

2.3. Manajemen Mutu Terpadu

Menurut Nasution (2005: 22) Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan

usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk,

jasa, tenaga kerja, proses, dan lingkungannya. Sedangkan menurut Brocka dan Brocka dalam Suwatno dan Rasto

(2003: 174-175) Total Quality Management dapat didefinisikan sebagai sebuah cara untuk meningkatkan kinerja

secara berkelanjutan pada setiap tingkat operasi, dalam setiap fungsi organisasi, dengan menggunakan seluruh sumber daya manusia dan modal yang tersedia.

Menurut Ariani (2002: 35) Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) merupakan suatu

penerapan metode kuantitatif dan sumber daya manusia untuk memperbaiki dalam penyediaan bahan baku maupun pelayanan bagi organisasi, semua proses dalam organisasi pada tingkatan tertentu dimana kebutuhan pelanggan

terpenuhi sekarang dan di masa mendatang. Total Quality Management lebih merupakan sikap dan perilaku


(8)

4832

komitmen total dari manajemen sebagai pemimpin organisasi dimana komitmen ini harus disebarluaskan pada seluruh karyawan dan pada semua level atau departemen dalam organisasi. Total Quality Management bukan merupakan program atau sistem, tapi merupakan budaya yang harus dibangun, dipertahankan, dan ditingkatkan oleh seluruh anggota organisasi atau perusahaan bila organisasi atau perusahaan tersebut berorientasi pada kualitas dan

menjadikan kualitas sebagai the way of life. Prawirosentono (2004: 5) secara sistematis, Manajemen Mutu Terpadu

meliputi:

a. Merancang produk (product designing)

b. Memproduksi secara baik sesuai dengan rencana

c. Mengirimkan produk ke konsumen dalam kondisi baik (to deliver)

d. Pelayanan yang baik kepada konsumen (good consumer service)

Menurut Hensler dan Brunell dalam Nasution (2005: 30-31) ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu:

1. Kepuasan Pelanggan

Kualitas tidak hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk di dalamnya harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula kepuasan pelanggan. 2. Respek Terhadap Setiap Orang

Setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang khas. Dengan demikian, karyawan merupakan sumberdaya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambilan keputusan.

3. Manajemen Berdasarkan Fakta

Setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan (feeling). Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini. Pertama, prioritas (prioritization), yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumberdaya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan data, maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Konsep kedua, variasi atau variabilitas kinerja manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari setiap sistem organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan. 4. Perbaikan Berkesinambungan

Setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan agar dapat sukses. Konsep yang berlaku di sini adalah siklus PDCAA (

plan-do-check-act-analyze), yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan dan melakukan tindakan kreatif terhadap hasil yang

diperoleh

Sedangkan unsur-unsur Total Quality Management menurut Goetsch dan Davis dalam Nasution (2005:


(9)

4833

1. Fokus Terhadap Pelanggan

Pelanggan internal maupun eksternal merupakan driver dalam TQM. Pelanggan eksternal menentukan

kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas tenaga kerja, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.

2. Obsesi Terhadap Kualitas

Pelanggan internal dan eksternal menentukan kualitas dalam organisasi yang menerapkan TQM. Pelanggan internal adalah orang yang berada dalam perusahaan dan memiliki pengaruh pada performansi (performance) pekerjaan (atau perusahaan) kita. Bagian-bagian pembelian, produksi, penjualan, pembayaran gaji, rekrutmen, dan karyawan, merupakan contoh rari pelanggan internal. Pelanggan eksternal adalah pembeli atau pemakai akhir produk itu, yang sering disebut sebagai pelanggan nyata (real customer). Pelanggan eksternal merupakan orang yang membayar untuk menggunakan produk yang dihasilkan itu (Gaspersz, 2005: 34). Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan mereka.

3. Pendekatan Ilmiah

Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain

tersebut. Data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmarking), memantau prestasi, dan

melaksanakan perbaikan. 4. Komitmen Jangka Panjang

Komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.

5. Kerjasama Tim

Kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina dalam organisasi yang menerapkan TQM, baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok, lembaga-lembaga pemerintah dan masyarakat sekitarnya. 6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan

Setiap produk dan jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat makin meningkat.

7. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan merupakan faktor fundamental dalam organisasi yang menerapkan TQM. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa belajar merupakan proses yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.

8. Kebebasan yang Terkendali

Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting dalam TQM. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Selain itu, unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih


(10)

4834

banyak. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.

9. Kesatuan Tim

Perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan agar TQM dapat diterapkan dengan baik. Dengan demikian, setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama.

10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan

Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Usaha untuk melibatkan karyawan membawa dua manfaat utama. Pertama, akan meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif, karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja. Kedua, keterlibatan karyawan juga meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan, tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh-sungguh berarti. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun pekerjaan yang memungkinkan para karyawan untuk mengambil keputusan mengenai perbaikan proses pekerjaannya dalam parameter yang ditetapkan dengan jelas.

Menurut Oakland dalam Ariani (2002: 50) Manajemen Mutu Terpadu (TQM) akan dapat tercapai bila perusahaan atau organisasi dapat melaksanakan kegiatannya dengan berpedoman pada atribut efisiensi, yaitu:

1. Dukungan (commitment)

Organisasi atau perusahaan harus mendukung pada penyediaan produk dan jasa untuk mengembangkan organisasi. Manajemen harus mendukung pada penyediaan produk dan jasa tersebut secara efisien dan menguntungkan.

2. Konsistensi (consistency)

Produk dan jasa bukan merupakan jenis usaha yang semata-mata hanya dipengaruhi permintaan pelanggan dan menyesuaikan dengan karakteristik pelanggan. Produk dan jasa harus mempunyai konsistensi dalam kinerja, misalnya ketepatan waktu, kebersihan ruangan, kesabaran dan memberikan pelayanan, dan sebagainya.

3. Kemampuan (competence)

Organisasi atau perusahaan memang sangat membutuhkan karyawan yang ahli sebagai organisasi dimana kualitas produk atau jasa yang ditawarkan sangat dipengaruhi keahlian karyawan.

4. Hubungan (contact)

Organisasi atau perusahaan yang mengutamakan kebutuhan dan harapan pelanggan dalam membuat produk atau jasanya, harus mengadakan hubungan atau kontak langsung dengan pelanggan. Masalah menjaga hubungan yang baik dengan pelanggan perlu mendapatkan prioritas.

5. Komunikasi (communication)

Spesifikasi produk atau jasa yang diinginkan pelanggan yang perlu dicapai untuk dapat mewujudkan kualitas produk atau jasa tersebut harus didukung dengan komunikasi yang baik antar pelanggan dengan pihak pemberi jasa. Hal ini disebabkan kualitas produk dan jasa yang ditawarkan juga sangat tergantung dari spesifikasi pelanggan tersebut.


(11)

4835

6. Kepercayaan (credibility)

Organisasi atau perusahaan harus dapat dipercaya, dan antara pihak organisasi atau perusahaan dengan pelanggan juga harus ada rasa saling percaya. Hal ini akan memperlancar komunikasi dan menjalin hubungan baik yang akan memudahkan organisasi atau perusahaan merealisasikan keinginan atau harapan pelanggan tersebut. 7. Perasaan (compassion)

Perasaan yang dimaksud di sini adalah perasaan simpati akan kebutuhan dan harapan pelanggan, selain juga perasaan dari pihak manajemen kepada karyawan organisasi yang memberikan produk atau jasa secara langsung pada pelanggan.

8. Kesopanan (courtesy)

Hubungan langsung antar personil organisasi atau perusahaan dengan pelanggan tersebut menuntut adanya sikap sopan santun dari pihak organisasi atau perusahaan. Pelanggan akan lebih menyukai produsen yang memperhatikan sopan santun dalam memberikan pelayanan.

9. Kerjasama (co-operation)

Kerjasama dengan pelanggan akan membantu organisasi atau perusahaan untuk dapat menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas dan sesuai dengan keinginan pelanggan. Kerja sama ini juga perlu dibina secara terus menerus antar personil organisasi atau perusahaan dengan pelanggan dan antar para personil dalam organisasi atau perusahaan tersebut.

10. Kemampuan (capability)

Capability disini diartikan bahwa organisasi atau perusahaan harus mempunyai kemampuan untuk

mengambil tindakan atau keputusan yang berkaitan dengan produk atau jasa. 11. Kepercayaan (confidence)

Kepercayaan disini berarti rasa percaya diri dari organisasi atau perusahaan bahwa organisasi atau perusahaan tersebut mampu memberikan jasa yang terbaik bagi pelanggan.

12. Kritikan (criticism)

Kritikan dalam hal ini berarti bahwa organisasi atau perusahaan tidak boleh menghindari kritikan yang bersifat membangun, apalagi kritikan itu berasal dari pelanggan.

3. Pembahasan

3.1. Manajemen Mutu Terpadu a. Fokus Pada Pelanggan

Mawar Bakery selalu berusaha untuk memproduksi roti yang sesuai dengan keinginan konsumen mereka. Oleh karena itu, mereka sangat merespon positif apabila ada keluhan maupun saran dari konsumen. Contohnya pada saat roti tawar pandan yang mereka jual tidak beraroma pandan, Mawar Bakery segera melakukan konfirmasi ke perusahaan pemasok pasta pandan, tetapi karena tidak ada tanggapan positif dari pemasok, maka Mawar Bakery memutuskan untuk memasok pasta pandan dari pemasok lain.

b. Obsesi Terhadap Kualitas

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Mawar Bakery untuk mencapai obsesinya dalam menciptakan produk yang berkualitas, bahkan menginginkan kualitas roti mereka setara dengan kualitas roti perusahaan lain yang


(12)

4836

kelasnya berada di atas mereka. Salah satunya dengan cara membandingkan roti mereka dengan perusahaan lain. Proses pembandingan ini dilakukan langsung oleh pimpinan Mawar Bakery. Usaha pembandingan yang dilakukan pimpinan Mawar Bakery menghasilkan perubahan pada bahan baku baik dari jumlah takarannya maupun komposisinya. Begitu juga pada saat ada masukkan penggunaan bahan tambahan untuk mengempukkan roti. Mawar Bakery langsung merespon masukkan tersebut dengan segera menggunakan bahan pengempuk yang dimaksud, walaupun bahan pengempuk tersebut hanya dijual di toko-toko bahan makanan tertentu.

c. Pendekatan Ilmiah

Pendekatan ilmiah yang dimaksud adalah pendokumentasian data atau tertib administrasi. Selama ini, Mawar Bakery hanya melakukan pendokumentasian dalam hal jumlah roti yang dihasilkan itu pun hanya sementara. Pendokumentasian dilakukan berupa catatan harian pesanan roti dari pedagang yang dikumpulkan oleh manajer operasional. Dokumentasi tersebut berupa lembaran kertas sehingga apabila lembaran kertas mulai menumpuk, kertas-kertas tersebut langsung dibuang atau dipergunakan untuk keperluan lain. Mawar Bakery juga

belum mendokumentasikan Standard Operational Procedure (SOP) untuk karyawannya maupun standar

komposisi bahan baku yang digunakan untuk memproduksi roti.

d. Komitmen Jangka Panjang

Komitmen jangka panjang Mawar Bakery adalah mengutamakan kualitas roti yang dihasilkan sebagai keunggulan mereka. Komitmen itu ditunjukan dengan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh perusahaan untuk memperbaiki mutunya. Usaha-usaha tersebut seperti menggunakan kemasan plastik untuk semua jenis roti yang diproduksi, melengkapi dengan mesin-mesin produksi yang memadai walaupun dilakukan secara bertahap, merespon dengan baik kritik maupun saran dari konsumen seperti mengganti staples dengan isolasi untuk merapatkan kemasan, pergantian pemasok untuk pasta makanan karena aroma roti yang dihasilkan tidak wangi, dan mengganti bahan bakar oven yang pada awalnya menggunakan minyak tanah dan solar diganti menjadi gas. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi jumlah roti yang hangus.

e. Kerjasama dan Kesatuan Tim

Kualitas roti yang dihasilkan Mawar Bakery tidak terlepas dari kerjasama semua pihak baik pemasok, konsumen, maupun kerjasama antar karyawan perusahaan itu sendiri. Sama halnya kerjasama yang dilakukan Mawar Bakery dengan pemasok, kerjasama Mawar Bakery dengan konsumennya telah terjalin walaupun belum optimal. Kerjasama tersebut belum optimal karena hanya bersifat sementara atau tidak rutin. Kerjasama yang dilakukan berupa pemberian kritik maupun saran dari konsumen terhadap roti yang Mawar Bakery produksi. Biasanya kritik dan saran tersebut disampaikan ke pedagang yang kemudian ditindaklanjuti oleh karyawan produksi. Saran dan kritik juga terkadang disampaikan langsung ke pemilik Mawar Bakery.

f. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan

Mawar Bakery selalu memperbaiki sistem mutunya (pemasok, produksi, dan pelanggan) agar kualitas roti yang dihasilkan sesuai dengan harapan perusahaan walaupun hanya dengan kegiatan rutin saja. Perbaikan yang telah dilakukan oleh Mawar Bakery antara lain secara bertahap melengkapi produksinya dengan mesin-mesin yang memadai, mengganti pemasok pasta karena kualitas pastanya tidak sesuai dengan yang diharapkan, memberikan pelatihan dalam hal variasi bentuk roti kepada, penggunaan pembungkus plastik untuk semua roti yang dihasilkan yang semula hanya untuk roti tawar, mengganti staples dengan isolasi untuk merekatkan pembungkus roti, dan


(13)

4837

mengganti bahan bakar oven yang semula menggunakan minyak tanah dan solar dengan gas agar kualitas roti yang dihasilkan sesuai dengan harapan perusahaan.

g. Pendidikan dan Pelatihan

Sebagian besar karyawan Mawar Bakery memiliki latar belakang pendidikan setingkat Sekolah Dasar (SD). Latar belakang pendidikan tersebut menyebabkan Mawar Bakery kesulitan untuk merubah pola pikir karyawan dalam membuat roti. Mereka hanya berpikir proses pembuatan roti hanya proses yang diawali dengan mencampur bahan-bahan menjadi adonan, mencetaknya, dan diakhiri dengan proses pemanggangan, tanpa memikirkan apakah kualitas roti yang mereka hasilkan sesuai dengan harapan pelanggan atau tidak.

h. Kebebasan yang Terkendali dan Adanya Keterlibatan Serta Pemberdayaan Karyawan

Karyawan produksi Mawar Bakery tidak diberikan kebebasan untuk merubah sistem dalam proses produksi yang telah diberlakukan oleh pimpinan. Hal tersebut dikarenakan kekhawatiran dari pimpinan apabila sistem tersebut dirubah, maka akan merubah kualitas roti yang dihasilkan. Salah satu contohnya adalah dalam hal penentuan komposisi bahan baku maupun pemanggangan roti yang hanya dipegang oleh kepala juru masak dan 1 (satu) orang karyawan lain yang telah lama bekerja di perusahaan tersebut. Berbeda dengan karyawan produksi, karyawan penjualan diberikan kebebasan untuk menentukan jumlah roti yang mereka pesan.

3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Pada Mawar Bakery

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, secara umum terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada UKM yang bergerak dalam industri roti seperti Mawar Bakery. Faktor-Faktor yang mempengaruhi tersebut dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu berdasarkan masalah, pelaku, dan penyebab.

a. Faktor Masalah

Terdapat 5 (lima) masalah dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Mawar Bakery. Kelima faktor masalah tersebut adalah:

1. Sarana dan Prasarana

Teknologi merupakan penjelmaan secara fisik dari pengetahuan. Oleh karena itu, di dalam lingkungan kompetitif, dimana pengetahuan menduduki peranan vital, teknologi yang dirancang dengan baik guna memperluas kemampuan manusia dapat meningkatkan daya saing organisasi (Tjiptono dan Diana, 2001: 72).

Mawar Bakery mulai melengkapi sarana dan prasarana yang dimiliki secara bertahap semenjak perusahaan ini didirikan. Dimulai dengan mesin pemipih adonan roti manis yang merupakan mesin pertama yang dimiliki oleh Mawar Bakery, kemudian dilanjutkan dengan mesin pencampur adonan (mixer) ukuran kecil dan yang paling terbaru adalah mesin pemanggang roti (oven) yang berbahan bakar gas. Walaupun demikian, sarana dan prasarana yang dimiliki Mawar Bakery tergolong masih belum memadai. Salah satu contohnya adalah timbangan yang digunakan masih timbangan manual belum elektrik, padahal takaran resep sangat mempengaruhi kualitas roti yang akan dihasilkan.

2. Evaluasi dan Monitoring

Evaluasi dan monitoring mendukung dalam menjaga konsistensi kualitas produk yang dihasilkan. Produk yang baik salah satunya dihasilkan dari proses evaluasi dan monitoring yang baik pula. Oleh karena itu, diperlukan


(14)

4838

koordinasi antara pimpinan dengan karyawan untuk mencegah terjadinya kesalahan operasi yang dapat menyebabkan kerusakan atas produk yang dihasilkan. Evaluasi yang dilakukan oleh Mawar Bakery masih menerapkan sistem reaktif yaitu evaluasi hanya dilakukan apabila roti yang dihasilkan mengalami kerusakan atau tidak sesuai dengan harapan konsumen. Misalnya saat konsumen memberikan kritikan karena roti tawar pandan yang dijual tidak beraroma pandan, maka Mawar Bakery mengevaluasi proses produksi yang ternyata bersumber dari pasta pandan yang digunakan. Akhirnya Mawar Bakery segera mengganti pemasok pasta pandan tersebut karena tidak adanya respon positif dari pemasok untuk memperbaiki kualitas pasta pandannya.

3. Manajemen Produksi

Manajemen produksi Mawar Bakery belum teritegrasi dengan proses lain. Manajemen produksi Mawar Bakery dimulai dengan merencanakan jumlah penggunaan bahan baku yang disesuaikan dengan pesanan pedagang, pembagian tugas masing-masing personil, dan diakhiri dengan proses pembuatan roti. Mawar Bakery hanya menganggap kualitas hanya berasal dari proses produksi yang baik tanpa pengaruh dari aspek-aspek lain, seperti konsumen dan supplier. Padahal konsumen dan supplier memegang peranan penting dan merupakan bagian dari sistem yang sangat mempengaruhi kualitas roti yang mereka hasilkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hessel

dalam Nasution (2005, 366-367), bahwa salah satu faktor yang menjadi penghambat penerapan Manajemen Mutu

Terpadu adalah implementasi Manajemen Mutu Terpadu masih bersifat parsial yang berorientasi hanya pada little

quality, yaitu hanya di bidang produksi saja.

4. Manajemen Pemasaran

Bagi pemasaran produk barang, manajemen pemasaran akan dipecah atas 4 (empat) kebijakan pemasaran yang lazim disebut sebagai bauran pemasaran (marketing-mix) (Umar, 2005: 70). Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan untuk tujuan pemasarannya. Mc Carthy dalam Kotler dan Keller (2007: 23) mengklasifikasikan alat-alat ini menjadi empat kelompok besar, yang disebut empat P tentang pemasaran: produk (product), harga (price), distribusi (place) dan promosi (promotion).

5. Lingkungan Usaha

Persaingan antar perusahaan roti di Ciledug sangat ketat karena banyaknya perusahaan yang bermain dalam bidang yang sama. Kondisi ini menyebabkan Mawar sulit untuk mengembangkan kualitas rotinya. Apabila Mawar Bakery meningkatkan kualitas rotinya, tentu saja hal tersebut akan mempengaruhi pada kenaikan harga jual yang akan ditetapkan. Mawar Bakery tidak bisa begitu saja menaikan harga jual, hal itu terlalu bersiko karena Mawar Bakery dapat kehilangan konsumennya mengingat banyaknya pesaing lain yang membuat konsumen tidak terikat dengan 1 (satu) perusahaan roti saja.

b. Faktor Pelaku

Manajemen Mutu Terpadu merupakan sebuah pendekatan dalam upaya menciptakan, mempertahankan, dan meningkatkan kualitas yang tentu saja dalam pelaksanaannya membutuhkan orang atau pelaku sebagai subjeknya atau yang menggerakkannya. Berjalan atau tidaknya Manajemen Mutu Terpadu ditentukan oleh kinerja dari pelaku yang menggerakannya dalam suatu organisasi seperti di Mawar Bakery.


(15)

4839

Faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu terdiri dari 7 (tujuh) faktor, yaitu:

1. Modal/ Dana

Implementasi Manajemen Mutu Terpadu tidaklah harus mahal. Meskipun demikian, segala sesuatunya membutuhkan biaya. Biaya yang dibutuhkan sebagian besar digunakan untuk pelatihan. Dana yang dibutuhkan ini harus selalu tersedia. Sayangnya, sulit sekali memperkirakan tingkat dan waktu pengembaliannya (Tjiptono dan Diana, 2001: 332-333). Masalah modal juga menjadi masalah yang dihadapi Mawar Bakery. Mawar Bakery membiayai keberlangsungan usahanya menggunakan dana pribadi yang berasal dari dana pensiun pemilik tanpa pernah menggunakan dana pinjaman dari pihak lain. Mawar Bakery tidak pernah melakukan pinjaman kepada pihak lain seperti Bank dikarenakan proses pengajuan kredit yang terlalu lama dan bunga kredit yang tinggi. 2. Kompensasi

Mawar Bakery memberikan kompensasi berupa gaji pokok untuk karyawan produksi sebesar Rp 15.000,00-Rp 33.000,00 per hari dan tambahan uang makan Rp 12.000,00-Rp 15.000,00 per hari. Penetapan gaji tersebut didasarkan atas kemampuan yang dimiliki oleh karyawannya. Berbeda dengan karyawan produksi, karyawan penjualan tidak menerima gaji pokok, mereka hanya menerima insentif tambahan yang berupa uang sebesar Rp 6.000,00 apabila mereka berjualan. Uang tersebut dikumpulkan dan dijadikan sebagi dana talangan apabila sewaktu-waktu dibutuhkan oleh pedagang. Selain itu, sama seperti perusahaan-perusahaan lain, Mawar Bakery juga memberikan tunjangan-tunjangan lain seperti tunjangan hari raya maupun tunjangan kesehatan bagi para karyawannya. Selama ini, kompensasi yang diberikan Mawar Bakery masih menggunakan pendekatan penghargaan dalam bentuk materi (uang). Padahal kompensasi dengan pendekatan pengakuan tidak kalah pentingnya. Pengakuan terhadap kinerja karyawan dapat meningkatkan munculnya keyakinan karyawan terhadap kontribusi mereka dalam menciptakan kualitas sesuai dengan pernyataan Tjiptono dan Diana (2001: 140-141) yang menyatakan di dalam model Manajemen Mutu Terpadu, peranan penghargaan dan pengakuan prestasi tidak akan

menghasilkan total quality. Akan tetapi apabila kedua hal tersebut tidak ada, maka akan mengakibatkan hilangnya

keyakinan karyawan terhadap nilai riil kualitas dan kontribusi mereka untuk memperbaiki kualitas. Perusahaan yang akan menerapkan Manajemen Mutu Terpadu harus melakukan pendekatan penghargaan dan pengakuan apabila ingin sukses dalam menerapkan sistem tersebut.

3. Komitmen

Hal utama yang harus ada agar penerapan Manajemen Mutu Terpadu dapat menjadi cara perusahaan menjalankan bisnis adalah komitmen utuh dari manajemen puncak. Komitmen yang dibutuhkan tidak hanya mencakup sumberdaya yang diperlukan, tetapi juga waktu yang dicurahkan. Perlunya keterlibatan langsung dari manajemen puncak bertujuan untuk memimpin dan menunjukkan bahwa Manajemen Mutu Terpadu sangat penting bagi perusahaan (Tjiptono dan Diana, 2001: 332).

4. Informasi

Penerapan Manajemen Mutu Terpadu tidak terlepas dari informasi yang diperoleh dari pelanggan. Informasi dari pelanggan dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) kategori, yaitu umpan balik dan masukan. Umpan balik biasanya diperoleh setelah fakta terjadi sedangkan masukkan diperoleh sebelum fakta terjadi (Tjiptono dan Diana, 2001: 118-119).


(16)

4840

Mawar Bakery mengumpulkan informasi secara tidak sengaja, yaitu informasi yang diperoleh organisasi tanpa mencari atau memintanya. Informasi ini berasal dari beberapa orang konsumen yang bersedia menyumbang saran dan juga berasal dari sesama pengusaha roti. Keterbatasan dalam mendapatkan informasi ini menjadi salah satu penyebab belum optimalnya penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Mawar Bakery. Hal ini terjadi karena

Mawar Bakery belum menerapkan 2 (dua) atribut efisiensi, yaitu hubungan (contact) dan komunikasi

(communication) baik kepada pelanggan atau konsumen maupun pada pemasok sehingga arus informasi menjadi

terhambat. 5. Pengetahuan

Pengetahuan yang memadai sangat menentukan baik tidaknya penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada suatu perusahaan karena akan mempersulit karyawan untuk menerima dan menerapkan konsep Manajemen Mutu Terpadu (Nasution, 2005: 367). Sama halnya dengan informasi, pengetahuan yang dimiliki SDM pada Mawar Bakery kurang mumpuni. Pimpinan telah berusaha untuk menambah pengetahuan para SDM yang dimilikinya, seperti dengan cara mengadakan pelatihan yang bertujuan untuk mempercantik tampilan roti. Tetapi karena sulit untuk merubah kebiasaan dari SDMnya, maka usaha yang telah dilakukan pun tiada berarti banyak.

6. Budaya

Budaya organisasi adalah perwujudan sehari-hari dari nilai-nilai dan tradisi yang mendasari organisasi tersebut. Hal ini terlihat pada bagaimana karyawan berperilaku, harapan karyawan terhadap organisasi dan sebaliknya, serta apa yang dianggap wajar dalam hal bagaimana karyawan melaksanakan pekerjaannya (Tjiptono dan Diana, 2001: 75).

7. Awareness (Kesadaran)

Kesadaran seluruh organ penggerak perusahaan mengenai pentingnya menciptakan dan menjaga kualitas turut mendukung pencapaian penerapan Manajemen Mutu Terpadu. Kesadaran para karyawan akan pentingnya kualitas masih sangat kurang baik karyawan produksi maupun karyawan penjualan. Hal tersebut terlihat dari kegiatan karyawan sehari-hari yang hanya terkesan untuk menggugurkan kewajiban mereka saja, yaitu untuk membuat roti maupun untuk menjualnya.

Karyawan produksi kurang menjaga kebersihan diri terutama kebersihan tangan saat akan memulai bersentuhan dengan bahan baku maupun saat bersentuhan dengan adonan roti. Begitu juga karyawan penjualan juga kurang menjaga kebersihan diri terutama kebersihan tangan saat bersentuhan dengan roti yang akan mereka pasarkan. Kebersihan diri terutama kebersihan tangan merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga higienitas roti yang dihasilkan, terlebih untuk perusahaan seperti Mawar Bakery yang sebagian besar proses produksinya

masih menggunakan tangan (hand made).

4. Kesimpulan dan Saran 4.1. Kesimpulan

Penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Mawar Bakery yang didasarkan atas unsur-unsur Manajemen Mutu Terpadu itu sendiri, yang terdiri dari fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, kerjasama tim, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan,


(17)

4841

Hal ini dikarenakan unsur-unsur Manajemen Mutu Terpadu tersebut belum dilaksanakan secara optimal oleh Mawar Bakery.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Mawar Bakery ada 14 (empat belas) faktor. Faktor-faktor tersebut terbagi menjadi 3 (tiga) tingkatan atau kelompok, yaitu: tingkat masalah, tingkat pelaku, dan tingkat penyebab. Tingkat masalah terdiri dari manajemen pemasaran, lingkungan usaha, manajemen produksi, evaluasi dan monitoring, serta sarana dan prasarana (teknologi). Tingkat pelaku terdiri dari pimpinan dan karyawan Mawar Bakery, dan yang terakhir adalah tingkat penyebab yang terdiri dari modal/

dana, kompensasi, komitmen, informasi, pengetahuan, budaya, dan awareness (kesadaran).

4.2. Saran

Manajemen Mutu Terpadu dapat diterapkan oleh Mawar Bakery secara optimal apabila Mawar Bakery mengoptimalkan sumberdaya yang ada. Sumberdaya tersebut seperti karyawan, sarana dan prasarana, budaya organisasi.

Daftar Pustaka

Anoraga, P. & Djoko Sudantoko. 2002. Koperasi, Kewirausahaan, dan Usaha Kecil. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Ariani, D.W. 2002. Manajemen Kualitas: Pendekatan Sisi Kualitatif.Jakarta: Ghalia Indonesia.

Assauri, S. 2007. Manajemen Pemasaran.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Faure, L.M. & Malcolm Munro Faure. 1996. Implementing Total Quality Management, Menerapkan

Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Feigenbaum, A.V. 1992. Kendali Mutu Terpadu.Jakarta: Penerbit Erlangga.

Handoko, T.H. 2000. Dasar-Dasar Manajemen Produksi&Operasi.Yogyakarta: BPFEYogyakarta.

Nasution, N. 2005. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management).Bogor: Ghalia Indonesia.

Prawirosentono, S. 2004. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu, Total Quality Management Abad

21, Studi Kasus & Analisis.Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Render, B. & Jay Heizer. 2001. Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba Empat.

Saaty, T.L. 1991. Teknik Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Schroeder, R.G. 2004. Manajemen Operasi, Pengambilan Keputusan dalam Fungsi Operasi, Edisi Ketiga,

Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Suwatno & Rasto. 2003. Manajemen Perusahaan, Suatu Pendekatan Operatif dan Sistem Informasi.Jakarta:

Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi.

Stevenson, W.J. 2005. Operations Management, 8th ed. New York: McGraw-Hill/Irwin.


(18)

4842

Umar, H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis, Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprehensif

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Wahyudi. 2003. Memproduksi Roti. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.

PERANAN USAHA KECIL MENENGAH (UKM) TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Mutawaqil Bilah Tumanggor, SE2 / M. Dani Habra, SE, MMA3

ABSTRAK

Peranan Usaha Kecil Menengah (UKM) kembali menarik perhatian banyak pengamat pasca kritis ekonomi. Hal ini terlihat dari banyaknya usaha kecil menengah yang bertahan ditengah krisis ekonomi menerpa bangsa Indonesia, selanjutnya adanya krisis ekonomi Asia pada tahun 1997 sesungguhnya telah memberi pelajaran bagi bangsa Indonesia, khususnya bagi pemerintah utamanya dalam perencanaan ekonomi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Secara serempak dan secara parsial faktor produksi biaya bahan

baku (X1) dan biaya tenaga kerja (X2) yang digunakan oleh pengusaha industri kecil berpengaruh nyata terhadap

pendapatan pengusaha. Peranan industri kecil bahan pangan di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai memiliki pengaruh terhadap peningkatan perekonomian masyarakat, keadaaan ini terlihat dari daya beli di tengah masyarakat yang semakin meningkat dengan adanya industri pengolahan bahan pangan, demikian juga halnya dengan perekrutan tenaga kerja yang mengurangi jumlah pengangguran di Kabupaten Serdang Bedagai.

Kata Kunci : Peranan, Usaha Kecil Menengah (UKM), Pembangunan ekonomi

1. Pendahuluan

Secara tradisional pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah upaya alokasi termurah dan paling efisien atas segenap sumberdaya yang langka (tenaga kerja, sumberdaya alam dan capital), serta pertumbuhan optimal atas sumberdaya-sumberdaya tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan. Selain itu pembangunan ekonomi bertujuan pokok untuk mencapai kenaikan pendapatan perkapita secara cepat, mengusahakan kesempatan yang lebih banyak, mengadakan distribusi pendapatan agar mengurangi perbedaan dalam tingkat perkembangan dan kemakmuran (Todaro, 2000).

Perumusan Masalah

1.

Bagaimana pengaruh faktor produksi (modal dan tenaga kerja) terhadap pendapatan Usaha Kecil Menengah di

daerah penelitian?

2.

Bagaimana peranan Usaha Kecil Menengah terhadap perekonomian masyarakat di daerah penelitian?

2. Tinjauan Pustaka

Menurut Suharto (2001) banyak faktor yang menentukan kinerja pembangunan ekonomi suatu negara dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, mewujudkan pemerataan dan menanggulangi kemiskinan. Namun salah satu faktor yang amat dominan adalah kebijakan yang dipilih (policy choice) dan strategi yang diterapkan yaitu kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang mewujudkan pemerataan dan penanggulangan

2

Dosen Yayasan UMN Al Washliyah Medan

3


(19)

4843

kemiskinan melalui efek menetas kebawah (trickle down effect) di satu pihak dan kebijakan penanggulangan langsung (direct attact) terhadap masalah kemiskinan.

Menurut Usman (1998), penerencanaan usaha kecil dalam perekonomian nasional paling tidak bisa dilihat dari tiga hal, yakni pertamanya dalam pembentukan pendapatan nasional, peranannya dalam penyerapan tenaga kerja, serta peranannya sebagai penyangga (buffer).

Menurut Susanti dkk (2000), analisis pertumbuhan ekonomi seyogyanya dihubungkan dengan perkembangan faktor-faktor produksinya. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sukirno (1999), bahwa fungsi produksi menunjukkan sifat berkaitan di antara faktor produksi dan tingkat produktivitas yang dicapai. faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut sebagai output. Faktor-faktor produksi tersebut meliputi sumber daya manusia atau human resources, sumber daya alam atau natural resaouces dan sumberdaya modal atau capital resources. Mengingat bahwa sumberdaya alam yang siap diolah ditentukan oleh sumber daya modal yang tersedia, maka fungsi produksi dapat dinyatakan dalam bentuk rumus sebagai berikut (Reksoprayitno, 2000).

Q = f (K, L)

Dimana : K = Stok Modal L = Tenaga Kerja

Hipotesis Penelitian

1.

Ada pengaruh faktor produksi (modal dan tenaga kerja) terhadap perekonomian masyarakat di daerah penelitian

2.

Ada pengaruh peranan usaha kecil menengah terhadap perekonomian di daerah penelitian

3. Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Perbangunan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara.

Analisis data diikuti dengan melakukan uji statistik. Hal ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara individu dan secara bersama berpengaruh terhadap variabel-variabel independen dengan menggunakan Regresi Linear Berganda dengan rumus sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + e

Dimana :

Y = Peningkatan Perekonomian a = Intersep

b1– b2 = Koefisien Regresi

X1 = Modal

X2 = Tenaga Kerja

e = Error Term

Dengan kriteria uji sebagai berikut :

Apabila thitung > ttabel, maka terima H1 dan tolak H0 (Hipotesis diterima) α = 0,05%

Apabila thitung < ttabel, maka terima H0 dan tolak H1 (Hipotesis ditolak) α = 0,05%


(20)

4844

Dari hasil pengujian yang dilakukan, maka dapat diperoleh koefisien regresi usaha industri kecil sebagai berikut:

Y = 5760000 + 0.027X1 + 14.745X2 + e

Hasil Penelitian diperoleh bahwa Fhitung (83.596) > Ftabel (2.05), sehingga secara serempak variabel biaya

bahan baku (X1) dan biaya tenaga kerja (X2) berpengaruh positif terhadap pendapatan pengusaha industri kecil.

Untuk koefisien R2 menunjukan 1.000 artinya variasi naik turunnya variabel Y (pendapatan) dipengaruhi oleh variabel X (biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja) sebesar 100 % dan memiliki hubungan yang sangat erat.

Pengaruh Biaya Bahan Baku (X1) Terhadap Pendapatan Pengusaha Industri Kecil

Bahwa variabel (X1) biaya bahan baku mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan pengusaha industri

kecil(Y). Dimana koefisiennya menunjukan sebesar 0.027 artinya apabila variabel biaya bahan baku ditambah 1 %

maka pendapatan pengusaha industri kecil akan bertambah sebesar 0.027%.

Diketahui t hitung > t tabel (2.863 > 2.05) maka terima H1, artinya bahwa variabel independen biaya bahan baku

(X1) berpengaruh nyata terhadap pendapatan pengusaha industri kecil pada tingkat kepercayaan 95%, dengan

demikian hipotesis diterima.

Pengaruh Penggunaan Biaya Tenaga Kerja (X2) Terhadap Pendapatan Pengusaha Industri Kecil

Bahwa variabel (X2) biaya tenaga kerja mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan pengusaha industri

kecil(Y). Dimana koefisiennya menunjukkan sebesar 14.745 artinya apabila variabel biaya tenaga kerja ditambah

1%, maka pendapatan pengusaha industri kecil akan bertambah sebesar 14.745 %..

Diketahui t hitung > t tabel (11.552 > 2.05) maka terima H1, artinya bahwa variabel independen biaya tenaga

kerja (X2) berpengaruh nyata terhadap pendapatan pengusaha industri kecilpada tingkat kepercayaan 95%, dengan

demikian hipotesis diterima.

Untuk menguji hipotesis kedua (2) yaitu untuk mengetahui pengaruh peranan usaha kecil menengah terhadap perekonomian di daerah penelitian, digunakan data secara deskriptif sebagai berikut :

Dalam rangka meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat salah satunya melalui sektor industri, dimana sumbangan sektor industri terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Serdang Bedagai. Sektor industri yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara riil diantaranya sub sektor industri pangan, karena sub sektor ini masih dilakukan masyarakat secara tradisional dengan indikasi bahan baku dan teknologi yang digunakan masih sederhana dan pemasarannya juga masih mengandalkan tenaga sendiri serta modal usaha juga masih dari modal sendiri.

5. Kesimpulan

1. Secara serempak dan secara parsial faktor produksi biaya bahan baku (X1) dan biaya tenaga kerja (X2) yang

digunakan oleh pengusaha industri kecil berpengaruh nyata terhadap pendapatan pengusaha.

2. Peranan industri kecil bahan pangan di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai memiliki pengaruh


(21)

4845

semakin meningkat dengan adanya industri pengolahan bahan pangan, demikian juga halnya dengan perekrutan tenaga kerja yang mengurangi jumlah pengangguran di Kabupaten Serdang Bedagai.

6. Daftar Pustaka

Suharto, 2001, Distribusi Pendapatan dalam Pembangunan, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 6 No. 1,

73-89

Sukirno, Sadono, 1999. Makroekonomi, Edisi Keempat. PT Raja Grapinso Perseda, Jakarta.

Susanti H, Ikhsan, M. dan Widyani, 2000. Indikator-Indikator Makroekonomi, Edisi kedua lembaga

penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi.

Todaro, P, Michael, 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, ahli bahan Haris Munandar, Edisi

ketujuh, Erlangga, Jakarta.

HUKUMAN BAGI PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL PADA ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

Iwan Setyawan, SH, MH4

ABSTRAK

Kasus kekerasan seksual terhadap anak merupakan salah satu kasus yang mengalami peningkatan secara signifikan belakangan ini. Tidak saja meningkat secara kuantitatif tapi juga secara kualitatif. Dari waktu ke waktu kekerasan terhadap anak jumlahnya tak terbendung dan modus operandinyapun semakin tidak berperikemanusiaan. Kuantitas kekerasan seksual terhadap anak, akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan.

Kekerasan seksual terhadap anak menurut ECPAT (End Child Prostitution In Asia Tourism) Internasional merupakan hubungan atau interaksi antara seorang anak dan seorang yang lebih tua atau anak yang lebih banyak nalar atau orang dewasa seperti orang asing, saudara sekandung atau orang tua dimana anak tersebut dipergunakan sebagai sebuah objek pemuas bagi kebutuhan seksual pelaku. Perbuatan ini dilakukan dengan menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan atau tekanan. Kegiatan-kegiatan tidak harus melibatkan kontak badan antara pelaku dengan anak tersebut. Bentuk-bentuk kekerasan seksual sendiri bisa berarti melakukan tindak perkosaan ataupun pencabulan.

Secara yuridis, kejahatan seksual pada anak merupakan sebuah kejahatan yang membawa dampak buruk bagi siapapun yang pernah mengalaminya, ancaman pidana berat bagi pelaku pemerkosaan dimaksudkan agar Negara memiliki kesempatan untuk memperbaiki sikap dan perilaku terpidana agar tidak berbahaya lagi dan hidup normal di dalam masyarakat serta memberi peringatan kepada masyarakat lain agar tidak melakukan perbuatan serupa. Salah satunya dengan menerapkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 81 dan 82, serta Pasal 287 ayat (1), Pasal 290, Pasal 292, Pasal 293 dan Pasal 294 di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk menjatuhkan hukuhan bagi pelaku ketahatan seksual, namun hal juga ini menjadi

sorotan sejumlah masyarakat, media, dan organisasi organisasi perlindungan anak karena ternyata

pelaksanaannya/ penerapannya sampai saat ini tidak efektif untuk memberantas tindak pidana kejahatan seksual pada anak.

Kata Kunci : Hukuman, Pelaku Kejahatan Seksual, Anak

Pendahuluan

Kasus kekerasan seksual terhadap anak merupakan salah satu kasus yang mengalami peningkatan secara signifikan belakangan ini. Tidak saja meningkat secara kuantitatif tapi juga secara kualitatif. Dari waktu ke waktu kekerasan terhadap anak jumlahnya tak terbendung dan modus operandinyapun semakin tidak berperikemanusiaan. Kuantitas kekerasan seksual terhadap anak, akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan.

4


(22)

4846

Kekerasan seksual terhadap anak menurut ECPAT (End Child Prostitution In Asia Tourism) Internasional merupakan hubungan atau interaksi antara seorang anak dan seorang yang lebih tua atau anak yang lebih banyak nalar atau orang dewasa seperti orang asing, saudara sekandung atau orang tua dimana anak tersebut dipergunakan sebagai sebuah objek pemuas bagi kebutuhan seksual pelaku. Perbuatan ini dilakukan dengan menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan atau tekanan. Kegiatan-kegiatan tidak harus melibatkan kontak badan antara pelaku dengan anak tersebut. Bentuk-bentuk kekerasan seksual sendiri bisa berarti melakukan tindak perkosaan ataupun pencabulan.

Sumatera Utara, khususnya Medan masuk dalam kondisi darurat kejahatan seksual terhadap anak. Buktinya, sepanjang tahun 2013 saja, Kelompok Kerja (Pokja) Perlindungan Anak Sumut dan Kota Medan mencatat terdapat 12.679 kasus pelanggaran hak anak yang tersebar di 23 kabupaten/kota.

Saat ini rumah, lingkungan sosial anak dan sekolah sudah tidak menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak. Pasalnya, saat ini banyak predator kejahatan terhadap anak banyak berada di lingkungan sekolah dan lingkungan rumah. Seharusnya, rumah dan lingkungan sekolah sebagai garda terdepan untuk memberikan pengayoman bagi anak, tetapi ini tidak lagi berfungsi sebagai tempat yang ramah bagi anak namun menjadi tempat bagi para monster yang siap menerkam hak-hak anak. Misalnya, orangtua kandung atau tiri, abang, paman dan kerabat terdekat keluarga. Kemudian, guru, penjaga sekolah atau petugas keamanan, pedagang, bahkan oknum penegak hukum.

Penegak hukum yang ada di Sumut yang menangani perkara kejahatan seksual terhadap anak belum menunjukkan keberpihakan korban. Apalagi para penegak hukum itu masih menggunakan kacamata kuda dalam menangani perkara tersebut. Begitu juga dengan putusan hakim yang masih belum mencerminkan rasa keadilan bagi korban.

A. Hukuman Bagi Pelaku Kejahatan Seksual Pada Anak Menurut Undang-Undang No 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak.

Secara yuridis, kejahatan seksual pada anak merupakan sebuah kejahatan yang membawa dampak buruk bagi siapapun yang pernah mengalaminya, ancaman pidana berat bagi pelaku pemerkosaan dimaksudkan agar Negara memiliki kesempatan untuk memperbaiki sikap dan perilaku terpidana agar tidak berbahaya lagi dan hidup normal di dalam masyarakat serta memberi peringatan kepada masyarakat lain agar tidak melakukan perbuatan serupa. Salah satunya dengan menerapkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 287 ayat (1), dan Pasal 292 di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk menjatuhkan hukuhan bagi pelaku ketahatan seksual, namun hal juga ini menjadi sorotan sejumlah masyarakat, media, dan organisasi-organisasi perlindungan anak karena ternyata pelaksanaannya/ penerapannya tidak efektif untuk memberantas tindak pidana kejahatan seksual pada anak.

Pemerintah mendorong percepatan revisi UU ini demi mencegah dan menegakkan hukum terhadap para pelaku kekerasan dan pelecehan seksual anak. Delik-delik kekerasan seksual itu marak diperbincangkan menyusul rangkaian kasus kekerasan seksual terhadap anak seperti di Jakarta International School dan Emon di Sukabumi. Di Sumatera Utara jika dilihat dari data yang dimiliki oleh KPAID SUMUT dari tahun 2013-2014 kasus kekerasan seksual pada anak masih banyak yaitu sebanyak 54 kasus, itu yang terdata oleh KPAID SUMUT, yang tidak melapor tentu lebih banyak lagi.


(23)

4847

Dapat kita lihat pada hukum positif yang berlaku di Indonesia telah banyak pasal-pasal yang mengatur tentang kejahatan seksual pada anak dan dengan jelas memberikan hukuman yang tegas seperti yang diatur dalam Pasal 287 KUHP : ayat ( 1 ) menyebut,

“ Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduga, bahwa umumya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bawa belum

waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

Ayat ( 2 )

“ Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umurnya wanita belum sampai dua belas

tahun jika salah satu hal tersebut pasal 291 dan pasal 294.”

Pasal 287 KUHP ini juga terdapat di dalamnya semacam unsure paksaan meskipun paksaan yang bersifat psikis dan tidak dapat dikatakan atas dasar suka sama suka karena usia perempuan itu belum cukup umurnya atau belum cukup lima belas ( 15 ) tahun, kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu belum masanya untuk kawin, karena itu masuk kedalam ruang lingkup kejahatan seksual. Oleh karena itu pula dalam hal ini karena

perbuatan bersetubuh tersebut dipandang salah dan dihukum penjara selama – lamanya Sembilan tahun, seharusnya

penuntutan dilakukan tidak atas dasar pengaduan. Sama halnya dengan perbuatan bersetubuh yang dilakukan terhadap perempuan yang umurnya belum sampai 12 tahun.

Selain dalam pasal yang telah disebutkan di atas, terdapat juga dalam pasal lain yang mengatur tentang kejahatan seksual pada anak, yakni Pasal 290 KUHP, yang menyatakan:

Ayat ( 2 )

― Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui atau sepatutnya harus

diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin”. Ayat ( 3 )

― Barang siapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum

lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau

membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau persetubuhan di luar pernikahan dengan orang lain”.

Kemudian Pasal 292 KUHP menyebut

“ Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun” .

Pasal 293 ayat (1)

“ Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan pembawa yang

timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkahlakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima

tahun”.

Tindak pidana kejahatan seksual pada anak tidak hanya diatur secara tegas di dalam KUHP saja, tetapi juga dimuat dalam undang undang khusus yaitu Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu diatur dalam Pasal 81 dan Pasal 82, yang menyatakan :


(1)

5017

by means of an outline or diagram, using verbal markers of importance (―Now note this‖, ―this is especially critical‖), and repetition.

3. Phase three: strengthening cognitive organization

The Advantages of Advance Organizer Technique

Some of advantages of Advance Organizer Technique are as follows:

1. Students can explain, integrate, and interrelated with the material in the learning task with the previously learned material.

2. Students can discriminate the new material from previously learned material.

3. In teaching reading, it is related to the daily situations, so it will be useful for students to organize the material into familiar structure.

The Disadvantages of Advance Organizer Technique

Although many find advance organizer to be a useful tool for teaching students new concepts when they do not have previous knowledge of a concept, there are those who feel that advance organizer has disadvantages, especially to students who have a good understanding of concepts and do come with previously knowledge. Advance organizer does not benefit these good students. Advance organizer may benefit slower learners and those that do not have a wide knowledge of topics available to them.

The Role of Teacher in Advance Organizer

The teacher plays an active and direct role in Advance Organizer. The teacher has several functions to perform in the Advance Organizer in addition to presenting the learning material as stated by Joice and Weil (1978:215). The teacher must decide under what concept, preposition, or issue to catalogue the new learning material and must, over the course instruction, continually reorganize knowledge in relation to more inclusive concepts.

As a model of advance organizer, the teacher has to design the hierarchy of knowledge in a subject area and also makes decisions about definitions and meanings. Then, the teacher must point out discrepancies, conflict and similarities between existing knowledge and new knowledge as stated by Joyce and Weil (1978:215). In deals with Joyce and Weil, Skinner (2002) states that the teacher obviously has an important duty to give a chance that follows appreciating and strengthening to learners to make them enjoy and comprehend the material given.

The Role of Students in Advance Organizer

Students in Advance Organizer are the listener and performers. They listen attentively and respond it by giving answer and comment on what the teacher teach. Teacher should ask students to involve and participate in learning process to get their attention and interest with the subject matter.

In learning a language students require a more concrete functional approach they need to be able to relate the language to an actual experience as stated by Clyne in Sari (2002).

Reading Comprehension

To understand reading comprehension one should by analyzing what comprehension involves and how it relates to the entire reading process. The word ‗comprehension‘ itself can be said as a social kind of thinking


(2)

5018

process. The reader comprehends by actively construction, the acting internally from interacting with the material that is read.

Thomas N Turner (1982) in Alexander (1987:159) states that reading comprehension involves taking meaning to a text in order to obtain meaning from the text. When read a text, a reader is not merely saying the words in the text in the conventional way of sounds, but moreover able to derive meaning from the words combination in the text in a consecutive fashion of process at reasonable speed without necessary vocalizing it. Reading must be a meaning from interacting internally with the material that is read.

Grabe and Stoller (2002:17) states that reading for general comprehension is, in its most obvious sense, the ability to understand information in a text and interpret it appropriately. However, comprehension ability are much more complex than this definition suggest. To offer a more accurate picture of reading comprehension, we define reading comprehension by itself, but together they provide a fairly accurate account of the process required for fluent reading.

Reading comprehension is an extraordinary feat of balancing and coordinating many abilities in a very complex and rapid set of routines that makes comprehension a seemingly effortless and enjoyable activity for fluent readers. In fact, the many process described here all occur in working memory, and they happen very quickly unless they are comprehension problem. So, roughly, in the space of any two seconds of reading time, fluent readers accomplish numerous operations.

William (1984:3) states that comprehension is the minds act or power understanding what has been written. From quotation above, it means that is terms of comprehension reader are expecting to understand fully. Thus, it is clear that reading and comprehension are regarded as one activity, which cannot separate each other. Reading is an activity that one does. For example a reader who understands what he has read, he can answer the question about it or he can reproduce the gist what he has read.

Mc Neil (1992: 16) states that comprehension is making sense out of text from interaction perspective, reading comprehension is acquiring information from the context and combining disparate elements into a new whole. It is the process of using one‘s existing knowledge (schemata) to interpret text in order to construe meaning. Although writers structure texts for their own construction of what the text means. Comprehension includes understanding the information in the text as well as changing the knowledge one used to understand the text in the first place.

Accordingly, reading comprehension is not memorization by rote, as illustrated by John bewey‘s visit to the class that had read how the earth was probably formed. In contrast with the older emphasis on teaching reading comprehension as a product by asking students to answer question about their reading, interactive approaches stress teaching reading comprehension as a process. Accordingly, students are taught techniques for processing text-making inferences, activating concepts, relating new information to old, creating picture images, and reducing the information in a text to a main idea.

A.Research Method Research Design

This study is experimental design. The design applied in order to investigate the effect of Advance Organizer Technique on Students‘ Reading Comprehension.


(3)

5019

In this study, Advance Organizer Technique (AOT) is as independent variable and reading comprehension is as dependent variable. In this study, there are two groups, namely experimental group and control group.

Population and Sample

The population of this study is all the second year students of SMU Negeri 5 Medan in the academic year of 2008/2009, which consists of eight parallel classes. The total numbers of students are 315 students.

Sampling means selecting a given number of subjects from a defined population as the representative of that population for the purpose of efficiency and practicality of the research. The writer took 60 students of the second year students. Random sampling was applied in obtaining the samples.

The Instrument for Collecting Data

This study used multiple choice tests as the instrument to collect the data. In this case, the same test in pre-test and post-pre-test was given to both experimental and control group, in which the students was asked to answer 20 reading comprehension questions based on four passages. There are 5 questions for each passage. The students are given 45 minutes to accomplish it.

Validity and Reliability of the Test Validity of the Test

There are several types of validity; they are content, construct, concurrent, and predictive validity. This study applies content validity which concerns with how well the test measure the subject matter and learning outcomes covered during the instruction period.

To sustain the content validity of the test, the instrument was designed to fulfill the need to investigate students‘ reading comprehension. All question from every comprehension questions types were related to their reading text. It was done in order that the content of the test can be said valid.

Reliability of the Test

Reliability is one of the characteristics of a good test. Reliability refers to the consistently of the test scores over the different part of the test. To obtain the reliability of the test, the writer used Kuder Richardson method formula 21.

Scoring the Test

In scoring the test, this study use score ranging from 0-100 by counting the correct answer. The Procedure of the Study

The procedure of this study divides into three components, they are: pre-test, treatment, and post-test.

Pre-test

Before starting the experiment, a test was conducted to both experimental and control group. The pre-test was used to find out the students‘ reading comprehension. Pre-test was conducted to find out the homogeneous competence of the samples. It also enables us to detect faulty items which have not been identified during the review process; it permits us to learn something of the statistical characteristics of individual items.


(4)

5020

After giving the pre-test, the treatment of Advance Organizer Technique is taught to the experimental group, while, in the control group the conventional method is taught in learning process.

The steps of treatment can be seen below: 1. Treatment of the Experimental group

No Teacher‘s Activities Student‘s Activities

1. The teacher used Advance Organizer Technique:

- Teacher gave the copies of the text in the classroom contract, so the students can have their own copies.

- Teacher gave prior knowledge to the students about the content of the topic in which inference would be useful.

The students used Advance Organizer Technique:

- The students got the copies of the text in the classroom contract, so the students can have their own copies.

- Students listened to the teacher about the content of the topic in which inference would be useful.

2. Presentation of learning task or material. - Teacher presented the topic by demonstrating with an outline or diagram, modeling it, naming it and describing how and when to use it.

- Teacher asked the students to use the new information and skills to involve collaboration, problem solving and inquiry the topic.

- The students looked at the topic that is presented.

- The students used the new information and skills to involve collaboration, problem solving and inquiry the topic.

3. Strengthening cognitive organizer.

- Teacher asked the students to find out the main idea of the text.

- Teacher asked the students to do the comprehension test.

- Teacher reviewed the situation that students suggested when asked to tell how they had used prediction in the preparation phase.

- The students found out the main idea of the text.

- The students did the comprehension test. - The students listened to the teacher and answer the questions.

2. The Control Group

No Teacher‘s Activities Student‘s Activities

1. The teacher used conventional technique: - Teacher gave the copies and read the text.

The students used the conventional technique:

- The students got the copies and listen to the teacher who read the text.

2. - Teacher asked the students to read. - The students read the text. 3. - Teacher asked the students tried to find

out the main idea of the text.

- The students tried to find out the main idea of the text.

4. - Teacher asked the students to do the comprehension test.

- The students did the comprehension test.

Post-test

The pos-test was administrated after the treatment has been completed. The post-test was conducted to measure the competence of the students then find out the difference in mean scores of both experimental and control group. It also used to find out the students‘ reading comprehension after the treatment.

The Technique for Analyzing Data

The data obtained will be analyzed by using t-test to find out the difference of the experimental and control group is statistically significant.

D. The Data Analysis And Research Findings Data Analysis

Having done the research for the second year students of SMAN 5 Medan, the writer got the data of students‘ scores in pre-test and post-test from both experimental and control group. In pre-test of experimental


(5)

5021

group, it was obtained that the total score is 1695, the mean is 56.5, the highest score is 80 and the lowest score is 45. In post-test of experimental group, it was obtained that the total score is 2195, the mean is 73.17, the highest score is 95 and the lowest score is 55.

While, in pre-test of control group, it was obtained that the total score is 1640, the mean is 54.67, the highest score is 80 and the lowest score is 40. In post-test of control group, it was obtained that the total score is 1905, the mean is 63.5, the highest score is 85 and the lowest score is 45.

Research Findings

From the result, it is found that the students taught with Advance Organizer Technique has higher achievement than those taught without Advance Organizer Technique. It is proven based on data analysis from the highest score on those groups. In experimental group, the highest score is significantly improved from pre-test to post test that is in the different of 15 (score 80 to 95). While in control group, the highest score is not significantly improved that is in the different of 5 (score 80 to 85).

It also can be seen from the difference mean between pre-test and post-test in experimental group was higher than that in control group, that is 16.67 (56.5 to 73.17) is higher than 8.83 (54.67 to 63.5)

Thus, it can be seen that the improvement in experimental group is higher than that in control group since 16.67 > 8.83. It can be concluded that the students taught by Advance Organizer Technique has higher achievement than students taught without Advance Organizer Technique. While, there is no significant improvement for control group that was taught without Advance Organizer Technique.

E. Conclusions And Suggestion Conclusions

Having analyzed the data, it was found that Advance Organizer Technique significantly affects students comprehension, since the Tobs > the ttable (p =0.05) df (58), or 4.10 > 2.00 (p =0.05) df (58). The using of Advance Organizer Technique in teaching reading comprehension in the classroom enables the students to read systematically and guide to read the text, to find information both explicitly and implicitly stated.

Refer to the findings of the study, it is derived that the students who are taught reading comprehension using Advance Organizer Technique have higher achievement than the students who are taught with common technique. In other words, the Advance Organizer Technique gives significantly effect to the students‘ achievement in reading comprehension, as they become more systematic to read the text to get meaning interpretation.

Suggestions

In line with the conclusion, it is suggested to:

2. The English teachers use Advance Organizer Technique not only to teach reading comprehension but also to teach other subjects, such as writing.

3. The teacher can more easily to organize and plan their strategies instruction to teach English and make students can be more interesting in learning English, especially learning reading comprehension.

References


(6)

5022

Burns, Roe, and Ross. 1984. Teaching Reading in today’s Elementary Schools. Houghton Mifflin Company.

Boston.

Dechant, Emerald V. 1964. Improving the Teaching of Reading 3rd Ed. New Jersey: Prentice Hall Inc. Gay, L, R. 1992. Educational Research.Maxwell-Macmillan International: New York.

Groundland, N. E. 1979. Constructing Achievement Test. Urbana, Illiniois: University of Illiniois. Harmer, Jeremy. 2001. The Practice of English Language Teaching 3rd Ed. Longman: England. Joyce, Weil & Emily C. 1978. Models of Teaching 6th Ed. Allyn and Bacon: New York.

Kustaryo. S. 1988. Reading Technique for College Students. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan tenaga Kependidikan. Jakarta.

Mayer, R. 2003. Learning and Instruction. New Jersey: Pearson Education, Inc.

McNeil, John D. 1992. Reading Comprehension: New Direction for Classroom Practice 3rd Ed. Los Angels: HarperCollins Publishers.

Nunan, David. 2003. Practical English Language Teaching. New York: McGrawHill.